Fraktur merupakan suatu masalah yang sering terjadi di masyarakat, fraktur sendiri didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan yang bersifat total maupun sebagian (Helmi, 2012). Fraktur adalah suatu kerusakan atau putusnya kontinuitas tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan luasnya kerusakan tersebut. Fraktur bisa terjadi jika tulang mengalami stres yang berlebihan dari yang biasanya terjadi selain itu juga bisa karena pukulan langsung, terkena benda-benda tumpul, gerakan memutar yang tiba-tiba dan kontraksi otot yang ekstrim. Ketika tulang mengalami kerusakan maka struktur yang berdekatan akan terpengaruh, mengakibatkan edema pada jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi pada sendi, tendon pecah, saraf putus, dan pembutuh darah rusak. Dampak dari tidak dilakukannya mobilisasi pada pasien yang telah melakukan operasi seperti mengalami kekakuan pada otot, pengecilan pada otot, penyembuhan luka semakin lama, kulit menjadi lecet dan luka, sepsis atau infeksi, pneumonia, emboli paru, infeksi saluran kemih dan memperpanjang perawatan dirumah sakit (Epstein, 2014). Secara garis besar fraktur dibagi menjadi beberapa diantaranya, fraktur lengkap melibatkan putusnya seluruh bagian dan melintasi seluruh penampang tulang atau keluar dari posisi normal, sedangkan fraktur tidak lengkap adalah fraktur yang tidak sampai putus atau hanya sebagian saja yang putus dan melintang tulannya, fraktur comminuted adalah fraktur yang menghasilkan beberapa fragmen tulang, fraktur tertutup adalah fraktur yang tulangnya tidak menonjol keluar atau terlihat dan tertutup oleh kulit sedangkan fraktur terbuka adalah fraktur yang tulangnya terlihat keluar kulit, ada beberapa kriteria dari fraktur terbuka yaitu, grade satu adalah luka bersih kurang dari 1 cm, grade dua adalah luka yang lebih besar tetapi tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas dan grade tiga adalah luka yang sangat terkontaminasi, memiliki luka yang parah dan luas (Brunner and Suddarth's, 2002) Berdasarkan profil World Health Organization (WHO) mengenai penyakit yang tidak menular din Asia Tenggara, ada lima penyakit yang tidak menular tetapi mematikan dengan angka kejadian yang tinggi. Penyakit kardiovaskuler (PVK), diabetes melitus (DM), kanker, penyakit pernafasan obstruksi dan cidera. Dari 21.032 orang terdapat 6,1% mengalami cidera kepala, 0,5% mengalami cidera spinal, 2,5% luka bakar, 12% mengalami fraktur tulang belakang, 10,3 mengalami keracunan, 2,8% mengalami cidera internal dan 65,8% mengalami cidera yang lainya (Lestari, 2015). Menurut (WHO, 2008 dalam Maisyaroh, 2015) angka kejadian fraktur di dunia sebanyak 2,7% dari data tersebut menunjukkan kurang lebihnya 13 juta orang mengalami fraktur di dunia. Pada tahun 2009 prevalensinya mengalami peningkatan sebanyak 4,2% dari populasi penduduk di dunia atau sekitar 18 juta orang mengalami fraktur. Sedangkan pada tahun 2010 prevalensi tersebut mengalami penurunan yaitu sebanyak 3,5% penduduk dunia yang mengalami fraktur. Di Indonesia sendiri hampir 5,5% dengan rentang 2,2% sampai 9% di setiap provinsi. Kebanyakan dari pasien yang mengalami fraktur 25% mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami stres psikologis dan bahkan mengalami depresi, serta 10% mengalami kesembuhan (Ropyanto, 2011). Menurut Riskesdas, 2018 pada tahun 2007 terjadi kecelakaan sebanyak 25,9%, tahun 2013 sebanyak 42,8% dan tahun 2018 sebanyak 31,4%, meskipun mengamai penurunan tetapi kejadian kecelakaan di jalan raya termasuk tinggi dengan nilai 31,4% dan menyebabkan cidera yang serius. Dari data riskesdas disebutkan bahwa cidera anggota gerak bagian bawah memiliki prosentase paling tinggi sebanyak 67,9%, anggota gerak atas 32,7%, kepala 11,9%, punggung 6,5%, dada 2,6% dan perut 2,2%. Di rumah sakit daerah dr. Soebandi Jember kejadian fraktur oada tahun 2016 di bulan januari sampai maret 110 kasus yang masuk ke poli orthopedi (Aprilinan, 2016). Pada tahun 2018 terdapat 757 pasien fraktur yang menjalani operasi di rumah sakit daerah Soebandi Jember baik open fraktur maupun close fraktur, sementara selama dua bulan terakhir yaitu bulan Desember 2018 sebanyak 57 pasien dan bulan Januari 2019 terdapat 42 pasien yang mengalami opreasi fraktur. Penanganan pada pasien dengan fraktur bisa dilakukan dengan pembedahan maupun tanpa pembedahan, seperti imobilisasi, reduksi dan rehabilitasi. Reduksi merupakan suatu proses yang sering dilakukan untuk mengoreksi fraktur, salah satunya adalah dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal dengan proses operasi. Dalam perubahan posisi fraktur yang tidak stabil adalah dilakukannya tindakan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) dengan menggunakan plate,skrup atau bisa dikombinasikan keduanya, tindakan ORIF sendiri selain untuk menstabilkan fraktur juga bisa membantu dalam cidera vaskular seperti kompartemen sindroma yang terjadi pada pasien fraktur. Sedangkan dampak dari operasi sendiri pada pasien bisa menimbulkan perubahan bentuk tubuh yang mengakibatkan kurangnya percaya diri, stres bahkan depresi pada pasien (Smeltzer dan Bare, 2002)