Kewarganegaraan Kel.2
Kewarganegaraan Kel.2
OLEH:
Kelompok 2
ANGGOTA:
Ajeng Eka Permatasari 1744
Atma Suriya Wahyu N.S. 17441434
Adilla Gita Azzahra 1744
Mewang Ayu Riswana. 1744
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Bambang Widiyahseno, M.Si.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Terima kasih kami ucapkan kepada teman – teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide – idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun, terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa mampu mengidentifikasi nilai-nilai demokrasi?
1.3.2 Mahasiswa mampu menghubungkan konsep demokrasi dengan konteks di Indonesia?
1.3.3 Mahasiswa mampu menyadari urgensi pengembangan demokrasi di Indonesia?
1.3.4 Mahasiswa mampu mengambil prakarsa dalam pengembangan budaya demokrasi di
Indonesia?
1.3.5 Mahasiswa mampu mempraktikkan prinsip-prinsip demokrasi?
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
KEBEBASAN BERKELOMPOK
Berkelompok dalam suatu organisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang
diperlukan bagi setiap warga (Dahl, 1971). Kebebasan berkelompok ini diperlukan untuk
membentuk organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan, dan
kelompok-kelompok lain. Dalam era modern, kebutuhan berkelompok ini tumbuh semakin
kuat. Persoalan-persoalan yang muncul di tengah masyarakat yang sedemikian kompleks
seringkali memerlukan organisasi untuk menemukan jalan keluar. Kebebasan berkelompok
dalam rezim Orde Baru dibatasi, misalnya, dengan melarang pembentukan partai selain
apa yang disetujui oleh rezim pada waktu itu. Bahkan, partai-partai politik yang resmi
disetujui rezim penguasa pun masih dibatasi. Rezim Orde Baru pernah melarang partai-
partai politik pada waktu itu (PPP dan PDI) untuk melakukan aktifitas ditingkat pedesaan.
KEBEBASAN BERPARTISIPASI
Kebebasan berpartisipasi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan
berpendapat dan berkelompok (Patterson, et al). Jenis partisipasi pertama yaitu pemberian
suara dalam pemilihan umum. Negara demokrasi yang baru berkembang mengharapkan
jumlah pemilih atau partisipan dalam pemberian suara dapat mencapai suara sebanyak –
banyaknya. Harapan yang sangat tinggi terhadap jumlah pemilih yang mendekati maksimal
ini merupakan warisan dari era otoriter. Pada masa otoriter, semakin banyak pemilih
semakin besar kebanggaan rezim yang merasa mendapatkan dukungan luas dari pemilih.
Oleh karena itu, intimidasi terhadap warga negara sering dijadikan sarana untuk
mendongkrak dukungan masyarakat.
6
Indonesia sedang memasuki proses demokratisasi, dimana kebebasan berpartisipasi
dijamin.
Bentuk partisipasi kedua yang belum berkembang luas di negara demokrasi baru
adalah apa yang disebut sebagai kontak/ hubungan dengan pejabat pemerintah (Patterson,
et al). Kontak langsung dengan pejabat pemerintah akan semakin dibutuhkan, karena
kegiatan pemberian suara secara reguler dalam perkembangannya tidak akan memberikan
kepuasan bagi masyarakat. Sebagai misal, seorang anggota DPR yang terpilih belum tentu
dapat memenuhi sebagian besar harapan dan tuntutan masyarakat. Bahkan, presiden yang
dipilih secara langsung pun bukan jaminan bahwa pemerintah yang kemudian dibentuk
oleh presiden, dalam hal ini birokrasi, akan meningkatkan pelayanannya kepada
masyarakat. Keadaan ini membuat upaya mengontak langsung para pejabat merupakan
kebutuhan yang semakin mendesak.
Sudah menjadi kenyataan bahwa banyak kebijakan pemerintah yang sering tidak
terfokus atau lambat. Bahkan, perilaku anggota DPR maupun eksekutif sering
menunjukkan penyimpangan. Kondisi ini membuat rakyat perlu melakukan kontrol
langsung terhadap legislatif maupun eksekutif.
Kebebasan dalam melakukan kontak dengan pejabat di masa Orde Baru sangat
dibatasi. Intimidasi pada LSM di masa Orde Baru menutup jalan partisipasi bagi rakyat
yang telah kehilangan jalur komunikasi lewat partai independen. Semua partai Orde Baru
pada umumnya telah ditundukkan oleh rezim yang berkuasa, sehingga partai gagal
memainkan peran sebagai wakil rakyat. Kondisi inilah yang memasung perkembangan
demokrasi di Indonesia pada masa Orde Baru. Sesuatu yang tentunya tidak boleh terjadi
kembali dalam era demokrasi saat ini.
7
Bentuk partisipasi keempat adalah mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan
publik. Hal terpenting dari bentuk partisipasi ini adalah mencalonkan diri yang sangat
diperlukan dalam pengembangan nilai-nilai demokrasi.
Kesetaraan sulit diharapkan dalam rezim otoriter seperti era Orde Baru. Dalam era
represif itu, tidak semua warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama. Bagi
“musuh-musuh” penguasa, tak ada keringanan hukuman, sekalipun mereka terbukti tidak
bersalah di pengadilan. Ruang pengadilan bukan tempat untuk mencari keadilan, namun
untuk mencabut keadilan bagi oposisi atau musuh penguasa.
KESENTARAAN GENDER
Kesetaraan gender adalah sebuah keniscayaan demokrasi, di mana kedudukan
laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama di depan hukum, Karena laki-laki dan
perempuan memiliki akses yang sama sebagai makhluk sosial.Oleh karena itu, demokrasi
tanpa kesetaraan gender berdampak pada ketidakadilan sosial. Dalam konteks masyarakat
Indonesia, budaya patrikal masih cukup kuat. Di kalangan masyarakat masih terjadi
domestifikasi perempuan yang cukup kuat, di mana perempuan hanya memiliki peran
kerumah tanggan.
8
Akuntabilitas tergolong ke dalam kelompok nilai-nilai demokrasi yang sulit
dikembangkan. Dalam era Orde Baru, praktis para politisi bisa dikatakan tidak
accountable. Mereka berbuat sesuka hati dalam bentuk menikmati semua fasilitas dan
kekuasaa yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi dan kelompok(partainya). Politisi
hanya menjadikan rakyat sebagai kantong-kantong suara untuk dimanfaatkan dan
dieksploitasi. Mereka akan menekan apabila ada rakyat yang menyatakan ketidaksetujuan
terhadap diri dan kebijakanya.
Kondisi rezim otoriter sangat bertolak belakang dengan kondisi rezim demokrasi,
dalam demokrasi,politisi justru harus accountable,yakni melayani segala kebutuha rakyat.
Kedaulatan rakyat memberikan politisi mandat untuk menjabat dan sekaligus untuk
memenuhi kewajiban sebagai wakil rakyat yang bertanggung jawab kepada rakyat, dan
bukan sekedar kepada diri sendiri atau kelompok.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah yang terpilih secara demokratis pun bisa
terguling dengan mudah sebelum waktunya, sehingga membuat proses demokrasi
berjalan semakin lambat. Konsekuensi dari kebutuhan akan rasa percaya ini, masyarakat
itu sendiri juga harus mengembangkan-nya sehingga timbul hubungan yang didasarkan
pada rasa percaya satu sama lain. Kelangkaan rasa saling percaya di antara anggota
masyarakat akan merongrong tumbuhnya demokrasi. Tanpa rasa percaya satu sama lain
itu,bagaimana mungkin kesatuan masyarakat akan terjamin? Rasa percaya merupakan
minyak pelumas guna memperlancar hubungan antar-kelompok masyarakat yang sering
terhalang oleh rasa ketakutan,kekhawatiran, dan permusuhan satu sama lain, sehingga
mengakibatkan terciptanya kemandengan proses demokrasi.
2.6 KERJASAMA
Kerjasama diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam tubuh
masyarakat. Kerjasama bukan berarti menutup munculnya perbedaan pendapat anatar-
individu atau antar-kelompok. Kerjasama saja tidak cukup untuk membangun
masyarakat terbuka. Diperlukan kompetisi satu sama lain sebagai pendorong bagi
kelompok untuk meningkatkan kualitas masing-masing.
Dalam konteks yang lebih luas, kerja sama dan kompetisi dapat menghasilkan
persaingan yang sangat ketat, sehingga masing-masing kelompok berpotensi saling
menjatuhkan,bahkan menghancurkan. Oleh karna itu, diperlukan nilai-nilai kompromi
agar persaingan menjadi lebih bermanfaat, karena dengan kompromi itulah sisi-sisi
9
agresif dari persaingan dapat diperhalus jadi bentuk kerjasama yang lebih baik.
Demokrasi tidak hanya memerlukan hubungan kerjasama antar individu dan antar-
kelompok. Kompetisi,kompromi,dan kerjasama merupakan nilai-nilai yang mampu
mendorong terwujudnya demokrasi.
Menurut Huntington, ada beberapa alasan mengapa negara industri lebih mampu
mengembangkan demokrasi dibandingkan, misalnya, dengan negara yang menjadi kaya
karena hasil minyak bumi. Pertama, industrialisasi dengan kemakmuran ekonomi yang
menyertainya menghasilkan orang-orang yang lebih percaya diri dan menumbuhkan etos
dalam dirinya untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Keyakinan dan tujuan hidup ini secara terus-menerus menuntut tumbuhnya institusi-
institusi politik yang responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan rakyatnya. Kedua,
kemakmuran ekonomi mendorong pula bertambahnya lapisan masyarakat yang
mendapatkan pendidikan tinggi, dan dengan sendirinya memperbesar presentase
komponen masyarakat yang cenderung kritis, percaya diri dan bermotivasi tinggi dalam
kehidupan mereka. Ketiga, kemakmuran ekonomi memperkuat kemampuan masyarakat
dalam mendistribusikan sumber daya alam dan manusia. Kemampuan ini kemudian
diubah jadi sarana untuk menciptakan kompromi dan akomodasi di tengah masyarakat.
2.8 PLURALISME
Masyarakat plural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai
kelompok. Di dalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok
yang ada, tanpa adanya rintangan-rintangan sistemik yang mengakibatkan terhalangnya
hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu. Kemudahan
bergabung dengan setiap kelompok yang ada juga diperkuat oleh kesediaan dan
keringanan satu kelompok dalam menerima kemenangan kelompok lain dalam sebuah
persaingan secara jujur. Masyarakat yang heterogen membuka peluang bagi persaingan
dan konflik antarkelompok yang ada. Akan tetapi, kemenangan suatu kelompok yang
telah sesuai dengan aturan yang diakui secara kolektif harus diterima dengan tangan
terbuka sehingga konflik yang parah dapat terhindarkan.
11
pluralisme masyarakat ini dapat menghindarkan pecahnya konflik antarkelompok setiap
kali terjadi persaingan di dalamnya.
Dalam konteks yang lebih riil, negara dituntut untuk menghormati partai
politik, badan legislatif, badan eksekutif, media massa, ormas, dan kelompok lain diluar
negara dalam hubungan yang setara satu sama lain. Negara dituntut untuk menghilangkan rasa
takut rakyat biasa, karena ketakutan rakyat akan menumbuhkan motivasi bagi negara untuk
menekan rakyat lebih rendah lagi. Kondisi ini bisa dihindari bila para pejabat negara taat
pada hukum yang berlaku, hormat pada prinsip kesetaraan di depan hukum, dan bersedia
menanggung akibatnya bila seorang pejabat negara melanggar hukum yang berlaku.
Pejabat negara yang patuh dan taat pada hukum mengurangi ancaman terjadinya
tindakan sewenang-wenang dari negara. Sebaliknya, pejabat negara baik sipil maupun militer
yang tidak ragu-ragu menginjak-injak hukum akan membuat ketidakpastian hukum yang
berlaku. Kondisi inilah yang terjadi pada rezim-rezim represif, sehingga nilai-nilai demokrasi
dengan sendirinya terkubur dibawah penindasan hak asasi manusia oleh aparat negara yang
merasa paling kuat. Demokrasi, oleh karena itu, memerlukan sebuah negara yang kuat akan
tetapi menghormati hukum, menghormati partai politik, legislatif, media massa, dan rakyat
pada umumnya. Negara seperti inilah yang dapat memberi perlindungan bagi rakyatnya dan
menjadi penopang bagi pengembangan nilai-nilai demokrasi.
12
DEMO
KRATI
SASI
NILAI PRASYARAT
DEMOKRASI KONDISI
Kebebasan Pertumbuhan
menyatakan ekonomi
pendapat
Kebebasan Pluralisme
berkelompok
Kebebasan
berpartisipasi Hubungan yang
Kebebasan antar- seimbang negara
warga dan masyarakat
Kesetaraan gender
Kedaulatan rakyat
Rasa saling
percaya
Kerjasama
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pengembangan nilai-nilai demokratis perlu diterapkan untuk menghadapi era globalisasi
yang kini diyakini akan menghadirkan banyak perubahan global seiring dengan akselerasi
keluar masuknya berbagai kultur dan peradaban baru dari berbagai bangsa di dunia.
Nilai-nilai dalam demokrasi antara lain kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kebebasan antar-warga, kesetaraan
gender, kedaulatan rakyat, rasa saling percaya, dan kerjasama. Selain itu prasyarat kondisi
demokrasi antara lain pertumbuhan ekonomi, pluralisme, hubungan yang seimbang negara
dan masyarakat.
3.3 Saran
Diharapkan seluruh mahasiswa dapat memaknai dan memahami tentang arti
pentingnya nilai-nilai demokrasi sehingga dapat memahami arti demokrasi yang
sesungguhnya. Mahasiswa adalah penyambung aspirasi rakyat, jangan sampai generasi
penerus bangsa tidak peduli dan tidak mampu menerapkan nilai-nilai demokrasi didalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
14
DAFTAR PUSTAKA
Chamim. Asykuri ibn, dkk, 2004, Pendidikan Kewarganegaraan : Menuju Kehidupan yang
Demokratis dan Berkeadaan, Yogyakarta: Majelis Dikti Muhammadiyah.
15