Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH K3 MIGAS

 Pengertian Industri Hilir Migas


Secara umum, bisnis hilir migas dapat diartikan sebagai proses pengolahan minyak
mentah maupun gas alam sampai pada tahap pemasaran hasil produksi, proses ini
meliputi pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga (pemasaran). Untuk
lebih jelasnya berikut penjelasan masing-masing proses tersebut:

1. Pengolahan
Tahap pertama pada bisnis hilir migas ialah tahap pengolahan, pada dasarnya proses
pengolahan bertujuan untuk memurnikan menyak mentah, mendapatkan bagian-
bagian yang diinginkan dan mempertinggi mutu serta nilai tambah fraksi minyak
bumi maupun gas alam. Proses pengolahan minyak mentah dilakukan pada area
yang sering disebut dengan kilang (Refinery Unit) yang terdiri dari berbagai macam
jenis peralatan pengolahan serta teknologi di dalamnya. Proses pengolahan akan
menghasilkan berbagai jenis produk bahan bakar maupun produk setengah jadi,
berikut contohnya:
1. Produk Bahan Bakar terdiri dari bensin, kerosen, minyak diesel, avtur,
minyak bakar, LPG (Liquefied Petroleum Gas) dan beberapa produk hasil
olahan lainnya.
2. Produk setengah jadi atau sering juga disebut produk antara adalah bahan-
bahan hasil olahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri
lain, misalnya saja industri petrokimia. Contoh produk antara tersebut seperti
propilena, etilena, benzena, toluena, methanol dan sebagainya.
Peralatan utama pada proses ini yaitu kolom destilasi yang berfungsi untuk
memisahkan fraksi-fraksi minyak mentah. kemudian proses pemurnian yang
bertujuan untuk menghilangkan komponen-komponen yang tidak diinginkan
seperti mineral (garam), sulfur dan air, selanjutnya proses konversi yang berfungsi
untuk meningkatkan kualitas produk hasil olahan. Untuk lebih jelasnya silahkan
anda baca pada artikel-artikel sebelumya.
2. Pengangkutan
Proses pengangkutan pada industri hilir migas merupakan kegiatan pemindahan
minyak bumi dan gas bumi atau hasil olahan dari wilayah kerja baik itu pengolahan
maupun dari tempat penampungan. Proses pengankutan biasanya menggunakan
kapal atau melalui pipa transmisi dan distribusi. Apabila pemindahannya
menggunakan pipa maka perlu perhatian khusus seperti pemilihan jenis pipa yang
sesuai dengan karakteristik fraksi yang akan dialirkan di dalamnya.
3. Penyimpanan
Kegiatan penyimpanan meliputi proses penerimaan, pengumpulan dan
penampungan minyak bumi dan gas alam serta hasil olahan. Lokasi penyimpanan
untuk hasil olahan bisa saja berada di bawah tanah maupun di atas permukaan
dengan menggunakan tangki yang sesuai dengan karakteristik fraksi di dalamnya.
4. Kegiatan Niaga (Pemasaran)
Kegaiatan pemasaran merupakan tahap akhir pada bisnis hilir/industri hilir migas
dimana terdiri dari pembelian, penjualan, expor dan impor minyak bumi dan gas
bumi serta hasil olahan lainnya. Kegiatan niaga dapat digolongkan dalam dua
bagian yaitu usaha niaga umum dan usaha niaga terbatas, berikut penjelasannya:
1. Niaga umum (whole sale)
Yaitu suatu kegiatan yang meliputi pembelian, penjualan, expor dan impor bahan
bakar dan produk lainnya dalam skala yang besar dengan menggunakan sarana dan
fasilitas niaga yang memadai. Perusahaan penerima memiliki hak untuk untuk
melakukan penjualan dengan menggunakan merek tertentu.
2. Niaga terbatas (trading)
Merupakan penjualan produk-produk niaga migas seperti minyak bumi, bahan
bakar gas maupun hasil olahan lainnya karena kurangnya fasilitas dan tidak
memiliki izin niaga.

 Sumber-Sumber Bahaya
1. Physical hazards: suara bising, radiasi, getaran, temperatur
2. Chemical hazards: zat beracun, debu, uap berbahaya
3. Mechanical hazards: mesin, alat-alat bergerak
4. Electrical hazards: arus listrik, percikan bunga api listrik
5. Ergonomic hazards: ruangan sempit, mengangkat, mendorong, dsb
(catatan:sebenarnya ergonomi tidak hanya melingkupi hal-hal ini
karena ergonomisebenarnya adalah prinsip atau azas K3 secara
keseluruhan, namun karena istilahergonomi mulai dikenal dari ranah
postur kerja, beban kerja, MSD dan sejenisnyamaka bisa dimaklumi
jika hal-hal seperti ini lebih erat dengan istilah ergonomi)
6. Behavioral hazards: tidak mematuhi peraturan, kurangnya ketrampilan
kerja
7. Environmental hazards: cuaca buruk, api, berkerja di tempat tak rata
8. Biological hazards: virus, bakteri, jamur, parasit
9. Psychosocial hazards: waktu kerja yang lama, tekanan atasan, trauma
Kita semua mengetahui apa itu bahaya dan jenis-jenis bahaya di tempat kerja tetapi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja masih saja terjadi di lingkungan kerja kita.
Mengapa hal ini terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya di lingkungan kerja
kita seperti;
1. Tempat kerja seperti bangunan, peralatan dan instalasi
2. Bahan
3. Proses
4. Cara Kerja
5. dan Lingkungan Kerja.

Mari kita bahas sumber-sumber bahaya di tempat kerja seperti yang disebutkan di
atas.
1. Bahaya yang berasal dari bangunan, perealatan dan instalasi
Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruang dan tempat
kerja harus baik. tersedia penerangan darurat yang diperrlukan. jalan dan gang harus
diberi marka yang jelas. pada tempat yang memerlukan dipasang rambu sesuai
keperluan. tersedia jalan penyelamatan diri yang diperlukan lebih dari satu pada sisi
yang berlawanan. pintu harus membuka keluar untuk mempermudah penyelamatan
diri.
Instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja abik dalam disain maupun
konstruksi. sebelum penggunakaan harus diuji terlebih dahulu serta diperiksa oleh
suatu tim ahli. kalau diperlukan modifikasi harus sesuai dengan persyaratan bahan
dan konstruksi yang ditentukan. sebelum operasi harus dilakukan percobaan operasi
untuk menjamin keselamatannya serta dioperasikan oleh operator yang memenuhi
syarat.
Dalam industri digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya. Apabila
tidak dipergunakan dengan semestinya serta tidak dilengkapi dangan alat
pelindung dan penaman, peralatan itu bisa menimbulkan macam-macam bahaya
seperti;
• kebakaran
• sengatan listrik
• ledakan
• luka-lika da codera yang cukup serius
Agar peralatan ini aman dipakai maka perlu pengaman yang telah diatur oleh
perundang-undangan di bidang keselamatan kerja, untuk peralatan uang rumo cara
pengoperasiannya perlu disediakan semacam petunuk sebagai daftar periksa atau
check list pengoperasiannya
2. Bahaya yang berasal dari bahan
Bahaya dari bahan ini meliputi berbagai resiko sesuai dengan sifat bahannya, antara
lain;
• mudah terbakar
• mudah meledak
• menimbulkan alergi
• menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh
• menyebabkan kanker
• mengakibatkan kelainan pada janin
• bersifat beracun
• radioaktif
Selain resiko bahannya yang berbeda juga intensitas atau tingkat bahayanya juga
berbeda. Ada yang tingkatnya sangat tinggi dan ada pula yang rendah, misalnya
dalam hal bahan beracun, ada yang sangat beracun yang dapat menimbulkan
kematian dalam kadar yang rendah dan dalam tempo yang singkat dan ada pula
yang kurang berbahaya. Disamping itu pengaruhnya ada yang segera dapat dilihat
atau akut tetapi ada juga yang pengaruhnya baru kita ketahui setelah bertahun-tahun
yang bisa disebut juga kronis. Oleh sebab itu setiap pimpinan perusahaan harus tahu
sifat bahaya yang digunakan sehingga bisa mengambil langkah-langkah untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja yang dapat sangat
merugikan bagi perusahaan.
Setiap bahan kimia berbahaya harus dilengkapi dengan lembar data kimia atau
MSDS. Lembar data kimia ini dapat diminta kepada pemasok dengan
memasukkannya dalam kontrak pembelian bahan atau juga dapat diakses di
database MSDS seperti chamwatch.
3. Bahaya yang berasal dari proses
Bahaya yang berasal dair proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang
digunakan. Proses yang digunakan di industri ada yang sederhada tetapi ada proses
yang rumit ada proses yang berbahaya dana da pula proses yang kurang berbahaya.
industri kimia biasanya menggunakan proses yang memperbsar resiko bahayanya,
dari proses ini kadang-kadang timbul asap, debum padas m bising dan bahaya
mekanis seperti terjepit, terpotong, tertimpa bahan sehingga dinyatakan kecelakaan
atau sakit akibat kerja. Dalam proses banyaknya bahan-bahan kimia yang
digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong. ada bahan kiia yang merupakan
hasil sampingan, sebagian bahan tersebut termasuk bahan kimia berbahaya seperti
mudah terbakar, meledak, iritan, beracun dsb. Skala ingustri kimia cenderong
semakin besar untuk mengingkatkan efisiensi dan mengendalikan biaya, namun hal
ini juga berakibat kemungkinan timbulnya bencana bila terjadi kegagalan operasi
normal. Beberapa malapetakan industri pernah terjadi dengan korban uang besar
baik terhadap kibawa manusia, aset perusahaan dan lingkungan.
4. Bahaya dari cara kerja
Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sedini dan orang lain
disekitarnya, cara kerja yang demikian antara lain:
• Cara mengangkat dan mengangkut, apabila dilakukan dengan cara yang salah
dapat mengakibatkan cidera dan yang paling sering adalah cidera pada tulang
punggung, juga sering terjadi kecelakaan sebagai akibar cara mengagkat atau
mengangkut.
• Cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, periciakan
api serta tumpahan bahan berbahaya.
• Memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara memakai yang
salah, Penyelia perlu memperhatikan cara kera yang dapat membahayakanini,
baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan
sehari-hari.

5. Bahaya yang berasal dari lingkungan kerja


Sumber bahaya ini dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat
mengakibatkan berabagai gangguan kesehatan dan enyakit akibart kerja serta
penurunan produktifitas dan efisiensi kerja.
Dengan mengetahui sumber-sumber bahaya di tempat kerja ini, kita sudah dapat
mengantisipasi datangnya bahaya itu dan tidakan pencegahan dan menetapkan
pengendalian agar para pekerja tidak mengalami kecelakaan yang diakibatkan oleh
bahaya-bahaya yang telah kita identifikasi sebelumnya dan membuat tempat kerja
kita menjadi tempat yang aman dan sehat untuk bekerja.

 Bahan kimia berbahaya


Bahan berbahaya adalah bahan-bahan yang pembuatan, pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan dan penggunaanya menimbulkan atau membebaskan debu, kabut,
uap, gas, serat, atau radiasi sehingga dapat menyebabkan iritasi, kebakaran,
ledakan, korosi, keracunan dan bahaya lain dalam jumlah yang memungkinkan
gangguan kesehatan bagi orang yang berhubungan langsung dengan bahan tersebut
atau meyebabkan kerusakan pada barang-barang
A. Penggunaan Bahan Kimia
Bahan kimia banyak digunakan dalam lingkungan kerja yang dapat dibagi dalam
tiga kelompok besar yaitu :
1 Industri Kimia, yaitu industri yang mengolah dan menghasilkan bahan-bahan
kimia, diantaranya industri pupuk, asam sulfat, soda, bahan peledak, pestisida,
cat , deterjen, dan lain-lain. Industri kimia dapat diberi batasan sebagai industri
yang ditandai dengan penggunaan proses-proses yang bertalian dengan
perubahan kimiawi atau fisik dalam sifat-sifat bahan tersebut dan khususnya
pada bagian kimiawi dan komposisi suatu zat.
2 Industri Pengguna Bahan Kimia, yaitu industri yang menggunakan bahan
kimia sebagai bahan pembantu proses, diantaranya industri tekstil, kulit, kertas,
pelapisan listrik, pengolahan logam, obat-obatan dan lain-lain.
3 Laboratorium, yaitu tempat kegiatan untuk uji mutu, penelitian dan
pengembangan serta pendidikan. Kegiatan laboratorium banyak dipunyai oleh
industri, lembaga penelitian dan pengembangan, perusahaan jasa, rumah sakit
dan perguruan tinggi.
Dalam lingkungan kerja tersebut, banyak bahan kimia yang terpakai tiap harinya
sehingga para pekerja terpapar bahaya dari bahan-bahan kimia itu. Bahaya itu
terkadang meningkat dalam kondisi tertentu mengingat sifat bahan-bahan kimia itu,
seperti mudah terbakar, beracun, dan sebagainya. Dengan demikian, jelas bahwa
bekerja dengan bahan-bahan kimia mengandung risiko bahaya, baik dalam proses,
penyimpanan, transportasi, distribusi, dan penggunaannya. Akan tetapi, betapapun
besarnya bahaya bahan-bahan kimia tersebut, penanganan yang benar akan dapat
mengurangi atau menghilangkan risiko bahaya yang diakibatkannya.
B. Klasifikasi Umum
Klasifikasi atau penggolongan bahan kimia berbahaya diperlukan untuk
memudahkan pengenalan serta cara penanganan dan transportasi. Secara umum
bahan kimia berbahya diklasifikasikan menjadi beberapa golongan diantaranya
sebagai berikut :
1. Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan
manusia atau menyebabkan kematian apabila terserap ke dalam tubuh karena
tertelan, lewat pernafasan atau kontak lewat kulit.
Pada umumnya zat toksik masuk lewat pernafasan atau kulit dan kemudian
beredar keseluruh tubuh atau menuju organ-organ tubuh tertentu. Zat-zat
tersebut dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh tertentu seperti hati,
paru-paru, dan lain-lain. Tetapi dapat juga zat-zat tersebut berakumulasi
dalam tulang, darah, hati, atau cairan limpa dan menghasilkan efek kesehatan
pada jangka panjang. Pengeluaran zat-zat beracun dari dalam tubuh dapat
melewati urine, saluran pencernaan, sel efitel dan keringat.

2. Bahan Kimia Korosif (Corrosive)


Adalah bahan kimia yang karena reaksi kimia dapat mengakibatkan
kerusakan apabila kontak dengan jaringan tubuh atau bahan lain.
Zat korosif dapat bereaksi dengan jaringan seperti kulit, mata, dan saluran
pernafasan. Kerusakan dapat berupa luka, peradangan, iritasi (gatal-gatal)
dan sinsitisasi (jaringan menjadi amat peka terhadap bahan kimia).

3. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)


Adalah bahan kimia yang mudah bereaksi dengan oksigen dan dapat
menimbulkan kebakaran. Reaksi kebakaran yang amat cepat dapat juga
menimbulkan ledakan.

4. Bahan Kimia Peledak (Explosive)


Adalah suatu zat padat atau cair atau campuran keduanya yang karena suatu
reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar
serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan disekelilingnya.
Zat eksplosif amat peka terhadap panas dan pengaruh mekanis (gesekan atau
tumbukan), ada yang dibuat sengaja untuk tujuan peledakan atau bahan
peledak seperti trinitrotoluene (TNT), nitrogliserin dan ammonium nitrat
(NH4NO3).

5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)


Adalah suatu bahan kimia yang mungkin tidak mudah terbakar, tetapi dapat
menghasilkan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran bahan-bahan
lainnya.

6. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)


Adalah bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air dengan
mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.

7. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)


Adalah bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan asam menghasilkan
panas dan gas yang mudah terbakar atau gas-gas yang beracun dan korosif.

8. Gas Bertekanan (Compressed Gases)


Adalah gas yang disimpan dibawah tekanan, baik gas yang ditekan maupun
gas cair atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.

9. Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substances)


Adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan memancarkan sinar
radioaktif dengan aktivitas jenis lebih besar dari 0,002 microcurie/gram.
Suatu bahan kimia dapat termasuk diantara satu atau lebih golongan di atas karena
memang mempunyai sifat kimia yang lebih dari satu sifat.
C. Sistem Klasifikasi PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) memberikan klasifikasi bahan
berbahaya seperti tabel berikut ini.
Tabel 1 : Klasifikasi bahan berbahaya berdasarkan PBB

Klas Penjelasan
Klas I (Eksplosif) Dapat terurai pada suhu dan tekanan tertentu dan
mengeluarkan gas kecepatan tinggi dan merusak
sekeliling
Klas II (Cairan mudah terbakar)  Gas mudah terbakar

 Gas tidak mudah terbakar

 Gas beracun
Klas III (Bahan mudah terbakar)  Cairan : F.P <23oC

 Cairan : F.P >23oC

( F.P = flash point)

Klas IV (Bahan mudah terbakar  Zat padat mudah terbakar


selain klas II dan III)
 Zat yang mudah terbakar dengan
sendirinya

 Zat yang bila bereaksi dengan air dapat


mengeluarkan gas mudah terbakar

Klas V (Zat pengoksidasi)  Oksidator bahan anorganik

 Peroksida organik

Klas VI (Zat racun)  Zat beracun

 Zat menyebabkan infeksi

Klas VII (Zat radioaktif) Aktifitas : 0.002 microcury/g


Klas VIII (Zat korosif) Bereaksi dan merusak

D. Penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya


Mengelompokkan bahan kimia berbahaya di dalam penyimpanannya mutlak
diperlukan, sehingga tempat/ruangan yang ada dapat di manfaatkan sebaik-baiknya
dan aman. Mengabaikan sifat-sifat fisik dan kimia dari bahan yang disimpan akan
mengandung bahaya seperti kebakaran, peledakan, mengeluarkan gas/uap/debu
beracun, dan berbagai kombinasi dari pengaruh tersebut.
Penyimpanan bahan kimia berbahaya sebagai berikut :
1. Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Bahan ini dalam kondisi normal atau dalam kondisi kecelakaan ataupun
dalam kondisi kedua-duanya dapat berbahaya terhadap kehidupan
sekelilingnya. Bahan beracun harus disimpan dalam ruangan yang sejuk,
tempat yang ada peredaran hawa, jauh dari bahaya kebakaran dan bahan
yang inkompatibel (tidak dapat dicampur) harus dipisahkan satu sama
lainnya. Jika panas mengakibatkan proses penguraian pada bahan tersebut
maka tempat penyimpanan harus sejuk dengan sirkulasi yang baik, tidak
terkena sinar matahari langsung dan jauh dari sumber panas.

2. Bahan Kimia Korosif (Corrosive)


Beberapa jenis dari bahan ini mudah menguap sedangkan lainnya dapat
bereaksi dahsyat dengan uap air. Uap dari asam dapat menyerang/merusak
bahan struktur dan peralatan selain itu beracun untuk tenaga manusia.
Bahan ini harus disimpan dalam ruangan yang sejuk dan ada peredaran
hawa yang cukup untuk mencegah terjadinya pengumpulan uap.
Wadah/kemasan dari bahan ini harus ditangani dengan hati-hati, dalam
keadaan tertutup dan dipasang label. Semua logam disekeliling tempat
penyimpanan harus dicat dan diperiksa akan adanya kerusakan yang
disebabkan oleh korosi. Penyimpanannya harus terpisah dari bangunan lain
dengan dinding dan lantai yang tahan terhadap bahan korosif, memiliki
perlengkapan saluran pembuangan untuk tumpahan, dan memiliki ventilasi
yang baik. Pada tempat penyimpanan harus tersedia pancaran air untuk
pertolongan pertama bagi pekerja yang terkena bahan tersebut.

3. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)


Praktis semua pembakaran terjadi antara oksigen dan bahan bakar dalam
bentuk uapnya atau beberapa lainnya dalam keadaan bubuk halus. Api dari
bahan padat berkembang secara pelan, sedangkan api dari cairan menyebar
secara cepat dan sering terlihat seperti meledak. Dalam penyimpanannya
harus diperhatikan sebagai berikut :
o Disimpan pada tempat yang cukup dingin untuk mencegah
penyalaan tidak sengaja pada waktu ada uap dari bahan bakar dan
udara
o Tempat penyimpanan mempunyai peredaran hawa yang cukup,
sehingga bocoran uap akan diencerkan konsentrasinya oleh udara
untuk mencegah percikan api
o Lokasi penyimpanan agak dijauhkan dari daerah yang ada bahaya
kebakarannya
o Tempat penyimpanan harus terpisah dari bahan oksidator kuat,
bahan yang mudah menjadi panas dengan sendirinya atau bahan
yang bereaksi dengan udara atau uap air yang lambat laun menjadi
panas
o Di tempat penyimpanan tersedia alat-alat pemadam api dan mudah
dicapai
o Singkirkan semua sumber api dari tempat penyimpanan
o Di daerah penyimpanan dipasang tanda dilarang merokok
o Pada daerah penyimpanan dipasang sambungan tanah/arde serta
dilengkapi alat deteksi asap atau api otomatis dan diperiksa secara
periodik
4. Bahan Kimia Peledak (Explosive)
Terhadap bahan tersebut ketentuan penyimpananya sangat ketat, letak
tempat penyimpanan harus berjarak minimum 60[meter] dari sumber
tenaga, terowongan, lubang tambang, bendungan, jalan raya dan bangunan,
agar pengaruh ledakan sekecil mungkin. Ruang penyimpanan harus
merupakan bangunan yang kokoh dan tahan api, lantainya terbuat dari
bahan yang tidak menimbulkan loncatan api, memiliki sirkulasi udara yang
baik dan bebas dari kelembaban, dan tetap terkunci sekalipun tidak
digunakan. Untuk penerangan harus dipakai penerangan alam atau lampu
listrik yang dapat dibawa atau penerangan yang bersumber dari luar tempat
penyimpanan. Penyimpanan tidak boleh dilakukan di dekat bangunan yang
didalamnya terdapat oli, gemuk, bensin, bahan sisa yang dapat terbakar, api
terbuka atau nyala api. Daerah tempat penyimpanan harus bebas dari rumput
kering, sampah, atau material yang mudah terbakar, ada baiknya
memanfaatkan perlindungan alam seperti bukit, tanah cekung belukar atau
hutan lebat.

5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)


Bahan ini adalah sumber oksigen dan dapat memberikan oksigen pada suatu
reaksi meskipun dalam keadaan tidak ada udara. Beberapa bahan oksidator
memerlukan panas sebelum menghasilkan oksigen, sedangkan jenis lainnya
dapat menghasilkan oksigen dalam jumlah yang banyak pada suhu kamar.
Tempat penyimpanan bahan ini harus diusahakan agar suhunya tetap dingin,
ada peredaran hawa, dan gedungnya harus tahan api. Bahan ini harus
dijauhkan dari bahan bakar, bahan yang mudah terbakar dan bahan yang
memiliki titik api rendah. Alat-alat pemadam kebakaran biasanya kurang
efektif dalam memadamkan kebakaran pada bahan ini, baik penutupan
ataupun pengasapan, hal ini dikarenakan bahan oksidator menyediakan
oksigen sendiri.
6. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)
Bahan ini bereaksi dengan air, uap panas atau larutan air yang lambat laun
mengeluarkan panas atau gas-gas yang mudah menyala. Karena banyak
dari bahan ini yang mudah terbakar maka tempat penyimpanan bahan ini
harus tahan air, berlokasi ditanah yang tinggi, terpisah dari penyimpanan
bahan lainnya, dan janganlah menggunakan sprinkler otomatis di dalam
ruang simpan.

7. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)


Bahan ini bereaksi dengan asam dan uap asam menghasilkan panas,
hydrogen dan gas-gas yang mudah menyala. Ruangan penyimpanan untuk
bahan ini harus diusahakan agar sejuk, berventilasi, sumber penyalaan api
harus disngkirkan dan diperiksa secara berkala. Bahan asam dan uap dapat
menyerang bahan struktur campuran dan menghasilkan hydrogen, maka
bahan asam dapat juga disimpan dalam gudang yang terbuat dari kayu yang
berventilasi. Jika konstruksi gudang trbuat dari logam maka harus di cat atau
dibuat kebal dan pasif terhadap bahan asam.

8. Gas Bertekanan (Compressed Gases)


Silinder dengan gas-gas bertekanan harus disimpan dalam keadaan berdiri
dan diikat dengan rantai atau diikat secara kuat pada suatu penyangga
tambahan. Ruang penyimpanan harus dijaga agar sejuk , bebas dari sinar
matahari langsung, jauh dari saluran pipa panas di dalam ruangan yang ada
peredaran hawanya. Gedung penyimpanan harus tahan api dan harus ada
tindakan preventif agar silinder tetap sejuk bila terjadi kebakaran, misalnya
dengan memasang sprinkler.

9. Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substances)


Radiasi dari bahan radioaktif dapat menimbulkan efek somatik dan efek
genetik, efek somatik dapat akut atau kronis. Efek somatik akut bila terkena
radiasi 200[Rad] sampai 5000[Rad] yang dapat menyebabkan sindroma
system saraf sentral, sindroma gas trointestinal dan sindroma kelainan
darah, sedangkan efek somatik kronis terjadi pada dosis yang rendah. Efek
genetik mempengaruhi alat reproduksi yang akibatnya diturunkan pada
keturunan. Bahan ini meliputi isotop radioaktif dan semua persenyawaan
yang mengandung radioaktif. Pemakai zat radioaktif dan sumber radiasi
harus memiliki instalasi fasilitas atom, tenaga yang terlatih untuk bekerja
dengan zat radioaktif, peralatan teknis yang diperlukan dan mendapat izin
dari BATAN. Penyimpanannya harus ditempat yang memiliki peralatan
cukup untuk memproteksi radiasi, tidak dicampur dengan bahan lain yang
dapat membahayakan, packing/kemasan dari bahan radioaktif harus
mengikuti ketentuan khusus yang telah ditetapkan dan keutuhan kemasan
harus dipelihara. Peraturan perundangan mengenai bahan radioaktif
diantaranya :
• Undang-Undang Nomor 31/64 Tentang Ketentuan Pokok
Tenaga Atom
• Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 Tentang
Keselamatan Kerja terhadap radiasi
• Peraturan pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang izin
Pemakaian Zat Radioaktif dan atau Sumber Radiasi lainnya
• Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang
Pengangkutan Zat Radioaktif
Maka Peta Keterkaitan Kegiatan untuk tata letak penyimpanan material kimia
berbahaya berdasarkan ketentuan safety tersebut di atas adalah sebagai berikut :

Gambar 1 : Peta keterkaitan kegiatan untuk penyimpanan raw material.


E. Lembar Data Bahaya
Lembar data bahaya (Hazard Data Sheets/HDSs) terkadang disebut Material Safety
Data Sheets (MSDSs) atau Chemical Safety Data Sheet (CSDSs) adalah lembar
informasi yang detail tentang bahan-bahan kimia. Umumnya lembar ini disiapkan
dan dibuat oleh pabrik kimia atau suatu program, seperti International Programme
On Chemical Safety (IPCS) yang aktifitasnya terkait dengan World Health
Organization (WHO), International Labour Organization (ILO), dan United
Environment Programme (UNEP). HDSs/MSDSs/CSDSs merupakan sumber
informasi tentang bahan kimia yang penting dan dapat diakses tetapi kualitasnya
dapat bervariasi. Jika anda menggunakan HDSs, berhati-hatilah terhadap
keterbatasannya, sebagai contoh, HDSs sering sulit untuk dibaca dan dimengerti.
Keterbatasan lain yang serius adalah seringnya tidak memuat informasi yang cukup
tentang bahaya dan peringatan penting yang anda butuhkan ketika bekerja dengan
bahan kimia tertentu. Untuk mengatasi keterbatasan ini, kapanpun dimungkinkan
untuk menggunakan sumber informasi lain secara bersama-sama dengan HDSs.
Suatu ide yang baik untuk mewakili kasehatan dan keselamatan dengan menyimpan
lembar data bahaya pada setiap penggunaan bahan kimia di tempat kerja.
Informasi berikut harus muncul pada semua lembar data bahaya, akan tetapi urutan
dapat berbeda dari yang dijelaskan dibawah ini.
Bagian 1 : Identifikasi produk dan pabrik
Identifikasi produk : nama produk tertera disini dengan nama kimia atau nama
dagang, nama yang tertera harus sama dengan nama yang ada pada label. Lembar
data bahaya juga harus mendaftar sinonim produk atau substansinya, sinonim
adalah nama lain dengan substansi yang diketahui. Contohnya Methyl alcohol juga
dikenal sebagai Metanol atau Alkohol kayu.
Identifikasi pabrik : nama pabrik atau supplier, alamat, nomor telepon, tanggal
HDSs dibuat, dan nomor darurat untuk menelepon setelah jam kerja, merupakan
ide yang baik bagi pengguna produk untuk menelepon pabrik pembuat produk
sehingga mendapatkan informasi tentang produk tersebut sebelum terjadi hal yang
darurat.
Bagian 2 : Bahan-bahan berbahaya
Untuk produk campuran, hanya bahan-bahan berbahaya saja yang tercantum pada
daftar khusus bahan kimia, dan yang didata bila komposisinya ≥ 1% dari produk.
Pengecualian untuk zat karsinogen yang harus di daftar jika komposisinya 0,1%
dari campuran. Batas konsentrasi yaitu Permissible Exposure Limit (PEL) dan The
Recommended Threshold Limit Value (TLV ) harus didata dalam HDSs.
Bagian 3 : Data Fisik
Bagian ini mendata titik didih, tekanan, density, titik cair, tampilan, bau, dan lain-
lain. Informasi pada bagian ini membantu anda mengerti bagaimana sifat bahan
kimia dan jenis bahaya yang ditimbulkannya.
Bagian 4 : Data Kebakaran Dan Ledakan
Bagian ini mendata titik nyala api dan batas mudah terbakar atau meledak, serta
menjelaskan kepada anda bagaimana memadamkan api. Informasi pada bagian ini
dibutuhkan untuk mencegah, merencanakan dan merespon kebakaran atau ledakan
dari bahan-bahan kimia.
Bagian 5 : Data Reaktifitas
Bagian ini menjelaskan kepada anda apakah suatu substansi stabil atau tidak, bila
tidak, bahaya apa yang ditimbulkan dalam keadaan tidak stabil. Bagian ini mendata
ketidakcocokan substansi, substansi mana yang tidak boleh diletakkan atau
digunakan secara bersamaan. Informasi ini penting untuk penyimpanan dan
penanganan produk yang tepat.
Bagian 6 : Data Bahaya Kesehatan
Rute tempat masuk (pernafasan, penyerapan kulit atau ingestion), efek kesehatan
akut dan kronik, tanda-tanda dan gejala awal, apakah produknya bersifat
karsinogen, masalah kesehatan yang makin buruk bila terkena, dan pertolongan
pertama yang direkomendasikan/prosedur gawat darurat, semuanya seharusnya
terdaftar di bagian ini.
Bagian 7 : Tindakan Pencegahan Untuk Penanganan
Informasi dibutuhkan untuk memikirkan rencana respon gawat darurat, prosedur
pembersihan, metode pembuangan yang aman, yang dibutuhkan dalam
penyimpanan, dan penanganan tindakan pencegahan harus detail pada bagian ini.
Akan tetapi sering kali pabrik pembuat produk meringkas informasi ini dengan satu
pernyataan yang simple, seperti hindari menghirup asap atau hindari kontak dengan
kulit.
Bagian 8 : Pengukuran Kontrol
Metode yang direkomendasikan untuk control bahaya termasuk ventilasi, praktek
kerja dan alat pelindung diri/Personal Protective Equipment (PPE) dirincin pada
bagian ini. Tipe respirator, baju pelindung dan sarung tangan material yang paling
resisten untuk produk harus diberitahu. Lebih dari rekomendasi perlindungan
material yang paling resisten, HDSs boleh dengan simple menyatakan bahwa baju
dan sarung tangan yang tidak dapat ditembus harus digunakan. Bagian ini
cenderung menekankan alat pelindung diri daripada control engineering.
F. Pemasangan Label dan Tanda Pada Bahan Berbahaya
Pemasangan label dan tanda dengan memakai lambang atau tulisan peringatan pada
wadah atau tempat penyimpanan untuk bahan berbahaya adalah tindakan
pencegahan yang esensial. Tenaga kerja yang bekerja pada proses produksi atau
pengangkutan biasanya belum mengetahui sifat bahaya dari bahan kimia dalam
wadah/packingnya, demikian pula para konsumen dari barang tersebut, dalam hal
inilah pemberian label dan tanda menjadi sangat penting.
Peringatan tentang bahaya dengan label dan tanda merupakan syarat penting dalam
perlindungan keselamatan kerja, namun hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai
perlindungan yang sudah lengkap, usaha perlindungan keselamatan lainnya masih
tetap diperlukan. Lambang yang umum dipakai untuk bahan kimia yang memiliki
sifat berbahaya adalah sebagai berikut :

Gambar 2 Tanda bahaya dari bahan kimia


Keterangan :
E = Dapat Meledak T = Beracun
F+ = Sangat Mudah Terbakar C = Korosif
F = Mudah Terbakar Xi = Iritasi
O = Pengoksidasi Xn = Berbahaya Jika Tertelan
T+ = Sangat Beracun N = Berbahaya Untuk Lingkungan
 Human Factors in Engineering
Pengaruh Faktor Manusia Dalam Rekayasa
Human Factors Engineering (HFE) adalah disiplin ilmu yang menerapkan apa yang
diketahui tentang kemampuan manusia dan keterbatasan desain produk, proses,
sistem, dan lingkungan kerja. Hal ini dapat diterapkan pada desain semua sistem
yang melibatkan manusia, termasuk hardware dan software. Penerapannya untuk
merencanakan sistem untuk meningkatkan dalam kemudahan penggunaan, kinerja
sistem dan kehandalan, dan kepuasan pengguna, sambil mengurangi kesalahan
operasional, stres operator, persyaratan pelatihan, kelelahan pengguna, dan
kewajiban produk. HFE yang khas dalam menjadi satu-satunya disiplin yang
berhubungan manusia untuk teknologi.
faktor manusia dalam rekayasa berfokus pada bagaimana orang berinteraksi dengan
tugas, mesin (atau komputer), dan lingkungan dengan pertimbangan bahwa
manusia memiliki keterbatasan dan kemampuan. Faktor Manusia insinyur
mengevaluasi "manusia untuk manusia," "manusia untuk Group," "manusia untuk
Organisasi," dan "manusia untuk Machine (Komputer)" interaksi untuk lebih
memahami interaksi dan mengembangkan kerangka kerja untuk evaluasi.
Faktor Manusia kegiatan rekayasa meliputi:
1. Kemudahan operasional
2. Penentuan profil pengguna yang diinginkan
3. Pengembangan dokumentasi pengguna
4. Pengembangan program pelatihan.

2. Human Factor (terhadap ilmu pengetahuan atau teknologi)


Bidang multidisiplin menggabungkan kontribusi dari psikologi, teknik, desain,
industri, statistik, riset operasi, dan antropometri. Ini adalah istilah yang mencakup:
 Ilmu pemahaman sifat-sifat kemampuan manusia (Human Factors Sains).
 Penerapan pemahaman ini untuk desain, pengembangan dan penyebaran
sistem dan layanan (Human Factors Engineering).
 Seni menjamin keberhasilan penerapan Teknik Faktor Manusia untuk
sebuah program (kadang-kadang disebut sebagai Integrasi Faktor Manusia
). Hal ini juga dapat disebut ergonomi.
Secara umum, faktor manusia adalah fisik atau kognitif properti dari seorang
individu atau sosial perilaku yang spesifik untuk manusia dan pengaruh fungsi
sistem teknologi serta manusia-lingkungan keseimbangan.
Dalam interaksi sosial, penggunaan istilah menekankan faktor manusia sifat sosial
yang unik atau karakteristik manusia.
Faktor manusia melibatkan studi tentang semua aspek dari cara manusia
berhubungan dengan dunia di sekitar mereka, dengan tujuan untuk meningkatkan
kinerja operasional, keselamatan, melalui biaya hidup dan / atau adopsi melalui
peningkatan pengalaman pengguna akhir.
Istilah faktor manusia dan ergonomi hanya telah secara luas digunakan pada zaman
terakhir; asal lapangan adalah dalam desain dan penggunaan pesawat udara
selamaPerang Dunia II untuk meningkatkan keselamatan penerbangan . Hal itu
mengacu pada psikolog dan ahli fisiologi bekerja pada waktu dan pekerjaan yang
mereka lakukan bahwa istilah “diterapkan psikologi” dan “ergonomi” pertama kali
diciptakan. Bekerja dengan Elias Porter , Ph.D. dan lain-lain dalam RAND
Corporation setelah Perang Dunia II diperpanjang konsep-konsep ini.
“Sebagai berpikir berlangsung, sebuah konsep baru yang dikembangkan -. Bahwa
adalah mungkin untuk melihat sebuah organisasi seperti sebuah sistem pertahanan
udara, manusia-mesin sebagai organisme tunggal dan bahwa adalah mungkin untuk
mempelajari perilaku seperti organisme itu iklim untuk terobosan “.
Spesialisasi dalam bidang ini meliputi ergonomi kognitif, kegunaan, manusia
komputer/interaksi mesin manusia, dan rekayasa pengalaman pengguna. Istilah
baru sedang dihasilkan sepanjang waktu. Misalnya, “pengguna insinyur sidang”
mungkin mengacu pada faktor manusia
profesional yang mengkhususkan diri dalam uji coba pengguna. Meskipun
perubahan nama, faktor manusia profesional berbagi visi yang mendasari bahwa
melalui penerapan pemahaman tentang faktor manusia desain peralatan, sistem dan
metode kerja akan ditingkatkan, secara langsung mempengaruhi kehidupan
masyarakat menjadi lebih baik.
Faktor manusia praktisi datang dari berbagai latar belakang, meskipun sebagian
besar mereka adalah psikolog (rekayasa, kognitif, persepsi, dan eksperimental) dan
fisiologi. Desainer (industri, interaksi, dan grafis), antropolog, ahli komunikasi
teknis dan ilmuwan komputer juga berkontribusi. Meskipun beberapa praktisi
memasuki bidang faktor manusia dari disiplin lain, baik MS dan Ph.D. derajat di
Rekayasa Faktor Manusia yang tersedia dari beberapa universitas di seluruh dunia.
3. HUMAN FACTOR DAN PENGARUHNYA TERHADAP BEBAN KERJA
Manusia sebagai makhluk individu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan
untuk menyelesaikan tugas-tugas, pekerjaan, menggunakan peralatan, atau fungsi
peralatan, meskipun terkadang telah dilakukan pelatihan atau perekrutan secara
profesional dengan kualifikasi pekerjaan yang sama.
Seiring dengan perkembangan teknologi maka aspek manusia menjadi penting
untuk diperhatikan. Dalam hal ini, Human factor muncul sebagai salah satu aspek
yang sangat diperhitungkan khususnya di negara-negara maju seperti Amerika
Serikat dan Eropa. Bentuk lain dari human factor sering dihubungkan dengan
ergonomi atauhuman engineering.
Human factor terfokus pada aspek manusia serta interaksinya dengan produk,
peralatan fasilitas yang digunakan, prosedur pekerjaan, dan lingkungan dimana
kegiatan tersebut dilakukan. Menurut Chapanis (1985), human factor berhubungan
dengan informasi mengenai tingkah laku, kemampuan, dan keterbatasan manusia
serta karakteristik mengenai perancangan peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan
lingkungan untuk menghasilkan keamanan, kenyamanan, dan efektifitas dalam
penggunaannya. Pada pelaksanaannya, aspek human factor ini dicoba untuk
disesuaikan dengan sesuatu yang digunakan serta lingkungan tempat kegiatannnya
bekerja sehingga dapat sesuai berdasarkan kapabilitas, keterbatasan dan kebutuhan
orang yang melakukan pekerjaan.
Pada dasarnya, human factor ini memiliki 2 (dua) tujuan utama yakni:
1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi terhadap aktifitas yang
dilakukan, peningkatan terhadap kemampuan menggunakan peralatan,
menurunkan kesalahan yang ditimbulkan serta peningkatan
produktifitas;
2. Meningkatkan keamanan dan kenyamanan, menurunkan stress dan
kelelahan, kemudahan terhadap adaptasi, meningkatkan kepuasan
terhadap pekerjaan dan yang terpenting adalah meningkatkan kualitas
hidup dari manusia yang bekerja.
Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menciptakan kesesuaian antara
manusia sebagai pusat kendali dengan komponen lainnya pada saat melakukan
kegiatan adalah Model SHEL. Model ini merupakan gambaran dari unsur-unsur
utama yang saling berinteraksi. Manusia (liveware) sebagai pusat interaksi
dikelilingi oleh 4 (empat) kelompok utama yaitu:
 Liveware–hardware : manusia dan mesin (termasuk peralatan);
 Liveware–software : manusia dan material lainnya (seperti dokumen,
prosedur, simbol dan sebagainya);
 Liveware–environment : manusia dan lingkungan (termasuk faktor internal
dan eksternal tempat kerja);
 Liveware–liveware : manusia dan manusia lainnya (termasuk teman sekerja
dan kolega).
Tujuan dari model ini adalah bagaimana menciptakan interaksi optimal antar setiap
komponen.
Dalam melaksanakannya interaksi tersebut di atas, seringkali manusia (liveware)
merasakan gangguan sebagai akibat dari faktor pembebanan yang dirasakan. Faktor
pembebanan ini dapat berupa fisik maupun psikis.
- BEBAN KERJA
Secara garis besar, kegiatan manusia dapat digolongkan dalam dua komponen
utama yaitu kerja fisik (menggunakan otot sebagai kegiatan sentral) dan kerja
mental (menggunakan otak sebagai pencetus utama). Kedua kegiatan ini tidak dapat
dipisahkan secara sempurna mengingat terdapat hubungan yang erat antara satu
dengan yang lainnya. Namun, jika dilihat dari energi yang dikeluarkan, maka kerja
mental murni relatif lebih sedikit mengeluarkan energi dibandingkan dengan kerja
fisik.
Beban Kerja Fisik
Perkerjaan yang dilakukan dengan mengandalkan kegiatan fisik semata akan
mengakibatkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh yang dapat dideteksi melalui
perubahan:
Konsumsi oksigen;
Denyut jantung;
Peredaran darah dalam paru-paru;
Temperatur tubuh;
Konsentrasi asam laktat dalam darah;
Komposisi kimia dalam darah dan air seni;
Tingkat penguapan, dan faktor lainnya.
Kerja fisik akan mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan dengan
konsumsi energi. Konsumsi energi pada saat kerja biasanya ditentukan dengan cara
tidak langsung yaitu dengan pengukuran kecepatan denyut jantung atau konsumsi
oksigen.
Pengukuran beban kerja fisik merupakan pengukuran beban kerja yang dilakukan
secara obyektif dimana sumber data yang diolah merupakan data-data kuantitatif,
misalnya:
A. Denyut jantung atau denyut nadi
Denyut jantung atau denyut nadi digunakan untuk mengukur beban kerja dinamis
seseorang sebagai manifestasi dari gerakan otot. Semakin besar aktifitas otot maka
akan semakin besar fluktuasi dari gerakan denyut jantung yang ada, demikian pula
sebaliknya.
Menurut Grandjean (1998) dan Suyasning (1981), beban kerja dapat diukur dengan
denyut nadi kerja. Selain itu, denyut nadi juga dapat digunakan untuk
memperkirakan kondisi fisik atau derajat kesegaran jasmani seseorang. Denyut
jantung (yang diukur per menit) dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan
seseorang. Cara lain yang dapat dilakukan untuk merekam denyut jantung
seseorang pada saat kerja yakni dengan menggunakan electromyography (EMG).
B. Konsumsi oksigen
Oksigen yang dikonsumsi oleh seseorang tentunya akan dipengaruhi oleh intensitas
pekerjaan yagn dilakukan. Secara khusus, konsumsi oksigen dapat dibandingkan
dengan kapasitas kerja fisik (physical work capacity – PWC). PWC
menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang
pada setiap menitnya. Menurut Astrand dan Rodahl (1986), persentase PWC yang
tinggi pada suatu pekerjaan tertentu akan mengindikasikan beban fisik atau
kelelahan yang dialami.
- Beban Kerja Mental
Menurut Henry R. Jex dalam bukunya “Human Mental Workload”, definisi beban
kerja mental yakni:
“Mental workload is the operator’s evaluation of the attentional load margin
(between their motivated capacity and the current task demands) while achieving
adequate task performance in a mission relevant context”.
Seiring dengan berjalannya waktu, kemampuan seseorang dapat saja berubah
sebagai akibat dari praktek terhadap pekerjaan (Kemampuan meningkat), kelelahan
yang ditimbulkan (kemampuan menurun), dan kebosanan terhadap pekerjaan dan
kondisi (kemampuan menurun). Kemampuan seseorang akan berbeda dengan
orang lain karena perbedaan dukungan fisk dan mental, perbedaan latihan, dan
perbedaan pekerjaan.
Hubungan antara beban kerja dengan kinerja dapat dilihat dalam bentuk kurva U
terbalik. Kinerja manusia pada tingkat beban kerja rendah tidak juga baik. Jika tidak
banyak hal yang dapat dikerjakan maka orang tersebut akan mudah bosan dan
cenderung kehilangan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Dalam
keadaan ini (underload), galat akan muncul dalam bentuk kehilangan informasi
sebagai akibat dari menurunnya konsentrasi.
Pengukuran beban kerja mental merupakan pengukuran beban kerja yang dilakukan
secara subyektif dimana sumber data yang diolah merupakan data-data kualitatif.
Beberapa jenis pengukuran subyektif yang telah dilakukan yakni:
A. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT);
Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh Reid dan Nygren pada Harry G.
Armstrong Aerospace Medical Research Laboratory Wrigt – Patterson Air Force
Base, Ohio, USA. Metoda ini muncul sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan
akan pengukuran subyektif yang dapat digunakan dalam pekerjaan secara langsung.
SWAT ini dibuat sedemikian rupa sehingga tanggapan hanya diberikan melalui tiga
deskriptor pada masing-masing tiga faktor/dimensi. Penggunaan metoda ini
dilakukan melalui 2 (dua) tahapan pekerjaan yakni scale development dan event
scoring.
B. National Aeronautics and Space Administration–Task Load Index (NASA–
TLX);
NASA–TLX merupakan multidimensional scale yang digunakan untuk mengukur
beban kerja mental sebagai fungsi dari mental demand, physical demand, temporal
demand, performance, effort, dan frustration dimension.
 Cooper Harper Scale (Wierwille dan Casali, 1983);
 Multidescriptor Scale (Wierwille dan Casali, 1983);
 Workload – Compensation – Interfernce/Technical Effectiveness
Scale(Wierwille dan Connor, 1983);
 Overall Workload Scale (Hill et al, 1992);
 Consumer Mental Workload Scale (Owen, 1992);
 Direct Scaling (Ghiaseddin, 1995).
Hingga saat ini, SWAT dan NASA–TLX merupakan metoda yang paling banyak
digunakan.
Manusia sebagai salah satu komponen penting dalam organisasi maupun kegiatan
industri (baik yang menghasilkan produk maupun jasa) memiliki keterbatasan dan
kelebihan satu dengan lainnya. Agar manusia ini dapat bekerja dan menghasilkan
suatu output yang optimal maka penting untuk diperhatikan berbagai aspek terkait
dengan manusia tersebut. Human factor sebagai salah satu unsur keilmuan yang
sangat erat kaitannya dengan aspek manusia menjadi penting untuk diperhatikan.
Untuk itu, berbagai metoda yang dilakukan untuk mendekati dan menentukan
karakteristik pada manusia terkait dengan human factor. Salah satu hal yang
dilakukan yakni dengan menentukan beban kerja pada manusia tersebut khususnya
yang terkait dengan beban kerja fisik dan beban kerja mental. Hal ini sangat
bermanfaat guna mengetahui dan memahami manusia yang akan melakukan
pekerjaan terutama pekerjaan yang sangat spesifik.

 ANALISA KECELAKAAN KERJA


1. Konsep Dasar
Salah satu akibat sampingan dari perkembangan teknologi yang merugikan
terwujud dalam bentuk kecelakaan. Karena sifat kecelakaan adalah merugikan, oleh
karena itu harus dicegah. Timbul suatu pertanyaan “Apakah kecelakaan dapat
dicegah?”. Bila diamati dengan seksama, bahwa setiap kecelakaan itu pasti ada
penyebabnya maka kecelakaan dapat dicegah..
Merujuk pada PEMENAKER No.03/MEN/1998 : Kecelakaan adalah suatu
kejadian yang dikendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
manusia atau harta benda
Kejadian berbahaya lainnya adalah suatu kejadian yang potensial yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit kerja kecuali kebakaran, peledakan
dan bahaya pembuangan limbah.
Merujuk pada ILCI (International Loss Control Institute) :Kecelakaan adalah suatu
kejadian yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan yang dapat mengakibatkan
kerugian baik terhadap manusianya, harta benda maupun produksi. Biasanya
berkenaan dengan kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas badan
atau struktur.
2. Kecelakaan Kerja
 Fenomena Kecelakaan kerja
Kerugian kecelakaan kerja diilustrasikan sebagaimana gunung es di permukaan laut
dimana es yang terlihat di permukaan laut lebih kecil dari pada ukuran es
sesungguhnya secara keseluruhan. Begitu pula kerugian pada kecelakaan
kerjakerugian yang “tampak/terlihat” lebih kecil daripada kerugian keseluruhan.
Dalam hal ini kerugian yang “tampak” ialah terkait dengan biaya langsung untuk
penanganan/perawatan/pengobatan korban kecelakaan kerja tanpa memperhatikan
kerugian-kerugian lainnya yang bisa jadi berlipat-lipat jumlahnya daripada biaya
langsung untuk korban kecelakaan kerja. Kerugian kecelakaan kerja yang
sesungguhnya ialah jumlah kerugian untuk korban kecelakaan kerja ditambahkan
dengan kerugian-kerugian lainnya (material/non-material) yang diakibatkan oleh
kecelakaan kerja tersebut. Kerugian-kerugian (biaya-biaya) tersebut antara lain :
 Biaya Langsung Kerugian Kecelakaan Kerja :
a. Biaya Pengobatan & Perawatan Korban Kecelakaan Kerja.
b. Biaya Kompensasi (yang tidak diasuransikan).
 Biaya Tidak Langsung :
a. Kerusakan Bangunan
b. Kerusakan Alat dan Mesin
c. Kerusakan Produk dan Bahan/Material
d. Gangguan dan Terhentinya Produksi
e. Biaya Administratif
f. Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang Fenomena gunung es
 Anatomi Kecelakaan Kerja
1) Setiap kecelakaan tidak terjadi begitu saja, pasti ada penyebabnya.
2) Faktor penyebab umumnya majemuk (multi causality), resikonya beragam
(wide spectrum).
3) Kecelakaan suatu kejadian tiba – tiba dan tidak dikehendaki.
4) Kecelakaan terjadi karena kondisi tidak aman atau tindakan tidak aman.
Kecelakaan menimbulkan kerugian fisik, kerusakan material/alat atau gangguan
pada proses produksi.
Beberapa energi yang sering menimbulkan kecelakaan adalah :
o Terbentur / tertabrak suatu benda.
o Terbentur / tertabrak banda/alat yang bergerak.
o Jatuh ke tingkat yang lebih rendah.
o Jatuh pada tingkat yang sama (tergelincir, tersandung, terpeleset).
o Terjepit ke dalam barang yang berputar.
o Terjepit diantara dua benda.
o Kontak dengan listrik, panas, dingin, radiasi, bahan beracun dan
sebagainya.
Penyebab langsung dari kecelakaan adalah sesuatu yang secara langsung
menyebabkan kontak. Penyebab langsung tersebut berupa perbuatan atau tindakan
yang sub standar dan kondisi yang sub standar.
Perbuatan / tindakan yang sub standar :
o Menjalankan peralatan yang bukan tugasnya.
o Gagal memberikan peringatan.
o Menjalankan mesin/peralatan/kendaraan melebihi kecepatan.
o Membuat alat pengaman tidak berfungsi.
o Menggunakan peralatan rusak.
o Tidak memakai alat pelindung diri.
o Pemuatan yang tidak memadai.
o Penempatan sesuatu yang tidak memadai.
o Posisi kerja yang tidak tepat.
o Melakukan perbaikan mesin saat masih berjalan.
o Bersenda gurau.
o Berada dalam pengaruh obat – obatan atau alkohol.
o Pengaman yang tidak memadai.
o Alat pelindung diri tak memadai.
o Alat, peralatan atau bahan yang telah
o Gerak yang tidak leluasa.
o Sistem tanda bahaya tidak memadai.
o Tata graha yang jelek.
o Lingkungan kerja yang mengandung bahaya (uap/gas, bising,
radiasi, suhu, ventilasi kurang baik, dsb.).
Penyebab dasar merupakan penyebab nyata dibelakang gejala – gejala, berupa
alasan – alasan mengapa terjadi tindakan dan kondisi yang sustandar. Faktor –
faktor apabila diidentifikasi memberikan suatu yang berarti bagi pengendalian
manajemen. Penyebab dasar membantu menjelaskan mengapa seseorang
melakukan tindakan substandar dan juga membantu menjelaskan mengapa kondisi
yang substandar. Penyebab dasar dibagi dua kelompok yaitu faktor manusia dan
pekerjaan
o Statistik : Cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari metode
pengumpulan, penyajian, pengolahan data shingga dapat diambil
suatu kesimpulan
o Statistik Kecelakaan : statistik yang memuat informasi lengkap
tentang kecelakaan.
o Statistik Kecelakaan Kerja : statistik yang memuat informasi
lengkap tentang kecelakaan kerja. Tujuan: mendapatkan metode
yang praktis dan seragam untuk pendataan dan pengukuran
kecelakaan kerja. Kegunaan : Untuk kepentingan pemerintah dan
perusahaan dalam melakukan evaluasi.
DASAR – DASAR PENCEGAHAN KECELAKAAN KESELAMATAN DAPAT
MEMPERTINGGI KEGAIRAHAN BEKERJA
Upaya pengendalian bahaya disuatu tempat kerja akan dapat mempertinggi
kegairahan kerja para karyawan, karena bekerja disuatu tempat yang relatif aman
dengan sedikit resiko menjadi harapan para karyawan sekaligus merupakan
persyaratan utama yang tertuang dalam UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja.
Program pencegahan kecelakaan sebagai implementasi UU No.1 tahun 1970 akan
lebih berhasil bilamana karyawan tanpa kecuali dilibatkan langsung dalam upaya
pencegahan kecelakaan dengan maksud agar setiap penyimpangan dan
ketimpangan terhadap peraturan atau prosedur K3 dapat dicegah atau dihindari
sedini mungkin. Disamping itu hal yang terpenting lainnya ialah bila program
keselamatan berhasil dengan baik maka citra perusahaan akan baik pula khususnya
bagi relasi/rekanan perusahaan
Teori domino atau biasa disebut domino dipakai dalam menggambarkan proses
terjadinya kecelakaan karena teori ini secara luas sudah dibuktikan kebenarannya.
Secara kronologi (chronological) urutan terjadinya kecelakaan dapat digambarkan
sebagai berikut :
Setiap peristiwa yang terjadi berurutan seperti digambarkan di bawah (1,2,3) akan
diikuti urutan berikutnya yaitu 4 berupa kecelakaan dan 5 akibatnya sedangkan
faktor penyebab kecelakaan tersebut ternyata majemuk (multi causality).
Dari hasil studi ini H.W. Heinrich seorang pakar K3 pada tahun 1931
mengambangkan cara pencegahan kecelakaan berlandaskan urutan 5 tahapan
tersebut yang pada akhirnya menemukan cara efektif mencegah kecelakaan dengan
memotong / mengahapuskan rangkaian peristiwa ke 3 yang digambarkan sebagai
“Keadaan & Tindakan tidak aman”.
Lima (5) faktor urutan terjadinya kecelakaan ini mengambarkan :
o Faktor keturunan atau lingkungan sosial, cenderungan
menyebabkan seseorang
o Melakukan kesalahan, sehingga menjadi penyebab utama terjadinya
o Tindakan tidak aman dan / atau kondisi tidak aman, sehingga
menyebabkan
o Terjadinya kecelakaa, yang mengakibatkan
o Luka atau kerugian lainnya

Anda mungkin juga menyukai