Anda di halaman 1dari 13

Penelitian

Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang 77

Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan:


Pandangan IPTh. Balewiyata Malang

Syaiful Arif
Dosen Pascasarjana Islam Nusantara STAINU Jakarta
Diterima redaksi 13 Maret 2014, diseleksi 8 April 2014 dan direvisi 28 April 2014

Abstract Abstrak

As a school of theology under the auspices Sebagai lembaga pendidikan teologi


of the East Java Christian Church (GKJW), di bawah naungan Gereja Kristen Jawi
the Theological Education Institute (IPTh.) Wetan (GKJW), Institut Pendidikan
Theologia (IPTh.) Balewiyata, Malang, telah
of Balewiyata, Malang has developed a
mengembangkan pemahaman tentang misi
substantive understanding of Christian Kristen yang substantif. Dengan demikian,
missionizing. This understanding froms ia menyumbangkan dasar pemikiran
the basis of the moderate theology held by teologis yang moderat bagi GKJW dan
GKJW and the Christian community of East umat Kristen di Jawa Timur. Konsep misi
Java. This concept of moderate missionizing yang moderat ini merujuk pada misi
sees missions as a proclamation and a sebagai pewartaan atas kesaksian yakni
kesaksian spiritual atas kebenaran ajaran
testimony for the truth of Christ’s teaching.
Kristus, yang diimani secara teologis dan
It is a practice of theological tenets in the dipraktikkan secara manusiawi. Inilah
shape of religious tolerance and the caring yang melahirkan praktik misi yang ramah
of humanity. Interestingly, the moderate dengan kemajemukan agama dan peduli
mission has facilitated the indigenization terhadap nasib kemanusiaan. Menariknya,
of Christianity in Java, leading to the misi moderat ini diamalkan dalam kerangka
formation of a unique “Javanese Christian” pribumisasi Kristen ke dalam budaya Jawa
sehingga membentuk kultur “Kristen Jawa”
culture.
yang unik.
Key words: Mission, Plurality, Religious Kata kunci: Misi, Kemajemukan,
Indigenization Pribumisasi Agama

Pendahuluan Bagi kalangan moderat, misi adalah


upaya presentia: menghadirkan substansi
Sebagaimana di kalangan Islam, nilai-nilai Kristen di masyarakat demi
di lingkungan kekristenan juga terdapat terwujudnya syalom, yakni kondisi
benturan pemikiran, antara pandangan keselamatan dan kesejahteraan bagi
moderat dan ekstrim. Benturan ini semua umat manusia. Di dalam Islam,
berangkat dari pemahaman atas misi syalom ini diwakili oleh kata salam, yakni
(dakwah) yang berbeda-beda. Benturan keselamatan yang merujuk pada fungsi
ini tentu memiliki dampak, baik bagi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Karena
kemajemukan masyarakat Indonesia tujuannya merujuk pada keselamatan
secara umum, maupun di kalangan gereja dan damai sejahtera bagi umat manusia,
sendiri dalam rangka Oikumene. maka nilai-nilai Kristen yang diambil

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1


78 Syaiful Arif

bersifat substantif. Artinya, substansi kesejarahan. Kesejarahan ini sekaligus


dari doktrin kekristenan secara langsung menjadi bagian dari kesejarahan Kristen
tidak terkait dengan kepentingan Kristen di Jawa Timur. Pada titik ini, pembentukan
sebagai agama misionaris, dan gereja Balewiyata menjadi bagian integral dari
sebagai pusat misi. Kepentingan dari misi proses pribumisasi Kristen di Jawa.
presentia ini adalah kesejahteraan umat
manusia itu sendiri, baik umat Kristen Hal ini yang menarik, karena unsur
maupun non-Kristen. kejawaan dominan di dalam Kristen
Jawi Wetan. Hal ini juga terdapat dalam
Sementara itu bagi pandangan kesejarahan Balewiyata. Pada masa
ekstrim, misi adalah upaya “penanaman yang paling awal, yakni pra-embrio,
gereja” (church planting). Artinya, “pendidikan teologi” sudah ada dalam
upaya untuk “menanamkan gereja” bentuknya yang paling primordial.
demi bertambahnya jumlah pengikut Bentuk primordial ini terdapat di dalam
Kristiani. Pandangan ini berangkat dari tradisi peguron (belajar kepada seorang
pemahaman doktrinal bahwa tidak ada guru) untuk mendapatkan ngelmu (ilmu).
keselamatan di luar Kristen dan gereja. Ngelmu di sini tidak hanya dimaknai
Dengan demikian, setiap orang yang sebagai pengetahuan empirik selayak
ingin mengalami syalom, ia harus masuk ilmu pengetahuan, melainkan dimaknai
ke dalam agama Kristen. Pandangan ini sebagai ilmu batin yang terkait dengan
memiliki dampak jelas, yakni benturan
misteri kehidupan dan rahasia ketuhanan
antar-agama dan kelompok, akibat
dalam perspektif panteisme.
pendekatan yang ekslusif.
Di Jawi Wetan, tradisi peguron ini
Dalam kaitan ini, Intitut Pendidikan
ada di Desa Wiyung, di langgar peguruan
Theologia (IPTh.) Balewiyata, Malang,
Ki Dasimah. Kelompok peguron ini
Jawa-Timur, yang merupakan lembaga
berangkat dari tradisi kejawen, tetapi telah
pendidikan teologi milik Gereja
dipengaruhi oleh Islam. Karena tradisi
Kristen Jawi Wetan (GKJW) telah
mengembangkan pandangan moderat pembelajarannya lintas batas, kelompok
atas misi Kristen. Hal ini bisa terlihat dari ini juga mempelajari selebaran Injil
pola keberagamaan yang sangat kultural Markus yang diwartakan oleh seorang
dan pluralis. Kultural yang dimaksud Zendeling, Johanes Emde. Johanes sendiri
adalah kekristenan yang membumi tidak mengetahui apabila selebaran Injil
ke dalam budaya Jawa, sehingga bisa tersebut sampai ke tangan Ki Dasimah.
dikatakan, bentuk dari kehidupan Bertahun-tahun mereka mengadakan
keberagamaan di kalangan GKJW Pemahaman Alkitab (PA), dan pengajian
merupakan “bentuk Jawa isi Kristen”. Ki Dasimah ini baru benar-benar
Dengan demikian, IPTh. Balewiyata telah memahami kandungan nash Alkitab,
mampu melakukan pribumisasi Kristen setelah bertemu dengan misionaris di
ke dalam budaya Jawa Timuran, sehingga Ngoro, yakni Coenrad Laurens Coolen.
menghasilkan kekristenan yang sangat Maka terbentuklah “pendidikan teologia”
budayawi. Hal serupa dengan bentuk- dalam arti paling primordial di dalam
bentuk kegiatan dialog lintas-iman yang pengajian Ki Dasimah tersebut. Kalangan
menggambarkan pandangan keagamaan pendeta GKJW memaknai peristiwa ini
yang pluralis. sebagai kuasa Roh Kudus.

Perjalanan selanjutnya, adalah


fase embrio. Hal ini tidak lepas dari
Sejarah IPTh. Balewiyata
peran Zendeling Nederlandse Zendeling
Sebagai pusat pendidikan teologi Genootschap (NZG), Jelle Eeltjes Jellesma
di GKJW, IPTh. Balewiyata memiliki yang diterima di Jemaat Mojowarno.

HARMONI Januari - April 2014


Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang 79

Menariknya, sejak awal Jellesma bersikap kembali ke kepercayaan lama. Sampai


empati terhadap tradisi Jawa, sehingga pada akhirnya, Harthoom menutup
ia berpandangan: Pekabaran Injil di Jawa “sekolah teologia” yang dibentuk
sebaiknya dilakukan oleh orang-orang Jallesma, karena ia menganggap tidak
Jawa sendiri. Dalam rangka ini, Jellesma membutuhkan tenaga pembantu
kemudian mendidik orang-orang Kristen penginjilan yang terlalu banyak. Namun,
Jawa dalam suatu “sekolah teologi” Harthoom hanya memimpin setahun
tradisional yang bertempat di rumahnya saja, dan ia digantikan oleh Hoezoo.
sendiri. Mereka yang dididik ini Di bawah pelayanan Hoezoo inilah,
kemudian ditugaskan untuk memelihara pola pendekatan Jallesma dihidupkan
persekutuan-persekutuan Kristen baru, kembali, termasuk “sekolah teologia”. Ia
serta mengadakan kunjungan pastoral di memandang bahwa kemerosotan Kristen
mana-mana. di masyarakat harus dilihat sebagai pra-
kondisi bagi tegarnya firman Tuhan.
Dari sini terlihat bahwa Bukan penghalang yang harus dimusuhi.
kekristenan di Jawi Wetan (Jawa Timur)
mengembangkan dua pendekatan yang Dalam era Hoezoo tersebut,
saling menyatu yakni pengembangan kemerosotan memang menghinggapi
gereja dan pendidikan teologi. Dua masyarakat. Seperti dicatat Hoezoo,
kesatuan ini memiliki dua arah; (1) keikutsertaan orang-orang Jawa ke dalam
pemeliharaan ke dalam gereja sendiri; (2) Kristen masih dilatari oleh motif material,
pembekalan tugas ke luar atau kesaksian. seperti lahan (tanah), ngelmu kesaktian,
Prinsip ini yang hingga sekarang digarap kedatangan Ratu Adil dan perkawinan.
oleh Balewiyata dan GKJW secara umum. Ketika masyarakat Jawa mengalami
Dalam kaitan ini, sikap empatik Jellesma penyusutan kepercayaan kepada Roh,
terhadap kultur lokal juga dipraktikkan di mereka tetap berada di dalam kepercayaan
dalam model pembinaannya yang tidak terhadap takhayul, disamping semakin
ngguroni, melainkan kemitraan. Maka, merebaknya pemakaian candu, pencurian
Jellesma membentuk kerjasama dengan dan perzinahan. Hanya saja dengan bijak
pimpinan Kristen di Mojowarno, seperti Hoezoo melihatnya sebagai “persiapan
dengan pendeta Paulus Tosari. Pada kekristenan untuk dibimbing kepada
saat bersamaan, Jellesma juga berperan iman dan pertobatan di bawah pengaruh
sebagai penengah atas perbedaan pemberitaan firman”.
pandangan antara kelompok Coolen
yang kejawen dengan kelompok Emde Selanjutnya adalah kedatangan J.
yang kebarat-baratan. Kruyt Sr. dan anaknya, A. Kruyt yang
membawa suasana baru di Mojowarno.
Pendekatan yang adatif dengan Sauna baru itu terkait dengan tingkat
kultur lokal ini tidak berlangsung lama hubungan antara jemaat-jemaat Jawa
karena pada tanggal 16 April 1858, Jellesma yang telah tumbuh sebelum Zending
wafat dan dimakamkan di Mojowarno. NHK dengan Zending NHK sendiri. Jika
Untuk sementara ia digantikan oleh Jellesma tidak menggunakan pendekatan
Ds. Harthoom selama setahun, yang “ngguroni” melainkan mitra, maka Kruyt
sayangnya memiliki pandangan menggunakan pendekatan sebaliknya. Ia
berbeda dengan pendahulunya tersebut. melakukan bimbingan dan pembinaan
Artinya, Harthoom melihat kekristenan intensif melalui pemeliharaan jemaat.
di Mojowarno masih diliputi oleh
kepercayaan lama (gugon tuhon, dsb). Hal Berbagai kemajuan yang bersifat
ini diperparah dengan surutnya kehadiran organisatoris berhasil dicapai. Hanya
orang di gereja, dan kecenderungan umat saja di dalam proses ini, terbentuk
hubungan piramidal antara orang-

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1


80 Syaiful Arif

orang Jawa dengan misionaris Eropa. karena sttatusnya memang bersifat


Hal ini terlihat dalam beberapa hal; (1) eksperimental.
Zendeling adalah satu-satunya yang
dapat menyelenggarakan sakramen. Dari eksperimen di Kediri ini,
Dalam hal ini, ia tidak dipanggil jemaat, Konferensi Zendeling Jawa Timur
tetapi diutus oleh NZG; (2) Zendeling kemudian menyampaikan usulan ke
adalah “orang atas”, sedang orang Jawa Pusat Zendeling di Belanda untuk
merupakan “orang bawah”; (3) Zendeling memperluas misi ke Malang, selain di
adalah pendidik yang harus diikuti, Mojowarno. Malang dipilih karena ia
bukan hanya sekadar pengkhotbah merupakan kota besar yang strategis bagi
atau penggembala; (4) Pendeta adalah modernisasi pekabaran Kristen di Jawa
orang Belanda yang memimpin semua Timur. Maka pada Januari 1927, Sekolah
orang Jawa. Ia disapa dengan sebutan Teologia Balewiyata didirikan di Malang,
“Ndoro Tuwan Pandita”. Dalam situasi dengan 20 siswa sebagai angkatan
ini, warga Kristen Jawa mengalami pertama. Secara etimologis, Balewiyata
konflik psikis baik dengan para zending berarti: Bale (omah, pendopo) Wiyata
Belanda, maupun di dalam diri mereka (piwulang). Sehingga Balewiyata adalah
sendiri. Konflik psikis ini terjadi di dalam panggonane nampa piwulang: tempat
pergulatan antara zending, jemaat Kristen menerima pengajaran. Nama Balewiyata
Jawa dan kebangkitan nasional. sengaja dipilih karena nama ini memiliki
“kandungan rasa Jawa”. Hal ini terkait
Bersama dengan angin dengan pendekatan misi di Jawa Timur
nasionalisme, zending menyadari yang memang membumi ke dalam kultur
perlunya perluasan misi, yang akhirnya dan kebajikan Jawa (van Kekem, 2002:30-
menempatkan Malang sebagai pusat 31).
Zendeling di Jawa Timur. Sebelumnya,
telah dilakukan upaya untuk mendirikan
sekolah teologia, namun selalu gagal. Transformasi Misi
Upaya ini pernah dilakukan oleh Ds.
Crommelin di Mojowarno pada tahun Sebagai bagian dari GKJW, IPTh.
1905. Hal sama dilakukan oleh Ds. Baljon Balewiyata memiliki pandangan tentang
yang dikirim tahun 1918. Kedua upaya misi yang selaras dengan pandangan serta
mereka gagal. kinerja GKJW dalam misi kekristenan.
Pandangan ini bersifat substantif yang
Pada tahun 1925, berhasil didirikan menekankan pemaknaan esoteris atas
pendidikan teologi, bukan di Mojowarno ajaran Kristus sehingga melahirkan misi
melainkan di Kediri. Pendidikan ini yang kontekstual dengan keadaan dan
ditangani oleh Ds. C.W. Nortier dan kebutuhan masyarakat.
Ds. B.M. Schuurman. Nama lembaga
pendidikan ini bukan Balewiyata Dalam kaitan ini, terjadi perubahan
melainkan Teologische Opleiding School paradigma dari pemahaman misi sebagai
Voor Voorgangers. Yakni sekolah teologia pekabaran Injil (PI), kepada misi sebagai
yang bertujuan mencetak pala pelayan kesaksian. Misi sebagai PI merupakan
Firman (Voorganger). Sekolah inipun pemahaman GKJW sejak tahun 1931
sebenrnya merupakan kursus singkat hingga 1990-an. Dalam pemahaman ini,
sekama satu setengah tahun. Kursus ini PI dimaknai sebagai upaya mengabarkan
diikuti oleh 18 orang siswa yang sudah Injil, yakni kabar baik dari Tuhan. Hal
cukup umur dan memiliki pengalaman yang menarik, kabar baik dari Tuhan ini
di jemaat. Sekolah menamatkan 18 orang tidak hanya tertuju pada umat Kristen
tersebut, kursus ini ditutup sementara tetapi seluruh umat manusia. Hal ini
terjadi karena yang dimaksud sebagai
HARMONI Januari - April 2014
Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang 81

kabar baik adalah “tidak ada lagi tangisan, populasi umat Kristen wajib mengalami
ratapan dan duka”. Inilah yang disebut dan mewartakan kesaksian.
sebagai kasih. Dalam kerangka ini, agen
PI masih bersifat formal yang dilakukan Dari proses kesaksian ini, maka
oleh para pendeta, yang terkoordinasi di misi kemudian menjadi upaya untuk
dalam Badan Pekabaran Injil. mewartakan kesaksian. Hanya saja
berbeda dengan metode Pekabaran Injil
Pasca 1990-an, terjadi perubahan yang cenderung formal-doktrinal, yang
paradigma menuju misi sebagai kesaksian. dilakukan oleh pendeta di dalam gereja.
Paradigma ini berangkat dari proses Pekabaran kesaksian dilakukan secara
keberimanan umat Kristen akan Yesus. informal dan tidak langsung. Tentu,
Keberimanan ini tidak hanya terhenti pekabaran dalam arti formal gerejawi dan
pada keyakinan yang bersifat doktrinal, doktrinal tetap ada di lingkup internal
melainkan sebuah proses “mengalami umat Kristen. Namun cakupan misi
iman”. Oleh karenanya, kata yang dipakai dalam kerangka kesaksian, melampaui
adalah kesaksian yakni sejauh mana keumatan Kristen. Hal ini bisa terjadi,
orang Kristen berjumpa dengan Kristus karena pewartaan kesaksian dilakukan
di dalam kehidupannya, sehingga ia bisa secara tidak langsung, sebagai dampak
bersaksi akan kebenaran dan kehadiran dari kesaksian. Misalnya, moralitas
Kristus di dalam kehidupan. Pada seorang Kristen yang bagus yang lahir
titik ini, kesaksian merupakan proses dari kesaksian akan moralitas Kristus,
penghayatan iman yang berjumpa dengan akan membuat orang lain tertarik.
pengalaman kehidupan. Ia merupakan Ketertarikan ini tidak kemudian menjadi
proses internalisasi ajaran Kristus jalan bagi peng-kristenan orang tersebut.
sehingga menjadi bagian dari kehidupan. Sebab nilai-nilai yang diwartakan di
Dalam fase ini, seorang Kristen tidak dalam kesaksian bersifat substantif,
cukup hanya menghafalkan ayat suci, seperti kejujuran, kedamaian, solidaritas,
tetapi sejauh mana ayat suci tersebut telah dan ketuhanan itu sendiri. Pada titik
menjadi bagian dari kesadaran hidup. inilah, pewartaan misi akhirnya bisa
bertemu dengan agama-agama lain, serta
Dengan adanya perubahan konteks masyarakat yang melingkungi
paradigma ini, maka struktur pembinaan kekristenan tersebut (Suwignyo, 2013).
di GKJW berubah. Dari Dewan Pekabaran
Injil, menjadi Dewan Pembinaan
Kesaksian (DPK). Dewan ini berada pada
Implementasi Misi
level sinode, yang mengkoordinasikan
Komisi Pembinaan Kesaksian (KPK) Dalam kerangka misi sebagai
di tingkat Majelis Daerah, sedang kesaksian dan teologi kontekstual ini,
KPK mengkoordinasikan KPK pada warga Kristen Jawi Wetan baik yang
level jemaat-jemaat. Dengan adanya terepresentasi dalam IPTh. Balewiyata
perubahan tersebut, agen misi tidak hanya maupun GKJW telah mengalami
pendeta yang tergabung dalam Dewan pergulatan agama dan budaya. Hal
PI, melainkan semua orang Kristen. ini dilatarbelakangi oleh misi awal
Dalam kaitan ini, Dewan dan Komisi kekristenan yang disebarkan oleh
Pembinaan Kesaksian hanya melakukan kalangan pietisme, sebuah aliran teologi
pembinaan agar semua orang mengalami yang menekankan kesalehan batin,
kesaksian dan bisa menjadi saksi atas kelahiran baru, keselamatan jiwa dan
kebenaran Kristus. Perubahan ini terjadi penginjilan. Dalam kerangka pietisme
karena kesaksian bukanlah tugas elitis, inilah, misi dipahami sebagai pekabaran
melainkan populis. Artinya, semua Injil. Aliran pietisme ini memiliki

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1


82 Syaiful Arif

pandangan negatif terhadap adat lokal kemajemukan agama; (3) Pelayanan


serta agama lain, sehingga melahirkan gereja untuk mengentaskan kemiskinan;
pendekatan misi yang konfrontatif. Oleh (4) Hubungan Oikumene di internal
karena itu tidak mengherankan jika gereja lain.
kekristenan sering dipandang sebagai
anti-sosial, anti-budaya dan anti-agama-
agama lain. Pribumisasi Kristen
Dari sini warga Kristen Jawi Wetan Kontekstualisasi ajaran Kristen
mengalami keterbelahan kepribadian. ke dalam budaya Jawa, merupakan
Di satu sisi mereka merupakan orang implementasi pertama dari misi Kristen
Kristen yang memiliki dua “identitas yang bersifat substantif. Ke-Jawaan warga
luar”: doktrin Kristen yang puritan dan Kristen Jawi Wetan memang sangat
budaya Belanda yang modern. Dua kental, terlihat dalam nama GKJW itu
identitas yang datang dari luar Jawa ini sendiri. Dengan demikian, warga Kristen
bertemu dengan identitas kejawaan yang ini memahami dirinya sebagai orang Jawa
memiliki nilai, adat dan budaya sendiri. yang beragama Kristen, bukan orang
Maka, Kristen Jawi Wetan akhirnya Kristen yang kebetulan di Jawa.
berusaha menempatkan ajaran Kristen di
antara dua ekstrim. Di satu sisi menjaga Dari sini mereka melakukan
diri agar tidak terjebak dalam “akulturasi pribumisasi agama ke dalam budaya
total” dengan budaya Jawa, sehingga Jawa. Dalam kaitan ini yang disebut
menghilangkan otentisitas Kristen. pribumisasi agama bukanlah Jawanisasi
Namun di sisi lain juga tidak menjadi atau sinkretisme. Jawanisasi merujuk
kaum puritan dan Westernis yang anti pada dominasi nilai dan budaya Jawa atas
dengan budaya lokalnya sendiri. Hal Kristen. Sementara sinkretisme merujuk
serupa terjadi pada hubungan antar- pada pencampur-adukan teologi sehingga
agama. Di satu sisi, warga Kristen Jawi masing teologi hilang otentisitasnya.
Wetan menjaga diri dari pandangan Pribumisasi agama kemudian menapaki
keagamaan yang ekslusif-trimpalistik titik tengah di antara kedua ekstrim itu
(tertutup dan superiority complex) melalui kontekstualisasi ajaran-ajaran
sehingga meniadakan agama lain. Di agama dengan mengambil bentuk
sisi lain tidak meleburkan Kristen ke budaya lokal (Wahid, 2001:117). Artinya,
dalam kemajemukan agama sehingga agama yang datang dari luar negeri dan
menghilangkan orisinalitas Kristen. Titik universal itu memanifestasikan dirinya
tengah antara kedua ekstrim di atas ke dalam bentuk budaya lokal, dalam
terdapat dalam kontekstualisasi teologi, hal ini Jawa. Pada titik ini, yang diambil
di mana ajaran-ajaran Kristus yang dari Jawa dua hal. Pertama, nilai-nilai
universal berusaha dibumikan ke dalam etis yang sama dengan etika Kristen.
konteks masyarakat, tanpa kehilangan Sementara etika Jawa bersifat spiritual,
otentisitas dari ajaran tersebut. maka kesamaan etis antara Jawa dan
Kristen tentu bersifat spiritual. Kedua,
Dalam kaitan ini, terdapat tiga bentuk budaya Jawa yang netral dan bisa
implementasi misi yang dilakukan warga disusupi oleh nilai-nilai Kristen. Dalam
Kristen Jawi Wetan, baik yang dilakukan pola ini, bentuk budaya Jawa dipinjam
di dalam IPTh. Balewiyata, GKJW, dan dijaga, bukan dihilangkan demi
maupun praktik misi para pendeta GKJW. Kristen (Crysta Budi, 2013).
Ketiga implementasi tersebut meliputi;
(1) Kontekstualisasi ajaran Kristen ke Pribumisasi Kristen ke dalam
dalam budaya Jawa; (2) Perawatan atas budaya Jawa ini bisa terlihat di dalam
beberapa hal. Pertama, penggunaan
HARMONI Januari - April 2014
Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang 83

bahasa Jawa Timuran sebagai bahasa selepas sembahyang), serta cerita-cerita


kekristenan di GKJW. Penggunaan ini Alkitab yang disampaikan melalui
dilakukan baik dalam khotbah, proses media wayang. Pendekatan budaya ini
pendidikan di IPTh. Balewiyata maupun dilakukan oleh pendeta C. L. Coolen di
di dalam situs resmi GKJW: www.gkjw. daerah Ngoro, Jombang. Menariknya,
web.id. Kedua, penggunaan wayang misi seperti ini tidak diniatkan untuk
sebagai media dakwah. Sama dengan mencari pengikut. Sebab dakwah model
Islam, khususnya para Walisongo yang budaya ini dilakukan demi pendalaman
menggunakan wayang sebagai media keyakinan warga Krisren secara internal.
dakwah. Para pendeta GKJW juga
menggunakan wayang sebagai media Di tempat lain, yakni Wiyung
misi. Proses penggunaan wayang ini Surabaya, orang Jawa yang menganut
berangkat dari paradigm pribumisasi Kristen harus menanggalkan adat
agama, yakni internalisasi nilai-nilai Jawanya. Kelompok Dasimah, Midah dan
Kristen ke dalam cerita wayang tanpa Sadimah dari Wiyung yang belajar Kristen
menggubah originalitas wayang itu kepada pendeta Johanes Emde (Jerman)
sendiri. Artinya, epos yang ditayangkan di Surabaya, mendapatkan “Sepuluh
tetap epos Mahabarata dan Ramayana. Hukum” yang antaranya: Janganlah kamu
Internalisasi Kristen ke dalam epos mendengarkan gamelan, janganlah kamu
tersebut bersifat substantif, sehingga membaca tembang. Hal ini membuahkan
sosialisasi ajaran Kristen melalui wayang penolakan bagi warga Jawa, sehingga
tidak bersifat formal. Artinya, nilai-nilai orang-orang Ngoro dibaptis di Surabaya
Kristen diwartakan dalam bahasa, kata dengan model anti-Jawa tersebut, diusir
dan istilah dari pewayangan, bukan istilah dari Ngoro. Kedua model misi yang
dan terminologi Kristen (Daneswara, berseberangan ini kemudian bertemu di
2013). dalam pembentukan masyarakat Kristen
di Mojowarno yang berusaha menetapkan
Ketiga, tradisi wisuda crash program kembali kekristenan yang ramah budaya
di IPTh. Balewiyata yang menggunakan Jawa (Daneswara, 2006:225).
pakaian Jawa (blangkon dan asesoris
pakaian Jawa), liturgi, bahasa pengantar
dan musik pengiring Jawa (Suwignyo, Perawatan Pluralitas
2002:106). Keempat, musik gereja Jawa.
Musik merupakan media bagi pribumisasi Implementasi kedua yang
agama. Dalam hal ini, GKJW tidak hanya dilakukan oleh warga Kristen Jawi Wetan
menciptakan tembang-tembang Jawa khususnya dilakukan di IPTh. Balewiyata
untuk ibadah gereja, seperti Kidung adalah perawatan kemajemukan agama.
Hossiana karangan Dirman Sasmokoadi, Sebagai bagian dari kontekstualisasi,
tetapi juga menerjemahkan lagu-lagu IPTh. Balewiyata mengembangkan
Eropa menjadi lagu Jawa seperti Kidung teologi pluralisme, yang meninggalkan
Pasamuwan Kristen. ekslusifisme-triumphalistik atas agama
dan membuka diri bagi pengenalan serta
Pribumisasi agama melalui musik penghargaan terhadap agama-agama
ini mengiringi proses dakwah Kristen lain.
itu sendiri di Jawa Timur. Pada awalnya,
Kekristenan diperkenalkan di wilayah Pendekatan inklusif dalam
ini melalui media musik yang hidup kerangka pluralisme agama ini
di zamannya. Kekristenan diajarkan dikembangkan secara pedagogis,
melalui tembang Jawa dan bahkan baik melalui pembelajaran di di IPTh.
dzikir (doa dan pujian yang diucapkan Balewiyata maupun pelaksanaan dialog
antar-agama. Beberapa pembelajaran
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1
84 Syaiful Arif

pluralism agama di IPTh. Balewiyata baik sebagai imam, raja maupun nabi.
meliputi; (1) Pendidikan Teologi Warga Selain kepada warga gereja secara
Gereja (PTWG) yang memuat mata kuliah umum, peran ini diberikan khususnya
pengenalan agama-agama di Indonesia kepada para pendeta. Sayangnya, dalam
sejak agama primitif, Islam, Hindu, kerangka budaya Jawa, jabatan imam dan
Buddha dan kebatinan Jawa; (2) Program raja cenderung terpengaruhi oleh tradisi
pembinaan “teologia religionum” atau keratuan Jawa yang bersifat konservatif
teologi tentang agama-agama. Program kalau bukan feodalistik.
ini bertujuan mempersiapkan warga
Gereja dalam menghadapi kemajemukan Hal ini yang bertentangan
agama di masyarakat agar dapat dengan tradisi kenabian Kristen yang
menghindarkan diri dari sikap ekslusif menempatkan para nabi sebagai
dan mampu hidup berdampingan pengusik kemapanan. Peran anti
dengan umat agama lain secara saling kemapanan ini ditunaikan oleh Nabi
menyejahterakan (pro-existen). (3) Natan ketika mengritik Raja Daud yang
Program Studi Intensif Islam (SITI) yang telah berzinah dengan Bethseba atau
kemudian dikembangkan menjadi Studi diperankan oleh Yesus sendiri yang
Intensif tentang Islam dan Kristen (SITIK). menentang kekuasaan Romawi yang
Program ini diadakan melalui live in secara membuatnya harus digusur ke Golgota.
silang, baik di kalangan muslim maupun Peran kenabian yang anti kemapanan
Kristen. Waktu live in sebulan, di mana ini lahir dari posisi Tuhan sendiri yang
para warga Kristen live in di pesantren, berperan baik sebagai “Pengusik Utama”,
sementara para santri muslim live in di
sekaligus sebagai “Penata Utama”.
jemaat Kristen. Di dalam live in tersebut,
Praktik “pengusikan” dan “penataan”
masing warga saling mendialogkan Islam
merupakan karya Tuhan demi pemulihan
dan Kristen secara mendalam dan saling
sejati antara masyarakat, kosmos dan
menghargai. Program live in ini tidak
batin. Sejarah bangsa Israel merupakan
hanya mengenalkan pluralism agama
secara konseptual, tetapi juga praktik rentangan sejarah Usikan Tuhan dan
interaksi sosial antar muslim dan warga Penataan Tuhan yang berlangsung secara
Kristen; (4) Program Christian-Muslim dinamis dan sinambung. Karya puncak-
Dialogue (CMD) yang diadakan berkat Nya terdapat dalam diri Yesus Kristus
kerjasama antara IPTh. Balewiyata, (Abednego, 2006:140-143). (2) Pemuliaan
GKJW dan United Evangelical Mission “kondisi kemiskinan” dalam pandangan
(UEM). Produk dari dialog tersebut ketuhanan. Kondisi kemiskinan yang
adalah terbentuknya lembaga toleransi dimaksud adalah “kemiskinan batin”
yang menerbitkan Journal Toleransi dan yang sangat membutuhkan “kekayaan
mengembangkan dialog-dialog di tengah Tuhan”. Dasar teologis ini berangkat dari
masyarakat (Bambang, 2002:82-85). firman dalam Injil Matius 5-7 tentang
Kotbah di Bukit. Firman ini berisi
ucapan selamat kepada setiap orang
“Teologi Kemiskinan” yang diperkenan oleh Tuhan. Artinya,
Matius 5-7 merupakan pemenuhan janji
Implementasi ketiga yang dilakukan Allah dalam Perjanjian Lama, melalui
warga Kristen Jawi Wetan adalah kehadiran Yesus Kristus, sebagai Allah
pengembangan teologi yang berempati yang mewujud dalam Perjanjian Baru,
kepada kaum miskin. Pengembangan yaitu kehadiran Kerajaan Allah di dalam
ini berangkat dari dua premis. (1) Setiap diri Yesus Kristus yang membawa berita
orang dalam terang jabatannya sebagai damai dan sejahtera bagi setiap orang
Imamat Am, harus memerankan dirinya
HARMONI Januari - April 2014
Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang 85

yang mengalami penindasan. Melalui ditujukan kepada dirinya sendiri dan


berita ini hendak digambarkan, Allah sesamanya. Bukan demi pencarian
sungguh-sungguh masuk ke dalam nama melainkan sebagai tanggung
sejarah keselamatan manusia. jawab kepada Allah, yang telah menyatu
dengan dirinya. Dengan demikian, orang
Dalam berita yang disampaikan
yang telah bersatu dengan Allah, mampu
Matius, digambarkan bahwa Yesus
menjadi garam dan terang dunia (Matius
Kristus, yang merupakan Kerajaan
5:13-16). Sebagai orang yang selalu
Allah yang mewujud, telah memberikan
berdamai dengan orang lain tanpa ingin
perintah baru agar manusia hidup dalam
menghakimi yang lain (Matius 7:1-5) dan
“God’s style”, yakni hidup di dalam
selalu menghargai kehidupannya sendiri
pendamaian dan penyatuan diri dengan
(Matius 7:6), sehingga setiap doa yang
Allah dan kehidupan. Dengan demikian,
diucapkan dikabulkan Allah (Matius 7:7-
kehidupan manusia harus menampakkan
11).
kebersatuannya dengan sesama sebagai
wujud nyata dari kebersatuannya Prinsip kebersatuan dengan
dengan Allah, Sang Pemilik Kehidupan. Allah ini kemudian dipraksiskan ke
Gambaran yang dipakai oleh Yesus untuk dalam pelayanan kasih kepada sesama,
menunjukkan penyatuan diri manusia khususnya kepada kaum miskin.
dengan Allah, melalui ungkapan, Pelayanan ini ditetapkan oleh Matius
“Berbahagialah orang yang miskin di 22:37-40 (Kotbah tentang Kasih). Firman
hadapan Allah (Roh)”. Kata miskin dalam ini merupakan penegasan bahwa
ungkapan ini tidak berarti menjadikan kebersatuan dengan Allah melahirkan
kemiskinan sebagai sesuatu yang mulia ungkapan kasih kepada Allah yang
dan oleh karenanya harus dicapai diwujudkan melalui kasih kepada sesame
oleh orang-orang beriman. Melainkan manusia. Kasih kepada Allah bukan kasih
sebuah gambaran yang menunjukkan irrasional, sebab kasih ini menggunakan
bahwa setiap orang yang hidup dalam pengetahuan dan akal budi. Hal ini terjadi
kebersatuan bersama Allah, adalah karena Allah memanifestasikan diri ke
orang yang memiliki sikap ketundukan, dalam setiap unsur kehidupan, sehingga
kepasrahan dan kepercayaan yang utuh ketika ingin mengasihi Allah, maka
kepada tuannya, yang dipandang sebagai tentunya melalui kasih kepada kehidupan
pemilik kehidupan. Seperti halnya sikap dan semua makhluk di dalamnya. Pada
orang-orang miskin yang tak memiliki titik ini Nampak sekali nuansa Ilahi
apapun, kecuali ketundukan dan yang manusiawi dan manusia yang Ilahi,
kepasrahan terhadap tuan yang memiliki yang termanifestasi dalam diri Yesus,
mereka. Hal ini terkait dengan konteks melalui pemberian hukum-Nya. Yesus
Injil Matius yang ditulis dalam situasi menekankan bahwa kehidupan yang
penjajahan Romawi kepada Israel dan dijalani manusia hendaklah menunjukkan
sikap sekelompok bangsa di Israel yang kebersatuan dalam kehidupan manusia,
berkuasa terhadap kelompok miskin sebagai manifestasi langsung dari
(Oshlos). kebersatuan dengan Allah. Melalui
hukum ini tampak “teologi Salib Yesus”,
Sabda bahagia (ucapan selamat)
yaitu hukum yang vertikal (mengasihi
ini kemudian berpuncak pada Matius
Allah) bertemu dengan hukum horisontal
7-12 yang menggambarkan bahwa setiap
(mengasihi sesama manusia) dalam satu
orang yang telah menjalani hidup di
kesatuan:
dalam kebersatuannya dengan Allah
adalah orang yang pro-aktif yang
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1
86 Syaiful Arif

Allah yang hidup di dalam diri orang


yang menderita, miskin, papa, terbuang.
Penggambaran ini bertujuan untuk
mengajak manusia agar memiliki
kepedulian terhadap kaum tertindas.
Untuk itulah Yesus mengidentifikasikan
diri-Nya selaku orang yang tidak memiliki
peluang dalam kehidupan. Inilah yang
dimaksud oleh prinsip Kristus sebagai
(Kasih kepada Allah) Allah memiliki hati yang remuk!
Gambar: Teologi Salib
Pemahaman ajaran Allah sebagai
wahyu transformatif bagi pengentasan
kaum tertindas ini berdampak pada
Dari “Teologi Salib” di atas terlihat pemahaman atas misi. Hal ini melahirkan
bahwa cinta kasih kepada Allah yang kebutuhan akan perubahan atas
bersifat vertical, bertemu di “jiwa Teologi penafsiran terhadap Kotbah Pengutusan
Salib” dengan kasih kepada sesama yang termaktub dalam Matius 28:16-
(horizontal). Dengan demikian, “jiwa 20. Umumnya, Kotbah Pengutusan
Teologi Salib” menjadikan kasih kepada dipahami misalnya oleh Lembaga Alkitab
manusia sebagai ejawantah dari kasih Indonesia (LAI) sebagai Amanat Agung
kepada Tuhan. yang dimaknai sebagai pengutusan
memenangkan jiwa. Frame yang
Hal ini terkait dengan Matius
digunakan menjadi sebagai berikut:
25:31-46 yang menggambarkan Yesus/

Amanat : Pergilah
Isi Amanat : Memuridkan Isi berita:
Membaptiskan Non-holistik
Mengajar Rohani

Tampak dalam pemikiran umum Dengan memahami pengutusan


ini bahwa Matius 28:16-20 dipahami atau misi melalui pemahaman di atas,
sebagai upaya memenangkan jiwa (aspek kita akan menjumpai pesan: bahwa
trumphalistisme Kristiani) sehingga keselamatan yang diberikan oleh Tuhan
secara implisit menafikan orang non- adalah keselamatan yang universal,
Kristen. Hal ini tentu bertentangan yang mencakup seluruh manusia
dengan “Jiwa Teologi Salib Kristus”. ciptaan Tuhan. Dengan pemahaman ini
Dengan demikian, pemahaman akan hendak ditegaskan bahwa nuansa yang
pengutusan atau misi harus dikaitkan dibangun oleh Yesus dalam kehidupan
dengan pemahaman atas Matius 5-7, adalah nuansa kebersamaan antara setiap
Matius 22:37-40 dan Matius 25:31-46 individu tanpa membatasi berbagai
yang berisi kepedulian Allah terhadap perbedaan. Dengan demikian, proses misi
manusia, khususnya kaum miskin. yang harus dilakukan sebagai berikut:
Pemahaman seperti ini akan membawa
berita yang lebih holistik.

HARMONI Januari - April 2014


Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang 87

Bagan di atas menegaskan bahwa yang lintas Gereja; Gereja Tionghoa


kepedulian Tuhan kepada manusia adalah Indonesia, Gereja Presbyterian Amerika,
kepedulian yang tidak membedakan dsb; dan (4) Siswa Balewiyata yang
dan adil. Demikian pula ketika berasal dari lintas gereja dan sinode.
berbicara tentang keselamatan, maka
yang diberikan oleh Tuhan bukanlah
keselamatan parsial (keselamatan dalam Penutup
bidang rohani saja dan ditujukan hanya
untuk orang Kristen), melainkan holistik GKJW dan IPTh. Balewiyata
(mencakup roh, jiwa dan raga) sekaligus mengembangkan pemahaman misi
universal. Keselamatan adalah hak yang dekat dengan paradigma presentia,
miliki semua orang, tanpa membedakan daripada church planting. Hal ini terlihat
ras, golongan ataupun kondisi sosial pada konsep misi yang tidak dimaknai
(Panjaitan, 2006:172-178). sebagai pekabaran Injil, melainkan
kesaksian. Sementara, di era misi sebagai
pekabaran Injil (1931-1990), Injil dimaknai
Jalinan Oikumenis secara substantif, yakni kabar baik.
Kabar baik dalam hal ini merujuk pada
Impelemtasi keempat, gerakan tiadanya tangisan, ratapan dan duka
Oikumene. Dengan pemahaman misi yang menggambarkan situasi syalom
yang substantif di atas, IPTh. Balewiyata (kedamaian) yang menjadi ciri utama
dan GKJW mengembangkan hubungan dari tegaknya Kerajaan Allah. Dengan
Oikumenis dengan gereja lain. Hal ini demikian, ketika Injil dimaknai sebagai
mudah dilakukan karena tradisi inklusif kabar baik, dan kabar baik tersebut
yang telah dikembangkan di intern merupakan berita gembira yang merujuk
Balewiyata dan GKJW sendiri. Beberapa pada kedamaian universal. Maka
bentuk hubungan harmonis dalam pekabaran Injil ala Balewiyata dan GKJW
kerangka Oikumenis meliputi; (1) GKJW sejak awal juga bersifat presentia, bukan
terlibat dalam pendirian Dewan Gereja church planting.
Sedunia di Amsterdam pada 1948; (2)
Menerima peleburan IPTh. Balewiyata ke Hanya saja pemaknaan misi
dalam Sekolah Teologia Duta Wacana di sebagai kesaksian telah melakukan
mana di dalamnya terdapat GKI Jateng deformalisasi misi. Hal ini terjadi karena
dan GKJ Jateng; (3) Dosen Balewiyata di era Pekabaran Injil, pelaku misi
(misionaris) adalah para pendeta yang
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1
88 Syaiful Arif

tergabung dalam Dewan Pekabaran Injil. Misi sebagai kesaksian ini akhirnya
Melalui perubahan makna misi menjadi bersifat presentia, karena ia menghadirkan
kesaksian, maka pelaku misi adalah nilai-nilai substantif Kristen di dalam
semua orang Kristen. Keberadaan Dewan kehidupan yang majemuk. Dikatakan
dan Komisi Pembinaan Kesaksian, sejak substantif, karena ia meniscayakan
di tingkat sinode, majelis daerah hingga desimbolisasi dan deformalisasi Kristen
jemaat-jemaat, hanya bersifat pembinaan di dalam misi. Artinya, penyebaran berita
dan koordinatif. Hal ini terkait dengan baik berupa kedamaian bagi sesama, tidak
pemahaman akan kesaksian, yang membutuhkan klaim kekristenan, karena
merujuk pada proses internalisasi Kristus jika hal itu terjadi maka misi substantif
dan penyatuannya dengan pengalaman tersebut telah tercederai oleh dirinya
hidup. Jika dalam Pekabaran Injil, misi sendiri. Dari pendekatan substantif ini,
menekankan pewartaan secara formal. lahirlah “teologi kontekstual” yakni
Maka dalam kesaksian, para pelaku teologi yang berangkat dari konteks, baik
misi harus terlebih dahulu mampu konteks budaya, keagamaan, dan sosial-
“menyaksikan Kristus” di dalam diri politik. Teologi kontekstual merupakan
dan kehidupannya. Dalam kerangka ini, aplikasi yang dibutuhkan untuk
misi adalah pewartaan atas pengalaman menghadirkan nilai-nilai substantif
kesaksian. Kristen tersebut.

Daftar Pustaka

Abednego, B.A. Intelektualitas, Moralitas dan Spiritualitas Pendeta dalam Era Transformasi
Sosial dan Budaya Dipandang dari Sudat Pembinaan dan Pengkaderan, dalam
Budyanto (ed.). 75 Tahun GKJW Di Tengah Proses Transformasi Sosial dan Alih
Generasi. Malang: PHMA GKJW, 2006.
E.G. van Kekem, E.G. Pesantren Kristen di Malang, dalam Sumardiyono (ed.). 75 Tahun
Balewiyata, Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh. Balewiyata,
2002.
Nortier, C.W. Sekolah Teologia Balewiyata di Malang, dalam Sumardiyono (ed.). 75 Tahun
Balewiyata, Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh. Balewiyata,
2002.
Panjaitan, Firman. Mendahulukan Orang Miskin, Antara Tuhan, GKJW dan Kemiskinan,
dalam Budyanto (ed.). 75 Tahun GKJW Di Tengah Proses Transformasi Sosial dan
Alih Generasi. Malang: PHMA GKJW, 2006.
R. Utomo, Bambang. IPTh. Balewiyata Di Tengah Masyarakat Majemuk, dalam Sumardiyono
(ed.). 75 Tahun Balewiyata, Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh.
Balewiyata, 2002.
Sardjonan, Balewiyata sebagai Jantung GKJW, dalam Sumardiyono (ed.). 75 Tahun
Balewiyata, Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh. Balewiyata,
2002.
Suwignyo, Mengenal Sekilas Teologi GKJ, dalam Sumardiyono (ed.). 75 Tahun Balewiyata,
Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh. Balewiyata, 2002.

HARMONI Januari - April 2014


Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang 89

T. Daneswara, Suko. Transformasi Sosial, Perkembangan Musik GKJW, dalam Budyanto


(ed.). 75 Tahun GKJW Di Tengah Proses Transformasi Sosial dan Alih Generasi.
Malang: PHMA GKJW, 2006.
Wahid, Abdurrahman. Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan. Depok: Desantara,
2001.
Wahono, Wismoady. Pergumulan Eklesiologi dan Misiologi Greja Kristen Jawi Wetan.
Malang: MA GKJW, 2001.

Wawancara:
Pdt. Suwignyo, Ketua IPTh. Balewiyata, 5 Juni 2013
Pdt. Chrysta Budi Prasetyo, pendeta GKJW dan alumni Balewiyata, 6 Juni 2013
Pdt. Suko T. Daneswara, pendeta dan pengajar di Balewiyata, 10 Juni 2013

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 1

Anda mungkin juga menyukai