Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga Laporan kasus ini dapat diselesaikan pada waktunya sebagai
salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. RM.
Djoelham Binjai. Laporan kasus ini menyajikan suatu pembahasan yang diuraikan
secara singkat mengenai ketuban pecah dini.

Penulis meyadari bahwa, laporan ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa
adanya arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ucapkan terima kasih kepada “dr. Herizal B Razali, Sp.OG selaku
pembimbing dan rekan-rekan sejawat seperjuangan yang telah memberikan dukungan
kepada penulis. Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi
amal ibadah pembimbing dan rekan-rekan sehingga memperoleh balasan yang lebih
baik dari Allah SWT.

Mengingat keterbatasan pengetahuan penulis, penulis menyadari bahwa


laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan dari kelengkapan teori maupun
penuturan bahasa. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat
bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan
pendidikan khususnya pendidikan kedokteran.

Binjai, Agustus 2019

Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ............................................................................................... 3
2.2 Efidemiologi ....................................................................................... 3
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................................ 4
2.4 Patofisiologi ....................................................................................... 8
2.5 Manifestasi Klinis .............................................................................. 9
2.6 Penegakan Diagnosis ......................................................................... 9
2.7 Diagnosis Banding ........................................................................... 10
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................... 11
2.9 Komplikasi ....................................................................................... 12
2.11 Prognosis .......................................................................................... 13
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 14
STATUS PASIEN
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membranes (PROM)


merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan komplikasi kelahiran
berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang
meningkatkan morbiditas /mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu
maupun bayi (Mochtar, 2012).
Ketuban pecah dini terjadi pada 6-19% kehamilan (Wals, 2008). Insiden
ketuban pecah dini berkisar antara 8-10 % pada kehamilan aterm atau cukup
bulan, sedangkan pada kehamilan preterm terjadi pada 1% kehamilan. Pada
kehamilan aterm 90% terjadi kelahiran dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
usia kehamilan 28-34 minggu 50% terjadi persalinan dalam 24 jam dan 2 pada
usia kehamilan kurang dari 26 minggu pesalinan terjadi dalam 1 minggu
(Prawirohardjo, 2010).
Ketuban pecah dini belum diketahui penyebab pastinya, namun terdapat
beberapa kondisi internal ataupun eksternal yang diduga terkait dengan ketuban
pecah dini. Yang termasuk dalam faktor internal diantaranya usia ibu, paritas,
polihidramnion, inkompetensi serviks dan presentasi janin. Sedangkan yang
termasuk dalam faktor eksternal adalah infeksi dan status gizi. Beberapa penelitian
yang menunjukkan adanya keterkaitan dengan infeksi pada ibu. Infeksi dapat
mengakibatkan ketuban pecah dini karena agen penyebab infeksi tersebut akan
melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan dan pembukaan serviks, serta pecahnya selaput ketuban.
Pada ibu dapat terjadi komplikasi berupa infeksi masa nifas, partus lama,
perdarahan post partum, bahkan kematian. Sedangkan pada janin, dapat timbul
komplikasi berupa kelahiran prematur, infeksi perinatal, kompresi tali pusat,

1
solusio plasenta, sindrom distres pada bayi baru lahir, perdarahan intraventrikular,
serta sepsis neonatorum (Caughey, 2008). Lebih lanjut Mitayani (2009)
menyatakan bahwa resiko infeksi pada ketuban pecah dini sangat tinggi,
disebabkan oleh organisme yang ada di vagina, seperti E. Colli, Streptococcus B
hemolitikus, Proteus sp, Klebsiella, Pseudomonas sp, dan Stafilococcus sp.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes (PROM)
adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan pada
kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes
(PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari
37 minggu. Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I,
yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada primigravida kurang dari 3 cm
dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Dalam keadaan normal selaput ketuban
pecah dalam proses persalinan (Soewarto, 2010).

2.2 Epidemiologi
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10-12% dari semua kehamilan.
Pada kehamilan aterm insidensinya 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm 2-5%.
Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 6-8% wanita
sebelum usia kehamilan 37 minggu dan secara langsung mendahului 20-50% dari
semua kelahiran prematur. Insiden KPD di seluruh dunia bervariasi antara 5-10% dan
hampir 80% terjadi pada usia kehamilan aterm. Dalam keadaan normal, 8-10%
wanita hamil aterm akan mengalami KPD dan hanya 1% terjadi pada usia kehamilan
preterm (Soewarto, 2010). Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar
19,53% dari seluruh kehamilan, sedangkan di Indonesia berkisar antara 4,5- 7,6%.
Kejadian persalinan dengan KPD pada usia kehamilan aterm (≥37 minggu)
yaitu 179 kasus (84,43%), sedangkan pada preterm sebanyak 33 kasus (15,57%).
Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30- 40% kelahiran prematur dan
merupakan penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm yang
terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, disebut sebagai KPD preterm previable,

3
kejadiannya kurang dari 1% kehamilan dan berhubungan dengan komplikasi yang
berat pada ibu ataupun janin.
Insiden infeksi intrauterin meningkat dengan mudanya usia kehamilan pada saat
pecahnya selaput ketuban. KPD pada saat usia kehamilan lebih awal dikaitkan
dengan infeksi pada korioamnion. Korioamnionitis telah dilaporkan pada 0,5-71%
dari kehamilan dengan KPD. Insiden tertinggi korioamnionitis dikaitkan dengan
kecilnya usia kehamilan dan perode laten yang memanjang. Periode laten yang
memanjang juga meningkatkan risiko untuk naiknya infeksi pada janin yang prematur
dan pada ibunya. Frekuensi dan tingkat keparahan komplikasi pada ibu dan janin
setelah terjadinya ketuban pecah dini bervariasi tergantung dari usia kehamilan.
Terdapat bukti konsisten bahwa usia kehamilan saat terjadinya ketuban pecah dini
dan lamanya periode laten merupakan penentu kematian perinatal yang penting.
Bagaimanapun juga, terdapat penelitian-penelitian yang bertentangan mengenai
keluaran neonatal yang spesifik jika dikaitkan dengan periode laten. Pada ketuban
pecah dini preterm terjadi risiko baik pada janin maupun pada ibu. Pada kehamilan
preterm angka insiden korioamnionitis sekitar 13-60% dan solusio plasenta terjadi
pada 4- 12% kehamilan dengan ketuban pecah dini. Keradangan selaput ketuban atau
korioamnionitis terjadi pada 9% kehamilan dengan ketuban pecah dini aterm,
risikonya meningkat sampai 24% apabila pecah ketuban terjadi lebih dari 24 jam.
Kematian janin dilaporkan pada 3 - 22% kasus 15 ketuban pecah dini preterm dengan
usia kehamilan 16 - 28 minggu. Kejadian sepsis pada ibu sekitar 0,8% yang
menyebabkan kematian 0,14%. Risiko pada janin dapat terjadi infeksi intrauterin,
penekanan tali pusat dan solusio plasenta.

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun factor faktor mana yang lebih

4
berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko menurut (Morgan, 2009)
adalah :
a. Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap kesiapan
ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan. Usia untuk reproduksi
optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas
usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Usia
seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena
organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan
keelastisannya dalam menerima kehamilan.
b. Sosial ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang
mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kehidupan hidupnya. Pendapatan
yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi terlaksananya
status kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang
menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai
kebutuhan.
c. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama
sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu primipara,
multipara, dan grande multipara. Primipara adalah seorang wanita yang baru
pertama kali melahirkan dimana janin mancapai usia kehamilan 28 minggu atau
lebih. Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami kehamilan
dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah
kehamilanya 2 kali atau lebih. Sedangkan grande multipara adalah seorang
wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu
dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali (Wikjosastro, 2007).
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada

5
kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini
lebih beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya.
d. Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Jika
persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi
persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan
relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau
pengenceran dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya
pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia
biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada
trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia pada janin antara lain
abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah,
cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat
mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman dekompensasikordis
dan ketuban pecah dini. Pada saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan
his, retensio plasenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri (Manuaba,
2009). Menurut Depkes RI (2005), bahwa anemia berdasarkan hasil
pemeriksaan dapat digolongkan menjadi (1) HB > 11 gr %, tidak anemia, (2) 9-
10 gr % anemia sedang, (3) < 8 gr % anemia berat.
e. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi dapat
berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung lebih dari 2.500 zat
kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida
hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan
gangguangangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko
lahir mati yang lebih tinggi.

6
f. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian KPD dapat
berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD
sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali.
Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat penurunan kandungan
kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan
ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan
atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko
dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya karena
komposisi membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin
menurun pada kehamilan berikutnya.
g. Serviks yang inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
janin yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu
kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium
uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules
dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti
dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Manuaba, 2009).
h. Tekanan intra uterin yang meninggi
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma (hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli (Kehamilan kembar
adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih).

7
2.4 Patofisiologi
Pecahnya ketuban pada saat persalinan secara umum disebabkan oleh adanya
kontraksi uterus dan juga peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah pada
bagian tertentu dikarenakan adanya perubahan biokimia, yang mengakibatkan
berkurangnya keelastisan selaput ketuban, sehingga menjadi rapuh. Biasanya
terjadi pada daerah inferior (Prawirohardjo, 2010).
Korion amnion yang biasa disebut selaput janin merupakan batas desidua
maternal dan lainnya pada membran basemen kolagen tipe II serta IV dan lapisan
berserat yang ada di bawahnya mengandung kolagen tipe I, III, V, dan VI, maka
dari itu kolagen merupakan kekuatan utama untuk korion amnion. Selaput ketuban
pecah adalah proses penyembuhan dari luka di mana kolagen dirusakkan.
Kumpulan matrix metalloproteinase (MMPs) adalah salah satu keluarga enzim
yang bertindak untuk merusak serat kolagen yang memgang peranan penting. Di
sini prostaglandin juga memacu produksi MMPs di leher rahim dan desidua untuk
mempromosikan pematangan serviks dan aktivasi membran desidua dan janin,
MMPs-1 dan MMPs-8 adalah kolagenase yang mendegradasikan kolagen tipe I, II
dan III, sedangkan MMPs-2 dan MMPs-9 merupakan gelatinase yang
mendegradasikan kolagen tipe IV dan V. Aktivitas MMPs sendiri diatur oleh
inhibitor jaringan MMPs yaitu tissue inhibitors of MMPs (TIMPs). Faktor yang
sering dapat meningkatkan konsentrasi MMPs adalah infeksi atau peradangan.
Infeksi dapat meningkatkan konsentrasi MMP dan menurunkan kadar TIMP dalam
rongga ketuban melalui protease yang dihasilkan langsung oleh bakteri, yang
nantinya protease itu akan mengakibatkan degradasi kolagen. Proinflamasi seperti
IL-1 dan TNFα juga dapat meningkatkan kadar MMP.
Selaput ketuban yang tadinya sangat kuat pada kehamilan muda, akan semakin
menurun seiring bertambahnya usia kehamilan, dan puncaknya pada trimester
ketiga. Selain yang telah disebutkan di atas, melemahnya kekuatan selaput ketuban
juga sering dihubungkan dengan gerakan janin yang berlebihan. Pecahnya ketuban
pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis (Prawirohardjo, 2010).

8
2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban berbau amis dan tidak berbau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan berhenti atau kering kerana terus
diproduksi sampai kelahiran tetapi bila anda duduk atau berdiri kepala janin yang
sudah terletak dibawah biasanya mengganjal. Kebocoran untuk sementara, demam,
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat,
merupakan tanda infeksi yang terjadi (Nugroho, 2012).Jika kebocoran kulit ketuban
tidak disadari oleh ibu maka sedikit demi sedikit ketuban akan habis dan jika air habis
maka akan dapat menimbulkan rasa sakit ketika janin bergerak karena janin langsung
berhubungan dengan uterus.

2.6 Penegakan Diagnosis


Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan penanganan
selanjutnya. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Anamnesis
Pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari jalan lahir
atau basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada tingkat lanjut
dapat disertai mekonium.
2. Pemeriksaan inspekulo
Terdapat cairan ketuban yang keluar melalui bagian yang bocor menuju kanalis
servikalis atau forniks posterior, pada tingkat lanjut ditemukan cairan amnion
yang keruh dan berbau.
3. Pemeriksaan USG
Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang / oligohidramnion, namun
dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD sebagai penyebab oligohidramnion
dengan penyebab lainnya.

9
4. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL), adanya
peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis untuk
mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung
leukosit yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur
aerob maupun anaerob). Tes lakmus (Nitrazine Test) merupakan tes untuk
mengetahui pH cairan, di mana cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara
signifikan lebih basa daripada cairan vagina dengan pH 4,5-5,5. jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban.
Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5. Namun pada tes ini, darah dan
infeksi vagina dapat menghasilkan positif palsu. Pemeriksaan lain yang dapat
dilakukan adalah Tes Fern. Untuk melakukan tes, sampel cairan ditempatkan
pada slide kaca dan dibiarkan kering. Pemeriksaan diamati di bawah mikroskop
untuk mencari pola kristalisasi natrium klorida yang berasal dari cairan ketuban
menyerupai bentuk seperti pakis.

2.7 Diagnosis Banding


Diferensial diagnosis KPD dijelaskan dalam tabel dibawah ini:

10
2.8 Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam beresiko tinggi, kesalahan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayinya. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera
mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu
persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Penatalaksanaan
ketuban pecah dini menurut (Prawirohardjo,2008) dibagi menjadi konservatif dan
aktif.
1. Konservatif
Rawat di Rumah Sakit, berikan antibiotik (ampisillin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7
hari). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau air ketuban sampai tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32-37
minggu, belum inpartu dan tidak ada tanda-tanda infeksi tes busa negatif beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi
pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu,
tidak ada infeksi berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi
sesudah 24 jam. Jika usia kehamila 32-37 minggu, ada infeksi beri antibiotik
dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intrauterine). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksa metason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea,
dapat pula diberikan misoprostol 25 µg – 50 µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali. Bila tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,

11
kemudian di induksi, bila tidak berhasil akhiri dengan seksio sesarea. Bila skor
pelvik > 5, induksi persalinan.

2.9 Komplikasi
1. Komplikasi Maternal
Infeksi sering terjadi pada pasien dengan KPD. Bukti keseluruhan
korioamnionitis berkisar dari 4,2% hingga 10,5%. Diagnosis korioamnionitis
secara klinis ditandai dengan adanya demam 38 ° C dan minimal 2 dari kondisi
berikut : takikardia pada ibu, takikardia pada janin, nyeri tekan uterus, cairan
ketuban berbau busuk, atau darah ibu mengalami leukositosis. Rongga ketuban
umumnya steril. Invasi mikroba dari rongga ketuban mengacu pada hasil kultur
mikroorganime cairan ketuban yang positif, terlepas dari ada atau tidaknya
tanda atau gejala klinis infeksi.
Pasien dengan KPD memiliki kejadian solusio plasenta sekitar 6%. Solusio
plasenta biasanya terjadi pada kondisi oligohidroamnion lama dan berat. Data
sebuah analisis retrospektif yang didapatkan dari semua pasien dengan KPD
berkepanjangan menunjukkan risiko terjadinya solusio plasenta selama
kehamilan sebesar 4%. Alasan tingginya insiden solusio plasenta pada pasien
dengan KPD adalah penurunan progresif luas permukaan intrauterin yang
menyebabkan terlepasnya plasenta.
Prolaps tali pusat yang dikaitkan dengan keadaan malpresentasi serta
terjadinya partus kering juga merupakan komplikasi maternal yang dapat terjadi
pada KPD.
2. Komplikasi Neonatal
Kematian neonatal setelah mengalami KPD aterm dikaitkan dengan infeksi
yang terjadi, sedangkan kematian pada KPD preterm banyak disebabkan oleh
sindrom gangguan pernapasan. Pada penelitian Patil, dkk (India,2014) KPD
berkepanjangan meningkatkan risiko infeksi pada neonatal sekitar 1,3% dan
sepsis sebesar 8,7%. Infeksi dapat bermanifestasi sebagai septikemia,

12
meningitis, pneumonia, sepsis dan konjungtivitis. Insiden keseluruhan dari
kematian perinatal dilaporkan dalam literatur berkisar dari 2,6 hingga 11%.
Ketika KPD dikelola secara konservatif, sebagian besar pasien mengalami
oligohidramnion derajat ringan hingga berat seiring dengan kebocoran cairan
ketuban yang terus menerus. Sedikitnya cairan ketuban akan membuat rahim
memberikan tekanan terus-menerus kepada janin sehingga tumbuh kembang
janin menjadi abnormal seperti terjadinya kelainan bentuk tulang.

2.10 Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis untuk janin
tergantung pada :
1. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai prognosis
yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.
2. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek , khususnya
kalau bayinya premature.
3. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin.
4. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah , semakin tinggi
insiden infeksi.

13
BAB III
KESIMPULAN

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri


berkaitan dengan penyulit kelahiran premature terjadinya infeksi korioamnionitis
sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil
yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 – 10 % dari semua kehamilan.
Hal yang menguntungkan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih
banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan,
yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada
kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah.
Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya infeksis dan
usia gestasi serta faktor-faktoe lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk
merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan
yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang
strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan
komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.

14
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. DO

Umur : 32 tahun

Agama : Islam

Alamat : Jalan Samanhudi

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Masuk RS : 24-07-2019


II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan keluar air dari jalan lahir.

b. Telaah
Os datang ke IGD RSUD DR. RM Djoelhan dengan keluhan keluar air dari
jalan lahir sejak 1 hari yang lalu. Cairan berwarna kehijauan dan berbau,
disertai lendir dan tidak bercampur darah. Os tidak merasakan mulas. Riwayat
Jatuh (-), gerakan janin (+), demam (-).

c. Riwayat Obstetri
 Gravida : G1P0A0
 HPHT : 01-11-2018
 TTP : 08-08-2019

d. Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Tiroid (-)
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Tiroid (-)

1
f. Riwayat Penggunaan Obat :-
g. Riwayat Alergi :-
III. Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital Sign : Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 81 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,6ºC
 BB : 60 kg
 TB : 155 cm

b. Status Lokalisata
 Kepala : Mata : Anemis (-/-)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Mulut : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Tidak ditemukan kelainan
 Thoraks : Inspeksi : Simetris
Palpasi : Stem frenikus kiri = kanan
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Paru Vesikuler (+/+)
 Ekstremitas : Superior : Edema (-/-)
: Inferior : Edema (-/-)

c. Status Obstetri dan Ginekologi


 Abdomen : Palpasi : Leopold 1 TFU 3 jari dibawah
precessus xypoideus (30cm)

2
: Leopold 2: Punggung kiri, ekstremitas
kanan
: Leopold 3: Teraba bagian kepala
: Leopold 4: Kepala sudah masuk PAP
DJJ :180 x/menit
EBW : pakai rumus Johnson Tausack
TBJ = (30-12 )x155= 2790 gram
Gerakan Janin : (+)
HIS : (-)
 Genitalia : Vagina Toucher (VT): Portio tertutup, air ketuban berwarna
kehijauan disertai lendir dan berbau, darah (-), pembukaan (-).
IV. Pemeriksaan Penunjang
Hasil USG
- Janin Tunggal
- Letak kepala
- Air ketuban sedikit
- Plasenta fundal
- KDR : 36-37 Minggu

Laboratorium
Darah Lengkap : HB : 11,4 G/DL
: Leukosit : 15 10³ sel/mm³
: Eritrosit : 4 106 sel/mm³
: Hematokrit : 42,3%

V. Diagnosis
Keuban Pecah Dini (KPD)+PG+KDR (36-37 minggu)+AH+Fetal distress

VI. Rencana
Sectio Caesaria

3
VII. Penatalaksanaan
 IVFD RL 20 gt/i
 Inj Ampicillin 1 gr/8 jam

VIII. Resume
Pasien atas nama Ny. DO usia 32 tahun datang ke RSUD. DR. RM.
Djoelham Binjai dengan keluhan keluar air dari jalan lahir sejak 1 hari yang
lalu. Cairan berwarna kehijauan disertai lendir dan tidak bercampur darah,
cairan yang keluar berbau. Os tidak merasakan mulas, gerakan janin (+),
demam (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan
darah 110/80 mmHg, nadi 81 x/menit, pernapasan 22 x/menit, suhu 36,6ºC.
Pada pemeriksaan obstetri dan ginekologi didapatkan DJJ 180 x/menit,
leopold 1 TFU 3 jari dibawah precessus xypoideus (30cm), leopold 2
punggung kiri, ekstremitas kanan, leopold 3 teraba bagian kepala, leopold 4
kepala sudah masuk PAP. Pada pemeriksaan genitalia didapatkan VT portio
tertutup, air ketuban berwarna kehijauan disertai lendir dan berbau, darah(-),
pembukaan (-). Pada pemeriksaan penunjang laboratoriun didapatkan hasil
dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
diagnosanya adalah Ketuban Pecah Dini (KPD)+PG+KDR (36-37
minggu)+AH+Fetal Distress, dan diberikan terapi IVFD RL 20 gt/I, Inj
Ampicillin 1 gr/8 jam. Pada tanggal 24 Juli 2019, dilakukan Sectio Caesaria
(SC) dan tiga hari kemudian pasien diperbolehkan pulang.

FOLLOW UP

Pemeriksaan 24 Juli 2019 25 Juli 2019 26 Juli 2019


Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis
Keluhan Keluar air Lemas, nyeri bekas Lemas, nyeri bekas
pervaginam luka operasi luka operasi
Vital Sign (14.00 wib) (06.00 wib) (06.00 wib)
 TD: 110/80  TD: 110/70  TD: 120/70
mmHg mmHg mmHg
 HR: 86 x/menit  HR: 79 x/menit  HR: 74 x/menit
 RR: 22 x/menit  RR: 18 x/menit  RR: 16 x/menit
 T: 36,5ºC  T: 36,6ºC  T: 36,3ºC

4
(14.15 wib) (12.00 wib) (12.00 wib)
 TD: 110/80  TD: 110/80  TD: 110/70
mmHg mmHg mmHg
 HR: 86 x/menit  HR: 76 x/menit  HR: 68 x/menit
 RR: 22 x/menit  RR: 20 x/menit  RR: 21 x/menit
 T: 36,6ºC  T: 36,6ºC  T: 36,5ºC

(14.30 wib) (18.00 wib) (18.00 wib)


 TD: 110/70  TD: 120/80  TD: 110/80
mmHg mmHg mmHg
 HR: 83 x/menit  HR: 85 x/menit  HR: 77 x/menit
 RR: 20 x/menit  RR: 17 x/menit  RR: 19 x/menit
 T: 36,5ºC  T: 36,4ºC  T: 36,5ºC

(14.45 wib)
 TD: 110/80
mmHg
 HR: 79 x/menit
 RR: 22 x/menit
 T: 36,2ºC

(15.00 wib)
 TD: 110/80
mmHg
 HR: 81 x/menit
 RR: 19 x/menit
 T: 36,2ºC

(15.30 wib)
 TD: 120/80
mmHg
 HR: 79 x/menit
 RR: 22 x/menit
 T: 36,2ºC

(16.00 wib)
 TD: 120/80
mmHg

5
 HR: 75 x/menit
 RR: 23 x/menit
 T: 36,4ºC

Terapi  IVFD RL 20  IVFD RL 20  IVFD RL 20


gt/i gt/i gt/i
 Inj Ampicillin 1  Inj Ampicillin 1  Inj Ampicillin 1
gr/8 jam gr/8 jam gr/8 jam
 Methylergometr  Methylergometr  Methylergometr
ine tab 3x200 ine tab 3x200 ine tab 3x200
mcg (5 hari) mcg (5 hari) mcg (5 hari)
 ketoprofen supp
2x/24 jam

6
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, dkk. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nusa Medika.


Huliana. (2006). Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta: Puspa Swara.
Kasdu, D. (2007). Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta: Puspa Swara.
Mochtar R. 2012. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Manuaba, I. (2009). Memahami Reprouksi Wanita. Jakarta:EGC.
Morgan, Geri. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.
Rukiyah, A. (2010). Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta: Trans Info
Media.
Soewarto, S (2010). Ketuban pecah dini. Dalam: Prawirohardjo, S. Ilmu kebidanan.
Edisi ke-4. Jakarta : Penerbit PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sualman, K. (2009). Penatalaksanaan ketuban pecah dini kehamilan preterm.
Pekanbaru : Universitas Riau.

Prawirohardjo, S. (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknyosastro, H. (2014). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sawono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai