Anda di halaman 1dari 12

GIGITAN ULAR BERBISA

A. Definisi
Gigitan ular (Snake Bite) adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular baik
ular berbisa ataupun tidak berbisa. Akibat dari gigitan ular tersebut dapat menyebabkan
kondisi medis yang bervariasi, yaitu:
a. Kerusakan jaringan secara umum, akibat dari taring ular
b. Perdarahan serius bila melukai pembuluh darah besar
c. Infeksi akibat bakteri sekunder atau patogen lainnya dan peradangan
d. Pada gigitan ular berbisa, gigitan dapat menyebabkan envenomisasi.
B. Jenis ular dan identifikasi
Tidak semua spesies ular memiliki bisa sehingga pada kasus gigitan ular perlu
dibedakan atas gigitan ular berbisa atau gigitan ular tidak berbisa. Ular berbisa yang
bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar, yaitu taring, pada bagian depan
dari rahang atasnya. Taring-taring ini mengandung saluran bisa (seperti jarum hipodermik)
atau alur, dimana bisa dapat dimasukkan jauh ke dalam jaringan dari korban. Selain
melalui taring, bisa dapat juga disemburkan seperti pada ular kobra yang meludah dapat
memeras bisanya keluar dari ujung taringnya dan membentuk semprotan yang diarahkan
pada mata korban. Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada
spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu
atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.
Dari ribuan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang berbisa, dan dari
golongan ini hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia. Di seluruh dunia dikenal lebih
dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya sekitar 250 spesies.
Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli
utama yaitu:
1. Familli Colubridae, kebanyakan ular berbisa masuk dalam famili ini, misalnya ular
pohon, ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular
jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus). Pada umumnya bisa yang
dihasilkannya bersifat lemah.
2. Famili Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen misalnya ular cabai
(Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja
sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah), ular welang, ular anang dan
ular cabai.
3. Familli Crotalidae/ Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat
ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya.Ada
dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki
organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara
lubang hidung dan mata.misalnya adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah
(Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris), ular hijau
dan ular bandotan puspo.
4. Familli Hydrophidae, misalnya ular laut.
Ketiga family ular berbisa yang disebutkan terakhir ini memiliki jenis bisa kuat yang
terdapat di Indonesia. Ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa.
Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan
dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah
bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat
bekas taring.
Perbedaan Ular Berbisa dan Ular Tidak Berbisa
Tidak berbisa Berbisa
Bentuk Kepala Bulat Elips, segitiga
Gigi Taring Gigi Kecil 2 gigi taring besar
Bekas Gigitan Lengkung seperti U Terdiri dari 2 titik
Warna Warna-warni Gelap
Besar ular Sangat bervariasi Sedang
Pupil ular bulat Elips
Ekor ular Bersisik ganda Bentuk sisik tunggal
Agresifitas Mematuk berulang dan membelit Mematuk 1 atau 2 kali
sampai tidak berdaya

C. Tanda Dan Gejala Gigitan Ular Berdasarkan Jenis Ular 5,6,7,8


a) Gigitan Elapidae
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada
kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.

2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit rusak

3. Setelah digigit ular


a. 15 menit : muncul gejala sistemik
b. 10 jam : paralisis otot-otot wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar
berbicara, susah menelan, otot lemas, ptosis, sakit kepala, kulit dingin, muntah,
pandangan kabur, parestesia di sekitar mulut. Kematian dapat terjadi dalam 24
jam.
b) Gigitan Viporidae/Crotalidae
Enzim prokoagulan viperidae dapat menstimulasi pembekuan darah namun
menyebabkan penurunan koagulasi darah. Contohnya racun Russell viper mengandung
beberapa prokoagulan yang mengaktifasi kaskade pembekuan darah. Hasilnya
menyebabkan pembentukan fibrin dalam darah. Yang kemudian didegradasi oleh system
fibrinolitik tubuh, sehingga system fibrinolitik tubuh jumlahnya berkurang karena
konsumsi tersebut atau consumption coagulopathy. Efek racun viper yang lain
menyebabkan efek lokal yang hebat seperti nyeri, bengkak, bula, bengkak, nekrosis dan
kecenderungan perdarahan sistemik.
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat
gigitan yang menyebar ke seluruh anggota tubuh.

2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam

3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam
waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c) Gigitan Hydropiridae
1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobinuria yang
ditandai dengan urin berwarna coklat gelap (penting untuk diagnosis), kerusakan
ginjal, serta henti jantung.
D. Diagnosa
Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala dan tanda baik
lokal dan sistemik merupakan hal yang sangat penting.
Empat pertanyaan awal yang bermanfaat :
1. Pada bagian tubuh mana anda terkena gigitan ular?
Dokter dapat melihat secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular (misalnya,
adanya bekas taring) serta asal dan perluasan tanda envenomasi lokal.

2. Kapan dan pada saat apa anda terkena gigitan ular?


Perkiraan tingkat keparahan envenomasi bergantung pada berapa lama waktu berlalu
sejak pasien terkena gigitan ular. Apabila pasien tiba di rumah sakit segera setelah
terkena gigitan ular, bisa didapatkan sebagian kecil tanda dan gejala walaupun
sejumlah besar bisa ular telah diinjeksikan. Bila pasien digigit ular saat sedang tidur,
kemungkinan ular yang menggigit adalah Kraits (ular berbisa), bila di daerah
persawahan, kemungkinan oleh ular kobra atau russel viper (ular berbisa), bila terjadi
saat memetik buah, pit viper hijau (ular berbisa), bila terjadi saat berenang atau saat
menyebrang sungai, kobra (air tawar), ular laut (laut atau air payau).
3 Perlakuan terhadap ular yang telah menggigit anda?
Ular yang telah menggigit pasien seringkali langsung dibunuh dan dijauhkan dari
pasien. Apabila ular yang telah menggigit berhasil ditemukan, sebaiknya ular tersebut
dibawa bersama pasien saat datang ke rumah sakit, untuk memudahkan identifikasi
apakah ular tersebut berbisa atau tidak. Apabila spesies terbukti tidak berbahaya (atau
bukan ular sama sekali) pasien dapat segera ditenangkan dan dipulangkan dari rumah
sakit.
4. Apa yang anda rasakan saat ini?
Pertanyaan ini dapat membawa dokter pada analisis sistem tubuh yang terlibat. Gejala
gigitan ular yang biasa terjadi di awal adalah muntah. Pasien yang mengalami
trombositopenia atau mengalami gangguan pembekuan darah akan mengalami
perdarahan dari luka yang telah terjdi lama. Pasien sebaiknya ditanyakan produksi
urin serta warna urin sejak terkena gigitan ular. Pasien yang mengeluhkan kantuk,
kelopak mata yang serasa terjatuh, pandangan kabur atau ganda, kemungkinan
menandakan telah beredarnya neurotoksin.
Pemeriksaan Tanda Vital harus selalu dilakukan. Kemudian dicari tanda bekas gigitan
oleh ular berbisa. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan
bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang
diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki
menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan
bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan
pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring
(fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah
bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan
ular dari famili Viperidae). Tanda dan Gejala Lokal pada daerah gigitan:
a. Tanda gigitan taring (fang marks)
b. Nyeri lokal

c. Perdarahan lokal

d. Kemerahan

e. Limfangitis

f. Pembesaran kelenjar limfe

g. Inflamasi (bengkak, merah, panas)

h. Melepuh

i. Infeksi lokal, terbentuk abses

j. Nekrosis

Tanda dan gejala sistemik


a. Umum (general) : Mual, muntah, nyeri perut, lemah, mengantuk, lemas.

b. Kardiovaskuler (viperidae)

Gangguan penglihatan, pusing, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema


paru, edema konjunctiva (chemosis)

c. Perdarahan dan gangguan pembekuan darah (Viperidae)

Perdarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk perdarahan yang
terus-menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka yang telah menyembuh
sebagian (oldrus-mene partly-healed wounds), perdarahan sistemik spontan – dari
gusi, epistaksis, perdarahan intrakranial (meningism, berasal dari perdarahan
subdura, dengan tanda lateralisasi dan atau koma oleh perdarahan cerebral),
hemoptisis, perdarahan perrektal (melena), hematuria, perdarahan pervaginam,
perdarahan antepartum pada wanita hamil, perdarahan mukosa (misalnya
konjunctiva), kulit (petekie, purpura, perdarahan diskoid, ekimosis), serta
perdarahan retina.

d. Neurologis (Elapidae, Russel viper)

Mengantuk, parestesia, abnormalitas pengecapan dan pembauan, ptosis,


oftalmoplegia eksternal, paralisis otot wajah dan otot lainnya yang dipersarafi
nervus kranialis, suara sengau atau afonia, regurgitasi cairan melaui hidung,
kesulitan untuk menelan sekret, paralisis otot pernafasan dan flasid generalisata.

e. Destruksi otot Skeletal ( sea snake, beberapa spesies kraits, Bungarus niger and B.
candidus, western Russell’s viper Daboia russelii) Nyeri seluruh tubuh, kaku dan
nyeri pada otot, trismus, myoglobinuria, hiperkalemia, henti jantung, gagal ginjal
akut.

f. Sistem Perkemihan

Nyeri punggung bawah, hematuria, hemoglobinuria, myoglobinuria,


oligouria/anuria, tanda dan gejala uremia ( pernapasan asidosis, hiccups, mual, nyeri
pleura, dan lain-lain)

g. Gejala endokrin
Insufisiensi hipofisis/kelenjar adrenal yang disebabkan infark hipofisis anterior.
Pada fase akut : syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa bulan hingga tahun
setelah gigitan) : kelemahan, kehilangan rambut seksual sekunder, kehilangan libido,
amenorea, atrofi testis, hipotiroidism

E. Penatatalaksanaan
1. Pertolongan pertama
Tujuan dari pertolongan pertama ini adalah untuk mengurangi penyerapan racun (bisa
ular), bantuan hidup dasar, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Hal-hal yang harus
dilakukan antara lain :
a. Tenangkan korban, karena panik akan membuat racun lebih cepat terserap
b. Imobilisasi ekstremitas yang terkena gigitan dengan bidai atau ikat dengan kain
(untuk memperlambat penyerapan racun)
c. Gunakan balut yang kuat, hal tersebut akan mengurangi penyerapan racun yang
bersifat neurotoksin, namun jangan gunakan pada gigitan yang menyebabkan nekrosis
d. Jangan melakukan intervensi apapun pada luka, termasuk menginsisi, kompres
dengan es, ataupun pemberian obat apapun
e. Tidak direkomendasikan untuk mengikat arteri (pembuluh darah di proksimal lesi)
f. Selalu utamakan keselamatan diri. Jangan mencoba membunuh ular yang
menggigit. Bila sudah mati, bawa ular ke RS untuk identifikasi
2. Perawatan Di Rumah Sakit
Hal-hal yang harus dilakukan di RS antara lain :
a. Lakukan pemeriksaan klinis secara cepat dan resusitasi termasuk ABC (airway,
breathing, circulation), penilaian kesadaran, dan monitoring tanda vital
b. Buat akses intravena, beri oksigen dan resusitasi lain jika diperlukan
c. Lakukan anamnesa yang meliputi bagian tubuh mana yang tergigit, waktu
terjadinya gigitan dan jenis ular
d. Lakukan pemeriksaan fisik :
- Bagian yang digigit untuk mencari bekas gigitan (fang marks), walaupun
terkadang bekas tersebut tidak tampak, bengkak ataupun nekrosis
- Palpasi arteri di distal lesi (untuk mengetahui ada tidaknya kompartemen
sindrom)
- Cari tanda-tanda perdarahan (gusi berdarah, perdarahan konjungtiva,
perdarahan di tempat gigitan)
- Cari tanda-tanda neurotoksisitas seperti ptosis, oftalmoplegi, paralisis bulbar,
hingga paralisis dari otot-otot pernapasan
- Khusus untuk ular laut terdapat tanda rigiditas pada otot
- Pemeriksaan urin untuk mioglobinuri
e. Lakukan pemeriksaan darah yang meliputi pemeriksaan darah rutin, tes fungsi
ginjal, PPT/PTTK, tes golongan darah dan cross match
f Anamnesa ulang mengenai riwayat imunisasi, beri anti tetanus toksoid jika
merupakan indikasi
g. Rawat inap paling tidak selama 24 jam (kecuali jika ular yang menggigit adalah
jenis ular yang tidak berbisa)
3. Terapi Dengan Anti Venom
Satu satunya terapi spesifik terhadap bisa ular adalah dengan anti venom. Pemberian
seawal mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik. Terapi ini dapat diberikan jika
tanda tanda penyebaran bisa secara sistemik ada. Untuk efek lokal, anti venom biasanya
tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam.
Indikasi pemberian anti venom antara lain :
a.Abnormalitas hemostatik, misalnya perdarahan sistemik spontan dan trombositopeni
(<100000)
b. Neurotoksisitas
c. Gangguang kardiovaskuler (hipotensi atau syok)
d. Rhabdomiolisis generalisata (rasa nyeri pada otot)
e. Gagal ginjal akut
f. Efek lokal yang signifikan, seperti misalnya pembengkakan lokal lebih dari
setengah besar ekstremitas yang terkena, nekrosis atau hematom yang luas, atau
bengkak yang membesar dengan cepat
g.Temuan laboratorium seperti anemia, trombositopeni, leukositosis, peningkatan
enzim hepar, hiperkalemia, dan mioglobinuri.
Pilihan Anti Venom:
a. Jika jenis ular diketahui, usahakan pemberian anti venom yang spesifik (monovalen)
karena akan lebih efektif dan efek samping yang lebih sedikit
b. Jika jenis ular tidak diketahui, manifestasi klinis mungkin dapat digunakan untuk
memperkirakan jenis ular :
- Pembengkakan lokal dengan tanda kelainan neurologis = ular kobra/elapidae
- Pembengkakan lokal yang ekstensif dengan perdarahan = ular tanah/ viperidae
c. Anti venom polivalen jika belum jelas
Dosis Dan Cara Pemberian:
Jumlah pemberian biasanya berdasar empirik. Rekomendasi pemberian dari pabrik yang
ada biasanya berdasarkan uji pada binatang
a. Ulang pemberian anti venom hingga tanda tandanya hilang
b. Pemberian melalui rute intra vena. Larutkan anti venom pada cairan isotonic (5-10
ml/kgBB, pada anak yang lebih besar atau orang dewasa larutkan dalam 500 ml) dan
infus seluruhnya dalam 1 jam
c. Infus dapat dihentikan bila gejala menghilang walaupun dosis yang direkomendasikan
belum habis
d. Jangan lakukan uji sensitivitas
e. Jangan lakukan injeksi di tempat lesi
f. Persiapkan adrenalin, kortikosteroid, antihistamin, dan peralatan resusitasi jika terjadi
reaksi alergi
g. Dosis pertama sebanyak 2 vial @5 ml dalam NaCl atau Dextrose 5% dapat diberikan
sebagai infus dengan kecepatan 40-80 tetes per menit, lalu diulang setiap 6 jam.
Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah)
antiserum dapat diberikan setiap 24 jam sampai maksimal (80-100 ml). Antiserum
yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan
sangat perlahan-lahan. Dosis untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis
untuk dewasa. Cara lain adalah dengan menyuntikkan 2,5 ml secara infiltrasi di
sekitar luka dan 2,5 ml diinjeksikan secara intramuskuler atau intravena. Pada kasus
berat dapat diberikan dosis yang lebih tinggi. Penderita harus diamati selama 24 jam
untuk reaksi anafilaktik
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka.
Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
• Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
• Derajat II: 3-4 vial SABU
• Derajat III: 5-15 vial SABU
• Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
Pedoman terapi SABU menurut Schwartz dan Way (Depkes, 2001):

Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Ukuran zona edema/ Gejala sistemik
eritemato kulit (cm)

0 0 + +/- < 3 cm/ 12 > 0

I +/- + + 3 – 12 cm/ 12 jam 0

II + + +++ >12-25 cm/ 12 jam Neurotoksik, mual,


pusing, syok

++
III ++ + +++ >25 cm/ 12 jam Syok, petekia, ekimosis

++
IV +++ + +++ < ekstremitas Gangguan faal ginjal,
koma, perdarahan
Pedoman terapi SABU menurut Luck :
 Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
 Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom
 Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat, waktu pembekuan darah
tetap memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3
jam berikutnya, dst.
 Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun) maka
monitor ketat kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor
perbaikkannya. Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan
koagulopati berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak
menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan
 Terapi suportif lainnya pada keadaan :
 Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frizen (dan antivenin)
 Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah, fibrinogen, vitamin K,
tranfusi trombosit
 Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
 Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
 Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota badan
 Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
 Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas
atropin
 Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
 Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari penggunaan
obat – obatan narkotik depresan
 Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang dijumpai adalah
P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis
1. Reaksi Anti Venom
Terdapat 3 tipe reaksi terhadap pemberian anti venom yang mungkin terjadi :
a. Reaksi anafilaktik tipe cepat
- Terjadi 10-180 menit setelah pemberian anti venom
- Gejala meliputi : gatal, urtikaria, nausea, muntah, dan palpitasi hingga reaksi
anafilaktik yang berat seperti hipotensi, bronkospasme dan udema laring
- Jika terjadi hal seperti itu, hentikan pemberian anti venom, berikan adrenalin IM
(0,01 ml/kgBB), antihistamin (misal klorfeniramin 0,2 mg/kg), dan cairan resusitasi
- Jika reaksinya ringan, pemberian anti venom dapat dilanjutkan namun dengan
dosis dan kecepatan yang lebih rendah
b. Reaksi pirogenik
- Terjadi 1-2 jam setelah pemberian, dikarenakan endotoksin dalam anti venom
- Gejala meliputi demam, kaku, muntah, takikardia dan hipotensi
- Tatalaksana seperti pada kasus diatas
- Bila demam dapat diberikan parasetamol
c. Reaksi tipe lambat
- Terjadi kurang lebih seminggu kemudian
- Gejala serum like illness : demam, atralgia, limfadenopati
- Atasi dengan pemberian antihistamin (klorfeniramin 0,2 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 5 dosis
- Jika berat, beri prednisolon oral (0,7-1 mg/kgBB/hari) selam 5-7 hari
F. Terapi Suportif
a. Bersihkan luka dengan antiseptik
b. Analgesik
c. Antibiotik bila luka terkontaminasi atau nekrosis
d. Pemberian Anti Tetanus
e. Awasi kejadian kompartemen syndrome—nyeri, bengkak, perabaan distal dingin, dan
paresis
f. Buang jaringan nekrosis
g. Atasi keadaan gagal ginjal akuT

G. Kesalahan Dalam Penatalaksanaan

a. Memberikan anti venom pada semua kasus gigitan ular


Tidak semua gigitan ular membutuhkan anti venom, kira-kira 30% dari gigitan ular
kobra, dan 50% karena ular tanah tidak memerlukan anti venom. Selain mahal, anti
venom dapat menyebabkan reaksi anafilaktik yang serius pada pasien. Sebaiknya anti
venom hanya diberikan pada pasien dimana manfaatnya lebih besar dari pada resikonya
b. Menunda memberikan anti venom
Anti bisa ular harus diberikan sesegera mungkin, bahkan pada pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap
c. Pemberian anti venom polivalen pada semua jenis gigitan ular
Anti bisa ular yang polivalen tidak dapat mencakup semua jenis ular. Selalu perhatikan
label dari pabrik saat hendak menggunakan
d. Pemberian dosis yang lebih kecil pada anak-anak
Dosis berdasarkan jumlah racun yang masuk, bukan berdasarkan berat badan
e. Pemberian terapi pendahuluan dengan kortikosteroid atau antihistamin
Terapi ini diberikan pada meraka yang mendapat terapi anti bisa ular, karena gigitan
ular tidak menyebabkan reaksi alergi.

Anda mungkin juga menyukai