PENDAHULUAN
1
muda yang tinggi dan merupakan Negara kedua di ASEAN setelah Kambodja.
Tidak hanya itu, Global Youth Tobacco Suvey (GYTS) menyatakan Indonesia
sebagai negara dengan angka perokok remaja tertinggi di dunia. Dimana sebagian
besar laki-laki pertama kali mencoba merokok pada umur 12-13 tahun, dan
sebagian besar perempuan prtama kali mencoba merokok pada umur 14-15 tahun.
Hasil Riskesdas pada tahun 2007, 2010 dan 2013 pun menunjukkan bahwa usia
merokok pertama kali paling tinggi adalah pada kelompok umur 15-19 tahun.
Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan oleh remaja diawali dari kebanyakan
remaja yang tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan
reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan
pelayanan kesehatan reproduksi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan
reproduksi remaja antara lain : faktor genetik, faktor lingkungan dan perilaku
(Hastutik, 2012). Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKKRI) tahun
2012 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi cukup memprihatinkan, bahwasanya hanya 32% remaja perempuan,
dan 19% remaja laki-laki yang mengetahui dengan benar.
1.2.2 Bagaimana situasi kesehatan reproduksi remaja mengenai seks pra nikah,
pernikahan dini, narkoba dan merokok di Indonesia?
2
1.3 Tujuan
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana situasi kesehatan remaja terkait seks pra nikah,
pernikahan dini, narkoba/rokok di Indonesia saat ini.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
3
2.1 KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun (WHO, 2014).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia berdasarkan Sensus
Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Anna
Freud kemudian membagi usia remaja menjadi empat tahapan, walaupun tanpa
memberikan batas usia biologis untuk tiap tahapan tersebut :
a. Masa Juvenil
Suatu tahapan usia psikologis yang terletak diantara masa anak-anak dan masa
pra remaja. Dalam masa ini perkembangan intelektual anak sangat cepat dan
mempunyai perhatian terhadap lawan jenisnya.
4
Ditandai dengan hubungan sosial yang bersifat mendalam. Pada masa ini individu
belajar mengenal manusia di dunia luar tetapi belum sepenuhnya terlepas dari
orang tua.
Dalam masa ini kebutuhan sosial remaja semakin mendalam. Keinginan untuk
mandiri makin menguat dan pada saat ini remaja sudah dapat mengalami
orgasme.
Pada tahap ini remaja telah mencapai kemampuan untuk mengembangkan cita-
citanya sesuai dengan pengalaman dan pendidikannya. Dalam tahap ini seorang
remaja sudah berkembang menjadi “seorang manusia yang utuh” (well rounded
individual) atau dalam artian sudah siap menuju tahap dewasa.
a. Wanita
5
Organ reproduksi wanita bagian luar (Geneltalia Eksternal) meliputi mons
pubis/mons veneris, bibir besar (labia mayor), bibir kecil (labia minor), Klitoris,
Vulva, uretra (Saluran kencing). Hymen (selaput dara), sedangkan organ
reproduksi wanita bagian dalam (Genetalia Internal) meliputi vagina, tuba falopi,
uterus ( (rahim), cervik (leher rahim), (Wahyudi, 2000).
b. Pria
Pada pria organ reproduksi meliputi penis, uretra (saluran kencing), kelenjar
prostate, viskula seminalis, vas deferens (saluran sperma), epidemis, testis (pelir)
(Wahyu, 2000).
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, (suasana hati) bisa berubah
dengan sangat cepat. Hasil penelitian menemukan bahwa remaja rata-rata
memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih
luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama.
Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan
beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski
mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu
merupakan gejala atau masalah psikologis.
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan
yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan
terhadap pendapat orang lain yag membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka
dan citra yang direfleksikan (self-image). Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan
remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia
nyata. Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah
dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan penyimpangan perilaku yang
7
mengundang resiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alcohol,
tembakau dan zat lainnya, serta aktivitas pergaulan seksual yang membahayakan.
Alasan perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam – macam dan
berhubungan dengan rasa takut, dianggap tidak cakap, perlu untuk menegaskan
identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya
1. Mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua. Pada masa remaja
sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja dengan orang tuanya.
Pada saat ini ikatan emosional menjadi berkurang dan remaja sangat
membutuhkan kebebasan emosional dari orang tua, misalnya dalam hal memilih
teman ataupun melakukan aktifitas. Sifat remaja yang ingin memperoleh
kebebasan emosional sementara orangtua yang masih ingin mengawasi dan
melindungi anaknya dapat menimbulkan konflik diantara mereka. Pada usia
pertengahan, ikatan dengan orangtua semakin longgar dan mereka lebih banyak
menghabiskan waktunya bersama teman sebayanya.
a. Penyediaan layanan yang ramah dan mudah diakses bagi remaja, tanpa
memandang usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan situasi keuangan mereka.
b. Adanya dukungan terpenuhinya hak setiap remaja untuk menikmati seks dan
ekspresi seksualitas mereka dalam cara-cara yang mereka pilih sendiri.
d. Adanya jaminan kerahasiaan dalam relasi sosial dan seluruh aspek dari seksualitas
mereka.
f. Setiap remaja yang aktif secara seksual atau tidak; dan yang memiliki keragaman
orientasi seksual bisa mendapatkan informasi agar mereka merasa nyaman dengan
tubuh dan seksualitas mereka sendiri.
9
g. Setiap remaja mendapatkan persiapan untuk memiliki ketrampilan melakukan
negosiasi dalam relasi sosialnya, termasuk dalam masa pacaran dan dalam
melakukan tindakan seks yang lebih aman (bagi yang seksual aktif).
1) Hak hidup. Ini adalah hak dasar setiap individu tidak terkecuali remaja, untuk
terbebas dari resiko kematian karena kehamilan, khususnya bagi remaja
perempuan.
2) Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan. Termasuk dalam hal ini adalah
perlindungan privasi, martabat, kenyamanan, dan kesinambungan.
4) Hak atas informasi dan pendidikan. Ini termasuk jaminan kesehatan dan
kesejahteraan perorangan maupun keluarga dengan adanya informasi dan
pendidikan kesehatan reproduksi yang memadai tersebut.
5) Hak atas kebebasan berpikir. Ini termasuk hak kebebasan berpendapat, terbebas
dari penafsiran ajaran yang sempit, kepercayaan, tradisi, mitos-mitos, dan filosofi
yang dapat membatasi kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi
dan seksual.
6) Hak berkumpul dan berpartisipasi dalam politik. Hal ini termasuk mendesak
pemerintah dan parlemen agar menempatkan masalah kesehatan reproduksi
menjadi prioritas kebijakan negara.
7) Hak terbebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk. Hal ini terutama bagi anak-
anak dan remaja untuk mendapatkan perlindungan dari eksploitasi, pelecehan,
perkosaan, penyiksaan, dan kekerasan seksual.
8) Hak mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan terbaru. Yaitu hak mendapatkan
pelayan kesehatan reproduksi yang terbaru, aman, dan dapat diterima.
10
9) Hak memutuskan kapan punya anak, dan punya anak atau tidak.
10) Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. Ini berarti setiap
individu dan juga remaja berhak bebas dari segala bentuk diskriminasi termasuk
kehidupan keluarga, reproduksi, dan seksual.
11) Hak untuk memilih bentuk keluarga. Artinya, mereka berhak merencanakan,
membangun, dan memilih bentuk keluarga (hak untuk menikah atau tidak
menikah).
12) Hak atas kebebasan dan keamanan. Remaja berhak mengatur kehidupan seksual
dan reproduksinya, sehingga tidak seorang pun dapat memaksanya untuk hamil,
aborsi, ber-KB dan sterilisasi.
Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: kebersihan alat-alat
genital, akses terhadap pendidikan kesehatan, hubungan seksual pranikah, penyakit
menular seksual (PMS), pengaruh media massa, akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi yang terjangkau, dan hubungan yang harmonis antara remaja dengan
keluarganya.
11
reproduksi remaja mencakup tentang tumbuh kembang remaja, organ-organ
reproduksi, perilaku berisiko, Penyakit Menular Seksual (PMS), dan abstinesia
sebagai upaya pencegahan kehamilan
d. Penyalahgunaan NAPZA
NAPZA adalah singkatan untuk narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya. Contoh obat-obat NAPZA tersebut yaitu: opioid, alkohol, ekstasi, ganja,
morfin, heroin, kodein, dan lain-lain. Jika zat tersebut masuk ke dalam tubuh akan
mempengaruhi sistem saraf pusat. Pengaruh dari zat tersebut adalah penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, ketergantungan, rasa nikmat dan
nyaman yang luar biasa dan pengaruh-pengaruh lain. Penggunaan NAPZA ini
berisiko terhadap kesehatan reproduksi karena penggunaan NAPZA akan
berpengaruh terhadap meningkatnya perilaku seks bebas. Pengguna NAPZA
jarum suntik juga meningkatkan risiko terjadinya HIV/AIDS, sebab virus HIV
dapat menular melalui jarum suntik yang dipakai secara bergantian.
Media massa baik cetak maupun elektronik mempunyai peranan yang cukup
berarti untuk memberikan informasi tentang menjaga kesehatan khususnya
kesehatan reproduksi remaja. Dengan adanya artikel-artikel yang dibuat dalam
media massa, remaja akan mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dan dihindari
untuk menjaga kesehatan reproduksinya.
12
f. Akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi
13
herpes simpleks, trikomoniasis, sifilis, limfogranuloma venerium, ulkus mole,
granuloma inguinale, dan Acquired immune deficiency syndrom (AIDS).
2.2.1 Narkoba
2.2.1.1 Definisi
Narkoba adalah zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara
oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati
atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan
ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis. Menurut pengaruh penggunaannya
14
(effect), akibat kelebihan dosis (overdosis) dan gejala bebas pengaruhnya
(Withdrawal Syndrome) dan kalangan medis, obat-obatan yang sering
disalahgunakan. Berdasarkan efek yang ditimbulkan, penyalahgunaan narkoba
dibedakan menjadi 3 (Budianto, 1989), yaitu:
1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas
fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat
pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan
kematian.
3. Zat adiktif lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan
psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya,
diantaranya adalah:
15
Rokok
Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton,
cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan (Alifia, 2008)
16
Grafik 2.1 Proporsi Penyalahgunaan Narkoba Terbesar Berdasarkan
Kelompok
Dalam hal ini pelajar merupakan ternasuk golongan kelompok remaja yang masih
berstatus sebagai pelajar yang berkisar usia 10-19 tahun. Beberapa faktor
penyebab seseorang, khususnya remaja, menjadi pecandu atau pengguna zat
terlarang adalah:
Zat terlarang jenis tertentu dapat membuat pemakainya menjadi lebih berani,
keren, percaya diri, kreatif, santai, dan lain sebagainya. Efek keren yang
terlihat oleh orang lain tersebut dapat menjadi trend pada kalangan tertentu
sehingga orang yang memakai zat terlarang itu akan disebut trendy, gaul,
modis, dan sebagainya.
b. Solidaritas Kelompok/Komunitas/Geng
Dengan merasa tertarik melihat efek yang ditimbulkan oleh suatu zat yang
dilarang, seseorang dapat memiliki rasa ingin tahu yang kuat untuk mencicipi
nikmatnya zat terlarang tersebut. Seseorang dapat mencoba narkoba untuk
sekedar mengobati rasa penasarannya. Tanpa disadari dan diinginkan, orang
17
tersebut akan ketagihan dan akan melakukannya lagi berulang-ulang tanpa bisa
berhenti.
e. Ikut-ikutan
Orang yang sudah menjadi korban narkoba mungkin akan berusaha mengajak
orang lain yang belum terkontaminasi narkoba agar orang lain ikut bersama
merasakan sensasi atau penderitaan yang dirasakannya. Pengedar dan
pemakai mungkin akan membagi-bagi gratis obat terlarang sebagai
perkenalan dan akan meminta bayaran setelah korban ketagihan.
Orang yang dirudung banyak masalah dan ingin lari dari masalah dapat
terjerumus dalam pangkuan narkotika, narkoba atau zat adiktif agar dapat tidur
nyenyak, mabuk, atau merasakan kegembiraan yang timbul yang merupakan
efek penggunaan dari zat tertentu
Seseorang yang nakal atau jahat umumnya ingin dilihat oleh orang lain sebagai
sosok yang ditakuti agar segala keinginannya dapat terpenuhi. Zat terlarang
akan membantu membentuk sikap serta perilaku yang tidak umum dan bersifat
memberontak dari tatanan yang sudah ada. Pemakai yang ingin dianggap hebat
oleh kawan-kawannya pun dapat terjerembab pada zat terlarang
Rasa bosan, rasa tidak nyaman dan lain sebagainya bagi sebagaian orang
adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan ingin segera dihilangkan dari
alam pikiran. Zat terlarang dapat membantu seseorang yang sedang banyak
pikiran untuk melupakan kebosanan yang melanda. Seseorang dapat mengejar
kenikmatan dengan menggunakan obat terlarang yang menyebabkan halusinasi
dan khayalan yang menyenangkan.
18
Bagi orang-orang yang senang dengan kegiatan yang memiliki resiko tinggi
dalam menjalankan aksinya ada yang menggunakan obat terlarang agar bisa
menjadi yang terhebat, penuh tenaga dan penuh percaya diri.
j. Merasa Dewasa
Pemakai zat terlarang yang masih muda terkadang ingin dianggap dewasa oleh
orang lain agar dapat hidup bebas, sehingga melakukan penyalahgunaan zat
terlarang. Dengan menjadi dewasa seolah-olah orang itu dapat bertindak
semaunya sendiri, merasa sudah matang, bebas dari peraturan dan pengawasan
orangtua, guru, dan lain-lain.
c. Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan
dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas: 1) fase
stabilisasi, antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke
masyarakat; 2) fase sosialiasi dalam masyarakat, agar mantan
penyalahguna narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna
di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat
kelompok-kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.
2.2.2 Rokok
2.2.2.1 Definisi
21
Utama (2004) menjelaskan bahwa kerusakan pada seseorang yang
diakibatkan dari merokok akan terakumulasi sedikit demi sedikit dan baru
dapat dirasakan langsung akibatnya dalam beberapa tahun atau beberapa puluh
tahun kemudian. Menurut data National Cancer Institute di Amerika Serikat
tahun 2007, penyakit kanker yang diakibatkan dari rokok akan terlihat atau
dapat dirasakan gejalanya oleh perokok setelah 20 tahun atau lebih
mengkonsumsi rokok. Dampak merokok tidak hanya pada kesehatan fisik
tetapi juga terhadap perkembangan individu. Hasil penelitian Lavental dalam
Mubarak (2014) merokok dapat meningkatkan kecenderungan untuk mencoba
zat adiktif lain dan narkoba. Sebab konsumsi rokok berkorelasi dengan
konsumsi morfin, kokain, mariyuana dan alcohol, merokok merupakan pintu
gerbang pertama menuju narkoba (Aula, 2010, Warsidi,2006).
22
Sumber : Riskesdas, 2013
Menurut Baer & Corado, remaja perokok adalah anak-anak yang berasal
dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu
memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan remaja yang berasal
dari lingkungan rumah tangga yang bahagia.
2. Pengaruh teman
23
tersebut, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau
sebaliknya.
3. Faktor kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian yang
bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas
sosial.
4. Pengaruh iklan
Pada tahun 2015 silam Pemerintah Indonesia telah membuat tujuh program
penanggulangan tentang rokok. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI menerangkan tentang
ketujuh program itu sebagai berikut :
a. Peraturan Perundang-undangan
2.2.3.1 Definisi
26
ditandai dengan tindakan seperti bergandengan tangan, berciuman, sampai
dengan bersenggama yang dilakukan sebelum ada ikatan pernikahan yang sah.
a. Faktor Internal
1) Usia
Menurut badan internasional PBB, pelaku seks pra nikah berada pada
usia remaja dan beberapa yang lain sudah menginjak usia dewasa.
Pada usia ini remaja sedang berintegrasi dengan hak-hak yang dimiliki
orang dewasa. Tuntutan terhadap pengakuan hak terbukti dari adanya
beberapa informan yang lebih cenderung melakukan hubungan seks
pranikah karena alasan hak reproduksi yang dimilikinya. Pada usia ini
mereka cenderung mencoba sesuatu hal yang dianggap baru termasuk
melakukan perilaku seks berisiko, sebagai bentuk pemenuhan hak
reproduksinya.
2) Jenis kelamin
3) Pengetahuan
27
seksual selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan
dari prilaku yang produktif.
b. Faktor Eksternal
1. Peran keluarga
3. Lingkungan pertemanan
Perilaku seksual yang dilakukan oleh para remaja kita saat ini sudah
sampai pada batas yang sangat mengkhawatirkan. Hubungan seks pra nikah
28
pada remaja adalah masalah serius yang perlu dicegah dan dibina karena
perilaku tersebut hingga saat ini masih mendominasi perdebatan dari sisi
moral, psikologis dan psikis. Seks aktif pra nikah pada remaja beresiko
terhadap kehamilan remaja dan penularan penyakit menular seksual.
Kehamilan yang tidak direncanakan pada remaja perempuan dapat berlanjut
pada aborsi dan pernikahan remaja. Keduanya akan berdampak pada masa
depan remaja tersebut, janin yang dikandung dan keluarganya (Riskesdas,
2012).
Secara umum, remaja laki – laki lebih banyak yang menyatakan pernah
melakukan seks pra nikah dibandingkan perempuan. Dibandingkan tahun
2007, persentase pada tahun 2012 cenderung meningkat kecuali pada
perempuan usia 15 – 19 tahun.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Rahyani tahun 2012 di Bali
diperoleh alasan utama responden laki-laki usia 14 – 16 tahun mulai
berhubungan seks pranikah, yakni rasa ingin tahu (27,6%) dan merasa khilaf
(10,3%). Sebaliknya, responden perempuan beralasan tidak tahu (6,9%),
selain merasa sayang, takut menolak kemauan pacar, suka sama suka (3,4%).
Hal ini mencerminkan kurangnya pemahaman remaja tentang keterampilan
hidup sehat, risiko hubungan seksual dan kemampuan untuk menolak
hubungan yang tidak mereka inginkan.
Bentuk – bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja menurut data
yang diambil oleh PKBI Jawa Barat tahun 2011 tercantum pada tabel di
bawah ini :
29
Beberapa remaja menafsirkan perilaku kissing dan petting sebagai perilaku
yang wajar atau biasa dilakukan dalam sebuah hubungan dekat. Menurut
informan perilaku ini dilakukan karena tidak mempunyai risiko untuk terjadi
kehamilan tak diinginkan. Namun demikian, sebagian kecil remaja yang lain
menganggap perilaku berciuman berisiko terhadap keberlanjutan perilaku seks yang
lebih dalam lagi. Sebagian kecil dari mereka memandang berciuman bibir (french
kiss) lebih berisiko berlanjut pada terjadinya intercourse dibandingkan dengan
berciuman pipi (dry kiss)(Kismi, 2011).
30
informasi seksual. Sikap dan perilaku orang tua juga berperan sebagai
contoh atau teladan anaknya dalam menyikapi hubungan seks pranikah.
Teman sebaya atau teman bergaul mempunyai pengaruh yang besar dalam
mempengaruhi sikap dan perilaku remaja. Untuk itu remaja perlu
berinisiatif dalam melakukan penolakan terhadap ajakan teman yang
mengarah ke hal yang negatif atau lebih amannya, perlu memilih teman
yang membawa pengaruh positif dalam bergaul sehingga remaja dapat
bersikap bijaksana terhadap hubungan seks pranikah.
2.2.4.1 Definisi
a. Ekonomi
Beban ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk cepat-
cepat menikahkan anaknya dengan harapan beban ekonomi keluarga akan
32
berkurang, karena anak perempuan yang sudah nikah menjadi tanggung jawab
suami (BKKBN, 1993 : 9).
b. Pendidikan
c. Orang tua
Tingkat pendidikan orang tua yang rendah sehingga pola pikir orang tuapun
bersifat pasrah dan menerima, kepasrahan inilah maka orang tua kurang
memahami adanya UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
d. Adat istiadat
Menurut adat-istiadat pernikahan sering terjadi karena sejak kecil anak telah
dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Bahwa pernikahan anak-anak untuk
segera merealisir ikatan hubungan kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-
laki dan kerabat mempelai perempuan yang memang telah lama mereka
inginkan bersama, semuanya supaya hubungan kekeluargaan mereka tidak
putus. (Wigyodipuro, 1967 : 133). Selain itu adanya kekhawatiran orang tua
terhadap anak perempuannya yang sudah menginjak remaja, sehingga orang
tua segera mensarikan jodoh untuk anaknya. Orang tua yang bertempat tinggal
di pedesaan pada umumnya ingin cepat-cepat menikahkan anak gadisnya
karena takut akan menjadi perawan tua. (BKKBN, 1993 : 9)
33
Perkawinan usia anak menyebabkan kehamilan dan persalinan dini, yang
berhubungan dengan angka kematian yang tinggi dan keadaan tidak
normal bagi ibu karena tubuh anak perempuan belum sepenuhnya matang
untuk melahirkan. Anak perempuan menghadapi risiko tingkat komplikasi
yang terkait dengan persalinan yang jauh lebih tinggi, seperti fistula
obstetri, infeksi, perdarahan hebat, anemia dan eklampsia. Anak
perempuan yang telah menikah cenderung meiliki tingkat pendidikan
rendah karena terdapat sekolah di Indonesia yang menolak anak
perempuan yang telah menikah untuk bersekolah.
c. Bagi masyarakat
Perkawinan usia anak dapat menyebabkan siklus kemiskinan yang
berkelanjutan, peningkatan buta huruf, kesehatan yang buruk kepada
generasi yang akan datang, dan merampas produktivitas masyarakat yang
lebih luas baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
34
Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs
(UNDESA,2010), Indonesia termasuk Negara ke – 37 dengan persentase
pernikahan usia muda yang tinggi dan merupakan tertinggi kedua di ASEAN
setelah Kamboja. Pada tahun 2010, terdapat 158 negara dengan usia legal
minimal perempuan menikah adalah 18 tahun ke atas, namun di Indonesia
batas usia minimal untuk perempuan adalah 16 tahun dan usia menikah
pertama setiap tahunnya meningkat seperti tampak pada gambar di bawah ini.
35
Data diatas menunjukkan bahwa angka kejadian pernikahan dini di Indonesia
hampir sebagian besar terjadi d daerah pedesaan. Hal ini bisa disebabkan oleh
berbagai faktor yang diantaranya adalah karena faktor pendidikan, pengetahuan
dan adat istiadat yang berlaku di lingkungan tersebut.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar perempuan yang
mengalami pernikahan dini tidak mendapatkan hak untuk mendapatkan
pendidikan formal. Kebanyakan dari mereka hanya lulus sekolah dasar. Hal ini
bisa disebabkan karena beberapa sekolah di Indonesia tidak menerima siswa
perempuan yang telah menikah bahkan sampai hamil atau memiliki anak.
36
Perkawinan usia anak memiliki keterkaitandengan kemiskinan. Kemiskinan
mendorong orang tua untuk menikahkan anaknya, terlebih lagi ketika biaya
pendidikan tinggi. Dengan menikahkan anak perempuan, diharapkan
perekonomian keluarga menjadi lebih baik atau setidaknya si anak dapat
mempunyai taraf kehidupan yang lebih baik
Frekuensi kesehatan ibu hamil yang melakukan pernikahan dini tahun 2014
Sumber : Jurnal Kesehatan Ibu dan Bayi pada Pernikahan Dini, 2014
Pada kehamilan remaja akan berdampak adanya anemia karena sifat remaja
sendiri cenderung untuk mengalami anemia akibat pola makan yang salah serta
pada proses kehamilan akan terjad hemodelusi, sehingga akan memperparah
kondisi anemia pada kehamilan remaja. Selain itu kombinasi anemia dan keadaan
alat reproduksi yang belum siap akan meningkatkan resiko terjadnya pre
eklampsia atau eklampsia hingga kematian ibu dan bayi.
38
BAB 3
KESIMPULAN
Penyalahgunaan NAPZA akan membawa dampak buruk hingga kematian bagi remaja
baik yang membeli, memakai bahkan menjualnya. Karena tidak hanya sanksi sosial tetapi
juga sanksi hukum akan menjeratnya. Merokok juga akan memberikan efek candu bagi
remaja. Hal ini akan berdampak bagi kesehatan remaja itu sendiri. Merokok akan
menimbulkan penyakit mulai dari penyakit pernapasan, jantung, dan berefek negatif pada
sistem tubuh remaja yang lain. Seks pra nikah pada remaja akan memberi dampak buruk baik
dari segi fisik dan psikologi remaja. Karena banyak dari remaja perempuan akan mengalami
kehamilan di usia remaja sehingg a akan berpengaruh pada kelanjutan pendidikannya dan
organ reproduksinya nanti. Selain itu seks pra nikah salah satunya akan berujung dengan
pernikahan dini. Pernikahan dini juga bisa disebabkan karena faktor lingkungan, adat istiadat,
kemiskinan, dan tingkat pengetahuan baik dari orangtua maupun remaja itu sendiri.
Oleh sebab itu perlu komitmen kuat baik dari pemerintah, organisasi, dan masyarakat.
Komitmen ini bertujuan untuk mewujudkan dan mengimplementasikan program – program
yang dibuat untuk dapat mencegah dan mengurangi angka kejadian masalah – masalah
remaja yang ada di Indonesia sehingga terciptalah bangsa Indonesia yang sehat, cerdas, dan
berbudi pekerti luhur.
39
DAFTAR PUSTAKA
Ananti, Yustina & Evy Ernawati. 2017. Perilaku seks pranikah pada remaja sebagai dampak
konsumsi minuman beralkohol. Yogyakarta.
Anna Freud. 1994. Memahami Ciri dan Perkembangan Masa Remaja. Diakses pada 19
Oktober 2018 dari www.ejournal.uin-suka.ac.id
Badan Pusat Statistik. 2015. Analisis Data Perkawinan Anak di Indonesia. Jakarta. BPS.
BKKBN. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3. Jakarta. PT Bina
Pustaka.
BNN, PPKUI. 2016. Ringkasan Eksekutif Hasil Survei Penyalahgunaa dan Peredaran
Gelap Narkoba Pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di 18 Provinsi Tahun 2016.
Jakarta. Puslitdatin BNN.
Buku Fakta Tembakau. 2014. Diakses Pada Tanggal 19 Oktober 2018 dari
https://www.researchgate.net/publication/301197501_Bunga_Rampai_Fakta_Tembakau_dan
_Permasalahannya_di_Indonesia_2014
Darmasih. 2009. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja SMA di
Surakarta. Surakarta.
Desiyanti, Irne. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan Terhadap Pernikahan Dini Pada
Pasangan Usia Subur di Kecamatan Mapanget Kota Manado. Manado.
40
Ernawati, Hery & Metti Verawati. 2014. Kesehatan Ibu dan Bayi Pada Pernikahan Dini.
Ponorogo
Fadlyana, Eddy. 2009. Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya. Bandung : RS Dr Hasan
Sadikin
GATS. 2011. Global Adults Tobacco Survey Indonesia Report 2011. New Delhi: WHO
Regional Office For South-East Asia.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012 Kesehatan
Reproduksi Remaja. Jakarta. Kementerian Kesehatan.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar RI 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Kurniati & Widiatuti. 2014. Persepsi Remaja Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa Sma Di
Bandar Lampung. Diakses Pada Tanggal 19 Oktober 2019 dari
http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-09//S55414-Kurniati%20Septia
Levy, M.R. 1984. Life and Health. New York: Random House.
Mubarak. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika
Mulyani, I. 2015. Dinamika Perilaku Merokok Pada Remaja. Diakses Pada Tanggal 19
Oktober 2018 dari http://eprints.ums.ac.id/33931/1/02.%20NASKAH %20PUBLIKASI.pdf
Mu’tadin, Z. 2002. Remaja dan Rokok. Diakses Pada Tanggal 19 Oktober 2018 dari www.e-
psikologi
Syarifuddin, Didin. 2012. Perilaku Seks Pranikah Sebagai Perilaku Sosial Menyimpang.
Bandung
Tempo.co. 2015. Ada 7 Program Penanggulangan Rokok di Indonesia. Diakses Pada Tanggal
19 Oktober 2018 dari https://gaya.tempo.co/read/670950/ada-7-program-penanggulangan-
rokok-di-indonesia/full&view=ok
World Health Organization (WHO). 2014. WHO Calls for Stronger Focus on Adolescent
Health. Geneva.
Zhao, Meng. dkk. 2004. Does Smoking Make One Dumber? Evidence from
Teenagers in Rural China, University of Pennsylvania Sholarly Commons Diakses Pada
Tanggal 19 Oktober 2018 dari www.aeaweb.org
41
42