Anda di halaman 1dari 30

704 Unit IV Mengembangkan Pribadi dan Satuan Keluarga:

Young Adult Melalui Kematian Diagnosis Keperawatan Terkait


dengan Orang Mati Kematian SEBUAH Risiko nxiety untuk
SEBUAH Risiko spiration untuk tidak seimbang B ody Suhu B
Owel Inkontinensia Penurunan C Risiko Keluaran ardiac untuk
C aregiver Peran Regangan Gangguan Verbal C ommunication
tidak efektif D Urinary Fungsional enial saya ncontinence
Gangguan Bed M obility Gangguan Oral M Membran ucous
Kronis P ain P Kesiapan owerlessness untuk Ditingkatkan R
eligiosity S elf-Care Defisit (sebutkan) Gangguan S kin Integritas
Gangguan S osial Interaksi Kesiapan untuk Ditingkatkan S
piritual Kesejahteraan Gangguan S berkubang tidak efektif T
hermoregulation Sumber: Referensi 87.

aspek perawatan dapat membantu untuk mereka, klien, dan staf


perawat. Keluarga mungkin bertindak menuju atau merawat
klien dengan cara yang tampaknya aneh atau bahkan
nontherapeutic untuk staf perawat. Namun tindakan ini atau
pendekatan mungkin tampak baik untuk klien karena pola
keluarga atau ritual. Hal ini tidak bagi Anda untuk menilai atau
mengganggu kecuali apa keluarga lakukan adalah aman untuk
kesejahteraan klien atau jelas mengganggu klien. Pada gilirannya,
mengenali kapan anggota keluarga yang lelah atau cemas dan
membebaskan mereka dari tanggung jawab pada saat itu. Dorong
keluarga untuk mengambil waktu untuk beristirahat dan untuk
memenuhi kebutuhan memadai. Sebuah lounge atau tempat lain
di mana keluarga bergantian dapat beristirahat dan belum
menjadi dekat klien sangat membantu.

Tampilkan penerimaan kesedihan. Dengan membantu anggota


keluarga mengekspresikan kesedihan mereka dan dengan
memberikan dukungan kepada mereka, Anda membantu mereka
untuk mendukung klien. Siapkan keluarga untuk tiba-tiba,
memburuknya perubahan kondisi atau penampilan klien untuk
menghindari kejutan dan perasaan kewalahan. Abstrak untuk
Evidence Based Praktek menggambarkan reaksi kehilangan dan
kesedihan.

Krisis kematian orang yang dicintai dapat mengakibatkan krisis


hidup bagi anggota keluarga yang masih hidup. Masalah dengan
perubahan dalam rutinitas sehari-hari hidup, pengaturan hidup,
kegiatan waktu luang, pembalikan peran dan asumsi tanggung
jawab tambahan, berkomunikasi dengan anggota keluarga
lainnya, atau memenuhi kewajiban keuangan bisa tampak luar
biasa. Kegagalan kerabat dan teman-teman untuk membantu
atau desakan oleh kerabat dan teman-teman untuk memberikan
bantuan yang tidak diperlukan sama bermasalah. Saran dari
orang lain dapat menambah daripada mengurangi beban.

Kelelahan yang lama sakit menyebabkan di anggota keluarga


dapat tetap untuk beberapa waktu setelah kematian orang yang
dicintai dan dapat mengganggu kapasitas adaptif. Anda dapat
membantu dengan menjadi pendengar, menjelajahi dengan cara
keluarga di mana untuk mengatasi masalah mereka, dan
membuat arahan atau mendorong mereka untuk mencari orang
lain atau lembaga untuk bantuan. Sering kesediaan Anda untuk
menerima dan berbagi perasaan mereka kehilangan dan
kekhawatiran lainnya dapat cukup untuk membantu keluarga
memobilisasi kekuatan dan energi mereka untuk mengatasi
masalah yang tersisa.

Yang paling memilukan waktu untuk keluarga mungkin waktu


ketika klien melepaskan diri dari kehidupan dan dari mereka.
keluarga akan membutuhkan bantuan untuk memahami proses
ini dan mengakui itu sebagai perilaku normal. Orang mati telah
menemukan kedamaian. Atau lingkaran nya kepentingan telah
menyempit, dan ia ingin dibiarkan sendirian dan tidak terganggu
oleh berita dari dunia luar. Perilaku dengan orang lain mungkin
begitu ditarik bahwa ia tampaknya tidak terjangkau dan tidak
kooperatif. Dia lebih suka kunjungan singkat dan tidak mungkin
dalam suasana hati yang bicara. Televisi tetap off. Komunikasi
adalah terutama nonverbal. Perilaku ini dapat menyebabkan
keluarga merasa ditolak, tidak dicintai, dan bersalah karena tidak
melakukan cukup. Mereka harus memahami bahwa mereka
cintai tidak bisa lagi memegang mantan hubungan karena ia
menerima keniscayaan kematian. keluarga membutuhkan
bantuan dalam mewujudkan bahwa kehadiran diam mereka bisa
menjadi kenyamanan yang sangat nyata dan menunjukkan
bahwa ia dicintai dan tidak dilupakan. Secara bersamaan,
keluarga bisa belajar bahwa mati bukanlah hal yang mengerikan
yang harus dihindari. Ini mungkin waktu ketika keluarga
bersikeras lifesustaining tambahan atau langkah-langkah heroik,
meskipun mereka hanya akan memperpanjang penderitaan.

Perawat dapat mendengarkan keinginan mereka untuk


memperpanjang hidup, menjelaskan kebutuhan dan apa yang
terjadi kepada pasien, bertindak sebagai mediator ketika
berbagai anggota keluarga membuat pernyataan yang
kontradiktif, emosi marah tenang, dan memulai diskusi rasional
tentang apa yang terbaik bagi pasien. Memiliki pertemuan yang
mencakup keluarga, perawat, pelayanan pastoral, dokter, anggota
komite etik, dan petugas kesehatan lain atau orang lain yang
signifikan berguna. Menjaga jalur komunikasi terbuka dan
mempertahankan ikatan dengan keluarga, menjadi tidak
menghakimi, dan mendorong kontak keluarga dengan pasien
sangat penting dan menantang, bahkan sulit di kali (59, 70, 71, 77,
84, 111, 123, 125).

Berita yang akan datang atau sebenarnya kematian terbaik


dikomunikasikan ke unit keluarga atau kelompok daripada
individu tunggal untuk memungkinkan orang-orang yang terlibat
untuk memberikan saling mendukung satu sama lain. Hal ini
harus dilakukan dalam privasi sehingga mereka dapat
mengekspresikan kesedihan tanpa pembatasan yang
diberlakukan oleh observasi publik. Tinggal dan menghibur
orang menghadapi kematian, setidaknya sampai seorang
pemimpin agama atau teman dekat lainnya bisa datang.

Permintaan oleh seorang individu atau keluarga untuk melihat


orang yang meninggal tidak boleh ditolak dengan alasan bahwa
hal itu akan terlalu mengganggu. Orang yang membutuhkan cuti-
taking untuk mewujudkan realitas situasi akan meminta untuk
itu; mereka untuk siapa itu akan menjadi luar biasa tidak akan
memintanya. Kadang-kadang selamat dari kecelakaan mungkin
bertanya tentang orang-orang yang dengan dia pada saat
kecelakaan. Kesehatan
M17_MURR8663_08_SE_CH17.QXD 5/28/08 2:32 Halaman 704
KEPERAWATAN JIWA II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

Disusum Oleh Kelompok D1 :


1. M. Fajar Hermawan 1810201205
2. Nia Srimawarni 1810201206
3. Suqra Ni’matul Maghfirah 1810201207
4. Neni Arian Febrilla D 1810201208
5. Winda Maulidiah R P 1810201210
6. Indah Susanti 1810201211
7. Hernawati Muis 1810201212
8. Akbar Umasangadji 1810201213
9. Yohanes Yitsak Finmar 1810201214
10.Zul Fikar Lanjari 1810201215
11.Alvin Mualif Ajiyanto 1810201216
12. Fitri Feibirini 1810201217
13.Fifien Kurniastuti 1810201218
14.Kurrota Akyun 1810201219
15.Tomi Saputra 1810201220
16.Fitriya Arbangatun Nisa 1810201221

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
BAB I
2018
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kecemasan atau ansietas adalah salah satu bentuk emosi individu yang
berkaitan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek
ancaman yang begitu tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas nilai
ancaman yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi,
tetapi apabila intensitasnya begitu kuat dan bersifat negatif justru akan
menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan
psikis individu yang bersangkutan.
Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan
mental ini ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. WHO (World
Health Organization) badan dunia PBB yang menangani masalah kesehatan
dunia, memandang serius masalah kesehatan mental dengan menjadikan isu
global WHO. WHO mengangkat beberapa jenis gangguan jiwa seperti
Schizoprenia, Alzheimer, epilepsy, keterbelakangan mental dan ketergantungan
alkohol sebagai isu yang perlu mendapatkan perhatian. Gangguan
kecemasan/ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering ditemukan
di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. The Anxiety and Depression
Association of America (dalam Kaplan & Sadock, 2012) menuliskan bahwa
gangguan kecemasan dan depresi di derita oleh 40 juta populasi orang dewasa
di Amerika pada usia 18 tahun atau lebih (18% dari populasi).
Prevalensi gangguang kecemasan menurut Centers for Disease Control
and Prevention pada tahun 2011 sebesar lebih dari 15%. National Comorbidity
Study melaporkan bahwa satu dari empat orang memenuhi kriteria untuk
sedikitnya satu gangguan kecemasan dan terdapat angka prevalensi 12 bulan
per 17,7% (Kaplan dkk, 2012).
Di Indonesia, masalah gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan
kecemasan dan depresi pada orang dewasa secara nasional mencapai 11,6%.
Pada seminar dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Jakarta, 28
September 2011, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian
Kesehatan Supriyantoro mengatakan bahwa populasi orang dewasa mencapai
sekitar 150 juta, dengan demikian ada 1.740.000 orang di Indonesia yang
mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa
gangguan kecemasan dan depresi. Angka tersebut diperoleh dari Survei
Kesehatan Daerah tentang gangguan jiwa mental dan emosional oleh
Kementerian Kesehatan (Kompas, 2011). Gangguan ansietas lebih sering di
alami oleh wanita individu berusia kurang dari 45 tahun, bercerai atau
berpisah, dan individu yang berasal dari status sosial – ekonomi rendah
(Videbeck. 2008)
Kecemasan akan meningkatkan neurotransmitter seperti norepinefrin,
serotonin, dan gama aminobuyric acid (GABA) sehingga peningkatannya
akan mengakibatkan terjadinya gangguan: a) fisiologis, antara lain perubahan
denyut jantung, suhu tubuh, pernafasan, mual, muntah, diare, sakit kepala,
kehilangan nafsu makan, berat badan menurun ekstrim, kelelahan yang luar
biasa; b) gejala gangguan tingkah laku, antara lain aktivitas psikomotorik
bertambah atau berkurang, sikap menolak, berbicara kasar, sukar tidur,
gerakan yang aneh-aneh; c) gejala gangguan mental, antara lain kurang
konsentrasi, pikiran meloncat -loncat, kehilangan kemampuan persepsi,
kehilangan ingatan, phobia, ilusi dan halusinasi (Hawari, 2008).
Terlihat jelas bahwa ansietas ini mempunyai dampak terhadap
kehidupan seseorang,baik dampak positif maupun dampak negatif. Apalagi
jika ansietas ini dialami oleh klien di rumah sakit. Berbagai situasi dan kondisi
akan membuatnya semakin cemas. Oleh karenanya perawat sebagai tenaga
kesehatan professional tidak boleh mengabaikan aspek emosi ini dalam
memberikan asuhan keperawatan ansietas.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa defenisi dari Ansietas?
2. Apa etiologi dari ansietas?
3. Bagaimana rentang respon ansietas ?
4. Apa manifestasi klinis dari ansietas?
5. Bagaimana patofisiologis ansietas?
6. Bagaimana penatalaksanaan ansietas
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan klien ansietas?

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu :
1. Dapat mengetahui defenisi ansietas
2. Dapat mengetahui etiologi dari ansietas
3. Dapat mengetahui rentang respon ansietas
4. Dapat mengetahui manifestasi klinis dari ansietas
5. Dapat mengetahui patofisiologis ansietas
6. Dapat mengetahui penatalaksanaan ansietas
7. Dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan klien ansietas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ansietas
1. Definisi Ansietas
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman
seakan-akan akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman
Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian
intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas adalah
respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2012). Menurut
(SDKI DPP PPNI, 2017) Ansietas adalah kondisi dan pengalaman
subyetif indivisu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat
antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk mengahadapi ancaman.
Sedangkan menurut (Riyadi&Purwanto,2010) Ansietas adalah
suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat
dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis, sedangkan pada
gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan
gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut. Kecemasan
merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak mampuan mengatasi
suatu masalah atau 9 tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya
akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis
(Rochman, 2010).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah
respon seseorang berupa rasa khawatir, was-was dan tidak nyaman
dalam menghadapi suatu hal tanpa objek yang jelas.

B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan
yang yang dapat menimbulkan kecemasan (Suliswati,2005).
Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional.
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan
dan kenyataan yang menimbulkan kecemasan pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan
individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan
kecemasan.
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk
mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi
konsep diri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani
stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap
konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu
banyak dipelajari dalam keluarga.
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi
kecemasan.
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodizepin
dapat menekan neurotransmiter gama amino butyric acid (GABA)
yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab
menghasilkan kecemasan.
2. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1) Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis
sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
(misalnya hamil).
b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi,
tidak adekuatnya tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan
internal
a) Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru.
Berbagai ancaman terhadap intergritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya .
(Eko Prabowo, 2014)
C. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

a. Kecemasan Ringan
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan ringan adalah sebagai
berikut:
1) Respon fisik dari kecemasan ringan adalah:
a) Ketegangan otot ringan
b) Sadar akan lingkungan
c) Rileks atau sedikit gelisah
d) Penuh perhatian
e) Rajin
2) Respon kogniif dari kecemasan ringan adalah:
a) Lapang persepsi luas
b) Terlihat tenang, percaya diri
c) Perasaan gagal sedikit
d) Waspada dan memperhatikan banyak hal
e) Mempertimbangkan informasi
f) Tingkat pembelajaran optimal
3) Respon emosional dari kecemasan ringan adalah:
a) Perilaku otomatis
b) Sedikit tidak sadar
c) Aktivitas mandiri
d) Terstimulasi
e) Tenang
b. Kecemasan Sedang
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan sedang adalah sebagai
berikut:
1. Respon fisik dari kecemasan sedang adalah:
a) Ketegangan otot sedang
b) Tanda-tanda vital meningkat
c) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
d) Sering mondar-mandir, memukul tangan
e) Suara berubah: bergetr, nada suara tinggi
f) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
g) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
2. Respon kognitif dari kecemasan sedang adalah:
a) Lapang persepsi menurun
b) Tidak perhatian secara selektif
c) Fokus terhadap stimulus meningkat
d) Rentang perhatian menurun
e) Penyelesaian masalah menurun
f) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
3. Respon emosional dari kecemasan sedang adalah:
a) Tidak nyaman
b) Mudah tersinggung
c) Kepercayaan diri goyah
d) Tidak sabar
e) Gembira
c. Kecemasan Berat
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan berat adalah:
1. Respon fisik kecemasan berat adalah:
a. Ketegangan otot berat
b. Hiperventilasi
c. Kontak mata buruk
d. Pengeluaran keringat meningkat
e. Bicara cepat, nada suara tinggi
f. Tindakan tanpa tuuan dan serampangan
g. Rahang menegang, mngertakan gigi
h. Mondar-mandir, berteriak
i. Meremas tangan, gemetar
2. Respon kognitif kecemasan berat adalah:
a. Lapang persepsi terbatas
b. Proses berpikir terpecah-pecah
c. Sulit berpikir
d. Penyelesaian masalah buruk
e. Tidak mampu mempertimbangkan informasi
f. Hanya memperhatikan ancaman
g. Preokupasi dengan pikiran sendiri
h. Egosentris
3. Respon emosional kecemasan berat adalah:
a. Sangat cemas
b. Agitasi
c. Takut
d. Bingung
e. Merasa tidak adekuat
f. Menarik diri
g. Penyangkalan
h. Ingin beban
d. Panik
Menurut Videbeck (2008), respon dari panik adalah sebagai berikut:
1. Respon fisik dari panik adalah:
a. Fight, fight, atau freeze
b. Ketegangan otot sangat berat
c. Agitasi motorik kasar
d. Pupil dilatasi
e. Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
f.Tidak dapat tidur
g. Hormon stress dan neurotransmitter berkurang
h. Wajah menyeringai, mulut ternganga
2. Respon kognitif dari panik adalah:
a. Persepsi sangat sempit
b. Pikiran tidak logis, terganggu
c. Kepribadian kacau
d. Tidak dapat menyelesaikan masalah
e. Fokus pada pikiran sendiri
f. Tidak rasional
g. Sulit memahami stimulus eksternal
h. Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3. Respon emosional dari panik adalah:
a. Merasa terbebani
b. Merasa tidak mampu, tidak berdaya
c. Lepas kendali
d. Mengamuk, putus asa
e. Marah, sangat takut
f. Mengharapkan hasil yang buruk
g. Kaget, takut, lelah

D. Manifestasi Klinis
Menurut (SDKI DPP PPNI, 2017)
Tanda dan Gejala Mayor
1. Subjektif
a. Merasa Bingung
b. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang di hadapi
c. Sulit berkonsentrasi
2. Objektif
a. Tampak gelisah
b. Tampak tegang
c. Sulit tidur
Tanda dan gejala minor
1. Subyektif
a. Mengeluh pusing
b. Anoreksia
c. Palpitasi
d. Merasa tidak berdaya
2. Objektif
a. Freuensi napas meningkat
b. Frekuensi nadi meningkat
c. Tekanan darah meningkat
d. Diaforesis
e. Tremor
f. Muka tampak pucat
g. Suara bergetar
h. Kontak mata buruk
i. Sering berkemih
j. Berorientasi pada masa lalu

E. Patofisiologi
Patofisiologi Ansietas Sistem syaraf pusat menerima suatu persepsi
ancaman. Persepsi ini timbul akibat adanya rangsangan dari luar dan dalam
yang berupa pengalaman masa lalu dan faktor genetik. Kemudian
rangsangan dipersepsi oleh panca indra, diteruskan dan direspon oleh sistem
syaraf pusat melibatkan jalur cortex cerebri – limbic system – reticular
activating system – hypothalamus yang memberikan impuls kepada kelenjar
hipofise untuk mensekresi mediator hormonal terhadap target organ yaitu
kelenjar adrenal yang kemudian memicu syaraf otonom melalui mediator
hormonal yang lain (Owen, 2016).
F. Pathway

Kerusakan Interaksi Sosial Effect

Gangguan Suasana Perasaan : Cemas Cor Problem

Koping Individu Inefektif Causa

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada
tahap pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistik, yaitu mencakup fisik ( somatik ) , psikologik atau psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan mekanisme koping stress, yaitu :
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang.
2) Tidur yang cukup.
3) Olahraga yang cukup
4) Tidak merokok
5) Tidak meminum minuman keras
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neurotransmiter ( sinyal penghantar syaraf ) di susunan saraf pusat otak (
limbic system ). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti
cemas (anxiolitic), yaitu diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam,
buspironeHCl, meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi somatik Gejala atau keluhan fisik ( somatik )
Keluhan fisik sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari
kecemasan yang berkepanjangan Untuk menghilangkan keluhan-keluhan
somatik ( fisik ) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat atau
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa
dan diberi keyakinan serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan
koreksi bila dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi
kecemasan.
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksutkan memperbaiki (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien
yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrai dan
daya ingat.
5) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa
seseorang tidak mampu menghadap stressor psikososial
sehingga mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan
kekeluargaan agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor
penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung .
7) Terapi psikoreligius untuk meningkatkan keimanan seseorang
yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam
menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial. (Eko Prabowo, 2014)
e. Napas Dalam Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas
pernapasan abdominal (diafragma) Prosedur :
1) Atur posisi yang nyaman
2) Fleksikan lutut klien untuk merelaksasi otot abdomen
3) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga.
4) Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup. Hitung
sampai 3 selama inspirasi. 5) Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup
secara perlahan – lahan (Asmadi,2008).

G. Konsep Asuhan Keperawatan


Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
Ansietas TUK 1 Ekspresi wajah Bina hubungan saling Hubungan
Sedang Klien dapat bersahabat, percaya dengan saling percaya
menjalin dan menunjukkan mengungkapkan prinsip merupakan
membina rasa senang, komunikasi terapeutik: dasar untuk
hubungan saling ada kontak 1. Sapa klien kelancaran
percaya mata, mau dengan ramah, hubungan
berjabat baik verbal interaksi
tangan, mau maupun non selanjutnya
menyebutkan verbal
nama, mau 2. Perkenalkan diri
menjawab dengan sopan
salam, klien 3. Tanyakan nama
mau duduk lengkap klien
berdampingan dan nama
dengan panggilan yang
perawat, mau disukai klien
meg=ngutaraka 4. Jelaskan tujuan
n masalah yang pertemuan
dihadapi 5. Jujur dan
menepati janji
6. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
TUK 2 1. Bantu klien Untuk
Klien dapat untuk mengadopsi
mengidentifikasi mengidentifikasi respons koping
dan dan yang baru,
menggambarkan menguraikan klien petama
perasaan tentang perasaannya kali harus
ansietas 2. Validasi menyadari
kesimpulan dan perasaan dan
asumsi terhadap mangatasi
klien penyangkalan
3. Gunakan dan
pertanyaan resistensyang
terbuka untuk disadari atau
mengalihkan tidak disadari
topik yang
mengancam ke
hal yang
berkaitan
dengan konflik
4. Gunakan
konsultasi
TUK 3 Klien 1. Bantu klien Mengenali
dapat menjelaskan situasi dan keadaan yang
mengidentifi interaksi yang dapat dapat
kasi penyebab segera menimbulkan menyebabkan
ansietas ansietas 2. Bersama munculnya
klien meninjau kembali ansietas
penilaian klien terhadap Memperluas
stressor yang dirasakan kesadaran
mengancam dan tentang
menimbulkan konflik 3. perkembangan
Kaitkan pengalaman ansietas
yang baru terjadi
dengan pengalaman
masa lalu yang relevan
TUK 4 Klien 1. Gali cara klien Respon koping
dapat mengurangi ansietas di adaptif dapat
menguraikan masa lalu 2. Dorong dipelajari
respons koping klien untuk melalui analisa
adaptif dan menggunakan respons mekanisme
maladaptif koping adaptif yang koping yang
dimilikinya 3. Bantu digunakan di
klien untuk menyusun masa lalu
kembali tujuan hidup, Koping yang
memodifikasi tujuan, baru dapat
menggunakan sumber mengatasi
dan menggunakan stress dan
koping yang baru 4. mengatur
Bantu klien secara aktif distress
untuk mengaitkan emosional
hubungan sebab dan yang
akibat sambil menyertai .
mempertahankan
ansietas dalam batas
yang sesuai.
TUK 5 Klien 1. Dorong pasien Klien dapat
dapat melakukan aktivitas mengatasi stres
mengimplem fisik untuk dengan
entasikan mengeluarkan mengatur
respons adaptif energinya 2. Libatkan distres
untuk mengatasi orang terdekat sebagi emosional
ansietas sumber dan dukungan yang
sosial dalam membantu menyertainya
klien mempelajari melalui
respons koping yang pengguanaan
baru 3. Ajarkan klien teknik
teknik relaksasi nafas pelalsanaan
dalam untuk stres. Tekhnik
meningkatkan kontrol relaksasi nafas
dan rasa percaya diri 4. dalam dapat
Dorong klien untuk menurunkan
menggunakan relaksasi ansietas
nafas dalam Melatih untuk
selalu
mengontrol
ansietas
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. KASUS

Pasien Nn. A umur 22 tahun, perempuan, belum menikah pendidikan

terakhir lulus SMA. Pasien mengatakan sejak satu minggu yang lalu, pasien

mengalami demam tinggi, dan merasa sakit di perutnya bagian kanan bawah,

sakit semakin bertambah ketika bergerak. Atas anjuran keluarga, pasien segera

dibawa ke poli bedah RSUD Prambanan untuk diperiksa. Dokter mendiagnosa

pasien terkena apendiksitis jadi dokter menyarankan agar apendik tersebut

diangkat ( dioperasi ), sehingga pasien dibawa ke ruang Anggrek RSUD

Prambanan pada tanggal 10 Oktober 2018 untuk mendapatkan perawatan.

B. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2018 pada pukul 08.00

WIB di ruang Anggrek RSUD Prambanan dengan menggunakan tehnik

wawancara, observasi,dan pemeriksaan fisik.

Pasien mengatakan masih memikirkan keadaannya, merasa cemas akan

penyakitnya dan tindakan operasi yang akan dijalaninya. Pasien mengatakan

tidak merasa nyaman dengan kondisinya. Hasil pengukuran TTV ; Suhu : 37,

90C, Nadi : 100 x/ mnt, RR : 24 x/ mnt, dan TD :120/90 mmHg. Pasien

tampak cemas, pasien tampak gelisah dan sedikit berkeringat, dan pasien

tampak tidak nyaman dengan nyeri yang dialaminya.

C. ANALISA DATA

Data Subjektif Data Objektif


 Pasien mengatakan masih  TTV:
memikirkan keadaannya, merasa Suhu : 37,90C
cemas akan penyakitnya, dan Nadi : 100 x/ mnt
tindakan operasi yang akan RR : 24 x/ mnt
dijalaninya. TD :130/90 mmHg
 Pasien mengatakan tidak merasa  Pasien tampak cemas
nyaman dengan kondisinya.  Pasien tampak gelisah dan sedikit
berkeringat
 Pasien tampak tidak nyaman dengan
nyeri yang dialaminya.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan analisa data yang telah dibuat, perawat menyimpulkan satu

diagnosa keperawatan yang utama pada Nn. A.

Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan

ditandai dengan pasien mengatakan masih memikirkan keadaannya, merasa

cemas akan penyakitnya dan tindakan operasi yang akan dijalaninya. Pasien

mengatakan tidak merasa nyaman dengan kondisinya. Hasil pengukuran TTV ;

Suhu : 390C, Nad i: 87 x/ mnt, RR : 20 x/ mnt, dan TD :130/90 mmHg. Pasien

tampak cemas, pasien tampak gelisah dan sedikit berkeringat, dan pasien

tampak tidak nyaman dengan nyeri yang dialaminya.

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

Setelah menentukan diagnosa keperawatan, perawat melakukan

intervensi keperawatan yang berfokus pada masalah psikososial dengan

pendekatan strategi komunikasi pada gangguan ansietas. Intervensi yang

dilakukan bertujuan agar klien dapat merasa tenang, meningkatkan kesadaran

diri, dan menerima keadaan yang sedang dialaminya.

F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pada hari pertama, perawat langsung melakukan bina hubungan saling

percaya. Perawat mencoba untuk menggali perasaan cemas klien dan

menggunakan komunikasi terapeutik untuk membantu mengurangi rasa

kecemasan klien. Fasilitasi lingkungan menjadi lebih tenang dan nyaman.

G. EVALUASI KEPERAWATAN
Setelah melakukan implementasi, perawat melakukan evaluasi pada

klien. Pada fase orientasi setiap pertemuan, perawat selalu melakukan evaluasi

validasi. Evaluasi validasi yang dilakukan setiap pertemuan bertujuan untuk

mengetahui kemampuan klien yang sudah dilatih khususnya saat melatih

secara mandiri.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kecemasan atau ansietas adalah salah satu bentuk emosi individu yang
berkaitan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek
ancaman yang begitu tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas nilai
ancaman yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi,
tetapi apabila intensitasnya begitu kuat dan bersifat negatif justru akan
menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan
psikis individu yang bersangkutan. Terlihat jelas bahwa ansietas ini
mempunyai dampak terhadap kehidupan seseorang,baik dampak positif
maupun dampak negatif. Apalagi jika ansietas ini dialami oleh klien di rumah
sakit. Berbagai situasi dan kondisi akan membuatnya semakin cemas. Oleh
karenanya perawat sebagai tenaga kesehatan professional tidak boleh
mengabaikan aspek emosi ini dalam memberikan asuhan keperawatan ansietas.
Dalam pengkajian pada kasus nyata yang diberikan pada Pasien Nn. A
umur 22 tahun dengan diagnosa Apendiksitis ruang Anggrek RSUD
Prambanan pada tanggal 10 Oktober 2018 untuk mendapatkan perawatan. Pada
tahap pengkajian masalah yang muncul adalah pasien mengatakan nyeri pada
daerah luka operasi dengan skala nyeri 7 dan Pada saat peneliti melakukan
pengkajian psikologis pasien, ia mengatakan masih memikirkan keadaannya,
merasa cemas akan penyakitnya apakan dapat sembuh atau tidak dan tindakan
operasi yang akan dijalaninya apakah berjalan lancar atau tidak. Pasien
mengatakan tidak merasa nyaman dengan kondisinya.
Diagnosa keperawatan yang utama pada Nn. A yaitu : Ansietas
berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan pasien
mengatakan masih memikirkan keadaannya, merasa cemas akan penyakitnya
dan tindakan operasi yang akan dijalaninya. Pasien mengatakan tidak merasa
nyaman dengan kondisinya.
Intervensi keperawatan perawat melakukan intervensi keperawatan
yang berfokus pada masalah psikososial dengan pendekatan strategi
komunikasi pada gangguan ansietas. Intervensi yang dilakukan bertujuan agar
pasien dapat merasa tenang, meningkatkan kesadaran diri, dan menerima
keadaan yang sedang dialaminya. Pasien mampu membina hubungan saling
percaya. Pasien mampu mengenal ansietas. Pasien mampu mengatasi ansietas
melalui teknik relaksasi. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan
teknik relaksasi untuk mengatasi ansietas.
Implementasi keperawatan perawat langsung melakukan bina hubungan
saling percaya. Perawat membantu pasien mengenal ansietas. Membantu
pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaan cemasnya.
Membantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas. Membantu
pasien mengenal penyebab ansietas. Membantu pasien menyadari perilaku
akibat ansietas. Mengajajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan
kontrol dan rasa percaya dirinya dengan pengalihan situasi, latihan relaksasi
tarik nafas dalam, mengerutkan dan mengendurkan otot-otot, teknik 5 jari.
Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul.
Evaluasi keperawatan setelah melakukan implementasi, perawat
melakukan evaluasi pada klien. Pada fase orientasi setiap pertemuan, perawat
selalu melakukan evaluasi validasi. Evaluasi validasi yang dilakukan setiap
pertemuan bertujuan untuk mengetahui kemampuan klien yang sudah dilatih
khususnya mengajajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol
dan rasa percaya dirinya dengan pengalihan situasi, latihan relaksasi tarik nafas
dalam, mengerutkan dan mengendurkan otot-otot, teknik 5 jari. Setelah di
lakukan hal tersebut pasien menjukan pengurangan ansietasnya dan mendapat
dukungan penuh dari keluarganya serta di lingkungan ruang rawat inap.

B. SARAN
Proses keperawatan merupakan metode yang sistemik yang digunakan
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien untuk di
harapkan pada pihak-pihak yang berkompoten dalam bidang keperawatan
lainnya yakni :
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan khususnya bagi kepala bidang
pelayanan keperawatan yang akan disampaikan kepada seluruh
perawat bagaimana pentingnya asuhan keperawatan pada pasien
dengan ansietas..
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dari pihak Institusi diharapkan untuk meningkatkan kamampuan
mahasiswa dalam memberikan studi kasus asuhan keperawatan
melalui penerapan teori dan penelitian di lapangan terlebih khusus di
rumah sakit.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar dapat menambah pengetahuan dan keterampilan
dalam memberikan asuhan keperawatan secara nyata pada pasien
dengan ansietas.
DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15644/F.%20BAB%202.
pdf?sequence=6&isAllowed=y

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/167/jtptunimus-gdl-endahdewiy-8334-2-
babii.pdf

Kaplan, Harold I, dkk. 2012. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika :
Jakarta

Maramis, Willy F. and Maramis Albert A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Airlangga University Press. Surabaya.

Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika.

SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat P0ersatuan Perawat Nasional Indonesia.

Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar sKeperawatan Jiwa, EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai