Tragedi Seorang Nelayan
Tragedi Seorang Nelayan
Akhirnya dengan tekad bulat ia menolak perjanjian ini. Tapi apa daya?
Tanah peninggalan ayah Nelayan tua terlalu berharga dan menarik bagi warga
Jakarta itu. Ia akan melakukan apapun agar tanah itu menjadi miliknya. Ia
datang kembali ke rumah Nelayan tua untuk membuat perjanjian baru.
“Mengapa bapak menolak? Apakah uang yang saya kasih kurang? Padahal
bapak bisa membeli rumah gedong di Jakarta dengan uang sebanyak itu”
Dengan sedih Nelayan Tua mendengarnya penghinaan dari orang Jakarta itu.
Setelah menceritakan apa yang menjadi masalah beliau menolak, kemudian,
“Oke, saya akan membuat perjanjian baru, perjanjian resmi, bahwa saya
berjanji untuk melakukan pembangunan dengan memperhatikan fungsi
lingkungan yang berkelanjutan”
Setelah menandatangani, hitam diatas putih, otomatis tanah
peninggalan ayah Nelayan tua beralih menjadi milik warga Jakarta tersebut,
dengan imbalan uang yang didapatkannya yang sangat banyak. Sebagian uang
tersebut ia gunakan untuk menyekolahkan anak sulungnya, Beliau berharap
bahwa kelak anaknya menjadi pejabat yang akan memperhatikan rakyat kecil
seperti Nelayan tua ini. Sebagian uangnya ia gunakan untuk mendirikan usaha
kecil-kecilan. Untungnya, sekolah di pesisir pantai dahulu mengajarkannya
bagaimana ia dapat membentuk pola pikir yang kreatif. Walaupun lulusan
SMP, Nelayan tua bisa membentuk karya cipta dari sampah kerang di pinggir
pantai, lalu hasilnya ia perjualbelikan di sekitaran tanah yang dulu menjadi
miliknya yang kini menjadi tempat wisata. Istrinya lah yang mengembangkan
usaha ini. Lalu, saat beliau masih memiliki sedikit uang, beliau teringat pada
mimpinya, perahu motor.
TAMAT