Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang

Saat ini banyak kasus-kasus yang berkaitan dengan agama yang salah satunya

perusakan tempat ibadah, salah satunya perusakan masjid. Perusakan tempat ibadah ini

merupakan sikap intoleransi dalam beragama. Pada makalah ini kasus yang akan dibahas

adalah kasus perusakan masjid di tuban

2.2. Rumusan Masalah

1. Apa bentuk pelanggarannya?

2. Bagaimana penggambaran kasus tersebut?

3. Hal apa yang dapat kita Analisa dari kasus tersebut?

4. Apa latar belakang dari terjadinya kasus tersebut

5. Apa saja aturan yang dilanggar pada kasus tersebut

6. Bagaimana solusi untuk kasus tersebut?

2.3. Tujuan

1. Untuk melatih dalam menganalisa sebuah kasus

2. Untuk menambah nilai dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Bentuk Pelanggaran

1. Konfilk horizontal antar suku, agama, ras, dan antar golongan(sara)

2. Perang saudara antar kelompok masyarakat

2.2. Penggambaran Kasus

gambar di atas adalah kondisi masjid usai di tendang pelaku.

Kejadian ini terjadi saat pelaku sedang beristirahat lalu ditanya oleh warga, dan tiba-tiba

pelaku mengamuk, menendang kaca masjid hingga hancur. Pelaku di bawa ke rumah

sakit dan yang lainnya di bawa ke mapolres oleh pihak polisi.

2.3. Analisa Kasus

Kasus ini terjadi di Masjid Besar Baitur Rohim. Identitas pelaku bernama M

Zaenudin(40). Saat pelaku sedang beristirahat dan ditanya oleh seorang warga, pelaku

memukul warga dan saat para warga berdatangan untuk mengamankannya pelaku malah

berkata “aku siap mati”. Pelaku mengindap gangguan jiwa, saat diamankan pelaku

dibawa kerumah sakit dan yang lainnya di bawa ke malpores.


2.4. Latar Belakang Kasus

Kasus ini terjadi karena gangguan jiwa si pelaku tersebut.

2.5. Aturan Yang Dilanggar Kasus

Rancangan KUHP memuat dua Pasal mengenai tindak pidana penghinaan terhadap golongan

penduduk, yakni Pasal 286 dan Pasal 287. Bunyi dari Pasal 286 R KUHP adalah sebagai berikut,

“Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap satu atau beberapa

golongan penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnik, warna kulit, dan

agama, atau terhadap kelompok berdasarkan jenis kelamin, umur, disabilitas mental,

atau disabilitas fisik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau

pidana denda paling banyak Kategori II.”

Redaksi Pasal 286 Rancangan KUHP jelas menunjukkan bahwa konstruksi perbuatan

yang dipidana berubah dari Pasal 156 KUHP. Elemen yang dipertahankan adalah unsur

di muka umum dan melakukan penghinaan terhadap golongan penduduk Indonesia.

Unsur penghinaan jika dibandingkan dengan rumusan pada Pasal 156 KUHP sebenarnya

dari segi cakupannya dipangkas dari perasaan permusuhan, kebencian, dan merendahkan

(penghinaan). Terdapat perluasan golongan yang dilindungi dalam Pasal ini, yakni

dibagi dalam dua kelompok. Golongan yang ditentukan berdasarkan ras, kebangsaan,

etnik, warna kulit, dan agama dan golongan yang ditentukan berdasarkan jenis kelamin,

umur, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.

Lebih lanjut, Pasal 289 Rancangan KUHP memiliki redaksi sebagai berikut, “Setiap

orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar

sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh

umum, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya
diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan

penduduk Indonesia yang dapat ditentukan berdasarkan ras, kebangsaan, etnik, warna

kulit, dan agama, atau terhadap kelompok yang dapat ditentukan berdasarkan jenis

kelamin, umur, disabilitas mental atau fisik yang berakibat timbulnya kekerasan

terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”

Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan

perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2

(dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap karena melakukan tindak pidana yang sama, maka dapat dijatuhi pidana tambahan

berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf g.

2.6. Solusi

Cara menghindari sikap diskriminasi :

 harus saling menghormati dan menyayangi.

 Sesama umat beragama tidak saling meredahkan

 tidak saling mencela

 tidak saling memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan

 tidak saling berprasangka buruk

 tidak saling mencari-cari kejelekan orang lain

 tidak saling menggunjing.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi dan nasional. Yang
bermakna suatu proses penyatuan atau pembauran berbagai aspek sosial budaya ke dalam
kesatuan wilayah dan pembentukan identitas nasional atau bangsa yang harus dapay
menjamin terwujudnya keselarasan, keserasianm dan keseimbangan dalam mencapai tujuan
bersama sebagai suatu bangsa.
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional adalah
sebagai berikut :
a) Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan
b) Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya tindakan KKN.
c) Meningkatkan ketahanan rakyat
d) Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir
Pancasila
e) Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
f) Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam
memerangi separatis.
Begitu pula dalam kasus yang telah disebutkan diatas tadi , integritasi sangatlah
dibutuhkan dalam bernegara , untuk terhindar dari perpecah belahan suatu negara.

3.2. Saran

Untuk mencapai integrasi tentunya membutuhkan proses yang panjang karena integrasi
membutuhkan pemahaman yang baik akan perbedaan. Dari masalah-masalah yang ada, kita
didorong untuk memahami satu sama lain meskipun kita berbeda-beda. Pemerintah harus
mampu menjaga kestabilan yang ada, baik dari segi pembangunan yang harus merata
maupun segala bentuk pelayanan yang dapat memicu disintegrasi karena pelayan yang
sepihak. Masyarakat juga dituntut tidak tinggal diam melihat fenomena sosial di Indonesia
yang disebabkan perbedaan sehingga memicu perang antara suku, budaya dan yang terjadi
sekarang ini adalah konflik antara agama yang sangat berpotensi memecah bangsa
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.terpintar.web.id/ancaman-militer-dan-non-militer-pengertian-bentuk-dan-

contoh/

 http://reformasikuhp.org/tindak-pidana-diskriminasi-dalam-r-kuhp-2015/

 https://www.hrw.org/id/report/2013/02/28/256413

Anda mungkin juga menyukai