i
ii Pengantar Pendidikan
PENGANTAR PENDIDIKAN
viii, 186 hlm, Tab, 16 cm
ISBN : 978-979-796-360-6
BAB V
ALIRAN PENDIDIKAN
85
86 Pengantar Pendidikan
1. Aliran Empirisme
Empirisme berasal dari kata empire, artinya pengalaman. Tokoh
utama aliran ini ialah John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini
adalah “The School of British Empiricism” (aliran empirisme Inggris).
Namun aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika
Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama
“environmentalisme” (aliran lingkungan) dan psikologi bernama
“environmental psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih
baru (Syah, 2002). Selain Locke, terdapat juga ahli pendidikan lain yang
mempunyai pandangan hampir sama, yaitu Helvatus, ahli filsafat Yunani
yang berpendapat, bahwa manusia dilahirkan dengan jiwa dan watak
yang hampir sama yaitu suci dan bersih. Pendidikan dan lingkungan
yang akan membuat manusia berbeda-beda (Djumransjah, 2004).
Locke memandang bahwa anak yang dilahirkan itu ibaratnya meja
lilin putih bersih yang masih kosong belum terisi tulisan apa-apa,
karenanya aliran atau teori ini disebut juga Tabularasa, yang berarti
meja lilin putih. Masa perkembangan anak menjadi dewasa itu sangat
dipengaruhi oleh lingkungan atau pengalaman dan pendidikan yang
diterimanya sejak kecil. Pada dasarnya manusia itu bisa didik apa saja
menurut kehendak lingkungan (dalam arti luas), pengalaman dari
lingkungan itulah yang menentukan pribadi seseorang (Ahmadi &
Uhbiyati, 1991; Thoib, 2008).
Aliran Pendidikan 87
Manusia-manusia dapat dididik apa saja (ke arah yang baik dan ke
arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidikan.
Dalam hal ini, alamlah yang membentuknya. Pendapat kaum empiris
ini terkenal dengan nama optimisme paedagogis, karena upaya pendidikan
hasilnya sangat optimis dapat mempengaruhi perkembangan anak,
sedangkan pembawaan tidak berpengaruh sama sekali (Suryabrata,
2002; Purwanto, 2004).
Aliran ini mengandaikan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
hidup manusia ditentukan sepenuhnya oleh faktor-faktor pengalaman
yang berada di luar diri manusia, baik yang sengaja di desain melalui
pendidikan formal maupun pengalaman-pengalaman tidak disengaja
yang diterima melalui pendidikan informal, non formal, dan alam
sekitar. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikanlah yang menentukan
masa depan manusia, sedangkan faktor-faktor yang berasal dari dalam,
seperti bakat dan keturunan tidak mempunyai pengaruh sama sekali
dalam menentukan masa depan manusia (Setianingsih, 2008).
Menurut Mudyahardjo et al (1992) empirisme dipandang sebagai
hal yang paling produktif, karena dalam dunia pendidikan lingkunganlah
yang berperan besar untuk membentuk potensi dan pengetahuan peserta
didik. Ada beberapa lingkungan yang berperan dalam proses pendidikan,
diantaranya adalah lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dalam
proses ini inderawi sepenuhnya sangat berperan dalam berlangsungnya
proses pendidikan dan menjadi hal yang nyata dalam praktek
pendidikan.
Aliran empirisme berkembang luas di dunia Barat terutama Amerika
Serikat. Aliran ini dalam perkembangannya menjelma menjadi aliran/
teori belajar behaviorisme yang dipelopori oleh William James dan
Large. Banyak pula pengaruh aliran ini terhadap pandangan tokoh
pendidikan Barat lainnya, seperti Watson, Skinner, Dewey, dan
sebagainya.
2. Aliran Nativisme
Aliran nativisme berlawanan 180o dengan aliran empirisme.
Nativisme berasal dari kata nativus yang berarti kelahiran atau native
yang artinya asli atau asal. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur
Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman (Ilyas, 1997). Dalam
artinya yang terbatas, juga dapat dimasukkan dalam golongan Plato,
Descartes, Lomborso, dan pengikut-pengikutnya yang lain. Nativisme
88 Pengantar Pendidikan
3. Aliran Naturalisme
Natur atau natura artinya alam, atau apa yang dibawa sejak lahir.
Aliran ini ada persamaannya dengan aliran nativisme (beberapa ahli
menyebut dengan istilah “sama”, “hampir sama” dan “senada”. Istilah
natura telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, dari
dunia fisika yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem
total dari fenomena ruang dan waktu.
Aliran Naturalisme dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau. Ia
mengatakan, “Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari
alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di
tangan manusia ”. Seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi
anak yang baik, maka anak tersebut harus diserahkan ke alam. Kekuatan
alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang terlahir secara alamiah
sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain Rousseaue menginginkan
perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak
secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru.
Menurut Ilyas (1997) naturalisme bependapat bahwa pada
hakekatnya semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan
yaitu dari sejak tangan sang pencipta, tetapi akhirnya rusak sewaktu
berada di tangan manusia. Oleh karena itu, Rousseau menciptakan
konsep pendidikan alam, artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh
90 Pengantar Pendidikan
4. Aliran Konvergensi
Salah satu tokoh pendidikan bernama William Stern (1871-1939)
telah menggabungkan pandangan yang dikenal dengan teori atau aliran
konvergensi. Aliran ini ingin mengompromikan dua macam aliran yang
eksterm, yaitu aliran empirisme dan aliran nativisme, dimana
pembawaan dan lingkungan sama pentingnya, kedua-duanya sama
berpengaruh terhadap hasil perkembangan anak didik. Stern
berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan merupakan dua garis
yang menuju kepada suatu titik pertemuan (garis pengumpul), oleh
karena itu perkembangan pribadi sesungguhnya merupakan hasil proses
kerjasama antara potensi heriditas (internal) dan lingkungan, serta
pendidikan (eksternal) (Djumaranjah, 2004).
Aliran konvergensi menyatakan bahwa pembawaan tanpa
dipengaruhi oleh faktor lingkungan tidak akan bisa berkembang,
demikian juga sebaliknya. Potensi yang ada pada pembawaan dari
seorang anak akan berkembang ketika mendapat pendidikan dan
pengalaman dari lingkungan. Sedangkan secara psikis untuk mengetahui
potensi yang ada pada anak didik yaitu dengan cara melihat potensi
yang dimunculkan pada anak tersebut. Pembawaan yang disertai
disposisi telah ada pada masing-masing individu yang membutuhkan
tempat untuk merealisasikan dan mengembangkannya. Pada dasarnya
pembawaan adalah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau
kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu
dan ayang selama masa perkembangannya benar-benar dapat
direalisasikan.
Aliran konvergensi pada prinsipnya berpendapat bahwa
pembawaan dan lingkungan sama pentingnya. Perkembangan jiwa
seseorang tergantung pada bakat sejak lahir dan lingkungannya,
khususnya pendidikan. Peran pendidikan adalah memberi pengalaman
Aliran Pendidikan 91
visual sebab arti sesuatu kata yang diajarkan itu selalu diasosiasikan
dengan tanda (tulisan) atau suatu gambar yang dapat dilihat.
b. Centre d’internet (pusat-pusat minat).
Berdasarkan penyelidikan psikologik, ia menetapkan bahwa anak-anak
mempunyai minat yang spontan (sewajarnya). Pengajaran harus
disesuaikan dengan minat-minat spontan tersebut. Sebab apabila tidak,
yaitu misalnya minat yang ditimbulkan oleh guru, maka pengajaran
itu tidak tidak akan banyak hasilnya. Anak mempunyai minat-minat
spontan terhadap diri sendiri dan terhadap masyarakat (biososial).
Minat terhadap diri sendiri itu dapat kita bedakan menjadi:
1) Dorongan mempertahankan diri,
2) Dorongan mencari makan dan minum dan
3) Dorongan memelihara diri.
Sedangkan minat terhadap masyarakat ialah:
1) Dorongan sibuk bermain-main.
2) Dorongan meniru orang lain.
Dorongan-dorongan inilah yang digunakan sebagai pusat-pusat
minat. Sedangkan pendidikan dan pengajaran harus selalu dihubungkan
dengan pusat-pusat minat tersebut.
Asas-asas Pengajaran Pusat Perhatian adalah sebagai berikut:
a. Pengajaran ini didasarkan atas kebutuhan anak dalam hidup dan
perkembangannya.
b. Setiap beban pengajaran harus merupakan keseluruhan, tidak
mementingkan bagian tetapi mementingkan keberartian dari
keseluruhan ikatan bagian itu.
c. Anak didorong dan dirangsang untuk selalu aktif dan di didik untuk
menjadi anggota masyarakat yang dapat berdiri sendiri dan
bertanggung jawab.
d. Harus ada hubungan kerjasama yag erat antara rumah dan keluarga.
Gerakan pengajaran pusat perhatian telah mendorong berbagai upaya
agar dalam kegiatan belajar mengajar diadakan berbagai variasi (cara
mengajar dan lain-lain) agar perhatian siswa tetap terpusat pada bahan
ajaran. Dengan kemajuan teknologi pengajaran, peluang mengadakan
variasi tersebut menjadi terbuka lebar, dan dengan demikian upaya
menarik minat menjadi lebih besar. Pemusatan perhatian dalam pengajaran
biasanya dilakukan bukan hanya pada pembukaan pengajaran, tetapi
juga pada setiap kali akan membahas sub topik yang baru.
Aliran Pendidikan 97
3. Sekolah Kerja
Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) dan Sagala (2010) gerakan
sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-
pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam
pendidikan. Tokoh pendidikan sekolah kerja ini adalah G. Kerschensteiner
(1854-1932) dengan konsep “Arbeitschule” (Sekolah Kerja) di Jerman.
Sekolah kerja bertolak dari pandangan bahwa pendidikan tidak hanya
demi kepentingan individu, tetapi juga demi kepentingan masyarakat.
Dengan kata lain sekolah berkewajiban menyiapkan Negara yang baik
yakni: (a) tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan jabatan;
(b) tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan
negara; dan (c) dalam menunaikan kedua tugas tersebut harus diusahakan
kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga negara ikut berbuat
sesuai dengan kesusilaan serta menjaga keselamatan negara.
Tujuan sekolah kerja ini menurut Kerschensteiner sebagai pencetus
sekolah kerja adalah a) menambah pengetahuan anak, yaitu pengetahuan
yang didapat dari buku atau orang lain, dan yang didapat dari
pengalaman sendiri; b. agar anak dapat memiliki kemampuan dan
kemahiran tertentu; dan c. agar anak dapat memiliki pekerjaan sebagai
persiapan jabatan dalam mengabdi Negara. Kerschensteiner berpendapat
bahwa kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan anak-anak
untuk dapat bekerja. Bekerja di sini bukan pekerjaan otak yang
dipentingkan, melainkan pekerjaan tangan (Tirtarahardja & Sulo, 2005;
Sagala, 2010).
4. Pengajaran Proyek
Dasar filosofis dan pedagogis dari pengajaran-pengajaran proyek
diletakkan oleh John Dewey (1859-1952) namun pelaksanaannya
dilakukan oleh pengikut utamanya W. H. Kilpartrick. Pengajaran proyek
memberi kebebasan pada anak untuk menentukan pilihannya,
merancang serta memimpinya. Proyek yang ditentukan oleh anak
mendorongnya mencari jalan pemecahan bila dia menemui kesukaran.
Anak dengan sendirinya giat dan aktif karena sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Dalam pengajaran proyek, pekerjaan dikerjakan secara
berkelompok untuk menghidupkan rasa gotong-royong. Pengajaran
proyek digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia,
antara lain dengan nama pengajaran proyek,pengajaran unit,dan
sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan
menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan
98 Pengantar Pendidikan
demikian siapa saja dapat menjadi guru dan pembelajaran tidak harus
berlangsung di dalam kelas, sebab setiap tempat dapat menjadi tempat
untuk belajar. Konsep Paulo Freire sangat tepat bila dihubungkan dengan
metode outdoor learning. Outdoor learning dapat menjadi salah satu
alternatif bagi pengayaan sumber pembelajaran. Kajian lebih mendalam
tentang Outdoor learning serta hubunganya dengan pengajaran/
pembelajaran alam sekitar dapat diperdalam dengan membaca buku
Pembelajaran Luar Kelas; Outdoor Learning yang ditulis secara komprehensif
oleh Husamah (Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2013).
Sementara itu, dewasa ini, di Indonesia sekolah kerja dikenal dengan
sekolah menengah kejuruan (SMK) yang bertujuan untuk menyiapkan
peserta didik untuk siap bekerja atau menggunakan keterampilan yang
diperoleh setelah tamat dari sekolah tersebut. Peranan sekolah kejuruan
merupakan tulang punggung penyiapan tenaga terampil yang diperlukan
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Bagi para generasi muda
Indonesia, pendidikan keterampilan itu sangat diperlukan terlebih bagi
setiap orang yang akan memasuki lapangan kerja atau menciptakan
lapangan kerja (Usman, 2012). SMK merupakan pendidikan yang
mempersiapkan pesertanya memasuki dunia kerja atau lebih mampu
bekerja pada bidang pekerjaan tertentu (earning a living).
Saat ini, melalui jargon SMK BISA, sekolah kejuruan menjadi
primadona karena dinggap memiliki kelebihan yaitu lulusan menjadi
lebih siap kerja tetapi kuliah pun mereka bisa. Melihat keberadaan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini pemerintah berharap
posisinya sebagai wahana pengembangan pengetahuan dan keterampilan
dan mampu menjawab tantangan dunia kerja secara nyata. Lulusannya
diharapkan dapat memenuhi tuntutan dunia usaha akan tenaga kerja
tingkat menengah.
Akhirnya, perlu ditekankan lagi bahwa kajian tentang pemikiran-
pemikiran pendidikan pada masa lalu akan sangat bermanfaat untuk
memperluaas pemahaman tentang seluk beluk pendidikan, serta
memupuk wawasan historis dari setiap tenaga kependidikan. Kedua
hal itu sangan penting karena setiap keputusan dan tindakan di bidang
pendidikan,termasuk dibidang pembelajaran, akan membawa dampak
bukan hanya pada masa kini tetapi juga masa depan. Oleh karena
itu,setiap keputusan dan tindakan harus dapat dipertanggungjawabkan
secara profesional. Sebagai contoh, beberapa tahun terakhir ini telah
terjadi polemik tentang peran pokok pendidikan (utamanya jalur sekolah)
106 Pengantar Pendidikan
yakni tentang masalah relevansi tentang duni kerja (siap pakai); apakah
tekanan pada pembudayaan manusia yang menyadari harkat dan
martabatnya, ataukah memberi bekal keterampilan untuk memasuki
dunia kerja. Kedua hal itu tentulah sama pentingnya dalam membangun
sumber daya manusia di Indonesia yang bermutu.
manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, , cerdas dan
berketerampilan serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota
masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa,
tanah air, serta manusia pada umumnya. Oleh karena itu, menurut
Setiono et al (2013) tujuan didirikannya Taman Siswa tidak lain adalah
untuk mendidik dan menggembleng golongan muda serta menanamkan
rasa cinta tanah air dan semangat anti penjajahan. Taman Siswa berperan
dalam menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Meskipun
menggunakan sistem pendidikan modern Belanda, tetapi taman siswa
tidak mengambil kepribadian Belanda.
Taman Siswa berusaha untuk mencapai tujuannya, di lingkungan
perguruan, dengan berbagai jalan, yaitu (1) menyelenggarakan tugas
pendidikan dalam bentuk perguruan dari tingkat dasar sampai tingkat
tinggi; (2) mengikuti dan mempelajari perkembangan dunia di luar
Taman Siswa; (3) menumbuhkan lingkungan hidup keluraga Taman
Siswa, sehingga dapat tampak wujud masyarakat Taman Siswa yang
dicita-citakan; (4) meluaskan kehidupan ke Taman Siswa-an di luar
lingkungan masyarakat perguruan, (5) menjalankan kerja pendidikan
untuk masyarakat umum dengan dasar-dasar dan hidup Taman Siswa;
(6) menyelenggarakan usaha-usaha kemasyarakatan dalam masyarakat
dalam bentuk-bentuk badan sosial, Usaha-usaha pembentukan kesatuan
hidup kekeluargaan sebagai pola masyarakat baru Indonesia, usaha
pendidikan kader pembangunan, dan (7) mengusahakan terbentuknya
pusat – pusat kegiatan kemasyarakatan dalam berbagai bidang kehidupan
dan penghidupan masyarakat. Berbagai hal seperti pemikiran tentang
pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indria
sampai dengan Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni perguruan.
Ketiga pencapaian itu merupakan pencapaian sebagai suatu yayasan
pendidikan (Tirtarahardja & Sulo, 2005).
belajar Ilmu Tauhid, Fikih, Tasawuf, Falah dan yang menarik hatinya
adalah Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh. Keprihatinan Ahmad
Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia membuat ia bertekad
untuk bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya
yaitu Al-Quran dan Al-Hadis (Salam, 1968; Jurdi, 2010).
Muhammadiyah itu bahasa Arab, berasal dari kata-kata “Muhammad”
kemudian mendapat tambahan kata “iyyah”. “iyyah” itu menurut tata
bahasa Arab (Nahwu) bernama ya’ nisby, artinya untuk menjeniskan.
Jadi Muhammadiyah berarti sejenis dari Muhammad. Tegasnya
golongan-golongan yang berkemauan mengikuti Sunnah Nabi
Muhammad SAW (Fakhruddin, 2005). Secara terminologi,
Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi
munkar, berazaskan Islam, bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah (Hadis).
Pemberian nama Muhammadiyah dengan maksud berpengharapan
baik (bertafa’ul), mencontoh dan menteladani jejak perjuangan Nabi
Muhammad SAW. Semua ditujukan demi terwujudnya kejayaan Islam,
sebagai idealitas dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realitas
(Pasha & Darban, 2000).
Setting sosial yang mengitari KH. Ahmad Dahlan telah memberikan
inspirasi cemerlang untuk mendirikan Muhammadiyah. Berdirinya
Muhammadiyah di samping merupakan hasil dan telaah terhadap
ajaran Al-Quran juga tidak terlepas dari kondisi sosial masyarakat pada
waktu itu. Pada saat kondisi yang tidak menentu K.H. Ahmad Dahlan
muncul sebagai salah seorang yang peduli terhadap kondisi yang
dihadapi oleh masyarakat pribumi secara umum atau masyarakat
Muslim secara khusus.
Sejak kelahirannya, Muhammadiyah telah menetapkan garis
perjuangan (khittah) untuk bergerak di bidang da‘wah, sosial, dan
pendidikan. Gagasan pendidikan yang dipelopori kyai Ahmad Dahlan,
merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek “iman”
dan “kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar
yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya
(Kuntowijoyo, 1985). Apresiasi sejarah terhadap Muhammadiyah tidak
bisa dilepaskan oleh faktor besarnya partisipasi organisasi ini dalam
dunia Pendidikan. Partisipasi Muhammadiyah dalam memperkuat
bangsa ini dalam konteks Pendidikan dimulai sejak Muhammadiyah
lahir pada tahun 1912. Hal ini mengingat bahwa salah satu faktor yang
mendorong lahirnya Muhammadiyah adalah adanya realitas obyektif
122 Pengantar Pendidikan