Puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan berkat, kasih dan rahmat-Nya sehingga Tim Peneliti
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri dapat menyelesaikan
Laporan “Kajian Kebijakan Harga Pangan” tepat pada waktunya.
Kajian ini dilatarbelakangi bahwa isu stabilitas harga tidak hanya
menjadi perhatian pemerintah saat ini, tetapi juga di era pemerintahan
sebelumnya, terutama sejak berawalnya krisis pada tahun 2008.
Pelaksanaan kebijakan harga pangan telah lama dilaksanakan di
Indonesia. Sejauh ini pelaksanaannya seolah-olah hanya terlihat dalam
jangka pendek yang selanjutnya harga-harga komoditi di dalam negeri
terus naik. Sehingga muncul pertanyaan bagaimana pelaksanan kebijakan
harga pangan selama ini dan kemungkinan penerapan pelaksanaan
kebijakan harga pangan di Indonesia. Selama ini banyak pendekatan-
pendekatan secara struktural telah dilakukan namun implikasinya belum
mengalami perubahan sehingga perlu pendekatan yang sifatnya
kelembagaan. Oleh karena itu kajian kebijakan harga pangan khususnya
pada komoditi kebutuhan pangan pokok masyarakat penting dilakukan.
Demikian, semoga hasil kajian ini dapat dimanfaatkan sebaiknya
dan dapat menjadi informasi yang berguna bagi pengambil kebijakan.
Hasil kajian ini tentunya belum sempurna, maka dari itu sumbang dan
saran dari pembaca kami harapkan dan untuk semua itu disampaikan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
Bagi Indonesia, masalah stabilitas harga masih sangat strategis mengingat pangsa
pengeluaran untuk pangan sebagian besar penduduk Indonesia masih sekitar separoh dari
total pengeluaran. Sebagai contoh, pada periode 2009-2013 rata-rata pangsanya sekitar
49% (Susenas, 2013). Antar daerah (desa vs kota) maupun antar kelompok pendapatan
bervariasi dengan kisaran antara 30-80%
2
http://smallbusiness.chron.com/advantages-disadvantages-price-ceiling-25210.html
1.3. Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah untuk:
a. Menganalisis kemungkinan penerapan kebijakan harga pada bahan
kebutuhan pokok di Indonesia.
b. Merumuskan usulan kebijakan harga bahan kebutuhan pokok.
1.4. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari kajian ini adalah:
a. Keragaan stabilitas harga komoditas pangan dan kebijakan harga
yang berlaku saat ini.
b. Kemungkinan penerapan kebijakan harga pada komoditi bahan
pangan pokok di Indonesia.
c. Rekomendasi pelaksanaan kebijakan harga bahan pangan pokok.
1.5. Manfaat
a. Kajian ini menjadi rujukan bahan masukan dalam upaya mendukung
kebijakan harga barang kebutuhan pokok yang stabil dan terkendali
bagi unit teknis di Kementerian Perdagangan.
b. Dapat dijadikan bahan referensi bagi akademisi serta Kementerian
terkait lainnya.
3
How to manage food price instability in developing countries?, Working Paper MOISA, 2009
4
Dalam konteks investasi, arbitrase merupakan transaksi yang mencoba mengambil kesempatan (keuntungan) dari
perbedaan harga untuk suatu aset yang diperdagangkan di dua pasar yang berbeda.atau dapat juga didefinisikan
sebagai tindakan spekulasi tanpa resiko (sumber: http://hedisasrawan.blogspot.com/)
Malaysia
1. Peningkatan Produksi
Komoditi Prioritas
2. Peningkatan
Produktivitas
Kebijakan Harga
Kebijakan Pendukung
(Supporting Policies): Buffer Komoditi Pangan
stock, OP, ekspor/impor
Kelembagaan: SDM,
Regulasi (aturan main),
Sistim Adm
Nyak Ilham, 2006
Besanko & Braeutigam, 2011
2
n
n
n Pt Pt
2
n = jumlah observasi
STDEV
sedangkan koefisien variasi (CV) adalah: CV …………. (2)
Mean
Volatilitas harga ( )
…………………………………. (3)
Dimana:
: Rata-rata tingkat volatilitas harga dalam tahun
satuan (%)
: jumlah tahun dari sampai dengan
: koefisien variasi = (standar deviasi/rataan)
…………………………………. (5)
Dimana:
: pertumbuhan produksi per tahun
: volume produksi
: tahun terakhir periode
: tahun awal periode
c. Analisis Kelembagaan
Variabel Eksternal
Gambar
Gambar Kerangka Pemikiran
3.1. Kerangka Pemikiran untuk Analisis
untuk Kelembagaan
Analisis Kelembagaan
Sumber : Ostrom (2010)
Sumber : diadaptasi dari Ostrom (2005; 2010; 2011).
2015
No Kegiatan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 12 3 4 1 2 341 2 3 4 1234
1 Penyusunan Rencana Operasional Penelitian (ROP)
2 Pembahasan ROP
3 Pengumpulan Data Sekunder
4 Diskusi I
5 Penyusunan Panduan Diksusi
6 Finalisasi Panduan Diskusi
7 Diskusi II
8 Diskusi Terbatas di Daerah
9 Tabulasi Data
10 Pengolahan dan analisis data
11 Diskusi III
12 Penyusunan Laporan Sementara
13 Diskusi IV
14 Penyusunan Laporan Akhir
15 Penulisan Memo Kebijakan
16 Pendistribusian Laporan Akhir
2015
No Kegiatan
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus
1 Penyusunan Rencana Operasional Penelitan (ROP)
2 Pembahasan ROP
3 Pengumpulan Data Sekunder
4 Diskusi Terbatas I
5 Penyusunan Panduan Diksusi
6 Finalisasi Panduan Diskusi
7 Diskusi Terbatas II
8 Pelaksanaan Diskusi di daerah
9 Pengolahan dan analisis data
10 Diskusi Terbatas III
11 Penyusunan Draft Laporan Pendahuluan
12 Diskusi Terbatas IV
13 Penyusunan Laporan Akhir/Final
14 Penulisan Memo Kebijakan
15 Pendistribusian Laporan Akhir
P e r sia p a n S u r v e y (list
t a r g e t r e sp o n d e n,
t r a in in g e n u m e r a to r, d ll)
S u r v e y k e P e d a ga n g A sa l
S u r v e y k e Fr e ig h t
Fo r w a r d e r d i k o t a a sa l
BAB IV
PELAKSANAAN KEBIJAKAN HARGA PANGAN DI BEBERAPA NEGARA
4.1. Malaysia
Pengaturan harga di Malaysia diatur dalam kebijakan setara
Undang-Undang yaitu Price Control Act nomor 121 tahun 1946 yang
kemudian diganti oleh Price Control and Anti-Profiteering Act (PCPA)
nomor 723 tahun 2011 yang mulai berlaku 1 April tahun 2011. Beberapa
perbaikan pada regulasi yang baru diantaranya memberikan ewenang
kepada pemerintah untuk menentukan harga barang dan jasa;
pelarangan pencatutan; memastikan masyarakat tidak terbebani oleh
shock peningkatan harga; dan melindungi kepentingan konsumen.
Substansi utama yang diatur dalam PCPA adalah kontrol harga
(price control) dan anti-pencatutan (anti-profiteering). Pengaturan harga
terdiri dari dua skema yaitu skema price control dan skema festive price
control. Gula dan masker kesehatan merupakan dua produk yang diatur
dalam skema price control. Dalam skema ini, harga maksimal di tingkat
pengecer untuk gula dan masker ditetapkan oleh pemerintah dan
Pada bagian lain dari Act ini, pemerintah melarang segala tindakan
yang dapat memanipulasi harga seperti penimbunan (jumlah persediaan
4.5. India
Kebijakan stabilisasi harga di India adalah Essential Commodities
Act 1955. Dalam kebijakan ini yang diatur adalah produksi, supply,
distribusi serta perdagangan komoditas tertentu. Kebijakan
pengendalian harga dilakukan dengan mekanisme penentuan harga
yang didasarkan pada hasil kesepakatan antara pemerintah dengan
pelaku usaha, referensi controlled price, atau didasarkan dengan harga
pasar.
Komoditi khusus seperti padi-padian, minyak nabati dan minyak
makan, diatur berbeda dimana periode harga yang berlaku disesuaikan
4.7. Indonesia
Kebijakan terkait upaya stabilisasi harga komoditi di Indonesia
tertuang dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan dan
Undang-Undang No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. UU Nomor 8
menyatakan bahwa Pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi
pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok
Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan
Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat. Sedangkan UU
Nomor 7 menyatakan Pemerintah berkewajiban menjamin pasokan dan
stabilisasi harga Barang kebutuhan pokok dan Barang penting yang
dilakukan untuk menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen dan
melindungi pendapatan produsen.
Pelaksana kebijakan harga adalah Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dimana pada Pasal 51 dalam UU Pangan
Menurut data tersebut, pada tahun 2009 ini jumlah rumah tangga
usahatani penghasil komoditas pertanian utama adalah sekitar 17.8 juta
(jika petani mengusahakan lebih dari satu jenis komoditas maka tetap
dihitung satu, mengacu pada komoditas utamanya). Rincian jumlah unit
usahatani menurut jenis komoditas yang diusahakan adalah sebagai
berikut. Untuk komoditas padi, jagung, kedele masing-masing adalah
sekitar 14.99, 6.71, 1.16 juta unit usahatani; sedangkan tebu adalah
sekitar 195 ribu unit usahatani. Sebarannya menurut (kelompok) pulau
adalah menunjukkan bahwa sebagian besar (58.6%) berada di Pulau
Jawa. Di Luar Pulau Jawa, yang terbanyak adalah di Sumatera (18.6%),
sedangkan yang terkecil adalah di Maluku dan Papua (1.3%).
6
Deklarasi Doha (WTO, 2001) menyebutkan: (i) substancial reduction in trade-distorting domestic
support, (ii) the reduction of, with a view to phasing out, all forms of export subsidies, (iii) substantial
improvements in market acces, (iv) special and differential treatment for developing members in all
elements of the negotiations. Kerangka kerja persetujuan disepakati anggota WTO pada Bulan Juli
2004 dengan menyisakan agenda menyangkut aspek negosiasi pertanian (WTO, 2004).
12 70
11 60
10 50
9 40
8 30
7
20
6
10
5
2009 2010 2011 2012 2013 2014 0
2009 2010 2011 2012 2013 2014
HGULA HMINYAKGORENG HBERAS
HCABAIMERAH
HDAGINGAYAM
HBAW ANGMERAH
7
40
6
5 30
20
3
2
10
1
0 0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2009 2010 2011 2012 2013 2014
GULAPASIR BAWANGMERAH
MINYAKGORENG CABAIMERAH
BERAS DAGINGAYAM
No Komoditi Andil Inflasi (%) Rank Koefisien Variasi Tk. Kons (%) Rank Pangsa Pengeluaran RT Rank Total Rank
1 Beras 0.79 *** 4.43 ** 16.88 *** ********1
2 Gula 0.07 * 3.73 * 2.30 ** ****
3 Kedelai 0.05 * 2.33 * 2.62 ** ****
4 Terigu 0.01 * 1.24 * 5.63 *** *****
5 Daging Ayam 0.10 ** 8.00 ** 2.23 ** ******2
6 Daging Sapi 0.08 * 4.14 ** 0.76 * ****
7 Telur Ayam 0.04 * 5.77 ** 2.35 ** *****
8 Cabe Merah 0.20 ** 31.68 *** 0.86 * ******2
9 Bawang Merah 0.13 ** 20.88 *** 1.05 * ******2
10 Jagung 0.06 * 4.03 * * ***
11 Minyak Goreng 0.05 * 7.16 ** 3.19 *** ******2
Sumber: BPS (2014), SUSENAS (2011), diolah
Fluktuasi harga yang cukup tinggi juga tidak hanya terjadi untuk
produk hortikultura dan daging ayam, tetapi juga untuk minyak goreng
curah. Koefisien variasi minyak goreng curah mencapai 7,16%. Selain itu,
minyak goreng juga berperan besar dalam pangsa pengeluaran rumah
tangga, paling besar setelah terigu dan beras.
Pada tahun 2007 produksi gula tercatat sebesar 2,6 ribu ton,
sedangkan pada tahun 2013 produksi gula turun menjadi 2,55 ribu ton
atau tumbuh negatif sebesar 0,44%. Pertumbuhan produksi tahunan gula
tidaklah konsisten dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat pada data tahun
2009 yang menunjukkan penurunan produksi gula secara signifikan jika
dibandingkan tahun 2008 yakni turun sebesar 12,54%. Produksi gula
tahun 2011 kembali naik jika dibandingkan produksi gula tahun 2012
yakni tumbuh sebesar 15,53%. Rata-rata produksi gula nasional pada
tahun 2007 hingga 2013 adalah sebesar 2,47 ribu ton.
Sama halnya dengan gula, fluktuasi produksi beras juga relatif tinggi
dibanding dengan fluktuasi harga beras di tingkat eceran. Fluktuasi
produksi beras terjadi karena ada tiga musim panen dalam produksi beras
yaitu musim panen raya, musim panen gadu dan musim paceklik. Untuk
Dengan kondisi seperti itu maka fluktuasi produksi padi antar musim
adalah sebagai berikut. Perbandingan produksi padi antara MT I: MT II:
MT III adalah sekitar 100:58:2. Fluktuasi produksi tersebut berimplikasi
pada fluktuasi pasokan beras di pasar. Oleh karena itu setiap tahun terjadi
musim paceklik, yaitu musim di mana pasokan beras dari hasil panen
sangat kecil dan sedang menunggu musim panen raya MT I tahun
berikutnya. Itu terjadi antara Bulan Oktober/November – Januari/Februari.
Rata-rata produktivitas usahatani padi pada saat ini adalah sekitar 5,2 ton
Gabah Kering Panen (GKP) per hektar. Dengan angka konversi sekitar
0,57 maka produksi beras per tahun diperkirakan sekitar 38,8 juta ton per
tahun. Angka ini jika dibandingkan dengan konsumsi yang diperkirakan
mencapai sekitar 28,5 juta ton per tahun maka secara teoritis Indonesia
swasembada bahkan mengalami surplus beras. Namun jika dikaitkan
dengan fenomena harga beras yang dalam bebrapa tahun terakhir ini
mengalami peningkatan yang cukup significant maka angka-angka
tersebut sulit dipahami. Secara teoritis, data tentang harga adalah paling
mudah diverifikasi. Demikianpun dengan angka produktivitas karena
mudah di cek di lapangan melalui survey. Akan tetapi sangatlah sulit
untuk memverifikasi data tentang luas baku lahan sawah maupun luas
tanam. Tampaknya, ke depan diperlukan pengecekan kembali angka-
angka luas baku lahan sawah dan indeks pertanamannya.
Gula
Minyak Goreng
Bagian terbesar dari produksi dan konsumsi domestik minyak
goreng adalah minyak goreng yang dihasilkan dari industri minyak goreng
berbahan baku Crude Palm Oil (CPO). Seiring dengan peningkatan
produksi CPO, ekspor CPO Indonesia ke pasar internasional maupun
pasokan CPO untuk industri minyak gorang domestik semakin tinggi dan
sebaliknya proporsi minyak goreng dari industri minyak goreng berbahan
baku kelapa makin kecil. Secara empiris, masalah yang dihadapi dalam
hal harga eceran minyak goreng tidaklah sebesar masalah yang dihadapi
pada harga komoditas pangan lainnya. Kenaikan harga minyak goreng
hanya terjadi pada periode-periode tertentu yang terkait dengan hari-hari
besar keagamaan dan periode ketika harga CPO di pasar internasional
mengalami kenaikan yang tajam.
Pada saat itu konsumsi beras per kapita juga masih berada pada
kisaran antara 101 – 120 Kg per tahun. Hal ini terkait dengan: (a) masih
rendahnya rata-rata pendapatan per kapita golongan menengah ke bawah
(yang sampai saat ini elastisitas permintaannya untuk komoditas pangan
pokok terhadap pendapatan masih positif), (b) diversifikasi konsumsi pangan
ke sumber karbohidrat berbahan baku pangan lokal cukup berkembang.
Terkait dengan pendapatan per kapita tersebut, konsumsi komoditas pangan
non beras seperti gula, minyak goreng, daging sapi, daging ayam dan telur
juga masih berada pada level yang tercukupi oleh produksi dalam negeri.
Bahkan konsumsi terigu per kapita juga masih rendah karena berbagai
makanan jadi substitusi beras masih banyak yang berbahan baku komoditas
pangan lokal.
Salah satu fungsi penting dari lembaga ini dalam fungsi pengelolaan
data dan informasi pangan adalah dalam rangka menjembatani kesenjangan
data antara produksi dan konsumsi yang selama ini menjadi topik perdebatan
di kalangan akademisi yang tidak berujung. Sebagian pakar berpendapat
6.1. Kesimpulan
a. Dari 10 komoditas bahan kebutuhan pokok, kajian ini difokuskan
pada 6 komoditas yaitu beras, gula, daging ayam, cabai merah,
cabai rawit, dan minyak goreng.
b. Dalam sepuluh tahun terakhir harga eceran keenam komoditas
tersebut menunjukkan trend meningkat dan kurang stabil. Kebijakan
dan implementasi stabilisasi yang dilakukan selama ini belum efektif
mencapai sasarannya. Dari 6 komoditas yang dikaji, permasalahan
stabilitas harga ditingkat ecerannya relatif kecil adalah gula dan
minyak goreng
c. Mengacu pada karakteristik produksi dan struktur pasar komoditas
pangan pokok di dalam negeri, serta kebijakan pada masing-masing
komoditas, disimpulkan sebagai berikut:
1) Penetapan kebijakan harga pembelian pemerintah
Kebijakan harga ini dapat dilakukan pada komoditi yang strategis,
baik dilihat dari andil inflasi, pangsa pengelauran masyarakat
serta fluktuasi harga. Atas dasar tersebut komoditi yang tetap
menerapkan kebijakan pembelian pemerintah yaitu Beras dan
gula.
2) Penetapan kebijakan harga eceran tertinggi
Untuk menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen maka perlu
dilakukan penetapan harga eceran tertinggi. Kebijakan ini perlu
disertai dengan operasi pasar. Komoditi yang mungkin dapat
diterapkan kebijakan harga ini yaitu beras, gula, dan minyak
goreng.
3) Harga acuan
Surabaya
Yogyakarta
3 Komoditi yang cabe merah, beras, cabe merah, beras, beras, gula,
diusulkan bawang, daging bawang, daging minyak goreng
ayam, dan telur ayam, dan telur
ayam ayam
4 Kelembagaan Membangun
Pendukung kelembagaan
pangan yang dapat
berperan menjaga
stabiitas harga
Sumatera Barat