Anda di halaman 1dari 7

Tauhid Adalah Aqidah Bawaan Manusia

TAUHID ADALAH AQIDAH BAWAAN MANUSIA[1]

MAKNA TAUHID

Kata ‘tauhid’ dalam bahasa Arab adalah mashdar (kata benda)


yang berasal dari kata kerja:

‫توححتد – ديتوححدد – تتيوححييددا‬

wahhada – yuwahhidu –tauhîdan, artinya membuat sesuatu


menjadi satu. [Lihat Lisânul ‘Arab, Bâb wa ha da; At-Ta’rîfât, hlm.
96; Al-Hujjah, 1/305, 306]

Adapun secara istilah agama, tauhid artinya mengimani


keberadaan Allâh, mengesakan Allâh Subhanahu wa Ta’ala
dengan rubûbiyah dan ulûhiyah, dan beriman kepada seluruh
nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya. [Lihat Lawâmi’ul Anwâr, hlm.
57; Al-Qaulus Sadîd, hlm. 16; At-Tanbîhât as-Saniyyah, hlm.9; dan
Al-Qaulul Mufîd, 1/5]

TAUHID ADALAH AQIDAH BAWAAN MANUSIA

Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan manusia memiliki fitrah


beriman kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya. Manusia itu
dilahirkan dalam keadaan mengimani keberadaan Allâh Azza wa
Jalla bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Dia, dan tidak
ada Rabb selain Dia. Seandainya manusia dibiarkan pada
fitrahnya yang asli, dia pasti tumbuh menjadi orang yang
mentauhidkanNya. [Lihat: Tafsîr al-Baghawi, 3/482; Tafsîr Ibni
Katsîr, 3/688; dan Ma’ârijul Qabûl, 1/91, 93]

‫اح ۚ لتذلحتك الحديدن ايلتقحيدم تولتلحكحن أتيكتثتر‬


‫س تعلتييتها ۚ تل تتيبحديل ت لحتخيلحق ح‬ ‫ت حح‬
‫ا احلحتي تفتطتر الحنا ت‬ ‫تفأ تقحيم تويجتهتك حللحديحن تححنيدفا ۚ فحيطتر ت‬
‫س تل تييعتلدموتن‬ ‫الحنا ح‬
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allâh;
(tetaplah atas) fitrah Allâh yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allâh. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. [Ar-Rûm/30:30]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ أتيو ديتمحج ت‬،‫صتراحنحه‬


‫ساحنحه‬ ‫ توديتن ح‬،‫ تفأ تتبتواهد ديتهحوتداحنحه‬،‫تما حمين تميودلودد إححل ديوتلدد تعتلى الفحيطترحة‬

Semua bayi dilahirkan di atas fitrah, kemudian kedua orang


tuanya menjadikannya beragama Yahudi, Nashrani, atau Majusi.
[HR. Al-Bukhâri, no. 1359 dan Muslim, no. 2658]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda meriwayatkan


dari Rabbnya, bahwa Allâh Azza wa Jalla berfirman:

‫ توإححندهيم أتتتيتدهدم ال ح‬،‫ت حعتباحدي دحتنتفاتء دكحلدهيم‬


‫شتياحطيدن تفايجتتاتليتدهيم تعين حديحنحهيم‬ ‫توإححني تختليق د‬

Sesungguhnya Aku (Allâh) telah menciptakan hamba-hambaKu


semuanya hanif (lurus; muslim), dan sesungguhnya setan-setan
mendatangi mereka lalu menyesatkan mereka dari agama
mereka. [HR. Muslim, no. 2865]

Oleh karena itu Nabi Adam Alaihissallam, bapak semua manusia


dan semua anaknya yang hidup di zamannya adalah orang-orang
yang bertauhid. Keturunan Nabi Adam setelahnya terus berada di
atas tauhid sampai datang kaum Nabi Nûh Alaihissallam, setan
menampakkan syirik sebagai sesuatu yang bagus kepada mereka
dan mengajak mereka menuju syirik, sehingga mereka
terjerumus ke dalam syirik.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫شحريتن تودمينحذحريتن توأتينتزل ت تمتعدهدم ايلحكتتا ت‬


‫ب حبايلتححق لحتييحدكتم تبييتن الحنا ح‬
‫س حفيتما‬ ‫ث ح‬
‫ا د الحنحبحييتن دمتب ح‬ ‫س أ دحمدة تواححتددة تفتبتع ت‬
‫تكاتن الحنا د‬
‫ايختتلتدفوا حفيحه‬
Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan),
maka Allâh mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira
dan pemberi kabar peringatan, dan Allâh menurunkan bersama
mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. [Al-
Baqarah/2: 213]

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbâs Radhiyallahu anhu, beliau


berkata:

‫شحريتن تودمينحذحريتن‬ ‫ث ح‬
‫ا د الحنحبحييتن دمتب ح‬ ‫ تفتبتع ت‬،‫ تفايختتلتدفوا‬.‫شحريتعدة حمتن ايلتححق‬
‫ دكللدهيم تعتلى ت‬،‫شترةد قددرودن‬
‫ح توآتدتم تع ت‬
‫تكاتن تبييتن دنو د‬

Antara Nabi Nuh dengan Nabi Adam ada sepuluh generasi,


mereka semua berada di atas syari’at yang haq, tetapi kemudian
mereka berselisih, maka Allâh mengutus para nabi, sebagai
pemberi kabar gembira dan pemberi kabar peringatan”. [Riwayat
Thabari di dalam tafsirnya, 4/275 dan al-Hâkim dalam al-
Mustadrak, 2/546. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/569]

Dan penyebab perselisihan manusia pertama kali di muka bumi


adalah kemusyrikan yang dilakukan oleh kaum Nabi Nûh
Alaihissallam , disebabkan oleh sikap ghuluw (melewati batas)
dalam mengagungkan orang-orang shalih. Allâh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman tentang kaum Nabi Nûh Alaihissallam :

‫توتقادلوا تل تتتذدرحن آلحتهتتدكيم توتل تتتذدرحن تو دددا توتل د‬


‫ستوادعا توتل تيدغو ت‬
‫ث توتيدعوتق توتنيسدرا‬

Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan


(penyembahan) ilah-ilah (tuhan-tuhan) kamu dan jangan pula
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan
pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr”.[Nûh/71:23]

Tuhan-tuhan yang disembah oleh kaum Nabi Nuh di atas, asalnya


adalah orang-orang shalih yang telah mati. Sebagaimana
dijelaskan oleh Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu :
‫ب تبيعدد أتحما تودد تكاتنيت لحتكيل د‬ ‫ت‬ ‫ضتي ح‬
‫ب حبتديوتمحة‬ ‫ح حفي ايلتعتر ح‬‫صاتريت ايليوتثادن احلحتي تكاتنيت حفي تقيوحم دنو د‬ ‫ا د تعيندهتما ت‬ ‫س تر ح‬ ‫تعين ايبحن تعحبا د‬
‫ت‬
‫ستبإ د توأحما تيدعودق تفتكاتنيت‬ ‫ف حعينتد ت‬ ‫ث تفتكاتنيت لحدمترادد دثحم لحتبحني دغتطيي د‬
‫ف حبايلتجيو ح‬ ‫ت‬
‫ستواعع تكاتنيت لحدهتذييدل توأحما تيدغو د‬ ‫ايلتجينتدحل توأتحما د‬
‫شييتطادن‬ ‫ح تفلتحما تهلتدكوا أتيوتحى ال ح‬ ‫صالحححيتن حمين تقيوحم دنو د‬‫لحتهيمتداتن توأتحما تنيسعر تفتكاتنيت لحححيمتيتر حلحل حذي ايلتكتلحع أتيستمادء حرتجادل ت‬
‫سلموتها حبأ تيستماحئحهيم تفتفتعدلوا تفلتيم دتيعتبيد تححتى إحتذا تهلتتك‬‫صادبا تو ت‬ ‫سوتن أتين ت‬‫صدبوا إحتلى تمتجالححسحهيم احلحتي تكادنوا تييجلح د‬ ‫إحتلى تقيوحمحهيم أتين اين ح‬
‫ستخ ايلحعيلدم دعحبتديت‬ ‫دأوتلحئتك توتتتن ح‬

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Patung-patung yang dahulu ada


pada kaum Nabi Nûh setelah itu berada pada bangsa Arab.
Adapun Wadd berada pada suku Kalb di Daumatul Jandal. Suwâ’
berada pada suku Hudzail. Yaghûts berada pada suku Murâd, lalu
pada suku Bani Ghuthaif di al-Jauf dekat Saba’. Ya’uq berada
pada suku Hamdan. Dan Nasr berada pada suku Himyar pada
keluarga Dzil Kila’. Itu semua nama-nama orang-orang shalih dari
kaum (sebelum-pen) Nuh. Ketika mereka mati, syaithan
membisikkan kepada kaum mereka: “Buatlah patung yang
ditegakkan pada majlis-majlis mereka, yang mereka dahulu biasa
duduk. Dan namakanlah dengan nama-nama mereka!”. Lalu
mereka melakukan. Patung-patung itu tidak disembah. Sehingga
ketika mereka (generasi pembuat patung) mati, ilmu (agama)
telah hilang, patung-patung itu tidak disembah”. [HR. Al-Bukhâri,
no. 4920]

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh berkata, “Ini


memberikan faidah berhati-hati dari ghuluw dan sarana-sarana
kemusyrikan, walaupun niatnya baik. Karena sesungguhnya
syaithan memasukkan mereka (orang-orang di zaman Nabi Nuh–
pen) dari pintu ghuluw (melampaui batas) terhadap orang-orang
shalih dan berlebihan di dalam mencintai mereka. Sebagaimana
telah terjadi semisal itu di dalam umat ini. Syaithan
menampakkan kepada mereka berbagai bid’ah dan ghuluw
dengan bentuk mengagungkan orang-orang sholih dan mencintai
mereka. Sehingga akhirnya syaithan menjerumuskan mereka di
dalam perkara yang lebih besar dari itu, yaitu menyembah orang-
orang shalih itu dari selain Allâh Azza wa Jalla ”. [Fathul Majîd,
hlm: 197, penerbit: Dar Ibni Hazm]

MACAM-MACAM TAUHID
Allâh Azza wa Jalla telah menyebutkan macam-macam tauhid di
dalam banyak ayat di dalam kitab-Nya. Di antaranya adalah
firman Allâh Azza wa Jalla di permulaan surat al-Fâtihah:

‫ب ايلتعاتلحميتن‬ ‫ايلتحيمدد ح ح ح‬
‫ل تر ح‬

Segala puji bagi Allâh, Rabb semesta alam. [Al-Fâtihah/1: 2]

Lafazh Allah menetapkan adanya tauhid uluhiyah.

Lafazh ‘Rabb semesta alam’ menetapkan adanya tauhid


rububiyah.

Juga firman Allâh Azza wa Jalla dalam surat ini:

‫الحريحلتمحن الحرححيحم‬

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. [Al-Fâtihah/1: 3]

menetapkan adanya tauhid asma’ dan sifat.

Juga firman Allâh Azza wa Jalla dalam surat yang sama:

‫تمالححك تييوحم الحديحن‬

Yang menguasai di Hari Pembalasan. [Al-Fâtihah/1:4]

menetapkan adanya tauhid rububiyah.

Dan firman Allâh:

‫إححياتك تنيعدبدد توإححياتك تنيستتحعيدن‬


Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan. [Al-Fâtihah/1: 5]

menetapkan adanya tauhid uluhiyah.

PEMBAGINAN JENIS TAUHID

Ayat-ayat yang yang menjelaskan macam-macam tauhid banyak


sekali dan gamblang menjelaskan macam-macam tauhid ini.

Oleh karena itu para Ulama dari kalangan Salaf umat ini dan
semua madzhab empat, Hanafiyah, Mâlikiyah, Syâfi’iyah,
Hanabilah, mereka semua menjelaskan tiga macam tauhid.

Tiga macam tauhid ini adalah:

Tauhid Rubûbiyah.

Tauhid Ulûhiyah (Ibadah).

Tauhid Asmâ dan Sifat.

Sebagian Ulama menyebutkan tiga macam tauhid ini sekaligus,


sebagian yang lain menyebutkan sebagian macam tauhid pada
waktu pembicaraan tentang permasalahan-permasalahannya.

Dan sebagian Ulama menjadikan macam tauhid menjadi dua


jenis:

Tauhid fil ma’rifah wal itsbât (tauhid berkaitan dengan


pengetahuan dan penetapan), ini mencakup Tauhid Rubûbiyah
dan tauhid asmâ’ dan sifat-sifat Allâh).

Tauhid fit thalab wal qashd, ini adalah tauhid ulûhiyah


Kedua pembagian itu benar, diambil dari nash-nash al-Qur’an dan
as-Sunnah. [Lihat: Madârijus Sâlikîn, 3/484, karya imam Ibnul
Qayyim al-Hanbali; Syarah ath-Thahâwiyah, hlm. 24, karya imam
Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi; dan Syarah Fiqih Akbar karya imam Mula
Ali al-Qari al-Hanafi]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun


XVIII/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi
08122589079 ]
_______
Footnote
[1] Disadur oleh Abu Isma’il Muslim al-Atsari dari kitab Tashîl
al-‘Aqîdah al-Islâmiyyah, hlm. 35-37, penerbit: Darul ‘Ushaimi lin
nasyr wa tauzi’, karya Prof. Dr. Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin
Hammaadah al-Jibrin dan beberapa rujkan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai