PENDAHULUAN
1
memberikan kontribusi besar pada negara, jika masih memiliki tunggakan
maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat
Wajib Pajak Patuh. Karena jika Wajib Pajak tidak patuh maka akan
menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan,
penyelundupan, dan pelalaian pajak. Pada akhirnya tindakan tersebut akan
menyebabkan penerimaan negara akan berkurang.(Siti Rahayu; 191).
2
yang memenuhi kepatuhan material dalam mengisi dengan jujur,
baik dan benar SPT tersebut sesuai dengan ketentuan dan
menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebelum batas
waktu.
3
Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 telah diadakan
pembaruan dan penggantian atas peraturan perundang-undangan perpajakan
yang selama ini berlaku. Tax Reform tahun 1983 ini berlaku mulai tanggal 1
januari 1984. Dengan adanya Tax Reform maka sistem perpajakan Indonesia
berubah dari oficial Assessment menjadi self assessment. Praktik self
assessment dalam beberapa kajian ternyata mempunya dampak terhadap
pelaksanaan pemungutan pajak di Indonesia (Tarjo dan Kusumawati, 2006;
Trisnayanti dan Jati, 2015).
4
1. Wajib Pajak melakukan melakukan peran aktif dalam melaksanakan
kewajiban perpajakan.
2. Wajib Pajak adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas kewajiban
perpajakannya sendiri.
5
pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri
maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan pajak yang
dilakukan oleh pihak ketiga, melaporkan harta dan kewajiban, dan
pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan
pemungutan pajak yang telah dilakukan. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP
atau KP4 (Siti Rahayu; 280).
6
Dalam pelaksanaannya penuh dengan hal yang bersifat emosional. Sehingga
potensi bentahan untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak
terutang secara ilegal sudah menjadi taxpayers behavior. Kecenderungan
Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak dengan jumlah semestinya ataupun
lalai dalam melaporkan pajaknya terjadi pada sistem self assessment (Siti
Rahayu; 198). Asusmsi yang dikemukakan oleh Leon Yudkin dalam Moh.
Zain bahwa perilaku Wajib Pajak mengarah pada tindakan meminimalkan
pajak yang harus dibayar adalah,
Dilihat dalam hal ini, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Riau dan Kepulauan Riau, Jatnika yang di kutip dari “DJP Riau Kepri Menilai
Self Assessment Bisa Jadi Kendala Penelusuran Penyimpangan Pajak”
(http://www.bisnis.com) pada hari Jum’at, 13 Mei 2016 menyatakan, self
Assessment memberikan kebebasan kepada para Wajib Pajak. Berdasarkan
data itu, Dirjen Pajak menelusuri apakah ada penyimpangan seperti
penggelapan. Artinya, Dirjen pajak senditi tidak memiliki data secara pasti
jumlah pengemplang pajak.
Dikutip pula dari pada hari Kamis, 12 Februari 2014 Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat, Bambang Bachtiar,
menyatakan, Dua tersangka Wajib Pajak dari perusahaan PT MPA dengan
tersangka PT NKC, tersangka tidak menyampaikan SPT tahunan PPh, Wajib
7
Pajak Badan dan SPT masa PPn, serta melakukan pemungutan PPN tetapi
tidak menyetorkan PPN yang telah dipungutnya, tersangka NS tidak
menyampaikan SPT Masa PPN dan menyampaikan SPT Masa PPN yang
isiannya tidak benar.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empirik dan
mencari kebenaran mengenai Self assessment system dalam mempengaruhi
kepatuhan Wajib Pajak.
8
1. Untuk mengetahui seberapa berpengaruhnya self assessment terhadap
kepatuhan wajib pajak.
9
BAB II
2.1.1 Perjakakan
10
undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.
11
2.1.1.2 Fungsi Pajak
Pengertian fungsi dalam fungsi pajak adalah pengertian fungsi sebagai
kegunaan suatu hal. Maka fungsi pajak adalah kegunaan pokok, manfaat pokok
pajak. Sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki
kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Suatu
negara dipastikan berharap kesejahteraan ekonomi masyarakatnya selalu
meningkat. Dengan pajak sebagai salah satu pos penerimaan negara diharapkan
banyak pembangunan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan negara.
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:26) umumnya dikenal dengan dua macam
fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi Budgetair
12
Disebut sebagai fungsi utama karena fungsi inilah yang secara
historis pertama kali mucul. Pajak digunakan sebagai alat menghimpun
dana dari masyarakat tanpa ada kontraprestasi secara langsung dari zaman
sebelum masehi sudah dilakukan.
2. Fungsi Regulered
13
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang. Ciri-cirinya :
• Wajib Pajak melakukan peran aktif dalam melaksanakan
kewajiban perpajakan.
• Wajib Pajak adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas
kewajiban perpajakannya sendiri.
• Pemerintah dalam hal ini Intansi Perpajakan melakukan
pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak, melalui pemerintah
pajak dan penerapan sanksi pelanggaran dalam bidang sesuai
peraturan yang berlaku.
bagian yaitu :
14
Yaitu pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
2. Pengelompokan pajak menurut sifatnya :
a. Pajak subyektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri wajib pajak.
3. Pengelompokan pajak menurut lembaga pemungutnya :
a. Pajak pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak
Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.
b. Pajak daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah.
• Pajak Daerah terdiri atas : Pajak Provinsi, contoh : Pajak
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
• Pajak Kabupaten/Kota, Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan.”
15
2.1.3 Self Assessment System
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan. Bahwa Self Assessment System
merupakan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab untuk wajib pajak
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besar pajak
yang harus dibayar setiap tahun sesuai dengan undang-undang perpajakan yang
berlaku.
16
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Self Assessment System
dapat diukur oleh beberapa indikator yang dikemukakan oleh Siti Kurnia Rahayu
(2017:111) :
(2017:112) adalah :
17
“Rasa bersalah dan malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan
keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan
terhadap pelayanan pemerintah.”
Sistem pemungutan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2017:109), yaitu :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam
2 tahun terakhir.
18
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak.
Dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kepatuhan Wajib Pajak merupakan suatu keadaan bagi Wajib Pajak
memenuhi semua kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan
perundangundangan perpajakan yang berlaku.
19
perpajakan, yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang Perpajakan,
kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.”
Maka Wajib Pajak yang telah mematuhi ketentuan formal, namun isinya
belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan di mana Wajib
Pajak secara substansif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni
sesuai dengan Undang-undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi
kepatuhan formal.
Wajib pajak yang mematuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang
mengisi dengan jujur, lengkap dan benar surat pemberitahuan sesuai dengan
ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.
“Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau
BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk
20
badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.”
Kewajiban wajib pajak yang utama adalah membayar pajak sendiri dan
memungut atau memotong pajak orang lain dan kemudian menyetorkannya
kepada negara melalui bank atau kantor pos.
adalah :
Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh badan seperti yang dimaksud dalam
UU KUP.
Adapun subjek dari PPh Badan Menurut Siti Kurnia Rahayu (2017:10) yaitu :
“1. Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau
bertempat kedudukannya di Indonesia.
2. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT di
Indonesia.”
Yang menjadi objek PPh Badan menurut Siti Kurnia Rahayu (2017:103) adalah :
21
“1. Kewajiban mendaftarkan diri
Dalam hal ini mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak) dan apabila Wajib Pajak Badan melakukan kegiatan
penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak atau ekspor barang
kena pajak yang terutang PPN berdasarkan UU PPN 1984, maka Wajib
Pajak Badan tersebut memiliki kewajiban untuk dikukuhkan menjadi
pengusaha kena pajak (PKP). Untuk Wajib Pajak badan atau pengusaha
kecil yaitu selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau
JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 600.000,- (enam
ratus juta rupiah) maka tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP,
kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Jadi, apabila peredaran brutonya lebih dari 600 juta maka wajib
mengukuhkan diri menjadi PKP.”
22
berupa neraca dan penghitungan rugi/laba pada saat tahun pajak berakhir.”
Ketentuan mengenai pembukuan :
Pembukuan tersebut harus diselenggarakan dengan :
Adapun hak dari Wajib Pajak dalam perpajakan menurut Siti Resmi (2017:22),
yaitu :
1. Mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif.
23
3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas dalam bahasa
Indonesia denganmenggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
rupiah, serta menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat
lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Maka dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak Badan
adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi pembayar pajak,
24
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
25
keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak
Patuh.
Pernyataan di atas didukung oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Newman Wadesango, Mutema A, Mhaka C, dan Wadesongo VO tahun 2018
dengan judul Literature Reviw on The Impact of Self assessment System on
Compliance Level of Small and Medium Enterprise, yang mengemukakan Tax
compliance can be reffered to as the process in which tax returns required to
submitted to the tax authorities are field at the appropriate time with the accurate
tax liability as required under the tax laws and regulators of country. Non
comliance is also perceived as the failure of a taxpayers to report correctly the
actual income, claim deductions and rebates and remit the actual amount of tax
payment to the tax authority on time according to (Baldry, 2011). According to
Masarirambi (2013), developing countries to face chakkenges of tax evasion and
non-compliance in the informal sector with the SAS. The suty aims at getting an
understanding on the factors that affects SME compliance and the role SAS play
in effecting the attitude of taxpayers.
Gambar 2.1
Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakn
yang sederhana menjadi ciri, corak dalam perubahan undang-undang ini dengan
tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan
dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib
pajak sehingga masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya dengan lebih baik. Pajak merupakan kontribusi yang cukup tinggi
26
dalam penerimaan Negara. Pada beberapa tahun terakhir, penerimaan dari sektor
fiskal mencapai lebih dari 70% dari total penerimaan dalam APBN. Berbagai
kebijakan dalam bentuk intensifikasi dan ekstensifikasi telah dibuat oleh
pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dati sektor fiskal.
Kebijakan tersebut berdampak pada masyarakat, dunia.Tata cara pemungutan
pajak dengan self assessment system berhasil dengan baik jika masyarakat
mempunyai pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi, self assessment system
ini diterapkan pada sistem pemungutan pajak di indonesia adalah untuk
memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya kepada Wajib Pajak agar
kesadaran dan kepatuhan perpajakannya meningkat karena pada fitrahnya
manusia tidak dipahami besaran jumlah pajak yang harus dibayar. Konsekuensi
penerapan sistem ini tentunya masyarakat harus benar-benar mengetahui tat cara
perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan
pemenuhan perpajakan. Dampak yang muncul dari penerapan Self assesment
system adalah wajib pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam
SPT, menghitung dasar pengenaan pajak, menghitung jumlah pajak terutang,
menyetorkan jumlah pajak terutang sendiri diluar campur tangan fiskus. Kondisi
perpajakan yang menganut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam
menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang
tinggi (Siti Rahayu:193). Karena sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan itu dilakukan oleh Wajib Pajak (dilakukan sendiri atau
dibantu tenaga ahli misalnya praktisi perpajakan profesional/tax agent). Sehingga
kepatuhan diperlukan dalam self assessment system, dengan tujuan penerimaan
pajak yang optimal. Dalam pelaksanaan self assessment system menuntut
kepatuhan dari Wajib Pajak, maka sistem ini akan menimbulkan peluang besar
bagi Wajib Pajak untuk melakukan tindakan pemanipulasian perhitungan jumlah
pajak yang seharusnya dan tindakan kecurangan lainnya. (Walsh, 2013) Oleh
karena itu Wajib Pajak dituntut kejujurannya dalam pelaksanaan self assessment
system untuk lebih meningkatkan perpajakannya.
27
Internal States menyatakan Self assessment system (SAS) had triggered debates on
whether taxpayer are able to perform the required tasks under the new system. SAS
demand taxpayers to perform the primary tasks that were previously handle by the tax
authority, which emphasises on completing tax returns accurately, including computing
tax liabilities correctly. It is believed that taxpayers mush achieve and possess instrinsic
states to succesfully perform their responsibilities.
Selain itu Dwi Agus Setyono 2017 melakukan penelitian tentang Pengaruh
Self Assessment System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak yang menyatakan
Dalam system Self Assessment segala sesuatu yang berhubungan dengan jumlah
pajak yang harus dibayarkan harus diserahkan sepenuhnya kepada wajib pajak
dan keberhasilan dari Self Assessment System ini sangat tergantung pada
kepatuhan wajib pajak dan kepatuhan ini akan tumbuh di kalangan masyarakat
apabila kantor pelayanan pajak (KPP) melakukan sosialisasi mengenai Self
Assessment System yang mana sangat jelas bahwa system tersebut segala
sesuatunya diserahkan langsung kepada wajib pajak dalam hal melaporkan dan
membayar pajak terutangnya (Yulianto,2009), Selain itu sistem ini juga menuntut
peran aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Namun
hal yang paling penting adalah kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib
pajak dalam melaksanakan sistem tersebut (Supadmi,2009), Serta inisiatif
kegiatan menghitung dan pelaksanaan dalam pajak berada di tangan wajib pajak
karena wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami
peraturan perpajakan yang berlaku dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta
menyadari akan pentingnya membayar pajak, mempunyai kejujuran yang tinggi
serta menyadari akan pentingnya membayar pajak,pajak sehingga wajib pajak
diberikan kepercayaan sepenuhnya dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak yang terutang (Waluyo, 2011).Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian
hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
28
kepatuhan wajib pajak.
2. Menghitung sendiri pajak terutang secara parsial mempunyai pengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak, sehingga H2 diterima. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yuniawati Dwi
Saputra(2012), Meneliti sikap wajib pajak terhadap menghitung
perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
3. Membayar sendiri pajak terutang secara parsial mempunyai pengaruh
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, sehingga H 3 diterima Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Damayanti (2004) yang yang
meneliti sikap wajib pajak terhadap membayar perpajakan berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak
2.3 HIPOTESIS
BAB III
Objek penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obkjek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkanoleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik hasil dan kesimpulannya.
Sugiyono (2009:2). Sugiyono (2009:54) menyatakan bahwa objek penelitian
29
adalah variabel penelitian, yaitu segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga doperoleh infoemasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Objek penelitian pada
penelitian ini adalah self assessment system dan kepatuhan wajib pajak.
“Variabel penelitian adalah suatu atribut atau nili dari orang obyek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Dalam penelitian ini variable independent yang diteliti yaitu:
30
Berdasarkan hal tersebut maka Self Assessment System adalah sebagai
berikut:
31
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
32
3. Membayar a. Membayar pajak. Ordinal 5
pajak
b. Melaksanakan Ordinal 6
dilakukan
pembayaran
sendiri oleh
pajak.
Wajib Pajak. Ordinal 7
Siti Resmi c. Pemotongan dan
(2017:113) pemungutan
pajak.
4. Pelaporan a. Melaporkan dan Ordinal 8
dilakukan mempertanggun
Wajin Pajak. gjawabkan
perhitungan
jumlah pajak
yang
Ordinal 9
sebenarnya
terutang.
b. Melaporkan
pembayaran
atau pelunasan
pajak baik yang
dilakukan Wajib Ordinal 10
Pajak sendiri
Ordinal 11
atau melalui
pihak ketiga.
c. Melaporkan harta
dan kewajiban.
d. Melakukan
pembayaran
dari pemotong
atau pemungut
33
tentang
pemotongan
dan
pemungutan
pajak.
Kepatuhan Kreteria Wajib a. Tepat waktu Ordinal 12
Wajib Pajak Pajak patuh sesuai dalam
Ordinal 13
(Y) dengan Keputusan penyampaian
Menteri Keuangan SPT.
No.
b. Tidak
192/PMK.03/2007
mempunyai
Sumber: KMK No. tunggakan
192/PMK.03/2007 pajak untuk
semua jenis
pajak, kecuali
tunggakan
pajak yang
telahmemperole
h izin
mengangsur
atau menunda
pembayaran
pajak.
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer.
34
“Sumber primer adalah data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data”.
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dengan cara menyebarkan
kuisioner dan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
35
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara memberikan
kuisioner. Menurut Sugiyono (2014:199) kuisioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Skala
pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini untuk pembobotan item
kuisioner adalah skala Likert. Menurut Sugiyono (2014:132) skala Likert
digunakan untuk untuk mengukur sukap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangan positif sampai sangat
negatif. Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka responden harus
mendukung pernyataan yang positif. Menurut Suliyanto (2005:23) banyaknya
pilihan skor biasanya 3, 5, 7, 9, 11. pemberian skor atas pilihan jawaban untuk
kuisioner yang diajukan peneliti adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Ragu-ragu 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Populasi pada penelitian ini merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP).
36
“Bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi”.
Tabel 3.3
Skala Likert
Pernyataan Skor
Sangat Setuju/Sangat Positif/Sangan Patuh 5
37
Setuju/Sering/Positif/Patuh 4
Ragu-ragu/Kadang-Kadang/Netral/Tidak Patuh 3
Tidak Setuju/Hampir Tidak Pernah/Negatif/Tidak Patuh 2
Sangat Tidak Setuju/Tidak Pernah/Sangat Tidak Patuh 1
Sumber: Sugiyono (2017:94)
Me =
∑ xi Me =
∑ yi
n n
Keterangan:
Me = Mean (rata-rata)
∑❑ = Epsilon (jumlah)
X = Nilai x ke i sampai ke n
Y = Nilai y ke I sampai ke n
N = Jumlah individu
38
(5) dengan menggunakan skala likert. Teknik skala likert, digunakan untuk
mengukur jawaban. Untuk menentukan kelas interval, penulis dalam peneliti ini
mengunakan rumus K=1 + 3,3 log n. Kemudian rentang data dihitung dengan
cara nilai tertinggi dikurangi dengan nilai terendah.
Untuk mencari nilai validitas di sebuah item kita mengkoreksi skor item
dengan total item-item tersebut. Yang memenuhi syarat, maka item tersebut tidak
akan diteliti lebih lanjut. Syarat tersebut menurut Sugiyono (2017:126) yang harus
dipenuhi yaitu harus memenuhi kreteria sebagai berikut:
a. jika nilai r>0,30 maka item-item pertanyaan dari kuisioner adalah valid.
b. jika nilai r<0,30 maka item-item pertanyaan dari kuisioner dianggap tidak
valid.
39
Semakin tinggi validitas suatu alat ukur, maka alat tersebut semakin tepat
sasaran, atau menujukan relevansi dari apa yang seharusnya di ukur sesuai dengan
maksud dilakukannya pengukuran atau penelitian tersebut.
Xi
∑¿
¿
n . ∑ X i2
¿
2
Y¿
∑¿
Keterangan: ¿
¿
r Xy Yi−¿
= koefisien Korelasi
n .∑ ¿
∑ xy = jumlah
∑ Xi ¿perkalian
2
−¿ variable x dan y
¿
∑x = jumlah nilai
√ ¿ variable x
n ( ∑ XiYi ) −¿
∑y = jumlah nilai variable y
xy=¿
∑X 2 r¿
= jumlah pangkat dari nilai variable x
n = banyaknya sampel
2r
r i= b
1+r b
40
Keterangan:
1. Uji Korelasi
x
y
∑¿
¿
¿
¿
¿n
¿
∑ x ¿2
∑ y ¿2
∑ y 2−(¿¿ n)
(¿¿ n)¿
∑ x 2−¿
∑ ¿¿
¿
xy−¿
∑¿
r =¿
41
Keterangan:
r = nilai korelasi
x = variable x
y = variable y
Tabel 3.4
Keterangan :
Kd = Koefisien determinasi
β = Koefisien βeta
42
Untuk melihat seberapa besar tingkat pengaruh variable independen
terhadap variable dependen secara simultan menggunakan koefisien
determinasi (KD) menurut V. Wiratna Sujarweni (2012:188) rumus
determinasi sebagai berikut:
Kd = R2 x 100%
Keterangan :
Kd = koefisien determinasi
R = koefisien korelasi
r √ n−2
t=
√ 1−r 2
Keterangan :
r = koefisien korelasi
n = jumlah sampel
43
c. Dilihat dari hasil t tabel dengan kaidah keputusan:
44
H1 : β1 ≠ 0 (Ada pengaruh yang signifikan dari variable X terhadap Y)
Jika t hitung > t tabel atau t hitung < t tabel maka H 0 ditolak
bi
t hitung =
s bi
Keterangan :
bi = nilai konstanta
5. Nilai t tabel dicari menggunakan table distribusi t-student pada drajat bebas n-
k-1 dan taraf kesalahan 5%.
45