Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TINJAUAN UMUM TENTANG NILAI-NILAI DEMOKRASI


Makalah Ini Disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan

OLEH:
Kelompok 2
ANGGOTA:
Ajeng Eka Permatasari 1744
Atma Suriya Wahyu N.S. 17441434
Adilla Gita Azzahra 1744
Mewang Ayu Riswana. 1744

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Bambang Widiyahseno, M.Si.

FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI S1


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Terima kasih kami ucapkan kepada teman – teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide – idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun, terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Ponorogo, 29 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 3
BAB I.......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 4
BAB II ........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN......................................................................................................................... 5
2.1 NILAI-NILAI DEMOKRASI........................................................................................... 5
2.2 KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT ............................................................... 5
KEBEBASAN BERKELOMPOK ...................................................................................... 6
KEBEBASAN BERPARTISIPASI .................................................................................... 6
2.3 KESETARAAN ANTAR-WARGA................................................................................. 8
KESENTARAAN GENDER .............................................................................................. 8
2.4 KEDAULATAN RAKYAT ............................................................................................. 8
2.5 RASA PERCAYA (TRUST) ............................................................................................ 9
2.6 KERJASAMA .................................................................................................................. 9
2.7 PERTUMBUHAN EKONOMI ...................................................................................... 10
2.8 PLURALISME ............................................................................................................... 11
2.9 NEGARA DAN MASYARAKAT ................................................................................. 12
BAB III ..................................................................................................................................... 14
PENUTUP ................................................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 14
3.2 Kekurangan dan Kelemahan ........................................................................................... 14
3.3 Saran ............................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut
serta memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya atau pemerintahan rakyat.
Demokrasi juga dapat diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga negara. Inti dari demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat.
Pengembangan nilai-nilai demokratis perlu diterapkan untuk menghadapi era
globalisasi yang kini diyakini akan menghadirkan banyak perubahan global seiring
dengan akselerasi keluar masuknya berbagai kultur dan peradaban baru dari berbagai
bangsa di dunia. Itu artinya, perlunya membahas nilai-nilai demokrasi guna mencetak
sumberdaya manusia yang bermutu dan profesional harus menyiapkan generasi yang
demokratis, sehingga memiliki resistence yang kokoh di tengah-tengah konflik peradaban.
Oleh karena itu nilai-nilai demokrasi yang ada merupakan salah satu materi yang
menarik untuk di pelajari, nah untuk itu kami kelompok penyaji ingin menjelaskan apa
saja yang terdapat dalam demokrasi

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana mahasiswa mampu mengidentifikasi nilai-nilai demokrasi?
1.2.2 Bagaimana mahasiswa mampu menghubungkan konsep demokrasi dengan konteks di
Indonesia?
1.2.3 Bagaimana mahasiswa mampu menyadari urgensi pengembangan demokrasi di
Indonesia?
1.2.4 Bagaimana mahasiswa mampu mengambil prakarsa dalam pengembangan budaya
demokrasi di Indonesia?
1.2.5 Bagaimana mahasiswa mampu mempraktikkan prinsip-prinsip demokrasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa mampu mengidentifikasi nilai-nilai demokrasi?
1.3.2 Mahasiswa mampu menghubungkan konsep demokrasi dengan konteks di Indonesia?
1.3.3 Mahasiswa mampu menyadari urgensi pengembangan demokrasi di Indonesia?
1.3.4 Mahasiswa mampu mengambil prakarsa dalam pengembangan budaya demokrasi di
Indonesia?
1.3.5 Mahasiswa mampu mempraktikkan prinsip-prinsip demokrasi?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 NILAI-NILAI DEMOKRASI


Nilai-nilai demokrasi sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang diperlukan untuk
mengembangkan pemerintahan demokrasi. Berdasarkan nilai atau kondisi inilah, sebuah
pemerintahan tersebut akan sulit ditegakkan. Nilai-nilai tersebut, antara lain adalah
kebebasan (berpendapat, berkelompok, berpartisipasi),menghormati orang/ kelompok lain,
kesetaraan, kerjasama, persaingan, dan kepercayaan. Disamping nilai-nilai tersebut di atas,
diperlakukan pula sejumlah kondisi agar nilai-nilai tersebut dapat ditegakkan sebagai
pondasi demokrasi.

2.2 KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT


Kebebasan menyatakan pendapat adalah hak bagi warga negara biasa yang wajib
dijamin dengan undang-undang dalam sebuah sistem politik demokratis (Dahl, 1971).
Kebebasan ini diperlukan karena kebutuhan untuk menyatakan pendapat senantiasa
muncul dari setiap warga negara dalam era pemerintahan terbuka saat ini. Dalam masa
transisi menuju demokrasi saat ini, perubahan-perubahan politik, sosial, ekonomi, budaya,
agama, dan teknologi seringkali menimbulkan persoalan bagi warga negara maupun
masyarakat pada umumnya. Warga negara dapat menyampaikan kepada pejabat, seperti
lurah, camat, bupati, anggota DPRD/DPR, atau bahkan presiden, baik melalui pembicaraan
langsung, surat, media massa, atau penulisan buku.
Hak untuk menyampaikan pendapat ini wajib dijamin oleh pemerintah sesuai
dengan undang-undang yang berlaku sebagai bentuk kewajiban negara untuk melindungi
warga negaranya yang merasa dirugikan oleh tindakan pemerintah atau unsur swasta.
Semakin cepat dan efektif cara pemerintah memberikan tanggapan, semakin tinggi pula
kualitas demokrasi pemerintahan tersebut. Dalam rezim otoriter, kebebasan menyampaikan
pendapat pada umumnya dibatasi. Hanya pendapat-pendapat yang mendukung atau
memuja rezim berkuasa saja yang diberi kesempatan untuk berkembang. Di masa rezim
orde baru, tindakan pemasungan kebebasan menyatakan pendapat ini berlangsung secara
intensif dan sistematis. Sistem intelijen negara dioperasionalkan secara maksimal untuk
memantau setiap pendapat yang muncul dan gerak-gerik tokoh di masyarakat. Para
intelijen sangat represif dan terlalu sering melanggar hak asasi manusia untuk menindas
kebebasan berpendapat tersebut.

Penindasan ini mengakibatkan matinya nilai-nilai demokrasi di Republik


indonesia. Dengan kematian ini, rezim orde baru dapat leluasa menentukan kebijakan
negara sesuka hatinya. Namun dalam jangka panjang, akibatnya sangat parah. Kebebasan
menyatakan pendapat diperlukan karena dalam era keterbukaan saat ini perubahan-
perubahan cepat yang terjadi dimasyarakat memerlukan tanggapan dan sikap dari warga
negara sesuai haknya.

5
KEBEBASAN BERKELOMPOK
Berkelompok dalam suatu organisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang
diperlukan bagi setiap warga (Dahl, 1971). Kebebasan berkelompok ini diperlukan untuk
membentuk organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan, dan
kelompok-kelompok lain. Dalam era modern, kebutuhan berkelompok ini tumbuh semakin
kuat. Persoalan-persoalan yang muncul di tengah masyarakat yang sedemikian kompleks
seringkali memerlukan organisasi untuk menemukan jalan keluar. Kebebasan berkelompok
dalam rezim Orde Baru dibatasi, misalnya, dengan melarang pembentukan partai selain
apa yang disetujui oleh rezim pada waktu itu. Bahkan, partai-partai politik yang resmi
disetujui rezim penguasa pun masih dibatasi. Rezim Orde Baru pernah melarang partai-
partai politik pada waktu itu (PPP dan PDI) untuk melakukan aktifitas ditingkat pedesaan.

Ketidakadilan ini secara sistematis diarahkan untuk memperkuat basis Golkar.


Rezim Orde Baru berharap agar basis partai-partai diluar pemerintahan berpindah ke
Golkar dengan memberikan berbagai bantuan. Segala bentuk intimidasi kepada aktivis PPP
dan PDI tidak mampu menghapus seluruh keberadaan mereka selama Orde Baru berkuasa.
Bahkan, ketika rezim Orde Baru runtuh, Golkar kehilangan banyak suara pendukung.
Mereka yang semula mendukung Golkar karena paksaan, akhirnya kembali pada partai
semula, atau memberikan suaranya pada partai lain, sehingga partai-partai pun
bermunculan dalam era reformasi.

Demokrasi menjamin kebebasan warga negara untuk berkelompok, termasuk


membentuk partai baru maupun mendukung partai apapun. Tidak ada lagi keharusan
mengikuti ajakan dan intimidasi pemerintahan. Tak ada lagi ketakutan untuk menyatakan
afiliasinya ke dalam partai selain partai panguasa/pemerintah. Demokrasi memberikan
alternatif yang lebih banyak dan lebih sehat bagi warga negara. Itu semua karena jaminan
bahwa demokrasi mendukung kebebasan berkelompok.

KEBEBASAN BERPARTISIPASI
Kebebasan berpartisipasi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan
berpendapat dan berkelompok (Patterson, et al). Jenis partisipasi pertama yaitu pemberian
suara dalam pemilihan umum. Negara demokrasi yang baru berkembang mengharapkan
jumlah pemilih atau partisipan dalam pemberian suara dapat mencapai suara sebanyak –
banyaknya. Harapan yang sangat tinggi terhadap jumlah pemilih yang mendekati maksimal
ini merupakan warisan dari era otoriter. Pada masa otoriter, semakin banyak pemilih
semakin besar kebanggaan rezim yang merasa mendapatkan dukungan luas dari pemilih.
Oleh karena itu, intimidasi terhadap warga negara sering dijadikan sarana untuk
mendongkrak dukungan masyarakat.

Dalam demokrasi, tidak dibenarkan mengajak masyarakat untuk memberikan


suara dengan cara-cara kekerasan. Oleh karena itu, pada era reformasi saat ini tidak ada
partai politik yang mampu mengumpulkan lebih dari lima puluh persen suara pemilih.
Ketiadaan partai yang dapat mengumpulkan suara mayoritas memperkuat bukti bahwa

6
Indonesia sedang memasuki proses demokratisasi, dimana kebebasan berpartisipasi
dijamin.

Bentuk partisipasi kedua yang belum berkembang luas di negara demokrasi baru
adalah apa yang disebut sebagai kontak/ hubungan dengan pejabat pemerintah (Patterson,
et al). Kontak langsung dengan pejabat pemerintah akan semakin dibutuhkan, karena
kegiatan pemberian suara secara reguler dalam perkembangannya tidak akan memberikan
kepuasan bagi masyarakat. Sebagai misal, seorang anggota DPR yang terpilih belum tentu
dapat memenuhi sebagian besar harapan dan tuntutan masyarakat. Bahkan, presiden yang
dipilih secara langsung pun bukan jaminan bahwa pemerintah yang kemudian dibentuk
oleh presiden, dalam hal ini birokrasi, akan meningkatkan pelayanannya kepada
masyarakat. Keadaan ini membuat upaya mengontak langsung para pejabat merupakan
kebutuhan yang semakin mendesak.

Sudah menjadi kenyataan bahwa banyak kebijakan pemerintah yang sering tidak
terfokus atau lambat. Bahkan, perilaku anggota DPR maupun eksekutif sering
menunjukkan penyimpangan. Kondisi ini membuat rakyat perlu melakukan kontrol
langsung terhadap legislatif maupun eksekutif.

Persoalannya adalah budaya demokrasi ini belum sepenuhnya berkembang di


Indonesia. Bagi masyarakat transisi seperti Indonesia, mengorganisasi diri untuk
melakukan kritik terhadap pejabat semakin menajadi kebutuhan yang mendesak. Persoalan
yang dihadapi masyarakat akan berkembang lebih cepat dari kemampuan eksekutif dan
legislatif dalam menangani persoalan-persoalan tersebut. Oleh karena itu, urgensi untuk
mengembangkan budaya kontak langsung ini akan membantu masyarakat sendiri dalam
mencari solusi atas persoalan kehidupan yang semakin kompleks.

Di samping itu, dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi, seperti


telepon, facsimile, dan internet, maka kesempatan masyarakat untuk melakukan hubungan
langsung dengan pejabat akan semakin besar. Oleh karena itu, kendala utamanya adalah
pendidikan politik kepada masyarakat luas tentang manfaat jenis partisipasi ini, sehingga
masyarakat mencapai tingkat kesadaran yang diperlukan.

Kebebasan dalam melakukan kontak dengan pejabat di masa Orde Baru sangat
dibatasi. Intimidasi pada LSM di masa Orde Baru menutup jalan partisipasi bagi rakyat
yang telah kehilangan jalur komunikasi lewat partai independen. Semua partai Orde Baru
pada umumnya telah ditundukkan oleh rezim yang berkuasa, sehingga partai gagal
memainkan peran sebagai wakil rakyat. Kondisi inilah yang memasung perkembangan
demokrasi di Indonesia pada masa Orde Baru. Sesuatu yang tentunya tidak boleh terjadi
kembali dalam era demokrasi saat ini.

Melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah adalah bentuk


pasrtisipasi ketiga yang diperlukan negara demokrasi, agar sistem politik bekerja lebih baik
(Patterson, et al).

7
Bentuk partisipasi keempat adalah mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan
publik. Hal terpenting dari bentuk partisipasi ini adalah mencalonkan diri yang sangat
diperlukan dalam pengembangan nilai-nilai demokrasi.

2.3 KESETARAAN ANTAR-WARGA


Kesetaraan atau egalitarianisme merupakan salah satu nilai fundamental yang
diperlukan bagi pengembangan demokrasi di Indonesia. Kesetaraan ini diartikan sebagai
adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara. Heterogenitas masyarakat
Indonesia seringkali mengundang masalah, khususnya bila terjadi miskomunikasi antar-
kelompok yang kemudian berkembang luas jadi konflik.

Kesetaraan sulit diharapkan dalam rezim otoriter seperti era Orde Baru. Dalam era
represif itu, tidak semua warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama. Bagi
“musuh-musuh” penguasa, tak ada keringanan hukuman, sekalipun mereka terbukti tidak
bersalah di pengadilan. Ruang pengadilan bukan tempat untuk mencari keadilan, namun
untuk mencabut keadilan bagi oposisi atau musuh penguasa.

Penolakan terhadap asas kesetaraan ini sudah tentu bertentangan dengan


demokrasi. Dalam era transisi menuju demokrasi saat ini, sedikit demi sedikit kesetaraan
mulai ditegakkan.

KESENTARAAN GENDER
Kesetaraan gender adalah sebuah keniscayaan demokrasi, di mana kedudukan
laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama di depan hukum, Karena laki-laki dan
perempuan memiliki akses yang sama sebagai makhluk sosial.Oleh karena itu, demokrasi
tanpa kesetaraan gender berdampak pada ketidakadilan sosial. Dalam konteks masyarakat
Indonesia, budaya patrikal masih cukup kuat. Di kalangan masyarakat masih terjadi
domestifikasi perempuan yang cukup kuat, di mana perempuan hanya memiliki peran
kerumah tanggan.

Konstruksi sosial yang diskriminatif terhadap perempuan seringkali dilakukan


atas nama tradisi dan agama. Dalam demokrasi kesetaraan gender harus diwujudkan.
Proses ke arah itu memang memerlukan waktu panjang.

2.4 KEDAULATAN RAKYAT


Dalam negara demokrasi, rakyat memiliki kedaulatan. Hal ini berarti bahwa
rakyat berdaulat dalam menentukan pemerintahan. Pemerintah dengan sendirinya berasal
dari rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat. Rasa ketergantungan pemerintah
kepada rakyat inilah yang kemudian menghasilkan makna akuntabilitas. Politisi yang
accountable adalah politisi yang menyadari bahwa dirinya berasal dari rakyat. Politisi
yang tidak aacountable cenderung mengabaikan sama sekali warga negara yang telah
memilihnya dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Kedaulatan rakyat hanya
dapat ditegakan bila para politisi menyadari asal-usul dirinya dan menunjukan tanggung
jawabnya.

8
Akuntabilitas tergolong ke dalam kelompok nilai-nilai demokrasi yang sulit
dikembangkan. Dalam era Orde Baru, praktis para politisi bisa dikatakan tidak
accountable. Mereka berbuat sesuka hati dalam bentuk menikmati semua fasilitas dan
kekuasaa yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi dan kelompok(partainya). Politisi
hanya menjadikan rakyat sebagai kantong-kantong suara untuk dimanfaatkan dan
dieksploitasi. Mereka akan menekan apabila ada rakyat yang menyatakan ketidaksetujuan
terhadap diri dan kebijakanya.

Kondisi rezim otoriter sangat bertolak belakang dengan kondisi rezim demokrasi,
dalam demokrasi,politisi justru harus accountable,yakni melayani segala kebutuha rakyat.
Kedaulatan rakyat memberikan politisi mandat untuk menjabat dan sekaligus untuk
memenuhi kewajiban sebagai wakil rakyat yang bertanggung jawab kepada rakyat, dan
bukan sekedar kepada diri sendiri atau kelompok.

2.5 RASA PERCAYA (TRUST)


Rasa saling percaya antar-kelompok masyarakat merupakan nilai dasar lain yang
diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk. Sebuah pemerintahan akan sulit berkembang
bila rasa saling percaya satu sama lain tidak tumbuh. Dalam proses
pemerintahan,misalnya, bagaimana mungkin sebuah pemerintahan berjalan bila tidak ada
rasa percaya satu sama lain dikalangan politisi? Jika rasa percaya tidak ada, besar
kemungkinan pemerintah akan kesulitan menjalankan agendanya,karena lemahnya
dukungan sebagai akibat dari kelangkaan rasa percaya.

Dalam kondisi seperti ini, pemerintah yang terpilih secara demokratis pun bisa
terguling dengan mudah sebelum waktunya, sehingga membuat proses demokrasi
berjalan semakin lambat. Konsekuensi dari kebutuhan akan rasa percaya ini, masyarakat
itu sendiri juga harus mengembangkan-nya sehingga timbul hubungan yang didasarkan
pada rasa percaya satu sama lain. Kelangkaan rasa saling percaya di antara anggota
masyarakat akan merongrong tumbuhnya demokrasi. Tanpa rasa percaya satu sama lain
itu,bagaimana mungkin kesatuan masyarakat akan terjamin? Rasa percaya merupakan
minyak pelumas guna memperlancar hubungan antar-kelompok masyarakat yang sering
terhalang oleh rasa ketakutan,kekhawatiran, dan permusuhan satu sama lain, sehingga
mengakibatkan terciptanya kemandengan proses demokrasi.

2.6 KERJASAMA
Kerjasama diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam tubuh
masyarakat. Kerjasama bukan berarti menutup munculnya perbedaan pendapat anatar-
individu atau antar-kelompok. Kerjasama saja tidak cukup untuk membangun
masyarakat terbuka. Diperlukan kompetisi satu sama lain sebagai pendorong bagi
kelompok untuk meningkatkan kualitas masing-masing.

Dalam konteks yang lebih luas, kerja sama dan kompetisi dapat menghasilkan
persaingan yang sangat ketat, sehingga masing-masing kelompok berpotensi saling
menjatuhkan,bahkan menghancurkan. Oleh karna itu, diperlukan nilai-nilai kompromi
agar persaingan menjadi lebih bermanfaat, karena dengan kompromi itulah sisi-sisi
9
agresif dari persaingan dapat diperhalus jadi bentuk kerjasama yang lebih baik.
Demokrasi tidak hanya memerlukan hubungan kerjasama antar individu dan antar-
kelompok. Kompetisi,kompromi,dan kerjasama merupakan nilai-nilai yang mampu
mendorong terwujudnya demokrasi.

2.7 PERTUMBUHAN EKONOMI


Nilai-nilai demokrasi tersebut di atas merupakan wacana normatifyang
memerlukan kondisi tertentu sebagai landasan pengembangannya. Tanpa kondisi ini
nilai-nilai demokrasi tidak akan mudah berkembang. Salah satu kondisi yang diperlukan
untuk mengembangkan nilai-nilai demokrasi adalah pertumbuhan ekonomi yang
memadai. Salah seorang yang pertama memandang pentingnya faktor pertumbuhan
ekonomi dalam pengembangan nilai-nilai demokrasi adalah Robert Dahl. Faktor ekonomi
dalam bentuk GNP per kapita (dollar) merupakan salah satu faktor kondisional penentu
demokrasi dalam ukuran dolar. Pada 1971, Dahl mencatat bahwa negara dengan GNP per
kapita US $700 berpeluang besar membentuk sistem politik demokrasi. Akan tetapi,
sepanjang dekade 1970-an pemikiran ini tenggelam bersamaan dengan menguatnya
rezim-rezim birokrasi-otoriter yang ditopang oleh militer di sebagian besar negara
berkembang.

Pemikiran tentang perlunya memperhatikan faktor ekonomi kembali populer sejak


awal dekade 1990-an sejalan dengan semakin banyaknya negara demokrasi baru yang
bermunculan. Sekalipun demikian, sebagai mana disebutkan Huntington (1995),
kemakmuran ekonomi bukanlah satu-satunya faktor penentu tumbuhnya demokrasi. Arab
Saudi dan Libya tentunya telah berkembang menjadi negara demokrasi. Dalam
kenyataannya, negara-negara ini masih berada pada jajaran negara-negara otoriter. Hal itu
terjadi karena negara-negara kaya minyak pada umumnya memainkan peran besar dalam
dinamika perubahan ekonomi dunia. Besarnya kontribusi negara dalam meningkatkan
kemakmuran masyarakat menyebabkan rakyat tergantung pada uluran tangan negara.
Kondisi ini pada waktu yang sama juga menyebabkan relatif berkurangnya kebutuhan
untuk mendapatkan pajak dari rakyat karena negara dapat memenuhi sendiri
kebutuhannya.
Rendahnya kebutuhan negara akan pajak menutup jalan bagi rakyat untuk
mengajukan tuntutan terhadap negara. Di negara demokrasi maju, kewajiban membayar
pajak sebanding dengan besarnya tuntutan rakyat terhadap negara. Semakin banyak pajak
yang ditarik oleh negara dari rakyat, semakin banyak pula tuntutan rakyat terhadap
negara. Oleh sebab itu, negara kaya minyak tidak merasa perlu mempercepat selama
mereka masih dapat memenuhi kebutuhan sebagian besar rakyat, tanpa harus terlalu
banyak menarik pajak. Dengan kata lain, kebutuhan akan wakil rakyat yang kritis
menjadi berkurang, sehingga menyebabkan tumpulnya semangat mengembangkan
demokrasi.

Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi di negara industri menciptakan sektor-sektor


ekonomi yang lebih beragam dan kompleks. Kompleksitas masyarakat sebagai akibat dari
industrialisasi menghasilkan lapisan-lapisan masyarakat yang relatif bebas dari tekanan
10
negara, karena rendahnya tingkat ketergantungan mereka pada kontribusi ekonomi
negara. Perkembangan ekonomi negara yang tidak menggantungkan diri pada rezeki
minyak mendorong perubahan struktur dan nilai masyarakat yang mengarah pada
pengembangan nilai-nilai demokrasi.

Menurut Huntington, ada beberapa alasan mengapa negara industri lebih mampu
mengembangkan demokrasi dibandingkan, misalnya, dengan negara yang menjadi kaya
karena hasil minyak bumi. Pertama, industrialisasi dengan kemakmuran ekonomi yang
menyertainya menghasilkan orang-orang yang lebih percaya diri dan menumbuhkan etos
dalam dirinya untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Keyakinan dan tujuan hidup ini secara terus-menerus menuntut tumbuhnya institusi-
institusi politik yang responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan rakyatnya. Kedua,
kemakmuran ekonomi mendorong pula bertambahnya lapisan masyarakat yang
mendapatkan pendidikan tinggi, dan dengan sendirinya memperbesar presentase
komponen masyarakat yang cenderung kritis, percaya diri dan bermotivasi tinggi dalam
kehidupan mereka. Ketiga, kemakmuran ekonomi memperkuat kemampuan masyarakat
dalam mendistribusikan sumber daya alam dan manusia. Kemampuan ini kemudian
diubah jadi sarana untuk menciptakan kompromi dan akomodasi di tengah masyarakat.

Kemakmuran ekonomi yang diperoleh melalui industri mampu mengubah struktur


masyarakat pertanian yang didominasi oleh segelintir orang kaya ditengah mayoritas
penduduk petani miskin. Dengan semakin bertambahnya kemakmuran ekonomi melalui
perluasan sektor-sektor swasta dalam skala besar, menengah maupun kecil, kelompok
minoritas yang dominan dan sangat menentukan secara bertahap berkurang
kemampuannya, karena bertambahnya lapisan masyarakat yang lebih mampu secara
material. Dalam bahasa yang lebih umum, pertambahan jumlah kelas menengah
diharapkan akan mendorong perkembangan nilai-nilai demokrasi.

2.8 PLURALISME
Masyarakat plural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai
kelompok. Di dalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok
yang ada, tanpa adanya rintangan-rintangan sistemik yang mengakibatkan terhalangnya
hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu. Kemudahan
bergabung dengan setiap kelompok yang ada juga diperkuat oleh kesediaan dan
keringanan satu kelompok dalam menerima kemenangan kelompok lain dalam sebuah
persaingan secara jujur. Masyarakat yang heterogen membuka peluang bagi persaingan
dan konflik antarkelompok yang ada. Akan tetapi, kemenangan suatu kelompok yang
telah sesuai dengan aturan yang diakui secara kolektif harus diterima dengan tangan
terbuka sehingga konflik yang parah dapat terhindarkan.

Pluralisme mengajarkan kepada kelompok-kelompok yang ada di dalam


masyarakat untuk meningkatkan kualitas dan daya saing masing-masing kelompok.
Usaha kolektif untuk menuju kehidupan yang lebih baik dijalankan melalui sebuah
kompetisi antarkelompok dengan aturan main yang telah disepakati. Kesadaran

11
pluralisme masyarakat ini dapat menghindarkan pecahnya konflik antarkelompok setiap
kali terjadi persaingan di dalamnya.

2.9 NEGARA DAN MASYARAKAT


Pola hubungan negara dan masyarakat merupakan kondisi lain yang
menentukan kualitas pengembangan demokrasi. Di negara-negara hubungan negara dan
masyarakat pada umumnya dodimonasi oleh negara. Wacana yang berkembang dalam tradisi
negara kuat adalah rakyat harus tunduk dan patuh pada negara, terlepas dari apapun watak
negara tersebut. Ketundukan dan kepatuhan rakyat terhadap negara ini kemudian dieksploitasi
oleh para pemimpin negara untuk menciptakan tatanan politik yang berpusat pada negara
melalui cara-cara represif. Dalam tradisi negara kuat, tidak dibenarkan adanya kelompok
kritis atau oposisi. Mantan Presiden Suharto pada era Orde Baru, misalnya, senantiasa
membuat pernyataan dalam pidato-pidatonya bahwa masyarakat Indonesia tidak mengenal
oposisi. Pernyataan ini merupakan penegasan tradisi negara kuat tentang tiadanya konsep
oposisi, karena hal itu dikhawatirkan akan membahayakan posisinya sebagai penguasa.
Demokrasi dengan sendirinya sulit berkembang dalam tradisi negara kuat karena
kecenderungan negara kuat ialah melakukan represi terhadap kekuatan tandingan dari
masyarakat.

Apakah demokrasi kemudian memerlukan negara lemah sebagai lawan dari


negara kuat yang memiliki kecenderungan menghancurkan pondasi-pondasi demokrasi?
Negara yang lemah sudah tentu tidak mungkin memainkan peran utamanya sebagai
pelindung seluruh masyarakat. Bila negara tidak memiliki militer yang kuat, bisa diperkirakan
negara itu akan mudah diserbu oleh musuh dari luar, dan dengan demikian menghancurkan
kedaulatan negara. Namun, militer yang terlampau kuat, dalam arti tidak bisa dikendalikan
oleh sipil, cenderung merongrong kekuatan sipil. Dengan demikian, yang diperlukan sebuah
negara demokrasi adalah hubungan antara negara dan rakyat yang seimbang.

Dalam konteks yang lebih riil, negara dituntut untuk menghormati partai
politik, badan legislatif, badan eksekutif, media massa, ormas, dan kelompok lain diluar
negara dalam hubungan yang setara satu sama lain. Negara dituntut untuk menghilangkan rasa
takut rakyat biasa, karena ketakutan rakyat akan menumbuhkan motivasi bagi negara untuk
menekan rakyat lebih rendah lagi. Kondisi ini bisa dihindari bila para pejabat negara taat
pada hukum yang berlaku, hormat pada prinsip kesetaraan di depan hukum, dan bersedia
menanggung akibatnya bila seorang pejabat negara melanggar hukum yang berlaku.
Pejabat negara yang patuh dan taat pada hukum mengurangi ancaman terjadinya
tindakan sewenang-wenang dari negara. Sebaliknya, pejabat negara baik sipil maupun militer
yang tidak ragu-ragu menginjak-injak hukum akan membuat ketidakpastian hukum yang
berlaku. Kondisi inilah yang terjadi pada rezim-rezim represif, sehingga nilai-nilai demokrasi
dengan sendirinya terkubur dibawah penindasan hak asasi manusia oleh aparat negara yang
merasa paling kuat. Demokrasi, oleh karena itu, memerlukan sebuah negara yang kuat akan
tetapi menghormati hukum, menghormati partai politik, legislatif, media massa, dan rakyat
pada umumnya. Negara seperti inilah yang dapat memberi perlindungan bagi rakyatnya dan
menjadi penopang bagi pengembangan nilai-nilai demokrasi.

12
DEMO
KRATI
SASI
NILAI PRASYARAT
DEMOKRASI KONDISI
 Kebebasan  Pertumbuhan
menyatakan ekonomi
pendapat
 Kebebasan  Pluralisme
berkelompok
 Kebebasan
berpartisipasi  Hubungan yang
 Kebebasan antar- seimbang negara
warga dan masyarakat
 Kesetaraan gender
 Kedaulatan rakyat
 Rasa saling
percaya
 Kerjasama

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pengembangan nilai-nilai demokratis perlu diterapkan untuk menghadapi era globalisasi
yang kini diyakini akan menghadirkan banyak perubahan global seiring dengan akselerasi
keluar masuknya berbagai kultur dan peradaban baru dari berbagai bangsa di dunia.
Nilai-nilai dalam demokrasi antara lain kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan berkelompok, kebebasan berpartisipasi, kebebasan antar-warga, kesetaraan
gender, kedaulatan rakyat, rasa saling percaya, dan kerjasama. Selain itu prasyarat kondisi
demokrasi antara lain pertumbuhan ekonomi, pluralisme, hubungan yang seimbang negara
dan masyarakat.

3.2 Kekurangan dan Kelemahan


Kekurangan dalam makalah ini adalah sumber bacaan (buku) yang minim
sehingga kami tidak dapat menjabarkan lebih luas lagi.

3.3 Saran
Diharapkan seluruh mahasiswa dapat memaknai dan memahami tentang arti
pentingnya nilai-nilai demokrasi sehingga dapat memahami arti demokrasi yang
sesungguhnya. Mahasiswa adalah penyambung aspirasi rakyat, jangan sampai generasi
penerus bangsa tidak peduli dan tidak mampu menerapkan nilai-nilai demokrasi didalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

14
DAFTAR PUSTAKA

Chamim. Asykuri ibn, dkk, 2004, Pendidikan Kewarganegaraan : Menuju Kehidupan yang
Demokratis dan Berkeadaan, Yogyakarta: Majelis Dikti Muhammadiyah.

15

Anda mungkin juga menyukai