Anda di halaman 1dari 10

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM HAM LANJUTAN

OLEH :
NAMA : COKORDA ISTRI CHANDRA DEVI PADMANANDA
NIM : 1704551209
KELAS : A
NO. ABSEN :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
Soal :
1. Di Era teknologi modern kegiatan berwisata menjadi semakin mudah, keberadaan
transportasi online semakin memudahkan wisatawan baik lokal maupun internasional
yang datang ke Bali untuk menikmati aktivitas wisatanya. Namun hal tersebut tidak
disambut baik oleh paguyuban transportasi lokal, mereka menilai bahwa keberadaan
transportasi online merugikan terutama dari segi perekonomian, ditambahkannya
bahwa paguyuban transportasi lokal dibentuk dengan dasar untuk mensejahterakan
masyarakat desa pakraman dengan memberikan lapangan pekerjaan bagi warga
desanya dan menjadi sumber penghasilan yang cukup besar untuk menghidupi
keluarga mereka. Mereka mendesak pemerintah untuk segera membuat Peraturan
Daerah yang pada intinya melarang transportasi online beroperasi di wilayah Bali.
Diskusi telah dilakukan antara penyedia pelayanan dan kepala desa adat, namun
tidak tercapai suatu kesepakatan. Bahkan kemudian paguyuban transportasi lokal
bekerjasama dengan pecalang desa adat di beberapa titik wisata tertentu telah
melakukan aksi sweeping terhadap transportasi online yang beroperasi di daerahnya.
Tidak hanya melarang dan menghentikan tetapi juga memaksa penumpang wisatawan
untuk turut untuk menggunakan jasa transportasi lokal yang tersedia. Hal ini
menyebabkan kebebasan wisatawan baik asing maupun lokal akhirnya terbatas.
Dilihat dalam kasus ternyata tugas pecalang pada kenyataannya lebih luas dari
sekedar menjaga ketertiban upacara adat dan keagamaan, sebab mereka juga
melaksanakan tugas-tugas pengamanan lainnya di dalam wilayah desa pakraman.
Perkembangan industri pariwisata di Bali juga seolah menjadikan eksistensi pecalang
semakin dibutuhkan dalam mendukung kelancaran aktivitas-aktivitas pariwisata.
Analisa HAM apa saja yang terdapat dalam kasus diatas. Apakah berwisata
merupakan Hak Asasi Manusia? Apakah melaksanakan tugas pengamanan yang
dilakukan oleh pecalang merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh
aktor bukan negara ? (sertai argumentasi saudara dengan dasar hukum yang
tepat baik nasional maupun internasional ).

2. Isu lingkungan hidup menjadi perhatian masyarakat dewasa ini, dalam


perkembangan di era sekarang kegiatan merokok sudah berkembang dari rokok
konvensional menjadi rokok elektrik atau lebih dikenal dengan istilah “vaping”. Di
sejumlah tempat umum seperti di bandara telah memberlakukan larangan vaping,
bahkan di area merokok sekalipun. Dengan adanya hal ini sejumlah masyarakat
pengguna vaping merasa haknya tidak diakui sehingga mereka melakukan protes
melalui sejumlah media sosial dengan melakukan kampanye bahwa vaping itu lebih
sehat daripada merokok, dan vaping bukanlah merokok. Menurut keterangan kepala
Bandara, vaping dilarang digunakan di bandara baik itu di tempat bebas maupun
tempat areal merokok karena produksi vapor yang tebal sangat mengganggu orang
lain di sekitarnya. Analisa HAM apa saja yang dilanggar dalam kasus tersebut
diatas ? Apakah penggunaan vaping merupakan kegiatan berbahaya untuk
lingkungan sekitar ? (sertai argumentasi saudara dengan dasar hukum yang
tepat baik nasional maupun internasional ).
Jawab :
* HAM yang terdapat dalam kasus diatas yaitu :
1. HAM dalam berwisata. Hal ini dapat dibuktikan dengan kalimat “pada era
teknologi modern kegiatan berwisata menjadi semakin mudah, keberadaan
transportasi online semakin memudahkan wisatawan baik lokal maupun internasional
yang datang ke Bali untuk menikmati aktivitas wisatanya”. Berwisata merupakan
termasuk dalam HAM, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 19 Ayat 1 huruf a
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa
“Setiap orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata”. (Pasal
19 Ayat 1 huruf A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
Pasal 28 C Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
Article 24 Universal Declaration of Human Rights, Article 7 D International Covenant
on Economic, Social, and Cultural Rights )
2. HAM dalam perlindungan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif. Hal ini
dapat dibuktikan dengan kalimat “paguyuban transportasi lokal bekerjasama dengan
pecalang desa adat di beberapa titik wisata tertentu telah melakukan aksi sweeping
terhadap transportasi online yang beroperasi di daerahnya. Tidak hanya melarang dan
menghentikan tetapi juga memaksa penumpang wisatawan untuk turut untuk
menggunakan jasa transportasi lokal yang tersedia”. Perlindungan dan perlakuan yang
bersifat diskriminatif yang dimaksud disini yaitu tindakan dari Pecalang dan
paguyuban transportasi lokal untuk melarang transportasi online beroperasi di daerah
tersebut, yang sudah jelas melanggar ketentuan Pasal 28 I Ayat 2 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.(Pasal
28 I Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 )
3. HAM dalam bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang layak. Hal
ini dapat dibuktikan dengan kalimat “paguyuban transportasi lokal bekerjasama
dengan pecalang desa adat di beberapa titik wisata tertentu telah melakukan aksi
sweeping terhadap transportasi online yang beroperasi di daerahnya. Tidak hanya
melarang dan menghentikan tetapi juga memaksa penumpang wisatawan untuk turut
untuk menggunakan jasa transportasi lokal yang tersedia”. Bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang layak yang dimaksud disini yaitu transportasi online
tersebut harus mendapatkan perlakuan layak dari paguyuban transportasi lokal karena
posisi dari transportasi online disini sedang bekerja dan berhak mendapat imbalan dari
penumpangnya. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 28 D Ayat 2 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja”. (Pasal 28 D Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945)
4. HAM dalam pekerjaan yang layak sesuai dengan bakat, kecakapan, dan
kemampuan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kalimat “paguyuban transportasi lokal
bekerjasama dengan pecalang desa adat di beberapa titik wisata tertentu telah
melakukan aksi sweeping terhadap transportasi online yang beroperasi di daerahnya.
Tidak hanya melarang dan menghentikan tetapi juga memaksa penumpang wisatawan
untuk turut untuk menggunakan jasa transportasi lokal yang tersedia”. Pekerjaan yang
layak sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan yang dimaksud disini yaitu
setiap orang yang bekerja menjadi transportasi online tentunya menurut mereka
pekerjaan tersebut layak sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan mereka.
(Pasal 38 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia )

* Berwisata merupakan hak asasi manusia :


Pengakuan kegiatan berwisata sebagai Hak Asasi Manusia dapat dilihat dalam
Pasal 28 C Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Dalam konteks
kesejahteraan, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
lebih lanjut menyatakan bahwa “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.
Pengakuan yang lebih tegas terdapat dalam bagian menimbang huruf b
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang disebutkan
bahw kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud
berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia. Pasal 5 huruf b Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang kemudian menjabarkan
ketentuan ini dengan menyatakan penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan
prinsip menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal.
Selanjutnya pada Pasal 19 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa “Setiap orang berhak memperoleh
kesempatan memenuhi kebutuhan wisata”.
Jika dilihat dalam konteks internasional, pengakuan HAM dalam kegiatan
berwisata terdapat dalam Article 24 Universal Declaration of Human Rights
menyatakan bahwa “Everyone has the right to rest and leisure, including reasonable
limitation of working hours and periodic holidays with pay”. Selanjutnya dalam
Article 7 International Covenant of Economic, Social, Cultural Rights menyatakan
bahwa “The States Parties to the present Covenant recognize the right of everyone to
the enjoyment of just and favourable conditions of work which ensure, in particular :

A. Remuneration which provides all workers, as a minimum, with :

I. Fair wages and equal remuneration for work of equal value without
distinction of any kind, in particular women being guaranteed conditions of
work not inferior to those enjoyed by men, with equal pay for equal work
II. A decent living for themselves and their families in accordance with
the provisions of the present covenant :
B. Safe and healthy working conditions
C. Equal opportunity for everyone to be promoted in his employment to an
appropriate higher level, subject to no considerations other than those of seniority
and competence
D. Rest, leisure and reasonable limitation of working hours and periodic
holidays with pay, as well as remuneration for public holidays.

Dari pemaparan dua perjanjian internasional diatas, telah terdapat pengakuan


HAM bagi kegiatan berwisata. Namun pengakuan tersebut hanya diberikan
kepada individu dalam kapasitasnya sebagai pekerja, sebagai imbalan
non-materiil yang diberikan atas pemenuhan kewajibannya sebagai pekerja.
Dengan demikian, pengakuan HAM bagi kegiatan berwisata belum menyentuh
individu-individu yang berada di luar lingkungan kerja, misalnya anak-anak
mereka yang belum atau tidak bekerja, dan mereka yang telah memasuki masa
purna tugas.

* Melaksanakan tugas pengamanan yang dilakukan oleh pecalang bukan


merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh aktor bukan negara :
Hal ini dikarenakan, dalam Pasal 18 B Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa yang diatur dengan undang-undang”. Jadi dalam hal ini tugas pengamanan
yang dilakukan oleh pecalang tidaklah suatu pelanggaran karena negara memang
mengakui adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang dalam hal ini pecalang
diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 03 Tahun 2001 tentang Desa
Pakraman. Dalam Pasal 1 angka 17 Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 03 Tahun
2001 tentang Desa Pakraman tersebut bahkan secara tegas dijelaskan pecalang adalah
satgas (satuan tugas) keamanan tradisional masyarakat Bali yang mempunyai
wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban wilayah, baik ditingkat banjar
pakraman dan atau di wilayah desa pakraman, yang artinya pecalang memang
memiliki tugas mengamankan suatu wilayah desa pakraman biarpun dalam hal ini
pecalang bukan merupakan alat negara.
Selain itu pada Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia memuat pula substansi tentang partisipasi masyarakat. Hal
itu dapat dilihat dalam pasal-pasal maupun penjelasan Undang-Undang Nomor 02
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu

A. Pasal 3 Ayat 1 menentukan pengemban fungsi kepolisian adalah

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh:


- Kepolisian Khusus
- Penyidik PNS
- bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa
Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, pemberian bantuan kepada Polri dalam
menyelenggarakan fungsi kepolisian dilakukan melalui pengembangan asas
subsidiaritas dan asas partisipasi.
B. Pasal 42 Ayat 2 menentukan hubungan dan kerjasasama di dalam negeri
dilakukan terutama dengan unsur-unsur pemerintahan daerah, penegak hukum,
badan, lembaga, institusi lain, serta masyarkat dengan mengembangkan asas
partisipasi dan asas subsidaritas.

Dengan makin terbukanya ruang dan peluang partisipasi masyarakat berdasarkan


Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, maka semakin intensif pula aktivitas pecalang di Bali bahkan di luar Bali,
dan memasuki ranah sosial kemasyarakatan, baik di bidang sosial budaya, sosial
ekonomi, pengamanan aktivitas politik, termasuk aktivitas lintas agama. Jadi
bukanlah suatu pelanggaran apabila pecalang melakukan tugasnya untuk
mengamankan suatu wilayah tertentu biarpun pecalang bukan merupakan alat negara
karena Undang-Undang mengijinkan hal demikian.

2. *HAM yang dilanggar dalam kasus diatas yaitu :


1. HAM dalam mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini dapat
dibuktikan dengan kalimat “Isu lingkungan hidup menjadi perhatian masyarakat
dewasa ini, dalam perkembangan di era sekarang kegiatan merokok sudah
berkembang dari rokok konvensional menjadi rokok elektrik atau lebih dikenal
dengan istilah “vaping”.Menurut keterangan kepala Bandara, vaping dilarang
digunakan di bandara baik itu di tempat bebas maupun tempat areal merokok karena
produksi vapor yang tebal sangat mengganggu orang lain di sekitarnya”.
Mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat yang dimaksud disini yaitu bebas dari
asap rokok elektrik yang tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan si perokok dan
orang-orang sekitar yang menghirup asapnya juga. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 H
Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”. (Pasal 28 H Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia Tahun 1945, Pasal 9 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia).
2. HAM dalam mempertahankan hidupnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan
kalimat “Menurut keterangan kepala Bandara, vaping dilarang digunakan di bandara
baik itu di tempat bebas maupun tempat areal merokok karena produksi vapor yang
tebal sangat mengganggu orang lain di sekitarnya”. Mempertahankan hidupnya yang
dimaksud disini yaitu bebas dari asap rokok elektrik yang dapat mengganggu
kesehatan serta berpengaruh dalam lamanya hidup seseorang. Hal ini sesuai dengan
bunyi Pasal 28 A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak untuk hidup seta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”. (Pasal 28 A Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Pasal 9 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia).
3. HAM dalam bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Hal ini dapat
dibuktikan dengan kalimat “Menurut keterangan kepala Bandara, vaping dilarang
digunakan di bandara baik itu di tempat bebas maupun tempat areal merokok karena
produksi vapor yang tebal sangat mengganggu orang lain di sekitarnya. Bertempat
tinggal serta berkehidupan yang layak yang dimaksud disini yaitu salah satunya
terhindar dari asap rokok elektrik yang menyebabkan berbagai penyakit yang
mengakibatkan setiap orang tidak dapat bertempat tinggal serta berkehidupan yang
layak. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 40 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta
berkehidupan yang layak”. (Pasal 40 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia).
4. HAM pada anak dalam mempertahankan hidupnya. Hal ini dapat dibuktikan
dengan kalimat “Menurut keterangan kepala Bandara, vaping dilarang digunakan di
bandara baik itu di tempat bebas maupun tempat areal merokok karena produksi vapor
yang tebal sangat mengganggu orang lain di sekitarnya.”. Anak dalam
mempertahankan hidupnya yang dimaksud disini yaitu kehidupan anak-anak yang
harus terhindar dari asap rokok elektrik. Jika tidak maka, anak-anak tersebut tidak
dapat mempertahankan kehidupannya karena asap rokok elektrik dapat memicu
berbagai penyakit dan gangguan fungsi organ. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 53
Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
menyatakan bahwa, “Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya”.(Pasal 53 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).
* Penggunaan vaping merupakan kegiatan berbahaya untuk lingkungan
sekitar
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 86 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Rokok Elektrik, menyebutkan bahwa,
Rokok Elektrik adalah perangkat rokok yang digunakan dengan memanaskan cairan
yang menghasilkan asap dan dihisap oleh pemakainya yang termasuk likuid nikotin
dan pengganti likuid nikotin yang digunakan sebagai isi mesin dan aparatus elektrik.
Vaping atau rokok elektrik sangat berbahaya, salah satunya bisa memicu depresi,
gangguan perkembangan otak, dan gangguan psikologi karena efek candu dari
Nikotin. Selain itu penyempitan paru-paru, penyempitan pembuluh darah, bahkan
sampai kematian yang disebabkan dari Propilen Glikol, Perisadiasetil dan Zat
Karsinogenik. Selanjutnya cairan rokok elektrik atau vaping mengandung perisa
diasetil yang bahaya bila dipanaskan dan dihirup dalam waktu lama karena bisa
menyebabkan penyakit Bronchiolitis Obliterans. Di Amerika Serikat penggunaan
vape sudah menimbulkan banyak kasus penyakit paru misterius. Dan telah dilaporkan
lebih dari 500 kasus penyakit paru terkait vape terjadi di Amerika Serikat dengan 8
orang meninggal dunia. Amerika Serikat telah menetapkan penyakit ini sebagai
epidemi dan sejumlah negara bagian Amerika Serikat sudah melarang peredaran vape.
Selain itu rokok elektrik memiliki dampak jangka panjang yang sama dengan rokok
konvensional. Sedangkan dampak jangka pendek lebih menakutkan. Rokok elektrik
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 56 %, risiko stroke 30%, dan
risiko jantung koroner 10 %. Selain itu, vape juga mengganggu organ tubuh lainnya.
Rokok elektrik dapat merusak organ hati dan ginjal, begitu juga dengan sistem
imunitas. Sementara itu, vape pada anak-anak dan remaja selain merusak organ juga
dapat merusak perkembangan otak serta merusak bagian otak yang berperan penting
dalam kecerdasan. Sampai usia 25 tahun bagian otak yang berhubungan dengan
kebijaksanaan, perilaku, dan kecerdasan itu terus berkembang. Bagian otak ini rentan
terhadap nikotin yang ada dalam vape. Sehingga penggunaan vape sangat berbahaya
bagi kesehatan lingkungan sekitar. Selain itu, penggunaan vape melanggar beberapa
HAM diantaranya, Hak mendapat lingkungan yang baik dan sehat sesuai dengan
Pasal 28 H Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Hak untuk hidup serta mempertahankan
hidup seseorang yang sesuai dengan Pasal 28 A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak untuk
hidup seta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Hak untuk bertempat
tinggal serta berkehidupan yang layak sesuai dengan Pasal 40 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak untuk
bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak”. Serta Hak anak untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya sesuai dengan Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa, “Setiap
anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan
meningkatkan taraf kehidupannya”.

Anda mungkin juga menyukai