A. Latar Belakang
Budaya literasi di Indonesia belum dianggap sebagai suatu hal yang penting.
Minat baca bangsa sangat mengkhawatirkan, padahal dari membaca, kemampuan
berbahasa lainnya seperti menulis dan berbicara akan meningkat. Membaca adalah
jendela dunia yang membuat manusia dekat dengan karya sastra, buku, karakter
bangsa, dan peradaban.
Literasi yaitu kemampuan menulis dan membaca, budaya literasi
dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses
membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses
kegiatan tersebut akan menciptakan karya. Membudayakan atau membiasakan
untuk membaca, menulis itu perlu proses jika memang dalam suatu kelompok
masyarakat kebiasaan tersebut memang belum ada atau belum terbentuk.
Budaya membaca di kalangan generasi muda sangatlah diperlukan,
terutama dalam dunia pendidikan. Peserta didik diharuskan mampu membaca serta
paham akan apa yang dibacanya. Kurangnya minat baca peserta didik tentunya akan
berdampak negatif terhadap hasil belajaranya. Bagaimana tidak, karena untuk bisa
paham suatu materi pelajaran salah satunya dengan membaca. Kemampuan Literasi
yang baik akan membantu peserta didik dalam memahami teks lisan, tulisan,
gambar/visual. Oleh karena itu pengembangan literasi peserta didik harus dilakukan
secara terpadu antar kegiatan menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Sulzby (1986) menjelaskan, Literasi adalah kemampuan berbahasa
seseorang (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) untuk berkomunikasi
dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Selanjutnya Sulzby juga
menyatakan Literasi secara sempit, yaitu Literasi sebagai kemampuan membaca
dan menulis.
B. Permasalahan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa masyarakat
ke dalam sebuah kondisi yang sedikit banyak melunturkan budaya literasi. Di
lingkungan sekolah siswa cenderung malas untuk membaca buku di perpustakaan.
Salah satu media literasi berupa majalah dinding mulai tersisihkan oleh pengaruh
digital dan media sosial. Siswa mulai malas dan enggan untuk membaca artikel
yang dipajang di majalah dinding karena cenderung pasif dan kurang ineraktif. Hal
tersebut berimbas kepada budaya literasi siswa yang menurun.
Mading Digital ini bersifat interaktif. Artinya siswa bisa memilih rubrik apa
yang akan dibaca/dilihat. Tinggal memilih atau mengarahkan pointer ke tulisan
rubrik pada tampilan menu Majalah Dinding.
Mading Digital SMPN 2 Jalaksana ini masih dalam tahap percobaan. Masih
menggunakan program PowerPoint. Untuk kedepannya sedang dikembangkan
aplikasi khusus untuk Mading Digital.
Siswa SMP Negeri 2 Jalaksana memberikan respon yang baik terhadap
Mading Digital ini. Selain untuk meningkatkan budaya literasi, program Mading
Digital ini untuk membiasakan siswa dalam menggunakan teknologi komputer.
D. Simpulan
Budaya literasi adalah cermin kemajuan bangsa. Budaya Literasi perlu
dibangun dalam lingkungan sekolah. Budaya membaca bukanlah faktor bawaan,
melainkan faktor kebiasaan. Oleh karena itu penting untuk membiasakan budaya
membaca, terutama di lingkungan sekolah.
Sarana dan prasarana atau sumber bacaan akan menjadi salah satu faktor
pendukung dari budaya literasi. Program Mading Digital ini dibuat salah satunya
untuk membiasakan budaya membaca, yang dipadukan dengan pemanfaatan
teknologi.