Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN PANCASILA

UTS SMT 1
JUMAT, 1 NOVEMBER 2019

Nama : Adinda Rahmadhanti Arham


NIM : 1905421003
Kelas : ABT 1-A

1. Pendidikan Pancasila

Soal:
Bagaimana dinamika dan tantangan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi di era globalisasi
seperti saat ini? Seberapa pentingkah Pendidikan Pancasila agar tidak tergerus dalam pengaruh
globalisasi ?

Jawab :
Ruslan Abdulgani menyatakan bahwa Pancasila adalah leitmotive dan leitstar, dorongan pokok
dan bintang petunjuk jalan. Tanpa adanya leitmotive dan leitstar pada Pancasila, kekuasaan
negara akan menyeleweng. Oleh karena itu, segala bentuk penyelewengan itu harus dicegah
dengan cara mendahulukan Pancasila dasar filsafat dan dasar moral (1979:14). Agar Pancasila
menjadi dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan bagi generasi penerus pemegang estafet
kepemimpinan nasional, maka nilai-nilai Pancasila harus dididikan kepada mahasiswa melalui
mata kuliah Pendidikan Pancasila.

Menentukan format dan bentuk agar mata kuliah Pendidikan Pancasila dapat diselenggarakan di
berbagai program studi dengan menarik dan efektif.menjadi salah satu tantangan dalam dunia
perkuliahan. Tantangan internal berasal dari perguruan tinggi itu sendiri, seperti kurangnya
ketersediaan sumber daya dan spesialisasi program studi yang makin tajam sehingga
menyebabkan kekurangtertarikan sebagian mahasiswa mengenai Pendidikan Pancasila. Adapun
tantangan eksternal yang dihadapi yaitu sedikitnya keteladanan dari para elite politik dan
maraknya gaya hidup hedonistik di dalam masyarakat.
Dikutip dari pidato Presiden Ketiga RI, B.J. Habibie tanggal 1 Juni 2011 menyebutkan bahwa,
ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari kehidupan kita. Pertama,
situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional
maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu
-- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa
yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain: (1) terjadinya proses
globalisasi dalam segala aspeknya; (2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang
tidak diimbangi dengan kewajiban asasi manusia (KAM); (3) lonjakan pemanfaatan teknologi
informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam
berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi dengan segala
dampaknya.

Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa
Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam
corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan
tersebut, diperlukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa
Indonesia dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik
persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Kebelum-berhasilan kita melakukan
reaktualisasi nilai-nilai Pancasila tersebut menyebabkan keterasingan Pancasila dari kehidupan
nyata bangsa Indonesia.

Pendidikan Pancasila sangat diperlukan untuk membentuk karakter manusia yang profesional
dan bermoral. Hal tersebut dikarenakan perubahan dan infiltrasi budaya asing yang bertubi-tubi
mendatangi masyarakat Indonesia bukan hanya terjadi dalam masalah pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga berbagai aliran (mainstream) dalam berbagai kehidupan bangsa. Oleh
karena itu, pendidikan Pancasila diselenggarakan agar masyarakat tidak tercerabut dari akar
budaya yang menjadi identitas suatu bangsa dan sekaligus menjadi pembeda antara satu bangsa
dan bangsa lainnya.

Dalam kehidupan politik, para elit politik (eksekutif dan legislatif) mulai meninggalkan dan
mengabaikan budaya politik yang santun, kurang menghormati fatsoen politik dan kering dari
jiwa kenegarawanan. Bahkan, banyak politikus yang terjerat masalah korupsi yang sangat
merugikan keuangan negara. Selain itu, penyalahgunaan narkoba yang melibatkan generasi dari
berbagai lapisan menggerus nilai-nilai moral anak bangsa.

Dengan kata lain secara konseptual, Pendidikan Pancasila hendaknya mengembangkan warga
negara yang memiliki lima ciri utama, yaitu jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu,
pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik,
dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Karakteristik tersebut menuntut adanya upaya
pengembangan kurikulum dan pembelajaran, terutama untuk mahasiswa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Pancasila sangat membantu dalam
mengembangkan kompetensi kewarganegaraan di era global, baik dalam kajian disiplin ilmu,
kurikulum, dan pembelajaran. Pendidikan Pancasila akan dapat memberikan kekuatan dan
berfungsi untuk memecahkan berbagai masalah dalam mempertahankan kedaulatan bangsa.
Selain itu, sebagai mahasiswa yang cinta akan bangsa dan negara Indonesia harus mampu
mempertahankan nilai dan prinsip dengan menjaga identitas nasional bangsa yang semakin
terkikis oleh arus globalisasi sehingga tidak mudah dibodohi oleh profokator ataupun pemecah
persatuan NKRI.

Sumber : Ristekdikti, Buku Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi Cetakan I. Jakarta,
2016. , Kutipan pidato Presiden Ketiga RI, B.J. Habibie tanggal 1 Juni 2011

Nilai : 90 (A+)

2. Filsafat Pancasila

Soal :
Mengapa filsafat yang digunakan bangsa Indonesia adalah Filsafat Pancasila? Apakah manusia
selalu berfilsafat?

Jawab :
Manusia selalu berfilsafat karena adanya rasa ingin tahu manusia yang diimplementasikan dalam
bentuk pertanyaan tentang hal hal yang berhubungan dengan keberadaan manusia. Urgensi
Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat Pancasila, artinya refleksi filosofis
mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratedja menjelaskan makna filsafat Pancasila
sebagai berikut. Pengolahan filsofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa
aspek. Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila-
sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik. Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut
sehingga menjadi operasional dalam bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara. Ketiga,
agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Keempat, agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang
bersangkut paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan
perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional (Sastrapratedja, 2001: 3).
Pertanggungjawaban rasional, penjabaran operasional, ruang dialog, dan kerangka evaluasi
merupakan beberapa aspek yang diperlukan bagi pengolahan filosofis Pancasila, meskipun masih
ada beberapa aspek lagi yang masih dapat dipertimbangkan.

Pancasila sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag) nilai-nilai filosofis yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan hukum yang berlaku di
Indonesia. Artinya, nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan harus
mendasari seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh: Undang-Undang No.
44 tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 3 ayat (a) berbunyi, ”Mewujudkan dan memelihara
tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan”. Undang-
undang tersebut memuat sila pertama dan sila kedua yang mendasari semangat pelaksanaan
untuk menolak segala bentuk pornografi yang tidak sesuai dengan nlai-nilai agama dan martabat
kemanusiaan.

Sumber : Ristekdikti, Buku Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi Cetakan I. Jakarta,
2016.
Nilai : 90 (A+)

3. Pancasila Sebagai Dasar Hukum di Indonesia


Soal :
Jelaskan bagaimana Pancasila dapat menjadi dasar hukum di Indonesia! Apa yang mendasari
Pancasila sebagai dasar hukum di Indonesia?
Jawab :
Adanya sumber hukum sebagai tempat untuk menggali dan menemukan hukum dalam suatu
masyarakat dan negara, mengakibatkan hukum memiliki tatanan tersendiri. Terkait hal ini,
khasanah hukum di era modern maupun kontemporer sangat dipengaruhi oleh teori hukum Hans
Kelsen mengenai grundnorm (norma dasar) dan stufenbautheorie (tata urutan norma). Menurut
Kelsen, norma yang validitasnya tidak dapat diperoleh dari norma lain yang lebih tinggi disebut
sebagai norma dasar. Semua norma yang validitasnya dapat ditelusuri ke satu norma dasar yang
sama membentuk suatu sistem norma, atau sebuah tatanan norma. Norma dasar yang menjadi
sumber utama ini merupakan pengikat diantara semua norma yang berbeda-beda yang
membentuk suatu tatanan norma. Bahwa suatu norma termasuk ke dalam sistem suatu norma, ke
dalam tatanan normatif tertentu, dapat diuji hanya dengan mengonfirmasikan bahwa norma
tersebut memperoleh validitasnya dari norma dasar yang membentuk tatanan norma tersebut.
Konsep norma dasar Kelsen, kemudian diafirmasi oleh Nawiasky meskipun dengan sebutan lain
yaitu Staatfundamentalnornm. Nawiasky menegaskan, Staatfundamentalnorm atau norma
fundamental negara (norma dasar) adalah norma tertinggi dalam suatu negara dan norma ini
merupakan norma yang tidak dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, tetapi bersifat pre-
supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam negara dan merupakan norma
yang menjadi tempat bergantungnya norma-norma hukum di bawahnya. Bahkan Nawiasky juga
menegaskan bahwa isi norma fundamental negara merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi
atau undang-undang dasar.

Bedasarkan gagasan Kelsen dan Nawiasky di atas tentang stufenbautheory atau teori tata urutan
norma, dapat dipahami bahwa norma dasar atau norma fundamental negara berada pada puncak
piramida. Oleh karena itu, Pancasila sebagai norma dasar berada pada puncak piramida norma.
Dengan demikian, Pancasila kemudian menjadi sumber tertib hukum atau yang lebih dikenal
sebagai sumber dari segala sumber hukum. Hal demikian, telah dikukuhkan oleh memorandum
DPR-GR yang kemudian diberi landasan yuridis melalui Ketetapan MPR No. XX/MPRS/1966 jo
Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978.15

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dimaksudkan sebagai sumber dari tertib
hukum negara Indonesia. Menurut Roeslan Saleh fungsi Pancasila sebagai sumber segala sumber
hukum mangandung arti bahwa Pancasila berkedudukan sebagai: 1) Ideologi hukum Indonesia,
2) Kumpulan nilai-nilai yang harus berada di belakang keseluruhan hukum Indonesia, 3) Asas-
asas yang harus diikuti sebagai petunjuk dalam mengadakan pilihan hukum di Indonesia, 4)
Sebagai suatu pernyataan dari nilai kejiwaan dan keinginan bangsa Indonesia, juga dalam
hukumnya.16 Keberadaan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum kemudian
kembali dipertegas dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum Dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 1 TAP MPR itu memuat tiga ayat: 1) Sumber
hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan 2)
Sumber hukum terdiri dari sumber hukum tertulis dan hukum tidak tertulis 3) Sumber hukum
dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.

Pengaturan TAP MPR di atas lebih memperjelas maksud dari istilah sumber hukum dalam
sistem hukum di Indonesia bahwa yang menjadi sumber hukum (tempat untuk menemukan dan
menggali hukum) adalah sumber yang tertulis dan tidak tertulis. Selain itu, menjadikan Pancasila
sebagai rujukan utama dari pembuatan segala macam peraturan perundang-undangan. Akan
tetapi, tidak lagi ditemukan istilah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Hal ini
memang tidak mengganggu keberadaan Pancasila sebagai norma dasar yang menginduki segala
norma tetapi tentu mengurangi supremasi dan daya ikat Pancasila dalam tatanan hukum.
Dikatakan demikian, karena nilai-nilai Pancasila seperti sebagai pandangan hidup, kesadaran,
cita-cita hukum dan cita-cita moral tidak lagi mendapatkan legitimasi yuridis. Terutama, sistem
hukum modern sudah banyak dipengaruhi oleh aliran pemikiran positivisme hukum yang hanya
mengakui peraturan-peraturan tertulis. Untuk itu, adalah suatu kekeliruan apabila tidak
menerangkan secara eksplisit mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Menariknya, supremasi Pancasila dalam sistem hukum kembali ditemukan dalam UU No 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Pada Pasal 2 UU ini
disebutkan “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara”. UU tersebut
kemudian diganti dengan UU No. 12 Tahun 2011 yang mengatur tentang hal yang serupa.
Pada Pasal 2 UU ini tetap menegaskan hal yang sama sebagaimana dalam UU NO. 10
Tahun 2004 bahwa Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. Dengan
demikian, keberadaan Pancasila kembali menjadi supreme norm dalam sistem hukum
negara Indonesia sehingga Pancasila sebagai suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-
cita hukum maupun cita-cita moral bangsa terlegitimasi secara yuridis.

Sumber : Sebagai Sumber Segala Sumber Hukum dalam Sistem Hukum Nasional Pancasila As
The Source of All Sources of Law in The National Legal System. Jurnal Konstitusi, Volume 15,
Nomor 1. Maret 2018. Pancasila.
Nilai : 90 (A+)

4. Konstitusi dan Negara


Soal :
Jelaskan bagaimana kedudukan konsitusi sebagai bentuk negara Indonesia? Apa saja yang
memuat didalamnya?
Jawab :
Pengertian konstitusi dalam praktik dapat berarti lebih luas dari pengertian undang-undang dasar,
tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian undang-undang dasar.
Undang-undang dasar ialah hukum dasar yang tertulis , sedang disamping Undang-Undang
Dasar tersebut berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis.

Konstitusi menempati kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan ketatanegaraan suatu
Negara karena konstitusi menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat
dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu. Meskipun konstitusi yang ada di dunia ini
berbeda-beda baik dalam hal tujuan, bentuk dan isinya, tetapi umumnya mereka mempunyai
kedudukan formal yang sama, yaitu sebagai :
 Konstitusi sebagai Hukum Dasar karena ia berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal
yang mendasar dalam kehidupan suatu Negara.
 Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi Konstitusi lazimnya juga diberi kedudukan sebagai
hokum tertinggi dalam tata hokum Negara yang bersangkutan.

Dalam kasus bentukan Negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan
hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-
prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban
pemerintahan negara pada umumnya.

Setiap negara modern dewasa ini senantiasa memerlukan suatu sistem pengaturan yang
dijabarkan dalam suatu konstitusi. Oleh karena itu konstitusionalisme mengacu kepada
pengertian sistem institusionalisasi secara efektif dan teratur terhadap suatu pelaksanaan
pemerintahan. Dengan lain perkataan untuk menciptakan suatu tertib pemerintahan diperlukan
pengaturan sedemikian rupa,sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat
dibatasi dandikendalikan (Hamilton, 1931 255). Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini
secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon perkembangan peran relatif
kekuasaan umum dalam suatu kehidupan umat manusia.

Ketika negara-negara bangsa (nation states) mendapatkan bentuknya yang sangat kuat, sentralis
dan sangat berkuasa selama abad ke-16 dan ke-17, berbagai teori poitik berkembang untuk
memberikan penjelasan mengenai perkembangan sistem yang kuat tersebut. Basis pokok
konstusionalisme adalah kesempatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas
rakyat mengenai bangunan yang didealkan berkaitan dengan negara. Organisasi negara itu
diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi
atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara
)Andrews, 1968: 9). Oleh karena itu kata kuncinya ialah konsensus general agreement. Jika
kesepakatan itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan, dan
pada gilirannya dapat terjadi civil war atau perang sipil, atau dapat pula suatu revolusi. Dalam
sejarah perkembangan negara di dunia peristiwa tersebut terjadi di Perancis tahun 1789, di
Amerika tahun 1776, di Rusia 1917, bahkan di Indonesia terjadi pada tahun 1945, 1965, 1998.

Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern dewasa ini pada
umumnya dipahami berdasar pada tiga elemen kesepakatan atau konsensus, sebagai
berikut: Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or
general acceptance of the same philosophy of goverment). Kesepakatan tentang the rule of
law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of
goverment).Kesepakatan tentang bentuk insitusi-institusi dan prosedur-prosedur
ketatanegaraan (the of form institusions and procedures). (Andres 1968: 12).

Pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi. Ini juga sangat prinsipipal, karena
dalam setiap negara harus ada keyaknan bersama dalam bahwa segala hal dalam
penyelenggaraan negara harus didasarkan atau rule of law. Bahkan di Amerika dikenal
istilah The Rule Of Law, and not role of man, untuk menggambarkan pengertian bahwa
hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan manusia.
Istilah "The Rule of Law" harus dibedakan dengan istilah "The Rule by Law". Dalam istilah
terakhir ini,kedudukan hukum (law) digambarkan hanya bersifat instrumentalis atau hanya
sebagai alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada di tangan orang atau manusia , yaitu "The
Rule of Law". Dalam pengertian yang demikian, hukum dapat dipandang sebagai suatu kesatuam
sistem yang puncaknya terdapat pengertia mengenai hukum dasar yang disebut konstitus, baik
dalam arti naskah yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dari pengertian inilah kita krnal
istilah constitusional state yang merupakan salah satu ciri penting negera demokrasi modern.
Oleh karena itu kesepakatan tentang sistem aturan sangat penting sehimggs konstitusi sendiri
dapat dijadikan pegangan tertinggi dalam memutuskan segala sesuatu yang harus didasarkan atas
hukum. Tanpa ada konsensus semacam itu, konstitusi tidak berguna, karena ia sekedar berfungsi
atau tidak dapat difungsikan sebagaimana semestinya.

Konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama lain,
yaitu: pertama, hubungan antara pemerintahan dengan warga negara; dan kedua, hubungan
antara lembaga pemerintahan yang satu dnegan lainnya. Konstitusi Indonesia pengantar dalam
proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak yang
melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945, memang amandemen tidak
dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi merupakan prosedur
penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung mengubah UUD-nya itu sendiri,
amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi
UUD tersebut (Mahfud, 1999: 64).

Sumber : Edukasi Kompasiana, Makalah Negara dan Konstitusi. 2018


Nilai : 90 (A+)

Anda mungkin juga menyukai