Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang 77
Syaiful Arif
Dosen Pascasarjana Islam Nusantara STAINU Jakarta
Diterima redaksi 13 Maret 2014, diseleksi 8 April 2014 dan direvisi 28 April 2014
Abstract Abstrak
kabar baik adalah “tidak ada lagi tangisan, populasi umat Kristen wajib mengalami
ratapan dan duka”. Inilah yang disebut dan mewartakan kesaksian.
sebagai kasih. Dalam kerangka ini, agen
PI masih bersifat formal yang dilakukan Dari proses kesaksian ini, maka
oleh para pendeta, yang terkoordinasi di misi kemudian menjadi upaya untuk
dalam Badan Pekabaran Injil. mewartakan kesaksian. Hanya saja
berbeda dengan metode Pekabaran Injil
Pasca 1990-an, terjadi perubahan yang cenderung formal-doktrinal, yang
paradigma menuju misi sebagai kesaksian. dilakukan oleh pendeta di dalam gereja.
Paradigma ini berangkat dari proses Pekabaran kesaksian dilakukan secara
keberimanan umat Kristen akan Yesus. informal dan tidak langsung. Tentu,
Keberimanan ini tidak hanya terhenti pekabaran dalam arti formal gerejawi dan
pada keyakinan yang bersifat doktrinal, doktrinal tetap ada di lingkup internal
melainkan sebuah proses “mengalami umat Kristen. Namun cakupan misi
iman”. Oleh karenanya, kata yang dipakai dalam kerangka kesaksian, melampaui
adalah kesaksian yakni sejauh mana keumatan Kristen. Hal ini bisa terjadi,
orang Kristen berjumpa dengan Kristus karena pewartaan kesaksian dilakukan
di dalam kehidupannya, sehingga ia bisa secara tidak langsung, sebagai dampak
bersaksi akan kebenaran dan kehadiran dari kesaksian. Misalnya, moralitas
Kristus di dalam kehidupan. Pada seorang Kristen yang bagus yang lahir
titik ini, kesaksian merupakan proses dari kesaksian akan moralitas Kristus,
penghayatan iman yang berjumpa dengan akan membuat orang lain tertarik.
pengalaman kehidupan. Ia merupakan Ketertarikan ini tidak kemudian menjadi
proses internalisasi ajaran Kristus jalan bagi peng-kristenan orang tersebut.
sehingga menjadi bagian dari kehidupan. Sebab nilai-nilai yang diwartakan di
Dalam fase ini, seorang Kristen tidak dalam kesaksian bersifat substantif,
cukup hanya menghafalkan ayat suci, seperti kejujuran, kedamaian, solidaritas,
tetapi sejauh mana ayat suci tersebut telah dan ketuhanan itu sendiri. Pada titik
menjadi bagian dari kesadaran hidup. inilah, pewartaan misi akhirnya bisa
bertemu dengan agama-agama lain, serta
Dengan adanya perubahan konteks masyarakat yang melingkungi
paradigma ini, maka struktur pembinaan kekristenan tersebut (Suwignyo, 2013).
di GKJW berubah. Dari Dewan Pekabaran
Injil, menjadi Dewan Pembinaan
Kesaksian (DPK). Dewan ini berada pada
Implementasi Misi
level sinode, yang mengkoordinasikan
Komisi Pembinaan Kesaksian (KPK) Dalam kerangka misi sebagai
di tingkat Majelis Daerah, sedang kesaksian dan teologi kontekstual ini,
KPK mengkoordinasikan KPK pada warga Kristen Jawi Wetan baik yang
level jemaat-jemaat. Dengan adanya terepresentasi dalam IPTh. Balewiyata
perubahan tersebut, agen misi tidak hanya maupun GKJW telah mengalami
pendeta yang tergabung dalam Dewan pergulatan agama dan budaya. Hal
PI, melainkan semua orang Kristen. ini dilatarbelakangi oleh misi awal
Dalam kaitan ini, Dewan dan Komisi kekristenan yang disebarkan oleh
Pembinaan Kesaksian hanya melakukan kalangan pietisme, sebuah aliran teologi
pembinaan agar semua orang mengalami yang menekankan kesalehan batin,
kesaksian dan bisa menjadi saksi atas kelahiran baru, keselamatan jiwa dan
kebenaran Kristus. Perubahan ini terjadi penginjilan. Dalam kerangka pietisme
karena kesaksian bukanlah tugas elitis, inilah, misi dipahami sebagai pekabaran
melainkan populis. Artinya, semua Injil. Aliran pietisme ini memiliki
pluralism agama di IPTh. Balewiyata baik sebagai imam, raja maupun nabi.
meliputi; (1) Pendidikan Teologi Warga Selain kepada warga gereja secara
Gereja (PTWG) yang memuat mata kuliah umum, peran ini diberikan khususnya
pengenalan agama-agama di Indonesia kepada para pendeta. Sayangnya, dalam
sejak agama primitif, Islam, Hindu, kerangka budaya Jawa, jabatan imam dan
Buddha dan kebatinan Jawa; (2) Program raja cenderung terpengaruhi oleh tradisi
pembinaan “teologia religionum” atau keratuan Jawa yang bersifat konservatif
teologi tentang agama-agama. Program kalau bukan feodalistik.
ini bertujuan mempersiapkan warga
Gereja dalam menghadapi kemajemukan Hal ini yang bertentangan
agama di masyarakat agar dapat dengan tradisi kenabian Kristen yang
menghindarkan diri dari sikap ekslusif menempatkan para nabi sebagai
dan mampu hidup berdampingan pengusik kemapanan. Peran anti
dengan umat agama lain secara saling kemapanan ini ditunaikan oleh Nabi
menyejahterakan (pro-existen). (3) Natan ketika mengritik Raja Daud yang
Program Studi Intensif Islam (SITI) yang telah berzinah dengan Bethseba atau
kemudian dikembangkan menjadi Studi diperankan oleh Yesus sendiri yang
Intensif tentang Islam dan Kristen (SITIK). menentang kekuasaan Romawi yang
Program ini diadakan melalui live in secara membuatnya harus digusur ke Golgota.
silang, baik di kalangan muslim maupun Peran kenabian yang anti kemapanan
Kristen. Waktu live in sebulan, di mana ini lahir dari posisi Tuhan sendiri yang
para warga Kristen live in di pesantren, berperan baik sebagai “Pengusik Utama”,
sementara para santri muslim live in di
sekaligus sebagai “Penata Utama”.
jemaat Kristen. Di dalam live in tersebut,
Praktik “pengusikan” dan “penataan”
masing warga saling mendialogkan Islam
merupakan karya Tuhan demi pemulihan
dan Kristen secara mendalam dan saling
sejati antara masyarakat, kosmos dan
menghargai. Program live in ini tidak
batin. Sejarah bangsa Israel merupakan
hanya mengenalkan pluralism agama
secara konseptual, tetapi juga praktik rentangan sejarah Usikan Tuhan dan
interaksi sosial antar muslim dan warga Penataan Tuhan yang berlangsung secara
Kristen; (4) Program Christian-Muslim dinamis dan sinambung. Karya puncak-
Dialogue (CMD) yang diadakan berkat Nya terdapat dalam diri Yesus Kristus
kerjasama antara IPTh. Balewiyata, (Abednego, 2006:140-143). (2) Pemuliaan
GKJW dan United Evangelical Mission “kondisi kemiskinan” dalam pandangan
(UEM). Produk dari dialog tersebut ketuhanan. Kondisi kemiskinan yang
adalah terbentuknya lembaga toleransi dimaksud adalah “kemiskinan batin”
yang menerbitkan Journal Toleransi dan yang sangat membutuhkan “kekayaan
mengembangkan dialog-dialog di tengah Tuhan”. Dasar teologis ini berangkat dari
masyarakat (Bambang, 2002:82-85). firman dalam Injil Matius 5-7 tentang
Kotbah di Bukit. Firman ini berisi
ucapan selamat kepada setiap orang
“Teologi Kemiskinan” yang diperkenan oleh Tuhan. Artinya,
Matius 5-7 merupakan pemenuhan janji
Implementasi ketiga yang dilakukan Allah dalam Perjanjian Lama, melalui
warga Kristen Jawi Wetan adalah kehadiran Yesus Kristus, sebagai Allah
pengembangan teologi yang berempati yang mewujud dalam Perjanjian Baru,
kepada kaum miskin. Pengembangan yaitu kehadiran Kerajaan Allah di dalam
ini berangkat dari dua premis. (1) Setiap diri Yesus Kristus yang membawa berita
orang dalam terang jabatannya sebagai damai dan sejahtera bagi setiap orang
Imamat Am, harus memerankan dirinya
HARMONI Januari - April 2014
Misi Kristen dan Dampaknya bagi Kemajemukan: Pandangan IPTh. Balewiyata Malang 85
Amanat : Pergilah
Isi Amanat : Memuridkan Isi berita:
Membaptiskan Non-holistik
Mengajar Rohani
tergabung dalam Dewan Pekabaran Injil. Misi sebagai kesaksian ini akhirnya
Melalui perubahan makna misi menjadi bersifat presentia, karena ia menghadirkan
kesaksian, maka pelaku misi adalah nilai-nilai substantif Kristen di dalam
semua orang Kristen. Keberadaan Dewan kehidupan yang majemuk. Dikatakan
dan Komisi Pembinaan Kesaksian, sejak substantif, karena ia meniscayakan
di tingkat sinode, majelis daerah hingga desimbolisasi dan deformalisasi Kristen
jemaat-jemaat, hanya bersifat pembinaan di dalam misi. Artinya, penyebaran berita
dan koordinatif. Hal ini terkait dengan baik berupa kedamaian bagi sesama, tidak
pemahaman akan kesaksian, yang membutuhkan klaim kekristenan, karena
merujuk pada proses internalisasi Kristus jika hal itu terjadi maka misi substantif
dan penyatuannya dengan pengalaman tersebut telah tercederai oleh dirinya
hidup. Jika dalam Pekabaran Injil, misi sendiri. Dari pendekatan substantif ini,
menekankan pewartaan secara formal. lahirlah “teologi kontekstual” yakni
Maka dalam kesaksian, para pelaku teologi yang berangkat dari konteks, baik
misi harus terlebih dahulu mampu konteks budaya, keagamaan, dan sosial-
“menyaksikan Kristus” di dalam diri politik. Teologi kontekstual merupakan
dan kehidupannya. Dalam kerangka ini, aplikasi yang dibutuhkan untuk
misi adalah pewartaan atas pengalaman menghadirkan nilai-nilai substantif
kesaksian. Kristen tersebut.
Daftar Pustaka
Abednego, B.A. Intelektualitas, Moralitas dan Spiritualitas Pendeta dalam Era Transformasi
Sosial dan Budaya Dipandang dari Sudat Pembinaan dan Pengkaderan, dalam
Budyanto (ed.). 75 Tahun GKJW Di Tengah Proses Transformasi Sosial dan Alih
Generasi. Malang: PHMA GKJW, 2006.
E.G. van Kekem, E.G. Pesantren Kristen di Malang, dalam Sumardiyono (ed.). 75 Tahun
Balewiyata, Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh. Balewiyata,
2002.
Nortier, C.W. Sekolah Teologia Balewiyata di Malang, dalam Sumardiyono (ed.). 75 Tahun
Balewiyata, Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh. Balewiyata,
2002.
Panjaitan, Firman. Mendahulukan Orang Miskin, Antara Tuhan, GKJW dan Kemiskinan,
dalam Budyanto (ed.). 75 Tahun GKJW Di Tengah Proses Transformasi Sosial dan
Alih Generasi. Malang: PHMA GKJW, 2006.
R. Utomo, Bambang. IPTh. Balewiyata Di Tengah Masyarakat Majemuk, dalam Sumardiyono
(ed.). 75 Tahun Balewiyata, Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh.
Balewiyata, 2002.
Sardjonan, Balewiyata sebagai Jantung GKJW, dalam Sumardiyono (ed.). 75 Tahun
Balewiyata, Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh. Balewiyata,
2002.
Suwignyo, Mengenal Sekilas Teologi GKJ, dalam Sumardiyono (ed.). 75 Tahun Balewiyata,
Berteologi di Tengah Masyarakat Majemuk. Malang: IPTh. Balewiyata, 2002.
Wawancara:
Pdt. Suwignyo, Ketua IPTh. Balewiyata, 5 Juni 2013
Pdt. Chrysta Budi Prasetyo, pendeta GKJW dan alumni Balewiyata, 6 Juni 2013
Pdt. Suko T. Daneswara, pendeta dan pengajar di Balewiyata, 10 Juni 2013