Anda di halaman 1dari 10

Menu

Aji Chrw-95%
Just another WordPress.com weblog

SELF EFFICACY
SELF EFFICACY
Pengertian Self Efficacy

Menurut Bandura self Efficacy adalah belief atau keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai
situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif (Santrock, 2001). Sedangkan menurut Wilhite
(1990) dalam tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self Efficacy dan Prestasi Belajar pada Siswa
Peserta dan Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno Wulansari tahun 2001,
self efficacy adalah suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat
mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan.

Menurut Dale Schunk self efficacy mempengaruhi siswa dalam memilih kegiatannya. Siswa dengan
self efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk
tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self efficacy yang tinggi mempunyai keinginan
yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya.

II.1.B Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy

Menurut Bandura (1997) dalam Tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self Efficacy dan Prestasi
Belajar pada Siswa Peserta dan Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno
Wulansari tahun 2001, ada beberapa faktor yang mempengaruhi self efficacy yaitu:

a. Pengalaman Keberhasilan (mastery experiences)

Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan self efficacy yang dimiliki seseorang
sedangkan kegagalan akan menurunkan self efficacynya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang
seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh
terhadap peningkatan self efficacy. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui
hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa
pengaruh pada peningkatan self efficacynya.

b. Pengalaman Orang Lain (vicarious experiences)

Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan
suatu tugas biasanya akan meningkatkan self efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama.
Self efficacy tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang
kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan
modeling. Namun self efficacy yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh bila model yang diamati
tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan model.

c. Persuasi Sosial (Social Persuation)

Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh
biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.

d. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and emotional states)

Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan
sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan
dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau
gangguan somatic lainnya. Self efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan
kecemasan sebaliknya self efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang
tinggi pula.

II.1 C Manfaat Self Efficacy

Sebagaimana dikatakan dalam tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self Efficacy dan Prestasi Belajar
pada Siswa Peserta dan Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno Wulansari
tahun 2001, bahwa ada beberapa fungsi dari self efficacy yaitu :

a. Pilihan perilaku

Dengan adanya self efficacy yang dimiliki, individu akan menetapkan tindakan apa yang akan ia
lakukan dalam menghadapi suatu tugas untuk mencapai tujuan yang diiinginkannya.

b. Pilihan karir

Self efficacy merupakan mediator yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan karir seseorang. Bila
seseorang merasa mampu melaksanakan tugas-tugas dalam karir tertentu maka biasanya ia akan
memilih karir tesebut.

c. Kuantitas usaha dan keinginan untuk bertahan pada suatu tugas

Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi biasanya akan berusaha keras untuk menghadapi
kesulitan dan bertahan dalam mengerjakan suatu tugas bila mereka telah mempunyai keterampilan
prasyarat. Sedangkan individu yang mempunyai self efficacy yang rendah akan terganggu oleh
keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam
mengerjakan tugas.

d. Kualitas usaha

Penggunaan strategi dalam memproses suatu tugas secara lebih mendalam dan keterlibatan kognitif
dalam belajar memiliki hubungan yang erat dengan self efficacy yang tinggi. Suatu penelitian dari
Pintrich dan De Groot menemukan bahwa siswa yang memiliki self efficacy tinggi cenderung akan
memperlihatkan penggunaan kognitif dan strategi belajar yang lebih bervariasi.

Sebuah penelitian telah menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara self efficacy dan orientasi
sasaran (goal orientasi). Self efficacy dan achievement siswa meningkat saat mereka menetapkan
tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek, dan menantang. Meminta siswa untuk menetapkan tujuan
jangka panjang adalah hal yang baik seperti: “Saya ingin malanjutkan ke perguruan tinggi”, tetapi akan
sangat lebih baik kalau mereka juga membuat tujuan jangka pendek tentang apa yang harus dilakukan
seperti: “Saya harus mendapatka nilai A untuk tes matematika yang akan datang”.

II.I.D Pengukuran Self Efficacy

Menurut Bandura (1977) sebagaimana dikatakan dalam tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self
Efficacy dan Prestasi Belajar pada Siswa Peserta dan Non Peserta Program Pengajaran Intensif di
Sekolah oleh Retno Wulansari tahun 2001, pengukuran self efficacy yang dimilki seseorang mengacu
pada tiga dimensi, yaitu:

a. Magnitude, yaitu suatu tingkat ketika seseorang meyakini usaha atau tindakan yang dapat ia
lakukan

b. Strength, yaitu suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan dalam
meraih performa tertentu.

c. Generality, diartikan sebagai keleluasaan dari bentuk self efficacy yang dimiliki seseorang untuk
digunakan dalam situasi lain yang berbeda.
II.1.E Strategi untuk Meningkatkan Self Efficacy

Untuk meningkatkan self efficacy siswa, ada beberapa strategi yang dapat kita lakukan (Stipek, 1996)
yaitu :

a. Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk
fokus pada tugas-tugasnya.

a. Memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat tujuan jangka pendek
setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang.

b. Memberikan reward untuk performa siswa

c. Mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan dan memberi feedback pada
siswa tentang hasil pembelajarannya.

d. Memberikan support atau dukungan pada siswa. Dukungan yang positif dapat berasal dari guru
seperti pernyataan “kamu dapat melakukan ini”, orang tua dan peers.

e. Meyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal itu justru akan menurunkan
self efficacy siswa.

f. Menyediakan siswa model yang bersifat positif seperti adult dan peer. Karakteristik tertentu dari
model dapat meningkatkan self efficacy siswa. Modelling efektif untuk meningkatkan self efficacy
khususnya ketika siswa mengobservasi keberhasilan teman peer nya yang sebenarnya mempunyai
kemampuan yang sama dengan mereka.

II.2 Motivasi

II.2.A Pengertian dan Manfaat Motivasi

Motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan kita bertindak, mendorong kita pada arah
tertentu, dan menjaga kita tetap bekerja pada aktivitas tertentu (Elliott dkk, 2000). Motivasi
merupakan konstruk psikologi penting yang mempengaruhi pembelajaran dan performa dalam empat
cara yaiti :

a. Motivasi meningkatkan energi individu dan level aktivitasnya (Pintrich, Marx, & Boyle, 1993)

b. Motivasi mengarahkan individu menuju tujuan tertentu ( Eclcles & Wigfield, 1985)

c. Motivasi menaikkan inisiatif dari aktivitas tertentu dan ketekunan dalam aktivitas tersebut (Stipek,
1998)

d. Motivasi mempengaruhi strategi pembelajaran dan proses kognitif dari usaha seseorang (Dweck &
Elliot, 1983).

Aspek lain yang sering dibicarakan adalah mengenai motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi
intrinsik atau Motivasi orientasi internal berarti bahwa siswa menunjukkan hasrat untuk belajar
tanpa kebutuhan dorongan dari luar dirnya. Apabila respon siswa merujuk pada dorongan dari luar
maka dikatakan bahwa ia memiliki motivasi ekstrinsik. Tujuan jangka panjang yang diinginkan oleh
kebanyakan orang tua dan pendidik adalah melihat siswa mengembangkan dirinya sehingga memiliki
motivasi intrinsik dalam belajar.

Ada beberapa perspektif dari motivasi, diantaranya adalah perspektif behavioral. Perspektif ini
menekankan tentang pentingnya motivasi ekstrinsik dalam achievement. Menurut perspektif ini,
rewards dan punishment eksternal merupakan kunci yang menentukan motivasi siswa. Hal itu
disebabkan karena insentif merupakan suatu stimulus atau event baik positif maupun negatif yang
dapat memotivasi tingkah laku siswa.
II.2.B Teori-teori motivasi

1. Hierarki Kebutuhan Maslow

Konsep paling terkenal dari Abraham Maslow (1987) adalah self-actualization, yang berarti bahwa
kita menggunakan kemampuan kita sampai batas akhir potensi kita. Apabila kita dapat meyakinkan
siswa bahwa mereka akan dan dapat memenuhi janji mereka, maka saat itu mereka sedang berada
pada jalur menuju self actualization. Self actualization merupakan konsep pertumbuhan, siswa
bergerak menuju tujuan setelah memenuhi kebutuhan dasarnya. Pertumbuhan menuju self
actualization mensyaratkan kepuasan akan hierarki kebutuhan. Lima dasar kebutuhan dalam teori
hierarki kebutuhan Maslow adalah :

1. Kebutuhan fisiologis seperti lapar, tidur dan lain-lain. Sebagai contoh, siswa yang tidak sarapan
sebelum kegiatan bealjar mengajar sulit untuk berkonsentrasi di kelas.

2. Kebutuhan akan rasa aman yaitu bebas dari rasa takut dan kecemasan (T) tinggi.

3. Kebutuhan akan rasa cinta dan kepemilikan, merujuk pada kebutuhan akan keluarga dan teman.

4. Kebutuhan akan harga diri, mencakup reaksi orang lain terhadap diri kita sebagai individu dan
pandanagn kita terhadap diri sendiri.

5. Kebutuhan akan self actualization

2. Weiner and Attributions About Sucess or Failure.

Attributions theory didasarkan pada tiga asumsi dasar (Petri, 1991) yaitu :

a. Ability (kemampuan) : Atribusi terhadap kesuksesan dan kegagalan memiliki implikasi penting
dalam mengajar sejak asumsi siswa tentang kemampuan mereka berdasarkan pada pengalaman masa
lalu. Ketika siswa memiliki sejarah kegagalan, mereka sering mengasumsikan bahwa mereka memang
kurang mampu. Studii Schunk (1989) tentang hubungan antara self efficacy dan pembelajaran,
melaporkan bahwa siswa yang memasuki ruangan kelas dengan kemampuan dan pengalaman yang
mempengaruhi self-efficacy mereka terhadap initial learning. Ketika berhasil, sense siswa terhadap
self-efficacy meningkat dan pada gilirannya akan meningkatkan motivasi.

b. Effort (usaha) : Weiner (1990b) menemukan bahwa siswa biasanya tidak mengetahui tentang
bagaimana sulitnya mereka berusaha untuk sukses. Siswa mengetahui usaha mereka dengan cara
mencari tahu sebaik apa mereka dalam tugas partikular.

c. Luck : Siswa yang memiliki kepercayaan yang rendah terhadap atribut kemampuan mereka, mereka
akan menganggap kesuksesan sebagai hasil dari keberuntungan.

d. Task Difficulty : Biasanya dinilai dariperforma yang lain pada tugas tersebut. Apabila banyak yang
berhasil, maka tugas dirasa mudah dan sebaliknya.

3. Operant Conditioning oleh Skinner

Merujuk pada B. F. Skinner (1971), tingkah laku dibentuk dan dipelihara oleh konsekuensinya.
Konsekuensi dari tingkah laku sebelumnya mempengaruhi siswa. Tidak ada komponen motivasi
internal atau motivasi intrinsik secara mayor dalam proses tersebut. Apabila siswa mengumpulkan
reinforcement untuk tingkah laku tertentu, mereka cenderung mengulangnya disertai kekuatan.
Apabila tidak, siswa cenderung kehilangan minat dan performa mereka memburuk. Hal ini
membuktikan bahwa positive reinforcement merupakan jawaban paling tepat. Siswa diberikan
reward ketika memberikan respon yang tepat dan tidak dihukum ketika memberikan respon yang
tidak tepat. Siswa tersebut akan merasa bebas dan senang ketika berada di dalam dan di luar situasi
belajar mengajar karena mereka telah menciptakan pola tingkah laku yan menghasilkan kesuksesan,
hubungan yang menyenangkan dengan orang lain, dan hasil yang pantas diterima.
Skinner menyatakan bahwa memberitahu siswa bahwa mereka tidak mengetahui sesuatu tidak
memberikan motivasi sedikitpun kepada mereka. Sebaliknya, memberikan materi dalam jumlah kecil
dengan segera memberikan positive reinforcement kepada mereka. Metode Reinforcement lebih tepat
digunakan ketika siswanya mengalami kecemasan tinggi mengenai pembelajaran, motivasi rendah,
atau memiliki sejarah kegagalan akademis.

II.2.C Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Siswa

Beberapa hal yang mempengaruhi motivasi siswa adalah :

1. Kecemasan

Kecemasan adalah sensasi tidak menyenangkan yang sering dialami sebagai perasaan kekhawatiran
dan iritabilitas umum yang disertai restlessness, fatigue, dan bermacam-macam simptom somatis
seperti sakit kepala dan sakit perut (Chess & Hassibi, 1978, p. 241).

Sejak perhatian kita secara primer mengacu pada. kecemasan, kita harus menyadari bahwa motivasi
intens dan ekstrim yang menghasilkan kecemasan tinggi memiliki efek negatif pada performa.
Motivasi sedang merupakan tingkat yang diinginkan dalam mempelajari tugas kompleks. Yorkes-
Dodson law adalah prinsip yang menyatakan bahwa motivasi ideal akan menurun secara intens ketika
kesulitan tugas meningkat.

2. Rasa keingintahuan (curiousity) dan minat

Tingkah laku curious sering digambarkan dengan istilah lain seperti exploratory, manipulative, atau
aktif yang kurang lebih memiliki arti yang sama dengan tingkah laku curious itu. Menurut
Loewenstein (1994), curiousity adalah hal kognitif berdasarkan emosi yang muncul ketika siswa
menyadari bahwa ada diskrepansi atau konflik antara apa yang ia percayai benar tentang dunia dan
apa yang sebenarnya terjadi.

Minat kurang lebih sama dan berkaitan dengan curiousity. Minat adalah karakteristik yang
dipertahankan yang diekspresikan oleh hubungan antara belajar dan aktivitas atau objek partikular
(Deci, 1992).

3. Locus of Control

Locus of control adalah penyebab dari suatu tingkah laku, beberapa orang mempercayai suatu hal
disebabkan oleh sesuatu yang ada dalam diri mereka, ada pula yang mempercayai hal itu akibat
sesuatu yang ada di luar diri mereka. Individu yang mengatribusikan penyebab tingkah laku adalah
factor-faktor di luar diri mereka disebut individu dengan locus of control external, dan sebaliknya
apabila berasal dari dalam diri sendiri disebut locus of control internal .

4. Learned Helplessness

Learned helplessness adalah reaksi beberapa individu yang berupa frustasi dan secara mudah
menyerah setelah kegagalan yang berulang-ulang (Seligman, 1975). Tiga komponen dari learned
helplessness memiliki kegunaan particular untuk kelas yaitu :

a. Kegagalan untuk memulai tindakan berarti bahwa siswa yang memiliki pengalaman learned
helplessness cenderung untuk tidak mencoba mempelajari materi baru.

b. Kegagalan dalam belajar berarti bahwa walaupun arah baru diberikan kepada siswa tersebut,
mereka tidak memepelajari apapun dari hal itu.

c. Masalah emosional sepertinya menyertai learned helplessness. Frustrasi, depresi dan rasa tidak
kompeten muncul secara berkala.

II.2.D Strategi untuk Meningkatkan Motivasi


Berikut adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa, yaitu:

a. menyediakan model yang kompeten yang dapat memotivasi mereka untuk belajar.

b. Menciptakan atmosfer yang menantang dan tingkat harapan yang tinggi

c. Mengkomunukasikan pada siSwa bahwa mereka akan menerima dukungan akademik dan
emosional.

d. Mendorong motivasi intrinsik siswa untuk belajar

e. Bekerja sama dengan siswa untuk membantu mereka menetapkan tujuan dan rencana serta
memonitor perkembangannya.

f. Menyeleksi tugas-tugas pembelajaran yang merangsang ketertarikan dan keingintahuan siswa.

g. Menggunakan teknologi secara efektif.

II.3 Self Esteem

Self esteem merupakan evaluasi secara menyeluruh dari dimensi diri. Self esteem juga mengacu pada
harga diri atau self image dan merefleksikan kepercayaan diri serta kepuasan individu terhadap diri
mereka.

Sebuah penelitian menemukan bahwa setidaknya ada 4 strategi untuk meningkatkan self esteem
siswa, yaitu:

a. Mengidentifikasi penyebab rendahnya self esteem dan area-area kompeten dalam diri

b. Memberikan dukungan sosial dan emosional .

Roger mengatakan bahwa penyebab utama individu mempunyai self esteem yang rendah adalah
karena mereka tidak diberikan dukungan sosial dan emosional yang cukup. Dukungan sosial dan
emosional dapat membuat suatu perubahan besar dalam membantu siswa untuk menilai lebih diri
mereka.

c. Membantu siswa untuk berprestasi.

Prestasi dapat meningkatkan self esteem siswa dan Galskin meningkatkan self esteem siswa dengan
cara meningkatkan kemampuan akademik mereka.

d. Mengembangkan kemampuan coping skill siswa.

Saat siswa menghadapi suatu masalah dan mengatasinya, bukan nya menghindari, maka hal itu akan
meningkatkan self esteem mereka.

II.4 MODELING

Proses belajar dengan modeling meliputi observasi terhadap pola-pola tingkah laku, yang kemudian
diikuti dengan perfoma atau tingkah laku yang serupa. Model yang diobservasi adalah seseorang atau
representasi dari sebuah pola respon (Wittig, 1981:51).

Beberapa nama lain dari modeling yaitu:

1. Obsevational learning

Pembalajaran ini ditekankan pada atensi yang dilakukan observer terhadap pola tingkah laku yang
dilakukan oleh model.
2. Social learning

Pembelajaran ini ditekankan pada hubungan interpersonal yang terjadi antara observer dengan
model.

3. Vicarious learning

Pembelajaran ini ditekankan pada konsekuensi yang terjadi pada model yang diobservasi oleh
observer, sehingga membantu observer untuk menentukan apakah tingkah laku diikuti atau tidak.

Pembelajaran dengan modeling terdiri dari empat bantuk atau jenis, yaitu:

1. Berdasarkan bentuk materi

a. Sensory modeling

Sensory modeling adalah proses pembelajaran modeling dimana materi diberikan secara sensoris.

b. Verbal modeling

Verbal modeling adalah proses pembelajaran modeling dimana materi diberikan secara verbal atau
deskriptif.

2. Berdasarkan kontak antara observer dengan model

a. Live modeling

Live modeling adalah proses pembelajaran modeling dimana model hadir dalam situasi yang
bersamaan dengan observer atau terjadi kontak langsung antara model dengan observer.

b. Symbolic modeling

Symbolic modeling adalah proses pembelajaran modeling dimana model tidak hadir dalam situasi
yang bersamaan dengan observer atau tidak terjadi kontak antara model dengan observer.

Karakteristik model mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keefektifan pembelajaran dengan
modeling. Beberapa karakteristik model tersebut adalah:

1. Model similarity

Bukti penelitian mengindikasikan bahwa semakin mirip karakteristik yang dimiliki model dengan
observer, semakin memungkinkan terjadinya pembelajaran dengan modeling. Karakteristik seperti
jenis kelamin, usia, latar belakang, dan hobi dapat digunakan untuk menentukan kesamaan.

2. Model status

Penelitian juga mengindikasikan bahwa model dengan status yang lebih tinggi dari observer lebih
memungkinkan untuk diikuti atau observer akan lebih mengimitasikan tingkah laku subjek tersebut.
Status dapat merupakan hasil dari posisi dan peran yang dimiliki model. Posisi mengacu pada jabatan
di pekerjaan atau fungsi yang dimiliki model berdasarkan jabatannya tersebut. Sedangkan peran
mengacu pada tingkah laku aktual dari model dalam di dalam posisinya.

3. Model standards

Observer akan cenderung mengikuti tingkah laku model sesuai dengan standar tingkah laku atau
tingkat keberhasilan tingkah laku yang dimiliki oleh model. Beberapa modeling mungkin mencakup
standar dari self-reinforcement atau standar moral.
Teori sosial kognitif dari Bandura mempunyai relevansi untuk motivasi dan self-directed learning.
Siswa yang datang ke sekolah biasanya akan cenderung mengikuti pengaruh yang kuat di sekolah
dengan tidak memberitahu mereka apa yang harus dilakukan, tapi dengan memberikan contoh untuk
apa yang harus diikuti oleh mereka. Guru harus menjadi model sebanyak mungkin bagi siswa karena
tingkah laku mereka dapat memotivasi siswa dengan kuat untuk tingkah laku siswa.

II.5 Persuasi

Persuasi adalah proses menciptakan state of identification antara sumber dan obyek penerima
(receiver) yang dihasilkan dari penggunaan symbol-simbol verbal dan atau visual (Larson, 2004).
Proses persuasi meliputi 5 tahap berikut:

1. Atensi (Attension). Jika obyek persuasi (persuadee) tidak menaruh perhatian pada pesan yang akan
disampaikan, maka persuasi tidak akan berhasil dilakukan.

2. Komprehensi (Comprehension). Jika persuadee tidak mengerti atau memahami pesan yang
disampaikan, maka persuasi tidak akan berhasil dilakukan.

3. Penerimaan (Acceptance). Jika persuadee menolak isi dari pesan tersebut setelah memperhatikan
dan memahaminya, maka persuasi tidak akan berhasil dilakukan.

4. Retensi (Retension). Persuadee harus menunda tingkah lakunya untuk beberapa waktu setelah
ketiga tahap di atas dilakukan. Mereka harus mengingat kembali pesannya sampai waktunya tepat
untuk melakukan tingkah laku seperti yang diharapkan.

5. Tindakan (Action). Orang bertingkah laku secara logis dan konsisten dengan argumen orang yang
mempersuasi (persuader).

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi diterima atau ditolaknya sebuah pesan persuasi:

1. Efek dari sumber persuasi (Source Effect). Faktor yang mempengaruhi penerimaan persuasi terdiri
dari 2 hal:

a. Kredibilitas Keterpercayaan dari persuader

b. Keatraktifan dari persuader terhadap persuadee

2. Efek Pesan (Message effects).Menurut seorang Psikolog yang bernama F. H. Lund (1925), bukti-
bukti yang dianggap paling penting harus dihadirkan di awal (primacy effect) dibandingkan di akhir
(Recency effect). Motivasi juga memainkan peranan penting dalam memproses sebuah informasi.
Urutan dari isi pesan menimbulkan sedikit perbedaan pada pesan yang membutuhkan kognisi yang
tinggi untuk memprosesnya. Ada perbedaan substansi pada pesan yang diberikan pada orang-orang
yang tidak termotivasi untuk memproses informasi. Sebuah studi menyatakan bahwa opini seseorang
dapat berhasil diubah/dipersuasi jika informasi yang diinginkan oleh persuadee dihadirkan lebih
dahulu, sebelum informasi yang tidak terlalu diinginkan.

Seseorang membutuhkan alasan yang kuat sebelum memutuskan untuk mengubah sikap,
kepercayaan, dan keputusannya sesuai dengan pesan yang disampaikan melalui proses persuasi.
Walaupun persuader adalah seseorang yang sangat berkompeten, tetapi orang masih membutuhkan
suatu bukti tambahan untuk meyakinkan keputusan mereka untuk berubah. Bukti yang dapat
diberikan kepada persuadee dapat berupa:

1. Bukti statistik. Bukti statistic dapat mempersuasi dengan baik ketika tampilannya sederhana dan
mudah untuk dimengerti.

2. Naratif dan anekdot. Naratif membuat pesan yang disampaikan mudah untuk diingat.

3. Testimoni. Orang akan lebih memperhatikan seorang persuader yang hanya menggunakan
perasaan dan opininya sendiri. Hal inilah yang mendasari mengapa testimony.dari seseorang akan
sangat berharga. Tentu saja, persuasi akan lebih berhasil jika menghadirkan orang yang dianggap
berkompeten untuk menceritakan prestasi seseorang, produk atau ide tertentu.

4. Bukti visual. Demonstrasi aktual dari produk tidak selalu mungkin dilakukan, tetapi persuader
dapat mengembangkan berbagai macam bukti visual (seperti grafik ) untuk membantu persuadee
mengerti permasalahan. Grafik haruslah simple karena jika terlalu kompleks akan membingungkan.
Selain itu bukti visual haruslah menonjol, misalnya dapat menggunakan gambar.

5. Perbandingan dan Kontras. Komparasi dapat membuat persuadee melihat perbedaan antara 2 sisi
dari masalah atau antara 2 kasus.

6. Analogi, penggunaan analogi dapat efektif, tetapi juga beresiko. Oleh karena itu, pemilihan analogi
haruslah hati-hati.

Social Learning Theory

Bandura menyatakan bahwa respon seseorang dalam menyikapi interaksi antara perasaanya (internal
state) dan Social reinforcement yang tercermin dalam tingkah lakunya terhadap orang lain. Reinfocers
berasal dari dua sumber. Pertama adalah informasi eksternal, baik yang berasal dari pengalaman
sendiri maupun orang lain, dan yang kedua adalah reinfocer yang dikembangkan subyek sendiri di
dalam dirinya (internal), contohnya adalah konsep diri.

Salah satu sumber reinfocers eksternal menurut Bandura adalah berasal dari Role model, seperti
figure olahragawan, pebisnis yang sukses, pemimpin spiritual, dan lain-lain. Beberapa model ini
mempengaruhi kita melalui media massa dan dapat mempersuasi banyak orang untuk berperilaku
sama dengan apa yang mereka lakukan .

II.6 Perbedaan Sosioekonomi

Sosioeconomic Status (SES) adalah kedudukan umum social dan ekonomi seseorang dalam
masyarakat (meliputi pendapatan keluarga, pekerjaan dan level pendidikan). SES sebuah keluarga
(apakah itu SES tinggi, sedang atau rendah) memberikan arti kedudukan mereka dalam masyarakat
atau seberapa fleksibel mereka dalam kehidupan dan apa yang mereka beli. Seberapa besar pengaruh
mereka dalam pengambilan keputusan politik, kesempatan pendidikan yang dapat mereka tawarkan
pada anak mereka, dan lain-lain.

Siswa dengan SES rendah ada bermacam-maca kelompok (Sidel, 1996). Diantaranya ada yang berasal
dari keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka (seperti makanan, pakaian dan
tempat tinggal) tapi tidak mempunyai uang untuk bermewah-mewah. Kelompok yang lain bahkan
hidup di kehidupan miskin yang sangat ekstrim, dan kelompok ini mempunyai resiko yang lebih untuk
mengalami kegagalan akademik dan dalam kebutuhan akan perhatian dan dukungan (support).

Ada beberapa faktor yang mungkin berkontribusi dalam prestasi yang rendah dari siswa dengan SES
rendah. Siswa yang hanya memiliki 1-2 faktor yang mempengaruhinya masih bisa berprestasi dengan
baik di sekolah. Namun siswa yang menghadapi banyak faktor yang mempengaruhi SES-nya
mempunyai resiko yang besar untuk mengalami kegagalan akademik. Faktor-faktor tersebut antara
lain:

1. poor nutrition. Nutirisi yang buruk dapat mempengaruhi prestasi sekolah baik secara langsung
maupun tidak langsung (Byrnes, 2001; Sigman&Whaley, 1998; R. A. Thompson&Nelson, 2001).
Pengajar seharusnya dapat mengambil langkah-langkah penting untuk memastikan para siswa
tersebut terpenuhi gizinya. Contohnya pengajar harus memastikan bahwa semua siswa bisa
mendapatkan makanan bergizi secara murah atau gratis dari program yang telah diselenggarakan
oleh sekolah (Ormrod, 2006).

2. inadequate housing (Tempat tinggal yang kurang memadai)

3. emotion stress (Tekanan emosional, seperti depresi, cemas, dll)


4. gaps in background knowledge (jurang perbedaan tentang pengetahuan awal)

5. less parental involvement in school activities and homework (Kurangnya keikutsertaan orangtua
dalam aktivitas sekolah dan pekerjaan rumah)

6. lower-quality school (Kualitas sekolah yang rendah), etc.(Omrod, 2006)

Penelitian memberikan guru alasan untuk optimis kepada siswa dengan latar belakang pendapatan
yang rendah mampu berprestasi tinggi jika guru juga berkomitmen untuk membantu mereka dan
memberikan mereka program akademik yang kuat dan mendukung usaha belajar mereka.

Terkait

• Presentasi diridalam "GmnI Yudharta Pasuruan"


Bagaimana Menjadi Percaya Diri ?dalam "GmnI Yudharta Pasuruan"
KEPRIBADIAN DAN PSIKOPATOLOGIdalam "GmnI Yudharta Pasuruan"

https://ajichrw.wordpress.com/2009/07/18/self-efficacy/

Anda mungkin juga menyukai