Oleh kelompok 2
1. Neva Sherinda Dolo
2. Olivia Sualang
3. Venggy Palilingan
4. Veronika Mentang
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan judul “Keperawatan Gerontik” sesuai
dengan waktu yang sudah disediakan.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
2
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kognitif memberikan peran
penting dalam intelegensi seseorang, yang paling utama adalah mengingat, dimana proses
tersebut melibatkan fungsi kerja otak untuk merekam dan memanggil ulang semua atau
beberapa kejadian yang pernahh dialami. Kognisi meliputi kemampuan otak
untuk memproses, mempertahankan, dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif ini
penting pada kemapuan inidvidu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah,
menginterpretasikan lingkungan dan mempelajari informasi yang baru, untuk memberikan
nama pada beberapa hal.
Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada fungsi otak yang lebih tinggi
dan dapat memberikan efek yang merusak pada kemampuan individu untuk melakukan fungsi
sehari hari sehingga individu tersebut lupa nama anggota keluarga atau tidak mampu
melakukan tugas rumah tangga harian atau melakukan hygiene personal (Caine & lyness,
2000 dalam Aggraini, 2014). Gangguan kognitif yang paling sering ditemui meliputi
Demensia dan Delirium. Banyak orang menyalahartikan antara Demensia, Delirium dan
Depresi. Juga tentang respon kognitif yang maladaptif pada seseorang. Hal ini merupakan
tugas perawat sebagai tenaga professional yang mencakup bio-psiko-sosial yang memberikan
asuhan keperawatan khususnya pada klien dengaan gangguan kognitif yang akan dibahas oleh kelompok
kali ini. Delirium dan demensia merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasien pada
semua usia, namun kelainan ini paling sering ditemukan pada pasien usia lanjut.
Delirium adalah suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang dapat disertai
fluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan waham (delusi). Kelainan ini dapat
menyertai infeksi, kelainan metabolik, dan kelainan medis atau neurologis lain atau
berhubungan dengan penggunaan obat-obatan atau gejala putus obat. Demensi, sebaliknya,
merupakan kondisi dimana memori dan fungsi kognitif lain terganggu sehingga kegiatan
sosial normal atau pekerjaan menjadi terhambat. Sebagian besar demensia merupakan hasil
dari penyakit degenerasi otak namun stroke dan infeksi juga dapat menimbulkan demensia
Rara, (2016).
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Delirium?
2. Apa Epidemologi Delirium?
3. Manifestasi klinis Delirium?
4. Etiologi Delirium?
2. Apa saja macam-macam Delirium?
3. Apa perbedaan dari Delirium dan Demensia?
4. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi dari gangguan kognitif (demensia dan delirium?
5. Bagaimana proses pembuatan Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien dengan Demensia dan
Delirium?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah
1.3.1 Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik pada semester 5. Dan
diharapkan untuk dapat memahami tentang asuhan keperawatan gerontik khususnya
pada klien dengan gangguan kognitif.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami tentang Delirium
2. Mahasiswa mampu mengetahui tentang macam-macam dari Delirium
3. Mahasiswa mampu memahami tentang perbedaan dari Delirium
4. Mahasiswa mampu memahami faktor apa saja yang mempengaruhi dariganggua
kognitif (delirium)
5. Mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada pasien Delirium
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Derilium
2.1.1 Definisi Delirium
Delirium adalah suatu gangguan organik global akut dan sementara dari fungsi sistem
saraf pusat yang menyebabkan gangguan kesadaran dan perhatian (Allison dkk, 2004 dalam
Septian, 2015). Istilah delirium sama dengan keadaan bingung akut, secara tegas, hal ini
menjelaskan berbagai keadaan bingung akut yang terpisah secara klinis ditandai oleh periode
gelisah, aktivitas mental yang meninggi, mudah terbangun, ketidaksiapan yang jelas dalam
memberikan respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara bising yang tiba-tiba), halusinasi
visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan stimulasi autonom. Gangguan
perhatian, penting pada keadaan bingung akut, terjadi meskipun kebingungan yang tampak.
Agitasi delirium secara khas berfluktuasi dan dapat berubah atau berlanjut menjadi keadaan
bingung yang redup. Gambaran klinis ditunjukkan oleh adanya halusinasi yang gembira dari
delirium tremens yang menyertai berhentinya minum alkohol. Akan tetapi delirium mungkin
tampak pada keadaan bingung akut dari setiap penyebab (Isselbacher dkk, 1999 dalam
Aggraini, 2014).
Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan kesadaran yang disertai dengan
perubahan kognisi. Delirium biasanya terjadi dalam waktu singkat, kadang kadang tidak
lebih dari beberapa jam, dan berfluktuasi atau berubah sepanjang hari. Klien sulit
memberikan perhatian, mudah terdistraksi, disorientasi, dan dapat mengalami gangguan
sensori seperti ilusi, salah interpretasi atau halusinasi. Suara keras dari kereta cucian dilorong
dapat disalahartikan sebagai suara tembak (salah interpretasi), kabel listrik yang terletak di
lantai dapat terlihat seperti ular (ilusi) atau individu dapat melihat “malaikat” melayang
layang di udara ketika tidak ada sesuatu di sana (halusinasi). Kadang-kadang individu juga
mengalami gangguan siklus tidur-bangun, perubahan aktivitas psikomotor dan gangguan
emosional seperti ansietas, takut, iritabilitas, euforia, atau apatis (DSM-IV-TR, 2000 dalam
Septian, 2015).
6
2.1.2 Etiologi
Bila membicarakan etiologi delirium, maka faktor predisposisi dibedakan dengan faktor
presipitasi. Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium,
sedangkan faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium. Faktor
predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, umur lanjut, kecelakaan otak
seperti stroke, penyakit parkinson, gangguan penglihatan dan pendengaran,
ketidakmampuan fungsional, hidup dalam institusi, ketergantungan alkohol, isolasi sosial,
depresi, gangguan sensorik dan gangguan multiple lainnya, dan riwayat delirium post-
operative sebelumnya.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium. Termasuk perubahan
lingkungan (perpindahan ruangan), pneumonia, infeksi, dehidrasi, hipoglikemia,
imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga
meningkatkan resiko delirium, terutama pada pembedahan yang lama. Demikian pula
pasien lanjut usia yang dirawat di bagian ICU beresiko lebih tinggi Aggraini, (2014).
2.1.3 Gambaran Klinis
Berdasarkan kriteria DSM-IV, delirium dicirikan oleh gejala yang mulainya sangat cepat
(biasanya dalam beberapa jam sampai hari) dan cenderung berfluktuasi, dengan perubahan
tingkat kesadaran, ketidakmampuan berfokus, perhatian yang bertahan atau teralih, dan
perubahan kognitif (seperti gangguan memori, disorientasi, gangguan bahasa) atau
terjadinya gangguan perseptual hanya dapat dijelaskan oleh demensia. Lebih lanjut,
terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratoris bahwa gangguan
tersebut disebabkan oleh konsekuensi fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum,
atau intoksikasi/withdrawal senyawa, atau karena berbagai penyebab (Popeo, 2011; Martins
dan Fernandes, 2012 dalam Aggraini, 2014).
Awal perjalanan yang tiba-tiba dan akut adalah gambaran sentral delirium. Oleh karena
itu, penting bagi kita untuk memastikan tingkat fungsi kognitif dasar pasien serta perjalanan
perubahan kognitifnya. Kesadaran sebagai fungsi otak memungkinkan kewaspadaan
terhadap dirinya sendiri serta kewaspadaan terhadap lingkungannya dan dicirikan oleh dua
aspek utama: tingkat dan isi kesadaran. Tingkat kesadaran mencerminkan bangkitan
7
kewaspadaan: bangun, tidur, atau koma. Isi kesadaran, atau bagiannya, dialami oleh subyek
sebagai kewaspadaan terhadap dirinya sendiri serta lingkungannya saat subyek bangun dan
sadar baik. Isi kesadaran dan kognitif hanya dapat diperiksa jika subyek minimal memiliki
tingkat kesadaran tertentu (Browne, 2010; Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012
dalam Septian, 2015).
Pada delirium, gangguan kesadaran adalah salah satu manifestasi paling awal, yang
sering berfluktuasi, terutama di malam hari saat stimulasi lingkungan berada pada titik
terendah. Tingkat kesadaran dapat berflukutasi pada yang paling ekstrim untuk pasien yang
sama, atau dapat muncul dengan tanda yang lebih ringan seperti mengantuk atau gangguan
tingkat perhatian. Faktanya, pasien dapat tampak benar benar mengantuk, letargi, atau
bahkan semi-koma pada kasus yang lebih berat.
2.1.4 Peranan Proses Penuaan pada Delirium
Proses penuaan yang disertai perubahan fisiologis pada penuaan merupakan faktor risiko
terjadinya delirium. Proses penuaan berhubungan perubahan pada otak misalnya
pengaturaran neurotransmiter yang berkaitan dengan stress metabolik, penurunan aliran
darah otak , penurunan densitas vaskuler, kehilangan sel saraf (terutama pada locus cereleus
dan substantia nigra) dan penurunan transduksi intraseluler. Proses-proses ini yang
menjelaskan mengapa proses penuaan berkaitan dengan beberapa gangguan defisit kognitif
dan peningkatan risiko dementia. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan
resiprokal antara delirium dan penurunan fungsi kognitif. Demensia merupakan faktor
risiko utama delirium pada pasien-pasien usia lanjut dan kelanjutan proses delirium itu
sendiri tampaknya meningkatkan risiko penurunan fungsi kognisi, termasuk demensia.
Penuaan itu sendiri menunjukkan peningkatan jumlah mediator inflamasi di dalam sirkulasi
yang menunjukkan bahwa proses neurodegenerasi kronik yang disebakan oleh respon
inflamasi mengaktivasi sel mikroglia SSP. Sel mikroglia ini menghasilkan respon inflamasi
yang berlebihan terhadap perubahan imunologi. Perubahan pada sistem imun yang
berkaitan dengan penuaan (immunosenescence) menyebabkan peningkatan sekresi sitokin
oleh jaringan adiposit. Hal ini merupakan penyebab utama inflamasi kronik, yang lebih
dikenal sebagai “inflammaging”. Proses inflamasi ini mungkin berkontribusi terhadap
progresifitas penyakit melalui produksi mediator inflamasi. Proses penuaan berhubungan
dengan peningkatan nilai baseline dua sampai empat kali mediator inflamasi termasuk
sitokin dan protein fase akut. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap delirium pada
8
pasien usia lanjut adalah lower cognitive reserves, kapasitas metabolik yang rendah,
peningkatan sensitivitas terhadap obat-obatan dan rendahnya threshold terhadap efek obat-
obat antikoloinergik.
Beberapa mekanisme utama yang berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya
delirium pada usai lanjut:
1. Kehilangan sel saraf terutama pada lokus coereleus dan substantia nigra.
2. Perubahan pada berbagai sistem neurotransmitter.
3. Penurunan integritas white matter yang berhubungan dengan usia.
4. Penurunan aliran darah otak
5. Penurunan metabolisme oksigen pada otak
6. Berkurangnya suplai oksigen (misalnya hipoksia).
7. Berkurangnya metabolism oksidatif otak Rara, (2016).
9
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat(menurut
klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah penurunan daya ingat seperti pasien tampak
disorientasi orang, waktu, benda dan tempat.
3. Riwayat
Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis, alkohol, atau obat lain,
perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhan area ini. Perawat bisa mendapatkan
informasi secara langsung dari klien atau pengasuh klien jika kemampuan klien untuk
memberikan data terganggu.
4. Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis dan menentukan
tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat
menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak
dapat diketahui etiologi penyakit ini, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan interen dan
neurologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa, mekanisme
pembelaan psikologi, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas
kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang
psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan
fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai
otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak dan sebagainya)
atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung,
toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya).
5. Fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia,
febris, berat badan menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan.
6. Psikososial
a. Genogram: minimal tiga generasi masalah yang terkait
1) Interaksi dengan lingkungan sekitar
10
b. Konsep diri
1) Gambaran diri, stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses
patologi penyakit.
2) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
3) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, tidak sesuaian antara satu peran dengan
peran yang lain dan individu tidak tahu dengan jelas perannya.
4) Ideal diri, keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada.
5) Harga diri, ketidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga
dirinya rendah karena kegagalannya.
c. Hubungan sosial
Perkembangan hubungan sosial yang tidak menyebabkan kegagalan individu untuk
belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung
memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak
memerlukan kontrol orang lain. Keadaan ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial,
hubungan dangkal dan tergantung.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat. tetapi tidak atau kurang
mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
e. Status mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan lebih sulit dimengerti
ketika delirium memburuk. Klien dapat mengulang-ulang satu topik atau bahasan,
berbicara melantur dan sulit untuk diikuti, dan biasanya lebih keras dari normal.
Kadang-kadang klien dapat berteriak atau menjerit, terutama pada malam hari (Burney-
Puckett, 1996).
f.Aktivitas motorik
Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor. Klien mungkin gelisah
dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai atau berupaya bangun dari tempat tidur
11
secara mendadak dan tidak terkoordinasi. Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku
motorik yang lambat, tampak lesu dan letargi dengan sedikit gerakan.
Klien delirium sering mengalami perubahan mood yang cepat dan tidak dapat diperkirakan.
rentang respons emosional yang luas mungkin terjadi, seperti ansietas, takut, iritabilitas,
marah, euforia, dan apatis. Perubahan mood dan emosi ini biasanya tidak terkait dengan
lingkungan klien. Ketika klien merasa sangat takut dan merasa terancam, klien mungkin
melawan untuk melindungi dirinya dari bahaya yang dirasakan.
8. Persepsi
Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi penglihatan: klien melihat benda-
benda yang tidak ada stimulusnya dalam realitas, seperti malaikat atau gambaran yang
mengerikan melayang di atas tempat tidur. Ketika lebih mampu berpikir jernih, beberapa
klien dapat menyadari bahwa mereka mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi klien
lainnya benar-benar meyakini salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak
dapat diyakinkan hal yang sebaliknya.
9. Proses pikir
Proses pikir sering mengalami disorganisasi dan tidak masuk akal. Pikiran juga dapat
terpecah (tidak berkaitan dan tidak lengkap). Klien juga dapat memperlihatkan pikiran
waham yang meyakini bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata.
10. Tingkat kesadaran
Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah perubahan tingkat
kesadaran yang jarang stabil dan biasanya berfluktuasi sepanjang hari. Klien biasanya
terorientasi pada orang, tetapi sering kali terdisorientasi terhadap waktu dan tempat. Klien
menunjukkan penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau situasi dan dapat berfokus
pada stimulus yang tidak berkaitan, seperti warna seprai atau ruangan. Klien juga mudah
terdistraksi oleh suara, orang, atau mispersepsi sensorinya.
11. Memori
Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan atau mengubah perhatiannya secara
efektif, dan terdapat kerusakan memori yang baru dan yang sangat baru (DSM-IV-
TR,2000). Hal ini berarti bahwa perawat harus menanyakan atau memberikan arahan secara
12
berulang-ulang; meskipun kemudian klien mungkin tidak mempu melakukan hal-hal yang
diminta.
12. Kemampuan penilaian
Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat menyadari situasi yang
potensial membahayakan dan tidak dapat bertindak demi kepentingan terbaik mereka
sendiri.
13. Daya tilik diri
Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang mengalami delirium ringan
dapat mengenali bahwa ia bingung, sedang mendapatkan terapi, dan mungkin akan sembuh.
Akan tetapi, klien yang mengalami delirium berat dapat tidak memiliki daya tilik dalam
situasi ini.
14. Kebutuhan klien sehari-hari
a. Tidur
Klien sukar tidur karena cemas dan gelisah. Kadang-kadang terbangun tengah malam
dan sukar tidur kembali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak
merasa segar di pagi hari.
b. Selera makan
Klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karena putus asa,
merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
c. Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kadang lebih sering dari biasanya,
karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu
pada pola makan.
d. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tidak berhasil, maka ia akan menetralisir kegagalan, mengingkari
atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme.
Ketidakmampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer
terbentuknya pola tingkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang
dalam keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat
dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
II. Analisa Data
13
Data Etiologi Masalah
DS :
Harga diri rendah Resiko tinggi men-
Klien mengatakan kadang Isolasi sosial : menarik cederai diri, orang lain
melihat bayangan yang diri dan lingkungan
mendekati dirinya di setiap Perubahan sensori sekitar
ruangan yang bercahaya persepsi (halusinasi
minimal. penglihatan)
Disorganisasi dan tidak
Klien mengatakan bahwa masuk akal
klien merasa tidak enak Meyakini bahwa
untuk duduk dan tidur. perubahan persepsi
sensorinya adalah nyata
Ketika klien didekati oleh Resiko tinggi men-
perawat, klien mengatakan cederai diri, orang lain
bahwa ditempat dan lingkungan sekitar
terpasangnya infus ada
kecoa yang hinggap.
DO :
DO :
14
Berat badan menurun,
membran mukosa kering
dan terjadi kelemahan
Diagnosa 1 : Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
Diagnosa 2 : Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
TUK :Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan
dan melaporkan pada perawat agar dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
TUM :Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di rumah
sakit.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan agar lingkungan klien pada
tingkat stimulus yang rendah (penyinaran Tingkat ansietas atau gelisah akan
rendah, sedikit orang, dekorasi yang meningkat dalam lingkungan yang
sederhana dan tingakat kebisingan yang penuh stimulus.
rendah)
2. Ciptakan lingkungan psikososial : Lingkungan psikososial yang
15
a. Sikap perawat yang bersahabat,
penuh perhatian, lembuh dan hangat.
b. Bina hubungan saling percaya
(menyapa klien dengan ramah, terapeutik akan menstimulasi
memanggil nama klien, jujur , tepat kemampuan perasaan kenyataan.
janji, empati dan menghargai).
16
TUK :Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang
dipercayai dalam 1 minggu
TUM :Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat
dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan terapeutik:
Lingkungan fisik dan psikososial yang
a. Bina hubungan saling percaya (menyapa terapeutik akan menstimulasi
klien dengan ramah, memanggil nama kemmapuan klien terhadap kenyataan.
klien, jujur , tepat janji, empati dan
menghargai).
b. Tunjukkan perawat yang bertanggung
jawab.
c. Tingkatkan kontak klien dengan
lingkungan sosial secara bertahap.
Temani klien untuk memperlihatkan Hal ini akan membuat klien merasa
dukungan selama aktivitas kelompok yang menjadi orang yang berguna.
mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi
klien.
Kesadaran diri yang meningkat dalam
3. Orientasikan klien pada waktu, tempat
hubungannya dengan lingkungan
dan orang.
waktu, tempat dan orang.
Obat ini dipakai untuk mengendalikan
4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan
psikosis dan mengurangi tanda-tanda
program terapi.
agitasi
TUK : Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam
1 minggu
TUM : Klien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan
mendemonstrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Dukung klien untuk melakukan Keberhasilan menampilkan kemandirian
kegiatan hidup sehari-hari sesuai dalam melakukan suatu aktivitas akan
dengan tingkat kemampuan kien. meningkatkan harga diri.
2. Dukung kemandirian klien, tetapi Kenyamanan dan keamanan klien
beri bantuan klien saat kurang merupakan prioritas dalam keperawatan.
mampu melakukan beberapa
17
kegiatan.
3. Berikan pengakuan dan Penguatan positif akan meningkatkan harga
penghargaan positif untuk diri dan mendukung terjadinya pengulangan
kemampuan mandiri. perilaku yang diharapkan.
4. Perlihatkan secara konkrit,
Karena berlaku pikiran yang konkrit,
bagaimana melakukan kegiatan yang
penjelasan harus diberikan sesuai tingkat
menurut klien sulit untuk
pengetian yang nyata.
dilakukannya.
5. Jangan membiarkan klien memikul Keamanan klien merupakan suatu prioritas.
tanggung jawab atas keputusan atau Klien mungkin tidak mampu membedakan
tindakan apabila klien dalam secara akurat tindakan atau situasi yang
keadaan tidak aman. potensial membahayakan
6. Apabila diperlukan batasan
perilaku atau tindakan klien,
Klien mempunyai hak untuk mendapatkan
jelaskan batasan, konsekuensi, dan
informasi tentan restriksi dan alasan batasan
alasannya dengan jelas dalam
yang diperlukan
batasan kemampuan klien untuk
memahaminya.
7. Libatkan klien dalam membuat Kepatuhan terhadap terapi meningkat
rencana atau keputusan sesuai apabila klien terlibat secara emosional
kemampuannya untuk berpartisipasi. didalamnya.
8. Berikan umpan balik faktual Klien harus menyadari perilakunya sebelum
terhadap mispersepsi, waham, atau klien dapat mengambil tindakan untuk
halusinasi klien memodivikasi perilaku tersebut.
Ketika diberikan umpan balik dengan cara
9. Sampaikan kepada klien dengan
yang tidak menghakimi, klien dapat merasa
cara yang sesuai dengan fakta bahwa
perasaannya tervalidasi , sementara bahwa
orang lain tidak terlibat dalam
orang lain tidak berespon terhadap stimulus
interpretasi klien.
yang sama dengan cara yang sama.
10. Kaji klien setiap hari atau lebih Klien yang mengalami masalah organik
sering apabila diperlukan untuk cenderung sering mengalami fluktuasi
mengetahui tingkat fungsinya kemampuan.
11. Izinkan klien untuk mengambil Pengambilan keputusan mening-katkan
keputusan sesuai dengan partisipasi, kemandirian, dan harga diri
kemampuannya. klien.
Aktivitas yang rutin atau yang menjadi
12. Bantu klien untuk menyusun
kebiasaan klien yang tidak membutuhkan
kegiatan rutin harian, yang
keputusan yang terus-menerus tentang
mencangkup hygiene, aktivitas, dsb.
apakah melakukan tugas tertentu atau tidak.
Diagnosa 5: Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system
pendukung yang tidak adekuat
Menurut Sheila L. Videbeck (2008) pada pasien delirium selain dibutuhkan intervensi seperti
demikian juga dibutuhkan penyuluhan kepada klien atau keluarga antara lain:
1. Pantau kondisi kesehatan kronis secara cermat
2. Kunjungi dokter secara teratur
3. Beritahukan semua dokter dan pemberi perawatan kesehatan tentang obat-obat yang
digunakan termasuk obat bebas, suplemen diet, dan sediaan herbal.
4. Periksa ke dokter sebelum menggunakan obat yang tidak diresepkan.
5. Hindari penggunaan alkohol dan obat penenang.
6. Pertahankan diet yang bergizi
7. Tidur yang cukup
8. Gunakan tindakan kewaspadaan keamanan ketika bekerja dengan pelarut cair, insektisida
dan produk serupa.
19
V. Evaluasi
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan kognisi
yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Delirium memiliki banyak penyebab yang
semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran
dan gangguan kognitif pasien.
2. Penyebab utama delirium adalah penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, serta
intoksikasi maupun keadaan putus zat psikoaktif.
3. Penegakan diagnosis delirium yang diinduksi zat psikoaktif dapat ditegakkan
berdasarkan criteria diagnosis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan EEG.
4. Tatalaksana dapat berupa non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologis terdiri
dari memberikan dukungan fisik, sensorik, dan lingkungan. Tatalaksana farmakologis
dapat diberikan haloperidol ataupun benzodiazepine (kecuali pada delirium akibat
benzodiazepine).
21
DAFTAR PUSTAKA
Septian, Rahmad. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Delirium. www.scribd.com Diakses
18 Oktober 2016
22