Anda di halaman 1dari 131

Agus Suroso

14
Mekanika B
Pekan Kuliah

(Catatan Kuliah FI-2104 Mekanika B)

Prodi Fisika, FMIPA-ITB


September 2018
Copyleft © 2018 Agus Suroso

Catatan kuliah ini merupakan naskah awal yang masih belum siap terbit, disusun secara
simultan dengan pelaksanaan kuliah FI2104 Mekanika B. Perbaikan dan penambahan materi
dilakukan secara berkala, sehingga isi naskah ini dapat berbeda dari satu versi ke versi yang
lain (lihat tanggal pembaruan di baris terakhir halaman ini).

Pembaca yang menemukan adanya kesalahan cetak maupun konsep, harap menyampaikan-
nya kepada penulis melalui agussuroso[di]fi.itb.ac.id. Kritik dan saran juga harap di-
sampaikan melalui email yang sama.

Ditulis menggunakan LATEX, dengan format tufte-book, pembaruan terakhir pada 27 September 2018.
Kata Pengantar

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillah, penulis memuji dan bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas se-
gala kemudahan yang diberikan kepadanya, termasuk dalam menyusun catatan kuliah ini.
Penulis juga mohon maaf kepada keluarganya karena penulisan catatan kuliah ini tak jarang
mengambil waktu dan perhatian yang mestinya dicurahkan kepada mereka. Semoga Allah
senantiasa menjaga mereka dalam kebaikan.
Catatan kuliah ini disusun secara simultan dengan pelaksaan kuliah FI2104 Mekanika B,
yang merupakan kuliah layanan Prodi Fisika bagi mahasiswa Prodi Oseanografi ITB. Pada
naskah ini, materi kuliah disusun berdasarkan urutan topik tiap pekan sesuai silabus mata
kuliah yang terdapat pada dokumen kurikulum Program Studi Fisika ITB tahun 2013. Materi
yang disajikan dalam naskah ini terbatas pada materi yang dibahas di kelas, ditambah dengan
beberapa soal PR atau kuis. Pembaca sangat disarankan untuk tetap merujuk pada buku teks
Mekanika agar mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap dan komprehensif. Penulis
menggunakan buku-buku yang tercantum dalam daftar pustaka sebagai rujukan utama.
Sebagai naskah awal, catatan kuliah memiliki banyak kekurangan. Pembaca yang mene-
mukan kesalahan cetak maupun konsep, diharapkan dapat menyampaikannya kepada penu-
lis melalui email agussuroso@fi.itb.ac.id. Kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang
akan datang silakan disampaikan melalui alamat yang sama.
Akhirnya, penulis berharap semoga catatan kuliah ini bermanfaat bagi penulis dan pemba-
canya.

Bandung, 27 September 2018


Penulis
Daftar Isi

1 Kinematika 1

2 Dinamika 11

3 Osilasi 23

4 Kerja dan Energi 35

5 Gaya Sentral (1) 49

6 Gaya Sentral (2) 57

7 Gaya Sentral (3) 61

8 Ujian tengah semester 71

9 Sistem Partikel (1) 73


6 agus suroso

10 Sistem Partikel (2) 81

11 Tumbukan Dua Dimensi 93

12 Osilasi Terkopel 97

13 Sistem Non Inersial 103

14 Ujian Akhir Semester 109

Beberapa solusi soal 111

Daftar Pustaka 119


Daftar Gambar

1.1 Besaran-besaran dalam koordinat polar. 2


1.2 Uraian vektor-vektor basis koordinat polar ke komponen-komponennya 2
1.3 Koordinat silinder. 4
1.4 Koordinat bola. 5
1.5 Tong menggelinding di sepanjang bidang miring 9
1.6 Dua partikel yang bergerak sepanjang lingkaran 9

3.1 Grafik posisi benda terhadap waktu pada kasus osilasi underdamping 27
3.2 Pengaruh faktor redaman terhadap simpangan. 27
3.3 Perbandingan grafik posisi benda pada kasus overdamping dan critical damping 28
3.4 Resonansi pada osilasi paksa. 31

5.1 Gaya sentral antara dua benda. 50


5.2 Momentum sudut benda dalam pengaruh gaya sentral 52
5.3 Sembarang potensial efektif. 54
5.4 Lintasan partikel yang berosilasi (biru) di sekitar orbit lingkaran (merah). 55

6.1 Potensial efektif untuk gaya gravitasi 59

7.1 Lintasan partikel untuk e = 0 62


7.2 Lintasan partikel untuk kasus 0 < e < 1 64
7.3 Lintasan partikel untuk e = 1. 65
7.4 Lintasan partikel untuk kasus e > 1 67
7.5 Daerah yang disapu oleh vektor jari-jari orbit untuk selang waktu dt tertentu. 69
7.6 Geometri elips. 69

9.1 Posisi partikel dalam sistem menurut kerangka Q 76


8 agus suroso

12.1 Osilasi terkopel dua benda dalam pengaruh gaya tiga pegas. 97

1 Plot F ( x ) terhadap x. 113


2 Plot V ( x ) terhadap x. 113
3 Plot F ( x ) dan V ( x ) terhadap x. 113
4 Plot r terhadap θ pada bidang polar. 115
Penulis mendedikasikan catatan kuliah ini untuk
Bapak Sutoyo, S.Pd (1961-2017, guru SMPN 1
Jatilawang), salah satu guru yang menginspirasinya
untuk menekuni Fisika.
FI2204 Mekanika B

Kode Bobot sks: Semester: KK / Unit Penanggung Sifat:


Matakuliah:FI21 3SKS 3 Jawab: Wajib ( Layanan
04 Prodi Lain)
Nama Mekanika B
Matakuliah MechanicsB
Kinematika Partikel, Dinamika Partikel, Gaya Sentral, Dinamika Sistem
Partikel, Kerangka Noninersial, Dinamika Lagrangian dan Hamiltonian
Silabus Ringkas Kinematics of Particle, Dinamics of Particle, Central Force, Dynamics of
System of Particles, Noninertial Reference System, Lagrangian and
Hamiltonian Dynamics
Kinematika Partikel; Dinamika Partikel: hukum Newton, kerja dan energi, gaya
konservatif dan nonkonservatif, gaya fungsional; Gaya Sentral: karakteristik,
hukum Kepler, lintasan planet; Dinamika Sistem Partikel: pusat massa,
tumbukan, hamburan;
Silabus Lengkap
Kinematics of Particle; Dinamics of Particle: Newton’s Laws, work-energy
theorem, conservatif and nonconservatif forces, functional forces; Central
Force: characterisics, Kepler’s laws, planetary orbits; Dynamics of System of
Particles: center of mass, collision, scattering;
Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami konsep-
Luaran
konsep gerak dan menggunakan teknik dan metode dalam mekanika untuk riset
(Outcomes)
dan kuliah lanjutan.
Matakuliah 1. FI1101 Fisika Dasar IA Prerequisite
Terkait 2.FI1101 Fisika Dasar IA Prerequisite
3.MA1101 Kalkulus IA Prerequisite
1. MA1201 Kalkulus IIA Prerequisite
Kegiatan
-
Penunjang
1. Arya, A. P., An Introduction to Classical Mechanics, Prentice Hall, 1990.
2. Symon, K. R., Mechanics, Addison Wesley, 1980.
Pustaka
3. Fowles, G. R., Cassiday, G.L., Analytical Mechanics, Harcourt College
Publishing, 1999
Panduan
UTS, UAS, Kuis, PR
Penilaian
Untuk kelas layanan, dosen disarankan memberikan ilustrasi yang terkait
dengan prodi mahasiswanya. Untuk astronomi, misalnya, disarankan ada
ilustrasi seperti gerak objek-objek dalam tatasurya, gerak dalam sistem bintang
Catatan
ganda, dan gerak rotasi dalam galaksi, serta pemanfaatan data pengamatan
Tambahan
evolusi planet untuk menentukan elemen orbit planet. Untuk mahasiswa
Oseanografi disarankan ada ilustrasi seperti pasang surut, angin puting beliung,
dsb.
SAP FI2104 Mekanika B

Mg Capaian Belajar
Topik Sub Topik Sumber Materi
# Mahasiswa
Kinematika Vektor posisi, vektor kecepatan Mampu menerapkan [2]: Bab 1.2, 3.4, 3.5
dan percepatan, sistem koordinat konsep kinematika [3]: Bab 1.10 - 1.12
1 polar, sistem koordinat silinder dan
bola. gerak dalam bidang, gerak
dalam ruang
Dinamika Hukum Newton (termasuk teorema Mampu menyelesaikan [1]: Bab 2.1 - 2.4
momentum linear dan sudut), gaya persoalan dinamika [2]: Bab 2.3, 2.4
2
konstan, gaya bergantung waktu, dengan gaya fungsi [3]: Bab 2.2, 2.4
gaya bergantung kecepatan waktu dan kecepatan
Dinamika Gaya bergantung pada posisi, Mampu menyelesaikan [1]: Bab 2.5, 3.3, 3.4, 3.6
3 osilasi harmonik, osilasi teredam, persoalan osilasi [2]: Bab 2.5, 2.7,.2.9, 2.10
osilasi tertekan [3]: Bab 2.3, 3.2 - 3.6
Dinamika Teorema kerja-energi, gaya Mampu menerapkan [1]: Bab 2.5, 6.4
4 konservatif, fungsi energi potensial konsep kerja dan energi [2]: Bab 2.5, 3.12
[3]: Bab 4.2
Gaya Sentral Gaya sentral, energi potensial Mampu menerapkan [1]: Bab 7.1 - 7.3
efektif, osilasi di sekitar titik konsep gaya sentral [2]: Bab 3.13
5
minimum fungsi energi potensial [3]: Bab 6.8, 6.9
efektif
Gaya Sentral Persamaan gerak dalam u = 1/r , Mampu menerapkan [1]: Bab 7.6
6 gaya 1/r2 dan deskripsi kualitiatif konsep gaya sentral [2]: Bab 3.14
kurva energi potensial efektifnya [3]: Bab 6.11, 6.12
Gaya Sentral Lintasan potongan kerucut dan Mampu menerapkan [1]: Bab 7.4, 7.7
7 hukum Kepler hukum Kepler [2]: Bab 3.15, 3.16
[3]: Bab 6.3 - 6.6
Ujian Tengah - - -
8
Semester
Sistem Posisi pusat massa, persamaan Mampu menerapkan [1]: Bab 8.1 - 8.4
Partikel gerak pusat massa, momentum konsep pusat massa [2]: Bab 4.1 - 4.3
9 linear sistem, momentum sudut [3]: Bab 7.1 - 7.2
sistem, torka sistem, energi kinetik
sistem
Sistem Gerak relatif dua partikel, Mampu menyelesaikan [1]: Bab 8.6 - 8.7
10 Partikel tumbukan satu dimensi gerak relatif dua partikel [2]: Bab 4.6
[3]: Bab 7.3, 7.5
Sistem Tumbukan dua dimensi, hamburan Mampu menyelesaikan [1]: Bab 8.8 - 8.10
11 Partikel Rutherford persoalan tumbukan dan [2]: Bab 4.7, 4.8
hamburan [3]: Bab 7.6
12 Sistem Osilasi Terkopel Mampu menyelesaikan [1]: Bab 14.1 - 14.4
Partikel persoalan osilasi [2]: Bab 4.9, 4.10
terkopel [3]: Bab 3.7, 3.8
13 Sistem Non Sistem bertranslasi dengan Mampu menyelesaikan [1]: Bab 11.2
Inersial percepatan, gaya fiktif, pasang- persoalan dalam [2]: Bab 7.1
surut kerangka noninersial [3]: Bab 5.1
14 Ujian Akhir
Kinematika 1
1-1 Kinematika benda titik
Mekanika membahas gerakan benda-benda fisis. Kita akan me- 1-2 Gerak dalam bidang
mulai pembahasan dengan kinematika benda titik. Kinematika 1-3 Gerak dalam ruang

yaitu topik yang membahas deskripsi gerak benda-benda tanpa


memperhatikan penyebab gerak. Sedangkan benda titik adalah
benda-benda yang ukuran, bentuk, dan struktur internalnya dia-
baikan.

1.1 Kinematika benda titik

Kita mulai dengan meninjau gerak benda titik dalam satu dimen-
si. Andaikan posisi benda titik untuk tiap waktu diketahui dan J posisi
dinyatakan dengan variabel x sebagai fungsi waktu

x = x ( t ), (1.1)

maka kecepatan benda tersebut diperoleh dengan mengukur per- J kecepatan


ubahan posisi benda tiap satuan waktu, atau secara infinitesimal

dx
v= . (1.2)
dt

Perubahan kecepatan benda tiap satuan waktu kita sebut sebagai


percepatan, J percepatan

dv
a= . (1.3)
dt
2 14 pekan kuliah mekanika b

1.2 Gerak dalam bidang

Untuk mendeskripsikan gerak benda dalam bidang, kita dapat


menggunakan sistem koordinat Kartesis atau polar (tentu saja kita
bisa menggunakan sistem koordinat lain juga). Terlebih dahulu
kita bahas hubungan antara kedua sistem koordinat tersebut.
Tinjau suatu benda yang berada di titik P. Posisi benda terse-
but dalam koordinat Kartesis adalah ( x p , y p ) dan dalam koordinat
polar (ρ, φ). Vektor basis koordinat Kartesis kita tuliskan sebagai J koordinat polar
{ x̂, ŷ} dan vektor basis polar kita tuliskan sebagai {ρ̂, φ̂}. Vektor
posisi titik P dalam koordinat Kartesis adalah

~r p = x p x̂ + y p ŷ, (1.4)

sedangkan dalam koordinat polar kita tuliskan

~r p = ρρ̂. (1.5) y
φ^
^
ρ

Berdasarkan Gambar 1.1, dapat kita tuliskan P



r
⃗ yp
q
x p = ρ cos φ, y p = ρ sin φ, ρ= x2p + y2p . (1.6) φ
x
O
y^
xp
Vektor-vektor basis dari koordinat polar berubah sesuai arah x^
perubahan nilai ρ dan φ. Vektor basis koordinat polar {ρ̂, φ̂} dapat
diuraikan ke arah { x̂, ŷ} sebagai berikut,

ρ̂ = cos φ x̂ + sin φ ŷ, (1.7) Gambar 1.1: Besaran-besaran


dalam koordinat polar.
φ̂ = − sin φ x̂ + cos φ ŷ. (1.8)
y^

Terlihat bahwa besar komponen masing-masing vektor basis φ^


^
ρ
koordinat polar pada sumbu Kartesis { x̂, ŷ} bergantung pada ni-
lai φ. Perubahan vektor basis {ρ̂, φ̂} terhadap φ adalah φ
φ
P x^
dρ̂
= − sin φ x̂ + cos φ ŷ = φ̂, (1.9)

dφ̂
= − cos φ x̂ − sin φ ŷ = −ρ̂. (1.10)

Gambar 1.2: Uraian vektor-
Sekarang, kita telah siap mendeskripsikan gerak benda pada vektor basis koordinat polar
bidang menggunakan koordinat Kartesis dan polar. Dalam koo- ke komponen-komponennya
rdinat Kartesis, posisi suatu benda dinyatakan sebagai (warna hijau).

~r (t) = x x̂ + y ŷ. (1.11)


PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 3

Kecepetan benda diperoleh dengan menurunkan posisi terhadap


waktu,
d~r
~v = = v x x̂ + vy ŷ, (1.12)
dt
dengan
dx dy
vx = , vy = . (1.13)
dt dt
Dan percepatan diperoleh dengan menurunkan kecepatan terha-
dap waktu,
d~v d2~r
~a = = 2 = a x x̂ + ay ŷ, (1.14)
dt dt
dengan
dv x d2 x dvy d2 y
ax = = 2, ay = = 2. (1.15)
dt dt dt dt
Dalam koordinat polar, posisi benda adalah

~r = ρρ̂. (1.16)

Kecepatan benda adalah


d~r dρ dρ̂ dφ
~v = = ρ̂ + ρ = ρ̇ρ̂ + ρφ̇φ̂. (1.17)
dt dt dφ dt
dφ̂ dρ̂ dφ
Kita telah menggunakan aturan rantai, dt = dφ dt , menerapk-
an persamaan (1.9), serta menggunakan notasi titik di atas (over
dot) yang menyatakan turunan terhadap waktu. Kita memperoleh
komponen kecepatan benda pada arah ρ̂ dan φ̂, masing-masing

vr = ρ̇, vφ = ρφ̇. (1.18)

Lebih lanjut, kita dapatkan percepatan benda


d~v dρ̇ dρ̂ dφ dρ dφ̇ φ̂ dφ
~a = = ρ̂ + ρ̇ + φ̇φ̂ + ρ φ̂ + ρφ̇
dt dt dφ dt dt dt dφ dt
 
2
= ρ̈ − ρφ̇ ρ̂ + (ρφ̈ + 2ρ̇φ̇) φ̂. (1.19)

Kita dapat mengidentifikasi perepatan benda arah radial (searah


ρ̂) dan tangensial (arah φ̂),

aρ = ρ̈ − ρφ̇2 , aφ = ρφ̈ + 2ρ̇φ̇. (1.20)

Suku ρφ̇2 = v2φ /ρ disebut sebagai percepatan sentripetal. Pada kon-


disi ρ̈ = ρ̇ = 0 maka ρ konstan yang berarti benda bergerak dalam
lintasan lingkaran. Suku 2ρ̇φ̇ sering disebut sebagai percepatan ko-
riolis.
4 14 pekan kuliah mekanika b

1.3 Gerak dalam ruang

Kita akan membahas kinematika dalam ruang tiga dimensi ini


menggunakan koordinat Kartesis, silinder, dan bola. Dalam koo-
rdinat Kartesis, posisi benda tiap waktu kita tuliskan sebagai

~r (t) = x x̂ + y ŷ + z ẑ, (1.21)

dengan x, y, dan z adalah fungsi waktu. Kecepatan benda adalah

d~r
~v = = v x x̂ + vy ŷ + vz ẑ, (1.22)
dt
dengan
dx dy dz
vx = , vy = , vz = . (1.23)
dt dt dt
Serta percepatan benda

d~v
~a = = a x x̂ + ay ŷ + az ẑ, (1.24)
dt
dengan
d2 x d2 y d2 z
ax = 2
, ay = 2 , az = 2 . (1.25)
dt dt dt
Koordinat silinder tidak lain merupakan koordinat polar (ρ, φ) J koordinat silinder
yang ditambah dengan sumbu vertikal z. Hubungan antara vektor-
vektor basis pada koordinat silinder dengan koordinat Kartesis
adalah

ρ̂ = cos φ x̂ + sin φ ŷ, (1.26)


φ̂ = − sin φ x̂ + cos φ ŷ, (1.27)
ẑ = ẑ. (1.28)
z
Seperti pada koordinat polar, pada koordinat silinder juga berlaku z^
^
ϕ

^
ρ
dρ dφ̂ r P

= φ̂, = −ρ̂. (1.29)
dφ dφ z^
z
Posisi suatu benda dalam koordinat silinder dapat dituliskan y^
 y
x^
x ϕ
dalam bentuk y
x
~r = ρρ̂ + zẑ. (1.30)
Gambar 1.3: Koordinat silin-
Perhatikan bahwa posisi dalam koordinat silinder sama dengan
der.
posisi pada bidang xy dalam koordinat silinder ditambah dengan
PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 5

posisi arah sumbu-z. Sehingga, kecepatan dan percepatan benda


masing-masing akan sama dengan kecepatan benda pada bidang
polar ditambah kecepatan arah sumbu-z,
d~r d (ρρ̂) dz
~v = = + ẑ = ρ̇ρ̂ + ρφ̇φ̂ + żẑ, (1.31)
dt dt dt
~v  
~a = = ρ̈ − ρφ̇2 ρ̂ + (ρφ̈ + 2ρ̇φ̇) φ̂ + z̈ẑ. (1.32)
dt
Koordinat bola pada dasarnya sama dengan koordinat silin- J koordinat bola
der, namun dengan mengambil parameter θ yang merupakan su-
dut yang dibentuk oleh vektor posisi ~r dengan sumbu-z. Posisi
suatu titik dalam ruang kemudian dinyatakan dalam koordinat
(r, θ, φ). Nilai dari komponen ρ dan z pada koordinat polar selan-
jutnya dinyatakan dalam r dan θ,

ρ = r sin θ, z = r cos θ. (1.33)


z
Sedangkan nilai ( x, y, z) koordinat Kartesis terhubung dengan (r, θ, φ) r^
^
ϕ
melalui
^
θ
r P

x = r sin θ cos φ, y = r sin θ sin φ, z = r cos θ. (1.34)
z^
 θ z
Arah vektor-vektor basis r̂, θ̂, φ̂ adalah searah dengan arah y^
x  y
ϕ
perubahan positif dari masing-masing r, θ, dan φ. Vektor-vektor x^
y
 x
basis r̂, θ̂, φ̂ dapat diuraikan dalam arah vektor-vektor basis ko-
ordinat silinder sebagai berikut, Gambar 1.4: Koordinat bola.

r̂ = cos θ ẑ + sin θ ρ̂, (1.35)


θ̂ = − sin θz + cos θ ρ̂, (1.36)
φ̂ = φ̂. (1.37)

Selanjutnya, dengan memanfaatkan persamaan (1.7) dan (1.8), di-


peroleh uraian vektor-vektor basis koordinat bola dalam arah vektor-
vektor basis koordinat Kartesis sebagai berikut,

r̂ = sin θ cos φ x̂ + sin θ sin φŷ + cos θ ẑ, (1.38)


θ̂ = cos θ cos φ x̂ + cos θ sin φŷ + sin θ ẑ, (1.39)
φ̂ = − sin φ x̂ + cos φφ̂. (1.40)

Kita sudah siap untuk menuliskan posisi, kecepatan, dan per-


cepatan benda dalam koordinat bola. Posisi:

~r = rr̂. (1.41)
6 14 pekan kuliah mekanika b

Kecepatan,

d~r dr dr̂
~v = = r̂ + r
dt dt dt 
dr̂ dθ dr̂ dφ
= ṙr̂ + r +
dθ dt dφ dt
= ṙr̂ + r θ̇ θ̂ + r φ̇ sin θ φ̂. (1.42)

Pada baris kedua dari persamaan di atas, aturan rantai diterapkan


dengan melibatkan variabel θ dan φ karena vektor basis r̂ adalah
fungsi dari kedua variabel tersebut. Selanjutnya, dengan menu-
runkan kecepatan terhadap waktu, akan diperoleh percepatan

~a = ar r̂ + aθ θ̂ + aφ φ̂, (1.43)

dengan

ar = r̈ − r θ̇ 2 − r sin θ φ̇2 , (1.44)


2
aθ = r θ̈ + 2ṙ θ̇ − r φ̇ sin θ cos θ, (1.45)
aφ = r φ̈ sin θ + 2ṙ φ̇ sin φ + 2r θ̇ φ̇ cos θ. (1.46)

Dapatkan persamaan (1.43) hingga (1.46) dengan menurunkan


persamaan (1.42) terhadap waktu.

Soal

1. Sebuah partikel P bergerak menyusuri sumbu x dengan posisi


tiap saat t diberikan oleh x = 6t2 − t3 + 1, dengan x diukur
dalam meter dan t dalam sekon. Tentukan kecepatan dan per-
cepatan dari P pada waktu t. Tentukan waktu saat P diam dan
tentukan posisinya pada saat tersebut.

2. Sebuah partikel P bergerak sepanjang sumbu x dengan perce-


patan a setiap saat t yang diberikan oleh

a = 6t − 4 m s−2 .

Pada awalnya, P berada pada x = 20 m dan bergerak dengan


kelajuan 15 m s −1 pada arah sumbu x negatif. Tentukan ke-
cepatan dan posisi dari P pada waktu t. Tentukan kapan P
berhenti dan perpindahannya pada saat tersebut.
PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 7

3. Rumus percepatan konstan. Sebuah partikel P bergerak sepan-


jang sumbu x dengan percepatan konstan a pada arah x posi-
tif. Pada awalnya P di berada di pusat dan bergerak menyusuri
sumbu x positif dengan kecepatan u. Tunjukkan bahwa kece-
patan v dan perpindahan x dari P pada suatu saat tertentu t
diberikan oleh
1
v = u + at x = ut + at2 ,
2
dan simpulkan bahwa

v2 = u2 + 2ax.

4. Sebuah mobil balap, Fiasco I, dapat mencapai kelajuan 120


mil/jam dalam 30 detik. Perlambatan maksimum dari rem
mobil ini adalah 0.7 g. Berapakah waktu minimum yang di-
butuhkan untuk mencapai jarak 1/2 mil, jika mobil dimulai
dan diakhiri dalam keadaan diam? (Petunjuk: grafik kecepat-
an terhadap waktu dapat berguna)

5. Seorang pengendara motor mendekati lampu lalulintas hijau


dengan kelajuan v0 ketika lampu tersebut berubah menjadi ku-
ning.

(a) Jika waktu reaksinya adalah τ, pada saat dia memutuskan


untuk berhenti dan menginjak rem, dan jika perlambatan
maksimum remnya adalah a, berapakah jarak minimum smin
dari persimpangan ketika lampu lalulintas berubah menjadi
kuning yang ditempuh motor tersebut sampai berhenti?
(b) Jika lampu kuning tersebut bertahan untuk waktu t sampai
berubah menjadi merah, berapakah jarak maksimum smaks
dari persimpangan ketika lampu berubah menjadi kuning,
sehingga dia bisa melanjutkan perjalanan menuju persim-
pangan pada kelajuan v0 tanpa melalui lampu merah ?
(c) Tunjukkan bahwa jika kelajuan awal v0 lebih besar dari

v0maks = 2a(t − τ ), (1.47)

maka akan ada rentang jarak terentu dari persimpangan se-


hingga dia tidak bisa berhenti tepat waktu atau melanjutkan
perjalanan tanpa melewati lampu merah.
8 14 pekan kuliah mekanika b

(d) Buatlah sebuah estimasi logis untuk τ, t, dan a, serta hitu-


nglah v0maks dalam mil per jam. Jika v0 = 32 v0maks , hitunglah
smin dan smaks .

6. Ketika kita melemparkan benda ke atas, maka benda akan men-


capai ketinggian tertentu sebanyak dua kali, yaitu saat benda
naik dan saat turun. Misalkan selang waktu sejak benda mele-
wati titik A saat bergerak naik hingga melewati A sambil berge-
rak turun adalah TA . Kemudian, selang waktu benda melewati
titik B yang berjarak h di atas A, sebanyak dua kali adalah TB .
Dengan mengasumsikan bahwa percepatan gravitasi konstan,
buktikan bahwa besar percepatan gravitasi adalah

8h
g= .
TA2 − TB2

7. Sebuah partikel bergerak pada sebuah bidang dengan kecepat-


an radial konstan ṙ = 4 m/s. Kecepatan angular juga konstan
dengan besar θ̇ = 2 rad/s. Ketika partikel berada 3 m dari
pusat, tentukan besar (a) kecepatan dan (b) percepatan benda.

8. Laju perubahan dari percepatan biasanya disebut "jerk". Ten-


tukan arah dan besar dari jerk untuk partikel yang bergerak
melingkar dengan jari-jari lintasan R dan kecepatan angular ω.
Gambarkan diagram vektor yang menunjukkan posisi, kece-
patan, percepatan, dan jerk dari benda pada setiap saat.

9. Sebuah mobil balap bergerak mengitari lintasan berbentuk ling-


karan dengan jari-jari b. Mobil tersebut bergerak dari diam de-
ngan kelajuan yang meningkat secara konstan sebesar α. Ten-
tukan sudut yang dibentuk dari vektor kecepatan dan perce-
patan pada waktu t.

10. Sebuah ban menggelinding pada lintasan lurus tanpa slip. Pu-
satnya bergerak dengan kelajuan konstan V. Sebuah kerikil
yang berada pada ban tersebut menyentuh jalan pada t = 0.
Tentukan posisi, kecepatan, dan percepatan dari kerikil seba-
gai fungsi yang bergantung waktu.

11. Sebuah tong dengan jari-jari R menggelinding pada sebuah bi-


dang miring tanpa slip. Sumbu tong tersebut memiliki per-
PEKAN KE- 1. KINEMATIKA 9

cepatan a yang sejajar dengan kemiringan bidang. Berapakah


percepatan angular α dari tong tersebut?

12. Kecepatan relatif didefinisikan sebagai kecepatan terhadap su-


atu sistem koordinat tertentu. (Kecepatan sendiri, dimengerti
sebagai kecepatan relatif koordinat pengamat) Gambar 1.5: Tong mengge-
linding di sepanjang bidang
(a) Sebuah titik diamati memiliki kecepatan v A relatif sistem miring
koordinat A. Berapakah kecepatan relatifnya terhadap sis-
tem koordinat B, yang dipisahkan terhadap A sejauh R? (R
dapat bergantung waktu)
(b) Partikel a dan b bergerak pada arah berlawanan sepanjang
lingkaran dengan kelajuan angular ω, seperti gambar 1.6.
Pada t = 0 kedua partikel berada pada titik r = l ĵ, dengan l
adalah jari-jari lingkaran. Tentukan laju relatif a terhadap b.
Gambar 1.6: Dua parti-
13. Sebuah serangga terbang mengikuti lintasan spiral sedemikian kel yang bergerak sepanjang
rupa sehingga lintasan tersebut pada setiap waktu t dinyatakan lingkaran
dalam koordinat polar seperti berikut

r = beΩt θ = Ωt,

dengan b dan Ω adalah konstanta positif. Tentukan vektor ke-


cepatan dan percepatan dari serangga tersebut pada waktu t,
dan tunjukkan bahwa sudut yang dibentuk dari kedua vektor
ini selalu bernilai π/4.

14. Perubahan basis koordinat bola. Buktikan hubungan-hubungan


berikut:

dr̂ dr̂
= θ̂, = sin θ φ̂,
dθ dφ
dθ̂ dθ̂
= −r̂, = cos θ φ̂, (1.48)
dθ dφ
dφ̂ dφ̂ 
= 0, = − sin θ r̂ + cos θ θ̂ .
dθ dφ

d~a
15. Tentukan komponen pada r dan θ dari dt pada koordinat bola,
dengan ~a adalah percepatan benda.
10 14 pekan kuliah mekanika b

16. Sebuah partikel dengan muatan Q dan massa m mula-mula


memiliki kecepatan ~v0 = v0y ŷ + v0z ẑ. Muatan kemudian ma-
~
suk ke daerah bermedan
 magnet B = Bŷ, sehingga mengalami
Q
percepatan ~a = ~v × ~B . Tentukan fungsi posisi partikel tiap
m
waktu, ~r (t).

17. Gerak sikloid terjadi pada partikel bermuatan Q yang bera-


da dalam pengaruh medan listrik ~E dan medan magnetik ~B
yang saling tegaklurus. Anggap kecepatan partikel setiap wak-
tu adalah
~v = vy ĵ + vz k̂
Partikel tersebut kemudian mengalami percepatan dengan m
massa partikel, ~E = Ek̂ dan ~B = Bî.

(a) Jika partikel mula-mula diam, tentukan fungsi kecepatan


partikel tiap waktu, ~v(t).
(b) Jika partikel mula-mula berada di titik asal koordinat, ten-
tukan fungsi posisi partikel tiap waktu, ~r (t).
(c) Tentukan persamaan lintasan partikel dalam bidang-yz, dan
sketsakan lintasannya
Dinamika 2
2-1 Hukum-hukum Newton
Pekan lalu kita telah membahas deskripsi gerak suatu parti- 2-2 Gaya bergantung waktu
kel dalam ruang, baik dalam satu, dua maupun tiga dimensi de- 2-3 Gaya bergantung
kecepatan
ngan cara menentukan posisi, kecepatan, dan percepatan parti- 2-4 Gaya bergantung posisi
kel. Pada pembahasan tersebut, kita tidak tahu-menahu tentang
penyebab dari geraka partikel tersebut. Pada bab ini, diperkenalk-
an gaya sebagai penyebab gerak lurus serta (sedikit tentang) tor-
si sebagai penyebab gerak melingkar partikel. Persamaan gerak
yang menghubungkan antara gaya dengan variabel-variabel kine-
matika (posisi, kecepatan, percepatan) akan berasal dari hukum-
hukum Newton tentang gerak. Sang penyebab gerak sendiri, se-
cara umum juga dapat merupakan fungsi dari variabel-variabel
kinematika tersebut. Pada bab ini, dibahas gerak akibat gaya yang
bergantung pada variabel kinematika tersebut.

2.1 Hukum-hukum Newton tentang gerak

Pada 1687 Newton mempublikasikan tiga hukumnya,

1. Hukum ke-1: Sebuah benda akan bergerak dengan kecepatan konstan


(yang bisa saja bernilai nol) kecuali jika dikenai gaya.

2. Hukum ke-2: Laju perubahan momentum sebuah benda akan sama


dengan gaya yang bekerja padanya.
Momentum suatu benda adalah ~p = m~v, sehingga

d~p ~
= F ⇒ ~F = m~a. (2.1)
dt
12 14 pekan kuliah mekanika b

3. Hukum ke-3: Untuk setiap gaya yang dikerjakan oleh suatu benda
ke benda lain, terdapat suatu gaya yang sama besar dan berlawanan
arah yang dikerjakan oleh benda kedua terhadap pertama.
Tinjau sistem dua benda yang saling berinteraksi dan terisola-
si dari dunia luar. Momentum total sistem ini adalah ~ptotal =
~p1 + ~p2 , sehingga menurut hukum kedua laju perubahan mo-
mentum total adalah
d~ptotal d~p d~p
= 1+ 2
dt dt dt
= ~F1 + ~F2 , (2.2)

dengan ~F1 dan ~F2 masing-masing adalah gaya yang bekerja pa-
da benda pertama dan kedua. Hukum ketiga mengharuskan
~F1 = −~F2 , sehingga persamaan di atas memberikan d~ptotal = 0,
dt
yang berarti bahwa momentum total sistem bernilai konstan.

Kita menyebut ketiga hukum Newton tersebut sebagai hukum-


hukum Newton tentang Gerak1 . Hukum tersebut menjadi jem- 1
selain hukum ini, New-
batan yang menghubungkan antara gaya sebagai penyebab gerak ton juga mengusulkan hu-
kum tengan gravitasi
dengan variabel kinematika. Deskripsi gerak suatu partikel secara
umum diperoleh dengan menyelesaikan hukum-hukum Newton
tersebut.

2.2 Teorema momentum

Hukum kedua Newton,


d~p ~
= F, (2.3)
dt
menunjukkan pada kita bahwa laju perubahan momentum benda
sama dengan gaya yang bekerja padanya. Ini adalah pernyataan
teorema momentum dalam bentuk diferensial. Persamaan di atas
juga menghasilkan hubungan
Z ~p2 Z t2
d~p = ~Fdt, (2.4)
~p1 t1

yang memberi kita perubahan momentum yang dialami oleh ben-


da jika dikenai gaya F pada selang waktu [t1 , t2 ]. Suku ruas kanan
pada persamaan di atas kita sebut sebagai impuls yang diberikan
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 13

oleh gaya F selama selang waktu tersebut. Besarnya impuls ter-


sebut hanya bisa dievaluasi jika gaya sebagai fungsi waktu F (t)
diketahui. Jika gaya F berupa fungsi posisi F ( x ) atau kecepatan
F (v), maka integral pada ruas kanan di atas hanya dapat die-
valuasi jika posisi x (t) atau kecepatan v(t) sebagai fungsi waktu
diketahui.
Lebih lanjut, pada kasus ~F = 0, yang berarti benda tidak dike-
nai gaya atau resultan gaya yang dikenakan padanya bernilai nol,
diperoleh Z
d~p = ∆~p = 0, (2.5)

yang berarti momentum benda tidak berubah. Dengan demikian


kita memperoleh pernyataan untuk hukum konservasi momentum
linear,
~F = 0 ⇒ ~p konstan. (2.6)
Pada kasus gerak melingkar, kita memiliki besaran momen ga-
ya atau torsi
~τ = ~r × ~F, (2.7)
yang berperan sebagai penyebab rotasi suatu benda. Hukum II
Newton untuk gerak rotasi dapat ditulis sebagai

~τ = I~α, (2.8)

dengan I adalah momen inersia benda dan ~α adalah percepatan


sudut benda. Momen inersia memiliki kedudukan yang setara
dengan massa m pada gerak linear, yakni menyatakan sifat iner-
sia/kelembaman benda terhadap gerakan. Pada gerak melingkar,
momentum sudut didefinisikan dengan cara

~L = I ω
~, (2.9)

dengan ω adalah kecepatan sudut. Mengingat ~α = ddtω ~ , maka

hukum Newton pada gerak rotasi dapat ditulis sebagai

d d~L
~τ = ~)=
(Iω . (2.10)
dt dt
Dengan demikian, dapat pula dituliskan hukum konservasi momen-
tum sudut,
∑ ~τ = 0 ⇒ ~L konstan. (2.11)
14 14 pekan kuliah mekanika b

Hukum Newton juga dapat membawa kita pada teorema ener-


gi. Jika persamaan hukum II Newton (2.1) dikalikan dengan ke-
cepatan, diperoleh
d~v ~
m~v · = F · ~v. (2.12)
dt
Dengan mendefinisikan energi kinetik sebagai

1 2 1
K= mv = m~v · ~v, (2.13)
2 2
persamaan di atas dapat ditulis ulang dalam bentuk

dK
= ~F · ~v. (2.14)
dt
Persamaan di atas menunjukkan laju perubahan energi kinetik,
dan dapat disebut sebagai teorema energi dalam bentuk diferensi-
al. Jika persamaan terakhir dikalikan dengan dt kemudian diinte-
gralkan, diperoleh
Z t2
K2 − K1 = ~F · ~vdt. (2.15)
t1

Mengingat, ~vdt = d~r persamaan terakhir dapat ditulis ulang da-


lam bentuk Z t2
K2 − K1 = ~F · ~vdt. (2.16)
t1

Ruas kanan persamaan di atas disebut sebagai kerja yang dilakuk-


an oleh gaya ~F dalam selang waktu tersebut. Mengingat ~vdt = d~r
persamaan terakhir dapat ditulis ulang menjadi
Z t2
K2 − K1 = ~F · d~r. (2.17)
t1

Kita akan mempelajari hubungan antara energi dan kerja di atas


pada pembahasan mengenai teorema kerja-energi pada Bab 4.

2.3 Gerak satu dimensi dalam pengaruh berbagai ben-


tuk gaya

Hukum II Newton dapat dipandang sebagai persamaan diferen-


sial orde 2 untuk variabel posisi. Jika kita mengetahui bentuk
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 15

eksplisit dari gaya ~F maka secara umum solusi untuk posisi ~r da-
pat dicari. Gaya ~F secara umum dapat merupakan fungsi da-
ri salah satu atau kombinasi dari variabel-variabel kinematika,
yakni waktu, posisi, dan kecepatan. Kemudian jika gaya meru-
pakan fungsi dari semua variabel tersebut, DAN bentuk eksplisit
masing-masing posisi dan kecepatan sebagai fungsi waktu diketa-
hui, maka kita dapat mengubah bentuk dari gaya menjadi sebuah
fungsi yang hanya merupakan fungsi dari waktu.
Untuk mempermudah pembahasan, pada bagian selanjugnya
kita akan meninjau gerak satu dimensi dan mengambil bentuk
gaya sebagai fungsi dari masing-masing variabel t, x, dan v.

Gaya bergantung waktu, F = F (t)

Jika kita mendapati sebuah benda yang dikenai gaya yang bergan-
tung waktu, maka kita dapat menggunakan hukum kedua New-
ton untuk memperoleh gambaran tentang perilaku (yaitu posisi
dan kecepatan) benda. Misal, pada sebuah benda berlaku gaya
F = F (t), maka hukum kedua Newton memberikan
Z v(t) Z t
dv
m = F (t) ⇒ mdv0 = F (t0 )dt0 , (2.18)
dt v0 t0

sehingga diperoleh kecepatan benda


Z t
v ( t ) = v ( t0 ) + F (t0 )dt0 . (2.19)
t0

Posisi benda dapat dipeoleh dari integrasi kecepatan terhadap


waktu,
Z x (t) Z t
0
dx = v(t0 )dt0 . (2.20)
x0 t0

H Contoh 2.3.1 — Efek gelombang radio pada elektron di iono-


sfer

Ionosfer, yang berada sekitar 200 km di atas permukaan bumi, se-


cara total bersifat netral dan tersusun atas ion-ionbermuatan posi-
tif dan elektron-elektron yang bermuatan negatif. Jika gelombang
radio melewati ionosfer, maka medan listriknya akan mempercepat
16 14 pekan kuliah mekanika b

partikel-partikel muatan pada ionosfer. Karena medan listrik bero-


silasi terhadap waktu, maka partikel beruatan akan bergerak bolak-
balik. Anggaplah medan listrik pada gelombang radio berbentuk
~E = ~E0 sin ωt, dengan ω adalah frekuensi osilasi dengan satuan
radian per detik. Diketahui bahwa gaya yang dialami oleh elektron
akibat medan listrik adalah

~F = −e~E, (2.21)

dengan e adalah muatan elektron. Tentukan posisi elektron sebagai


fungsi waktu.

Gaya bergantung kecepatan, F = F (v)

Contoh paling umum untuk gaya yang bergantung pada kecepat-


an adalah gaya gesek fluida, yang besarnya sebanding dengan vn
untuk n tertentu dan arahnya berlawanan dengan arah gerak ben-
da. Untuk benda yang bergerak dengan kecepatan rendah, nilai
gaya gesek tersebut akan kecil, namun akan cukup besar pada
benda-benda yang bergerak dengan kecepatan yang tinggi. Se-
bagai contoh, seseorang yang berjalan kaki mungkin tidak meng-
alami gaya gesek yang cukup besar, berbeda dengan ketika dia
mengendara sepeda motor, katakanlah dengan laju 60 km/jam.
Untuk banyak kasus di alam, gesekan fluida bernilai cukup be-
sar dan tidak dapat diabaikan. Misalnya gesekan yang dialami
oleh butir-butir air hujan. Sebutir air hujan yang turun dari awan
cumulonimbus dengan ketinggian 1 km2 di atas permukaan bu- 2
awan nimbus tergo-
long awan yang rendah
p
mi akan mencapai bumi dengan kecepatan 2gh ≈ 140 m/s jika
dan tingginya di bawah
tidak mengalami gesekan udara. 2000 meter. [sumber: ht-
Untuk menyelesaikan kasus dinamika dengan gaya bergantung tps://www.nationalgeographic.org/
encyclopedia/cloud/ ]
kecepatan, terlebih dahulu kita ubah penulisan hukum kedua New-
ton seperti berikut

dv0
Z v(t) Z t
dv
F (v) = m ⇒m = dt0 . (2.22)
dt v0 F (v0 ) t0

Integrasi di atas dapat diselesaikan untuk mendapatkan sebuah


persamaan, yang dengan aljabar secukupnya, dapat menghasilk-
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 17

an fungsi kecepatan terhadap waktu v(t). Selanjutnya, fungsi ke-


cepatan diintegralkan sekali lagi terhadap waktu untuk mengha-
silkan fungsi posisi terhadap waktu. Pada Contoh 2.3.2 berikut,
kita meninjau gaya gesek yang linear terhadap kecepatan.

H Contoh 2.3.2 — Gaya gesek pada perahu


Sebuah perahu mesin yang sedang bergerak dengan kecepatan v0
tiba-tiba dimatikan mesinnya saat t = t0 dan posisinya x0 . Jika ga-
ya gesek yang dialami perahu adalah bv dengan b suatu konstanta
positif, tentukan (a) kecepatan benda tiap waktu, (b) posisi benda
tiap waktu, (c) posisi akhir perahu untuk t → ∞.

Solusi. Gaya hambat air selalu berlawanan dengan arah gerak


benda, sehingga f = −bv. Selanjutnya hukum II Newton memberi
kita
dv b dv
F = ma ⇔ −bv = m ⇔ − dt = . (2.23)
dt m v
Selanjutnya, kita integralkan persamaan di atas dengan memper-
timbangkan syarat batas yang diberikan oleh soal yaitu v(t0 ) = v0 ,

Z t Z v  
b dv b v
− dt = ⇔− (t − t0 ) = ln . (2.24)
m t0 v0 v m v0

(a) Dari persamaaan terakhir diperoleh kecepatan perahu sebagai


fungsi waktu,
b
v ( t ) = v 0 e − m ( t − t0 ) . (2.25)

(b) Posisi benda tiap waktu diperoleh dengan mengintegralkan ke-


cepatan terhadap waktu,
Z t
mv0 h b
i
x ( t ) = x0 + v(t)dt = x0 + 1 − e − m ( t − t0 ) . (2.26)
t0 b

(c) Posisi akhir perahu untuk t → ∞.


mv0
lim x (t) = x0 + . (2.27)
t→∞ b
18 14 pekan kuliah mekanika b

Dengan demikian, kita peroleh perpindahan perahu sejak mesin ma-


ti hingga berhenti, sebesar ∆x = mvb 0 .

Pada contoh di atas, dengan terlebih dahulu menuliskan va-


riabel percepatan pada hukum II Newton sebagai dv dt , diperoleh
persaman yang jika diintegralkan terhadap waktu menghasilkan
fungsi-fungsi v(t) dan x (t). Kemudian jika tertarik untuk meli-
hat profil kecepatan benda untuk posisi tertentu, kita perlu un-
tuk mengkomposisikan kedua fungsi tersebut untuk mendapatk-
an fungsi v( x ). Terlebih dahulu kita cari t( x ) yang merupakan
balikan (invers) dari x (t) kemudian mensubsitusikannya ke fung-
si v(t). Cara ini tidaklah terlalu praktis, terlebih jika bentuk dari
fungsi x (t) sulit untuk dicari inversnya. Kita perlu manipulasi lain
yang memudahkan kita untuk mendapatkan fungsi kecepatan se-
bagai fungsi posisi, tanpa perlu menentukan v(t) dan x (t) secara
eksplisit. Untungnya hal ini bisa dilakukan dengan cara menu-
dv
liskan suku percepatan pada hukum Newton menjadi a = v dx ,
sehingga diperoleh

Z v( x ) 0
v dv0
Z x
dv
ma = mv = F (v) ⇒ m = dx 0 . (2.28)
dx v0 F (v0 ) x0

Pada contoh berikut, kita akan melakukan prosedur ini untuk


mendapatkan posisi akhir perahu profil kecepatan terhadap posisi
perahu seperti pada contoh sebelumnya tanpa perlu menentukan
fungsi v(t) dan x (t).

H Contoh 2.3.3 — Gaya gesek pada perahu (2)


Untuk cerita yang sama seperti pada Contoh 2.3.2, tentukan posisi
saat kapal berhenti tanpa terlebih dahulu menentukan fungsi posisi
terhadap waktu.

Solusi. Kita tuliskan hukum II Newton dalam bentuk


dv
−bv = mv . (2.29)
dx
PEKAN KE- 2. DINAMIKA 19

Integralkan persamaan tersebut pada rentang kecepatan mulai v =


v0 hingga v = 0 (perahu berhenti),
Z x Z 0
m mv0
dx = − dv ⇔ x = x0 + . (2.30)
x0 b v0 b

Kita dapatkan hasil yang sama persis dengan sebelumnya.

Gaya bergantung posisi, F = F ( x )

Pada kasus ini, kita akan memanfaatkan aturan rantai,


dv dv dx dv
a= = =v . (2.31)
dt dx dt dx
Sehingga hukum kedua Newton dapat kita tuliskan menjadi
dv
ma = mv = F ( x ), (2.32)
dx
dan kita selesaikan
Z v(t) Z x
mv0 dv0 = F ( x 0 )dx 0 . (2.33)
v0 x0

Ruas kiri dari persamaan di atas menghasilkan suku yang meng-


andung v2 /2. Setelah diakarkan, diperoleh v( x ). Untuk menda-
patkan posisi benda, kita gunakan
dx 0
Z x Z t
dx
v= ⇒ = dt0 . (2.34)
dt x0 v( x0 ) t0

H Contoh 2.3.4 — Gaya gravitasi


Benda yang berada di atas bumi mengalami percepatan gravitasi se-
besar g = GM/( R + y)2 , dengan G konstanta gravitasi universal,
M massa bumi, R jari-jari bumi, dan y ketinggian benda dihitung
dari permukaan bumi. Untuk benda-benda di permukaan bumi, ber-
laku g konstan sekitar g0 = 9, 8 m/s2 . Untuk y << R, kita dapat
melakukan pendekatan

g R2  y  −2 2y
= 2
= 1 + ≈ 1− . (2.35)
g0 ( R + y) R R
20 14 pekan kuliah mekanika b

Atau diperoleh
 
2y
g(y) ≈ 1− g0 . (2.36)
R

Dengan menggunakan fungsi g(y) di atas, tentukan kecepatan se-


bagai fungsi ketinggian dari sebuah benda yang jatuh dari keting-
gian awal h.

Solusi. Dari hukum II Newton, dengan terlebih dahulu meng-


ubah percepatan vertikal menjadi ay = dv dv
dt = v dy seperti pada
penjelasan di atas, dapat diperoleh hubungan

2y0
Z v Z y 
0 0
v dv = − g0 1− dy0 . (2.37)
0 h R

Perhatikan bahwa batas bawah integral adalah kondisi awal benda


(v = 0 dan y = h) dan batas atasnya adalah situasi akhir (yaitu saat
benda mencapai ketinggian y tertentu). Dari persamaan tersebut,
diperoleh kecepatan sebagai fungsi dari ketinggian benda,
r
2g0
v(y) = ( h − y ) ( R − h − y ). (2.38)
R
Bagaimana jika benda dijatukan dari titik yang sangat dekat dengan
permukaan bumi? Pada kasus ini, h << R sehingga faktor dalam
kurung yang paling kanan akan menuju R, dan diperoleh v(y) =
p
2g0 (h − y).

Soal

1. Sebuah massa m semula diam pada pusat sistem koordinat.


Saat t = 0, sebuah gaya F = F0 1 − te−λt dikerjakan pada


partikel. Tentukan percepatan, kecepatan, dan posisi partikel


sebagai fungsi waktu.

2. Sebuah benda m dikenakan gaya dengan besar

F = F0 e−λt sin(ωt + φ).


PEKAN KE- 2. DINAMIKA 21

Tetukan bentuk persamaan dari v(t) dan x (t) serta hitung nlai
kecepatan terminalnya!

3. Sebuah balok massa m mula-mula diam di atas sebuah bidang


licin. Benda kemudian dikenakan gaya F = F0 te−λt . Hitung
nilai x (t) dan v(t) untuk t >> 0 dan t ≈ 0!

4. Sebuah mesin jet mampu memberikan gaya dorong maksimum


sebesar F0 pada pesawat yang bergerak melawan gaya gesek
udara yang besarnya sebanding dengan akar dari kecepatan-
nya. Jika t = 0 pesawat saat berada dalam keadaan diam dan
dipercepat dengan gaya dorong maksimum, tentukan kecepat-
an pesawat v(t).

5. Sebuah partikel bermassa m bergerak sepanjang garis lurus di-


pengaruhi oleh sebuah gaya retardasi(gaya yang selalu berarah
melawan arah gerak benda) F = be av , dengan b dan a meru-
pakan konstanta dan v adalah kecepatan. Saat t = 0 partikel
memiliki kecepatan sebesar v0 . Tentukan kecepatan sebagai
fungsi waktu!

6. Sebuah mobil diperlambat oleh sebuah gaya F (v). Pengurang-


an kelajuannya memenuhi persamaan v = k(t − ts )2 dengan k
dan ts masing-masing merupakan konstanta dan waktu yang
diperlukan oleh mobil untuk berhenti. Tentukan F (v)!

7. Sebuah bola m dilempar dengan kelajuan awal v0 pada sebuah


permukaan datar sehingga bola mengalami gaya hambat yang
1
besarnya sebanding dengan v 3 . Tentukan kecepatan dan posisi
benda sebagai fungsi waktu!

8. Sebuah partikel m dikenai gaya sebesar F = − ax + bx2 dengan


a dan b adalah konstanta.

(a) tentukan energi potensial V ( x )


(b) gambarkan/plot grafik dari F ( x ) dan V ( x ) dalam satu sis-
tem koodinat

9. Sebuah massa m berada pada suatu pengaruh gaya yang meng-


arah ke pusat koordinat dengan besar F = −k/r2 dengan k
22 14 pekan kuliah mekanika b

adalah suatu konstanta. Jika massa ini dilepas dari jarak L da-
ri pusat koordinat, tunjukkan bahwa waktu t yang diperlukan
massa untuk sampai di pusat koordinat adalah
1/2
mL3

t=π .
8k

10. Kecepatan dari sebuah partikel m yang dikenai suatu gaya me-
menuhi persamaan v = K/x n dengan K adalah suatu konstan-
ta. Anggap pada saat t = 0, x = x0 .

(a) tentukan F ( x )!
(b) tentukan F (t)!
(c) tentukan x (t)!
Osilasi 3
3-1 Persamaan diferensial
Pada bab sebelumnya, kita telah berurusan dengan kasus di- linear
namika dengan gaya berupa fungsi dari masing-masing variabel 3-2 Osilasi harmonik
sederhana
waktu, posisi, dan kecepatan. Pada bab ini, kita membahas dina- 3-3 Osilasi teredam
mika dengan gaya yang bergantung pada ketiga variabel tersebut 3-4 Osilasi paksa

pada fenomena fisis berupa osilasi. Mula-mula kita membahas


osilasi harmonik sederhana, dengan gaya pemulih (restoring for-
ce) berupa fungsi linear terhadap posisi.Selanjutnya kita menam-
bahkan suku redaman yang berupa gaya yang linear terhadap ke-
cepatan, sehingga secara total benda dikenai gaya F ( x, v). Tera-
khir, pada kasus osilasi paksa kita tambahkan suku gaya pengge-
rak F (t) sehingga secara total benda dipengaruhi oleh F (t, x, v).
Sebelum meninjau ketiga kasus tersebut, terlebih dahulu akan
dibahas mengenai persamaan diferensial linear yang merupakan
bentuk dasar dari persamaan gerak untuk ketiga kasus tersebut.

3.1 Persamaan diferensial linear

Misal kita memiliki sebuah fungsi bergantung waktu x (t). Per-


samaan diferensial linear dalam x adalah persamaan yang meng-
andung variabel x dan turunannya terhadap waktu dalam ben-
tuk pangkat satu. Contohnya, ẍ + 2ẋ + 3x = 0. Jika ruas kanan
persamaan tersebut bernilai nol, maka persamaan itu kita sebut
sebagai persamaan diferensial homogen, jika sebaliknya kita sebut
persamaan diferensial takhomogen. Secara umum persamaan di-
ferensial dapat memiliki lebih dari satu solusi. Pada persamaan
24 14 pekan kuliah mekanika b

diferensial linear, jumlah dari solusi-solusinya juga merupakan


solusi. Misalnya, jika x1 (t) dan x2 (t) masing-masing adalah solu-
si dari persamaan diferensial ẍ + 2ẋ + 3x = 0, maka x3 = x1 + x2
juga merupakan solusi. Sebagai bukti, kita substitusikan x3 ke
persamaan diferensial tersebut,

0 = ẍ3 + 2ẋ3 + 3x3 = ( x¨1 + ẍ2 ) + 2 ( ẋ1 + ẋ2 ) + 3 ( x1 + x2 )


= ( ẍ1 + 2ẋ1 + 3x1 ) + ( ẍ2 + 2ẋ2 + 3x2 ) (3.1)
| {z } | {z }
0 0

3.2 Osilasi harmonik sederhana

Tinjau sebuah benda yang terikat pada salah satu ujung pegas ho-
rizontal dan ujung lainnya menempel pada dinding. Posisi benda
saat pegas dalam keadaan teregang maupun tertekan kita tandai
sebagai posisi setimbang dan x = 0. Jika kemudian benda disim-
pangkan sedikit sejauh x dari posisi setimbangnya, maka pegas
akan memberikan gaya tarik atau dorong F = −kx, dengan k
konstanta pegas. Menurut hukum kedua Newton, atau diperoleh
persamaan diferensial berbentuk

F = ma ⇒ m ẍ + kx = 0. (3.2)

Persamaan tersebut dapat kita ubah menjadi

ẍ + ω 2 x = 0, (3.3)
q
k
dengan ω = m . Baik fungsi sinus maupun cosinus memenuhi
persamaan diferensial di atas. Sehingga solusi umum persamaan
tersebut dapat berupa jumlahan dari kedua fungsi tersebut.

x (t) = A cos (ωt + φ) + B sin (ωt + φ) , (3.4)

dengan A dan B merupakan konstanta yang berkaitan dengan


amplitudo osilasi, ω kita kenali sebagai frekuensi sudut, dan kon-
stanta φ adalah sudut fasa yang bergantung pada posisi awal ben-
da. Lebih lanjut, jumlahan fungsi sinus dan cosinus dapat kita
nyatakan dalam bentuk fungsi sinus saja atau cosinus saja. Mi-
salnya, jika kita ingin mengubah solusi di atas menjadi bentuk
cosinus, kita nyatakan A dan B sebagai

A = C cos β dan B = C sin β, (3.5)


PEKAN KE- 3. OSILASI 25

dengan β suatu konstanta, sehingga solusi di atas berubah men-


jadi

x (t) = C cos β cos (ωt + φ) + C sin β sin (ωt + φ)


= C cos (ωt + φ − β)
= C cos (ωt + φ̃) , (3.6)

dengan φ̃ = φ − β. Sebaliknya, jika kita ingin menyatakan solusi


x (t) dalam bentuk sinus kita ambil A = C sin β dan B = C cos β
untuk mendapatkan x (t) = C sin (ωt + φ̃).
Persamaan (3.3) merupakan bentuk dasar dari persamaan ge-
rak osilasi harmonik sederhana. Kapanpun kita memiliki persa-
maan gerak dengan bentuk seperti persamaan tersebut, yaitu

(percepatan) + (konstanta positif) × (posisi) = 0,

maka berarti kita sedang berurusan dengan gerak osilasi harmo-


nik sederhana dan solusinya seperti di atas. Sebagai contoh, keti-
ka meninjau bandul yang bergerak bolak-balik dengan sudut sim-
pangan (θ) kecil, persamaan torsi untuk bandul tersebut dapat
dibentuk menjadi
g
θ̈ + θ = 0, (3.7)
l
yang berarti bandul mengalami osilasi harmonik sederhana.

3.3 Osilasi teredam

Sekarang, mari kita tinjau pegas yang berosilasi di atas permu-


kaan lantai yang datar dan kasar. Anggaplah besar gaya gesek
antara benda dengan lantai sebanding dengan kecepatan benda,

Fgesek = −bv = −b ẋ, (3.8)

dengan b suatu konstanta. Persamaan gerak benda menjadi

ΣF = −kx − bv = ma ⇒ m ẍ + b ẋ + kx = 0, (3.9)

atau dapat dibuat lebih ringkas sebagai

ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = 0, (3.10)
26 14 pekan kuliah mekanika b

dengan γ = b/2m. Terlihat bahwa persamaan gerak benda ma-


sih berupa persamaan diferensial linear. Faktor redaman diwakili
oleh konstanta γ, dengan semakin besar nilai γ berarti semakin
besar gesekan yang dialami benda. Sementara itu, cepat lambat-
nya gerakan osilasi benda ditentukan oleh seberapa besar nilai ω,
semakin besar ω berarti semakin cepat gerakan osilasi benda.
Melihat bentuk persamaan (3.10), solusi yang paling mudah
adalah jika x, ẋ dan ẍ berupa fungsi yang sama bentuknya. Satu-
satunya fungsi yang berbentuk sama dengan turunan-turunannya
adalah fungsi eksponensial. Jadi sebagai tebakan awal, kita ambil
solusi berbentuk x (t) = Aeαt , dengan A dan α adalah konstanta.
Substitusikan fungsi tersebut ke persamaan diferensial di atas,

α2 Aeαt + 2γαAeαt + ω 2 Aeαt = 0


⇔ α2 + 2γα + ω 2 = 0. (3.11)

Persamaan di atas memberi kita nilai konstanta α,


q
α1,2 = −γ ± γ2 − ω 2 . (3.12)

Jadi, baik Aeα1 t maupun Beα2 t , dengan B konstanta yang dapat


berbeda dengan A, merupakan solusi. Karena persamaan dife-
rensial kita linear, maka kedua solusi dapat dijumlahkan untuk
membentuk solusi umum
 
x (t) = e−γt AeΩt + Be−Ωt , (3.13)

dengan Ω ≡ γ2 − ω 2 .
p

Terdapat tiga kasus yang berkaitan dengan nilai γ dan ω, yaitu


kasus dengan γω (yang berarti redaman mendominasi osilasi),
γ < ω (osilasi mendominasi redaman), dan γ = ω. Mari kita
tinjau satu per satu.

Kasus 1: γ < ω (underdamping). Pada kasus ini, faktor redaman


lebih kecil dibanding frekuensi osilasi. Secara matematis, ni-
lai Ω menjadi imajiner sehingga fungsi x (t) menjadi berbentuk
 
x (t) = e−γt Aeiψt + Be−iψt

= e−γt C cos (ψt + φ) , (3.14)


PEKAN KE- 3. OSILASI 27

p
dengan ψ = ω 2 − γ2 . Baris terakhir diperoleh dengan meng-
ambil A = Ceφ /2 dan B = Ce−φ /2 dan mengingat bahwa x
e-γt cos(ψt)
2 cos θ = eiθ + e−iθ . Terlihat dari persamaan di atas bahwa x (t) e-γt
berupa fungsi osilasi dengan frekuensi sudut ψ dan amplitudo
yang meluruh terhadap t. Grafik posisi benda terhadap waktu
diberikan pada Gambar 3.1. t

Semakin besar nilai faktor redaman γ, maka frekuensi osila-


Gambar 3.1: Grafik posisi
si semakin kecil dan amplitudo getaran meluruh lebih cepat,
benda terhadap waktu pa-
seperti terlihat pada Gambar 3.2. da kasus underdamping (γ <
ω). Garis biru adalah posisi
Kasus 2: γ = ω. Pada kasus ini, konstanta α, γ dan ω sama besar, benda, sedangkan garis me-
rah adalah amplitudo osila-
si yang selalu meluruh terha-
α = −γ = −ω, (3.15) dap waktu.
sehingga solusi untuk x tereduksi menjadi x γ = 0,5
γ = 1,0
x (t) = Ae−γt . (3.16) γ = 1,2

Namun marilah kita periksa apakah itu merupakan satu-satunya


t
solusi. Untuk keperluan ini, kita perumum solusi tebakan kita
Aeαt dengan mengambil A sebagai fungsi waktu A(t), sehing-
Gambar 3.2: Pengaruh fak-
ga tor redaman γ terhadap sim-
x (t) = A(t)e−αt . (3.17) pangan. Terlihat bahwa ji-
ka γ semakin besar, frekuensi
Substitusikan persamaan ini ke persamaan (3.10), diperoleh osilasi (ψ) semakin kecil dan
  amplitudo osilasi meluruh le-
Ä + 2 (γ + α) Ȧ + ω 2 + 2γα + α2 A = 0. (3.18) bih cepat.

Karena α = −γ = −ω, maka persaman tersebut tereduksi


menjadi
Ä = 0. (3.19)
Dengan demikian, A haruslah berbentuk fungsi linear terha-
dap waktu A = Bt atau konstan. Jadi, selain persamaan (3.16),
fungsi x (t) = Bte−γt juga merupakan solusi. Dengan demiki-
an, kita peroleh solusi umum untuk kasus ini yang merupakan
jumlah dari kedua solusi,

x (t) = e−γt ( A + Bt) . (3.20)

Kasus 3: γ > ω (overdamping). Pada kasus ini, faktor redaman men-


dominasi osilasi. Solusi x (t) menjadi berbentuk

x (t) = Ae−(γ−Ω)t + Be−(γ+Ω)t . (3.21)


28 14 pekan kuliah mekanika b

Dengan demikian, simpangan benda meluruh tanpa mengala-


mi osilasi.
Jika diperhatikan, baik pada kasus critical damping maupun ove-
rdamping simpangan benda sama-sama mengalami peluruhan x
tanpa mengalami osilasi, dan akan mencapai titik setimbang
pada t → ∞. Namun, waktu yang diperlukan benda untuk
mencapai titik setimbang pada kasus overdamping lebih lama
dibanding pada kasus critical damping. Hal ini terjadi karena
gaya pemulih (yang berupa gaya pegas F = −kx) pada ka-
sus overdamping harus melawan gaya redaman yang lebih be- t
Gambar 3.3: Grafik posisi
sar dibanding pada critical damping. Gambar 3.3 memberikan benda pada kasus overdam-
gambaran bagaimana simpangan benda meluruh seiring waktu ping (merah) dan critical dam-
pada dua kasus tersebut. ping (biru). Pada kasus cri-
tical damping, benda sempat
bergerak ke satu sisi, kemu-
dian berbalik arah dan akhir-
F Tugas 3.3.1 — Diagram fasa nya simpangannya meluruh
seiring waktu menuju titik
Buatlah diagram fasa, yaitu grafik kecepatan benda terhadap po- setimbang. Semetara pada
sisi untuk kasus critical damping dan overdamping. Buat juga kasus overdamping, simpang-
an benda langsung meluruh
grafik perbandingan antara kecepatan dengan posisi ( vx ) terhadap
menuju titik setimbang, na-
waktu untuk kedua kasus tersebut. Buatlah analisis yang men- mun benda mencapai titik se-
jelaskan perbedaan kedua kasus tersebut berdasarkan dua jenis timbang dalam waktu yang
lebih lama dibanding pada
grafik yang telah dibuat. kasus critical damping.

3.4 Osilasi paksa

Tinjau sebuah benda yang dipaksa mengalami berosilasi oleh ga-


ya berbentuk C0 = C0 eiω0 t . Jika benda juga mengalami gesekan
(redaman) yang sebanding dengan kecepatan, persamaan gerak
untuk benda ini akan berbentuk

ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = C0 eiω0 t . (3.22)

Ketika C0 = 0, yang berarti gaya bernilai nol, persamaan di atas


akan menjadi persamaan homogen yang menggambarkan kasus
osilasi teredam yang telah dibahas di bagian sebelumnya. Karena
osilasi dipaksa oleh gaya C0 dengan dengan frekuensi osilasi ω0 ,
PEKAN KE- 3. OSILASI 29

maka kita dapat berharap benda akan berosilasi dengan frekuensi


yang sama dengan gaya yang memaksanya. Sehingga kita dapat
berharap solusi kita akan berbentuk x (t) = Aeiω0 t . Substitusikan
fungsi ini ke persamaan gerak, menghasilkan
 
−ω02 A + 2γ (iω0 ) A + ω 2 A = C0 , (3.23)

yang menghasilkan
C0
A= . (3.24)
ω 2 − ω02 + 2iγω0
Sehingga solusi kita menjadi
!
C0
x (t) = eiω0 t (3.25)
ω 2 − ω02 + 2iγω0

Solusi umum diperoleh dari solusi di atas ditambah dengan solusi


homogen pada persamaan (3.14),
!
−γt

iψt −iψt
 C0
x (t) = e Ae + Be + eiω0 t . (3.26)
ω 2 − ω02 + 2iγω0

Karena posisi adalah besaran riil, maka kita memilih bagian riil
dari solusi di atas. Mula-mula kita uraikan persamaan di atas
menjadi

x (t) = e−γt [( A + B) cos ψt + i ( A − B) sin ψt]


" #
C0 ω 2 − ω02 − 2iγω0
+ 2 (cos ω0 t + i sin ω0 t) . (3.27)
ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02
Kemudian ambil bagian riilnya,

ω 2 − ω02 cos ω0 t + 2γω0 sin ω0 t



−γt
Re( x ) = e ( A + B) cos ψt + C0 2 .
ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02
(3.28)
Untuk menyederhanakan, kita definisikan A + B ≡ C, ω 2 − ω02 ≡
R cos φ, dan 2γω0 ≡ R sin φ, sehingga persamaan di atas tereduksi
menjadi
C0
Re( x ) = Ce−γt cos ψt + (cos ω0 t cos φ + sin ω0 t sin φ)
R
C
= Ce−γt cos ψt + 0 cos (ω0 t − φ) . (3.29)
R
30 14 pekan kuliah mekanika b

Suku pertama berupa fungsi osilasi dengan amplitudo meluruh


p
seiring waktu, dan frekuensi osilasi ψ = ω 2 − γ2 yang nilainya
bergantung pada konstanta pegas, massa benda, dan faktor re-
daman. Sementara itu, suku kedua adalah fungsi osilasi dengan
frekuensi sama dengan frekuensi gaya pemaksa ω0 . Terlihat bah-
wa pada waktu yang cukup lama, t → ∞, suku pertama akan
menuju nol dan suku kedua akan menjamin benda benda berosi-
lasi murni,
C0
lim Re( x ) = cos (ω0 t − φ) . (3.30)
t→∞ R
Amplitudo osilasi ini akan maksimum jika nilai besaran
q
2
R= ω 2 − ω02 + 4γ2 ω02 (3.31)

bernilai minimum. Kondisi ini disebut resonansi dan terjadi jika


r
k
ω0 = ω = . (3.32)
m
Dengan kata lain, jika gaya pemaksa memiliki frekuensi yang sa-

ma dengan frekuensi alamiah sistem (yaitu k/m), maka amplitudo
osilasi akan maksimum. Gambar 3.4 menggambarkan pengaruh
frekuensi alamiah ω dan faktor redaman γ terhadap frekuensi re-
sonansi dan amplitudo osilasi 1/R.
PEKAN KE- 3. OSILASI 31

Gambar 3.4: Pengaruh fre-


0 2 4 6 8 10 kuensi alamiah ω dan dan
faktor redaman γ terhadap
frekuensi resonansi dan am-
plitudo osilasi 1/R. Terli-
ω = 3, γ = 0,1 hat bahwa nila γ yang be-
1.5 ω = 3, γ = 0,5 1.5 sar membuat amplitudo osi-
lasi berkurang dan frekuen-
ω = 7, γ = 0,1
si resonansi sama dengan fre-
kuensi ω0 alamiah ω.

1 1
1/R

0.5 0.5

0 0
0 2 4 6 8 10
ω0

Soal

1. Sebuah osilator memenuhi persamaan

ẍ + 4x = 0.

Awalnya partikel berada pada titik x = 3 ketika begerak me-
nuju titik pusat dengan kelajuan 2. Tunjukkan bahwa geraknya
memenuhi √
x = 3 cos 2t − sin 2t.
Tentukan amplitudo osilasinya. Berapa lama waktu yang dibu-
tuhkan partikel untuk pertama kali sampai ke titik pusat.

2. Ketika sebuah benda digantung di sebuah titik dengan sebu-


ah pegas linier, frekuensi sudut dari osilasi vertikalnya adalah
Ω1 . Ketika pegas linier yang berbeda digunakan, frekuensi su-
dut osilasinya adalah Ω2 . Tentukan frekuensi sudut dari osila-
32 14 pekan kuliah mekanika b

si vertikal ketika kedua pegas digunakan bersamaan secara (i)


paralel dan (ii) seri. Tunjukkan bahwa frekuensi dari susunan
pertama paling tidak dua kali dari susunan kedua.

3. Sebuah partikel bermassa m bergerak sepanjang sumbu x dan


dikenai gaya pemulih −m(n2 + k2 ) x dan gaya gesek −2mk ẋ,
dengan n, k adalah konstanta positif. Jika partikel dilepaskan
dari keadaan diam di x = a, tunjukkan bahwa geraknya me-
menuhi
a
x = e−kt (n cos nt + k sin nt).
n
Cari berapa jauh partikel bergerak sebelum kembali ke keadaan
diam selanjutnya.

4. Sebuah osilator harmonik yang redamannya bersifat overdam-


ped memenuhi persamaan

ẍ + 10ẋ + 16x = 0.

Pada waktu t = 0 partikel tersebut bergerak dari titik x = 1


menuju titik pusat dengan kelajuan u. Tentukan x dari gerak-
nya.
Buktikan bahwa partikel akan sampai ke titik pusat pada suatu
waktu t nanti jika
u−2
= e6t .
u−8
Berapa besarkah u agar partikel tersebut dapat melewati titik
pusat?

5. Sebuah osilator teredam memenuhi persamaan

ẍ + 2K ẋ + Ω2 x = 0

dengan K dan Ω adalah konstanta positif dengan K < Ω (under-


damping). Pada saat t = 0, sebuah partikel dilepaskan dari da-
lam keadaan diam dari titik x = a. Tunjukkan bahwa geraknya
memenuhi
 
−Kt K
x = ae cos Ω D t + sin Ω D t ,
ΩD

dengan Ω D = (Ω2 − K2 )1/2 .


Tentukan seluruh titik balik dari fungsi x (t) dan tunjukkan
PEKAN KE- 3. OSILASI 33

bahwa rasio dari maksimum berturutan dari nilai x adalah


e−2πK/ΩD .
Sebuah osilator teredam dengan massa 10 kg, periode 5 s, dan
nilai maksimum berturutan dari perpindahannya memiliki ra-
sio 3 : 1. Tentukan nilai konstanta pegas dan konstanta redam
α dan β dengan
α ≡ mΩ, β ≡ 2mK.

6. Tentukan solusi umum dari persamaan osilator hamonik seder-


hana teredam
d2 x dx
2
+ 2K + Ω2 x = 0,
dt dt
untuk kasus khusus redaman kritis, yaitu saat K = Ω. Tunjukk-
an bahwa, jika pada awalnya partikel dilepaskan dari keadaan
diam di x = a, buktikan bahwa geraknya memenuhi

x = ae−Ωt (1 + Ωt). (3.33)

Gambarkan grafik x terhadap t.

7. Osilasi dari sebuah galvanometer memenuhi

ẍ + 2K ẋ + Ω2 x = 0. (3.34)

Galvanometer dilepaskan dari keadaan diam di x = a dan kita


meminginkan agar jarum pembacanya berada secara perma-
nen diantar −ea ≤ x ≤ ea secepat mungkin, dengan e adalah
sebuah konstanta positif kecil. Berapakah nilai K yang harus
dipilih? Salah satu kemungkinan adalah memilih sebuah nilai
subkritis K sehingga nilai minimum pertama dari x (t) terjadi
pada x = −ea [Gambarkan grafik x (t) untuk kasus ini.] Tun-
jukkan bahwa hal ini dapat dicapai dengan mengambil nilai K
seperti berikut
"  2 #−1/2
π
K = Ω 1+ .
ln(1/e)

Jika K memiliki nilai tersebut, tunjukkan bahwa waktu yang


dibutuhkan agar x mencapai minimum pertamanya dapat di-
hampiri dengan Ω−1 ln(1/e) ketika e kecil.
34 14 pekan kuliah mekanika b

8. Sebuah balok bermassa M terhubung dengan balok kedua ber-


massa m dengan sebuah pegas linier dengan panjang awal 8a.
Ketika sistem berada dalam kesetimbangan dengan balok per-
tama berada di lantai, dan pegas serta balok kedua berada se-
cara vertikal diatasnya, panjang pegasnya menjadi 7a. Blok
yang di atas kemudian ditekan ke bawah sampai panjang pe-
gasnya menjadi setengah dari panjang awalnya dan kemudian
dilepaskan dari keadaan diam. Tunjukkan bahwa balok yang
di bawah akan meninggalkan lantai jika M < 2m. Untuk ka-
sus dengan M = 3m/2, tentukan kapan balok yang di bawah
meninggalkan lantai.

9. Sebuah blok dengan massa 2 kg ditahan sebuah pegas dengan


k = 2000 N m −1 . Blok tersebut dikenai gaya vertikal 36 cos pt
N. Apabila pegas rusak jika regangannya lebih dari 4 cm, ten-
tukan rentang frekuensi yang dapat diberikan secara aman.

10. Sebuah osilator memenuhi

ẍ + Ω2 x = F0 cos [Ω(1 + e)t] , (3.35)

dengan e adalah konstanta positif. Tunjukkan bahwa solusi


yang memenuhi kondisi awal x = 0 dan ẋ = 0 ketika t = 0
adalah
 
F0 1 1
x=   sin eΩt sin Ω 1 + e t.
e 1 + 1 e Ω2 2 2
2

Berikan sketsa dari grafik solusi untuk e yang kecil.


Kerja dan Energi 4
4-1 Hukum-hukum Newton
4-2 Teorema kerja-energi
kinetik
4.1 Teorema kerja-energi kinetik 4-3 Gaya konservatif
4-4 Fungsi energi potensial
Pada pembahasan tentang hukum-hukum Newton, kita telah me-
ninjau gaya yang bergantung posisi, F ( x ). Hukum kedua Newton
diselesaikan dengan cara

dv dv dx dv
F = ma ⇒ F ( x ) = m =m = mv ,
dt dx dt dx
yang memberi kita
F ( x )dx = mvdv. (4.1)
Integral dari persamaan terakhir untuk kondisi awal (initial, i) dan
akhir (final, f ) tertentu menghasilkan
Z x Z v
f f 1 1
F ( x )dx = mvdv = mv f 2 − mvi 2 . (4.2)
xi vi 2 2

Selanjutnya dengan mendefinisikan energi kinetik

1 2
K= mv (4.3)
2
Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai
Z x
f
F ( x )dx = K f − Ki = ∆K (4.4)
xi

Ruas kiri persamaan terakhir kita sebut sebagai kerja atau usaha
yang dilakukan oleh gaya F kepada benda, saat benda bergerak
36 14 pekan kuliah mekanika b

dari posisi awal xi ke posisi akhir x f .


Z x
f
W= F ( x )dx (4.5)
xi

Sehingga sekarang kita memiliki hubungan

Wi→ f = K f − Ki (4.6)

yang disebut sebagai teorema kerja-energi kinetik, yang menya- J teorema kerja-energi ki-
takan bahwa besarnya usaha yang dilakukan pada suatu gaya akan sa- netik

ma besar dengan perubahan energi kinetik yang dialami benda tersebut.


Kita dapat memperluas hubungan di atas untuk tiga dimensi,
dengan cara yang serupa seperti sebelumnya. Dari hukum New-
ton untuk tiga dimensi

~F = m~a = m d~v . (4.7)


dt
Jika perpindahan benda adalah ∆~r, maka hasil perkalian titik (dot
product) antara gaya dan perpindahan adalah

~F · ∆~r = m d~v · ∆~r. (4.8)


dt
∆~r
mengingat ~v = dt ⇒ ∆~r = ~v∆t, dapat dituliskan

~F · ∆~r = m d~v · ~v∆t (4.9)


dt
Gaya ~F bekerja terhadap benda pada suatu lintasan tertentu, se-
hingga kerja ~F · ∆~r dihitung sepanjang lintasan yang dilalui benda.
Dengan demikian kerja total oleh gaya ~F adalah
N
W= ∑ ~F · ∆~ri . (4.10)
i =1

Untuk ∆~r yang sangat kecil, jumlahan pada ruas kanan dapat di-
tulis dalam bentuk integral, sehingga
Z f Z f Z f
~F · d~r = d~v m
W= m · ~vdt = d (~v · ~v)
i i dt i 2
1 1
= mv f 2 − mvi 2
2 2
= ∆K. (4.11)
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 37

Persamaan terakhir adalah ungkapan untuk teorema kerja-energi


kinetik dalam tiga dimensi.
Untuk meyakinkan kita bahwa teorema kerja-energi juga berse-
suaian dengan konsep kinematika dan dinamika yang telah kita
bahas sebelumnya, pada Contoh 4.1.1 berikut ini akan disajikan
contoh sederhana berupa kerja yang dilakukan oleh suatu gaya
konstan pada satu dimensi.

H Contoh 4.1.1 — Kerja oleh gaya konstan


Tinjau suatu benda bermassa M yang dikenai gaya konstan F. Me-
F
nurut hukum Newton, percepatan benda adalah a = m . Kemudian
pada kinematika, kita memiliki hubungan antara kecepatan, perce-
patan, dengan posisi berupa

v f 2 = vi 2 + 2ax. (4.12)

F
Substitusi a = m pada hubungan tersebut memberi kita

F 1 1
v f 2 = vi 2 + 2 x ⇔ mv f 2 − mvi 2 = Fx
m 2 2
⇔ ∆K = W, (4.13)

yang tidak lain merupakan ungkapan untuk teorema kerja-energi


kinetik. Dengan demikian, bahwa teorema kerja-energi kinetik ber-
sesuaian dengan konsep kinematika dan dinamika yang telah kita
pelajari sebelumnya.

Hal penting yang tetap harus diingat dari besaran kerja adalah
bahwa integral pada definisi kerja merupakan integral garis, yang
dievaluasi sepanjang garis lintasan yang dilalui oleh benda sela-
ma gaya bekerja. Dengan demikian, untuk lintasan yang berbeda
secara umum besar usaha yang dilakukan oleh gaya akan berbe-
da pula. Contoh 4.1.2 akan memberikan gambaran bahwa secara
umum usaha bergantung pada lintasan.
38 14 pekan kuliah mekanika b

H Contoh 4.1.2 — Kerja oleh gaya bergantung posisi


Gaya ~F = yî + 2x ĵ N bekerja pada partikel sehingga berpindah


dari titik A(0, 0) ke B(2, 4). Gambar di samping menunjukkan em-


pat lintasan berbeda yang dapat ditempuh benda untuk berpindah
dari A ke B. Hitung usaha yang dilakukan oleh gaya untuk keem-
pat lintasan berikut:
(1) A − C − B,
(2) A − D − B,
(3) A − B melalui garis lurus y = 2x, dan
(4) A − B melalui garis parabola y = x2 .

Solusi. Mula-mula integral garis pada definisi usaha kita tuliskan


dalam bentuk,
Z Z Z
W= ~F · d~r = Fx dx + Fy dy.

Kemudian kita evaluasi untuk keempat lintasan pada soal adalah:

Z x Z yB Z 2 Z 4
C
W1 = Fx dx + Fy dy = ydx + 2x dy = 16 J,
xA yC 0 0
=
=

0 4
Z yD Z xB Z 4 Z 2
W2 = Fy dy + Fx dx = 2x dy + ydx = 8 J.
yA xD 0 0
=

0 4
Z B  Z B
W3 = Fx dx + Fy dy = ( y dx + 2x dy) = 12 J.
A A
=
=

y
2x
Z B  Z B
W4 = Fx dx + Fy dy = ( y dx + 2x dy ) = 40/3 J.
A A
=

x2 2xdx

Terlihat bahwa kerja yang dilakukan oleh gaya ~F untuk keempat


lintasan berbeda-beda.
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 39

4.2 Potensial

Pada bagian sebelumnya, telah ditunjukkan bahwa secara umum


kerja yang dilakukan oleh gaya akan bergantung pada lintasan
yang dilalui oleh benda. Namun ada suatu kondisi khusus dima-
na usaha tidak bergantung pada lintasan dan hanya bergantung
pada kondisi awal dan akhir pergerakan. Untuk gaya jenis ini,
ada sebuah fungsi U sedemikian sehingga gaya dapat dinyatakan
oleh
dU
F=− , (4.14)
dx
sehingga usaha oleh gaya itu adalah
Z x Z x
f f
W= Fdx = − dU = U ( xi ) − U ( x f ) = −∆U. (4.15)
xi xi

Fungi skalar U disebut sebagai energi potensial. J energi potensial


Pada kasus tiga dimensi, fungsi potensial dapat kita perluas
sebagai berikut:
Z ~r
U (~r ) = − ~F · d~r 0 (4.16)
acuan

Dalam bentuk diferensial, hubungan antara gaya dan potensial


adalah
~ U.
~F = −∇ (4.17)
Gaya yang memenuhi kondisi khusus diatas (yaitu memiliki po-
tensial sehingga usahanya tidak bergantung pada lintasan) kita
sebut sebagai gaya konservatif. J gaya konservatif

F Tugas 4.2.1 — Kerja oleh gaya berat


Anggap bidang x − y pada Contoh 4.1.2 adalah adalah bidang verti-
kal, dengan sumbu-y positif menyatakan arah atas. Tentukan kerja
yang dilakukan oleh gaya berat untuk memindahkan benda dari po-
sisi A ke B melalui keempat lintasan pada contoh tersebut. Apakah
gaya berat adalah gaya konservatif?
40 14 pekan kuliah mekanika b

F Tugas 4.2.2 — Kerja oleh gaya pegas


Sebuah pegas terletak pada bidang horizontal dan dapat mengalami
perubahan panjang pada arah sumbu-x. Tentukan kerja yang dila-
kukan oleh gaya pegas ketika menarik benda bermassa m sehingga
pegas berubah panjang dari x1 menjadi x2 .

Untuk memperjelas pemahaman tentang hubungan antara ga-


ya dengan potensial, saya berikan ilustrasi sebagai berikut. Ang-
gaplah seorang pendaki gunung memiliki data yang sangat leng-
kap tentang ketinggian gunung Tangkuban Perahu di setiap titik.
Untuk setiap posisi ( x, y)-km yang diukur dari satu acuan yang
ditetapkannya (misalnya pasar Lembang), terdapat data keting-
gian h yang diukur terhadap permukaan laut. Berdasar data ke-
tinggian yang dimilikinya, suatu saat pendaki ingin menentukan
kemiringan lereng di titik (0,7)-km (artinya 0 km ke arah timur
dan 7 km ke arah utara pasar Lembang). Misal ketinggian un-
tuk titik (0,7)-km adalah 1500 m dan ketinggian titik (0,7.001)-km
adalah 1550 m. Maka kemiringan lereng arah utara pada titik di
sekitar (0,7)-km adalah 50 m/1 m = 50. Kemiringan pada arah
tertentu untuk titik-titik yang lain dapat ditentukan dengan cara
serupa. Dengan demikian, seorang pendaki gunung yang memili-
ki fungsi ketinggian h( x, y) dapat menentukan kemiringan lereng
di setiap titik.
Fungsi ketinggian gunung pada contoh di atas analog dengan
fungsi potensial dan kemiringan lereng analog dengan gaya. Se-
peri halnya kemiringan lereng dapat diperoleh dari fungsi keting-
gian, gaya yang bekerja pada suatu daerah juga dapat ditentukan
dari fungsi potensial pada daerah tersebut dengan cara memban-
dingkan antara selisih nilai potensial di dua titik dengan jarak
pisah dua titik tersebut. Dan tentu saja, kita harus tambahkan
tanda negatif, sesuai definisi pada persamaan (4.16).

H Contoh 4.2.1 — Gaya dan potensial


Tentukan komponen gaya untuk fungsi-fungsi potensial berikut:
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 41

(1) U1 ( x, y, z) = axy2 z3 ,
(2) U2 (r ) = 12 kr2 ,
(3) U3 ( x, y, z) = 12 k x x2 + 12 k y y2 + 12 k z z2 .

Solusi. Terapkan operator diferensial ∇ ~ dalam koordinat Kartesi-


us atau bola pada
 ketiga fungsi potensial di atas untuk mendapatkan
~
(1) F1 = − a y2 z3 î + 2xyz3 ĵ + 3xy2 z2 k̂ .
(2) ~F2 = −krr̂,
(3) ~F3 = − k x xî + k y y ĵ + k z zẑ .


4.3 Teorema kerja-energi

Tinjau sebuah benda yang dikenai oleh gaya konservatif ~Fk dan
gaya nonkonservatif ~Fnk . Dengan menerapkan hukum II Newton,
usaha total yang dilakukan kedua gaya akan sama dengan peru-
bahan energi kinetik benda, sehingga dapat kita tuliskan
Z Z
Wtotal = ~Fk · d~r + ~Fnk · d~r = ∆K. (4.18)
| {z } | {z }
−∆U Wnk

Dari persamaan di atas, diperoleh hubungan

Wnk = ∆U + ∆K. (4.19)

Kita definisikan energi mekanik (E) sebagai jumlahan dari energi


potensial dan kinetik,
E = U + K, (4.20)

sehingga persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk

Wnk = ∆E, (4.21)

yang merupakan pernyataan teorema kerja-energi. Pada kasus J teorema kerja-energi


tidak ada kerja akibat gaya nonkonservatif, kita akan memperoleh

∆E = 0. (4.22)

Ungkapan terakhir adalah hukum konservasi energi. J hukum konservasi energi


42 14 pekan kuliah mekanika b

H Contoh 4.3.1 — Energi pada osilasi teredam


Sebuah benda bermassa m mengalami osilasi dengan persamaan ge-
rak ẍ + 2γ ẋ + ω 2 x = 0. Pada kasus γ < ω, posisi benda sebagai
fungsi waktu dapat ditulis dalam bentuk

x (t) = Ae−γt cos (ψt) ,

dengan A sebuah konstanta dan ψ2 = ω 2 − γ2 .


(a) Tentukan energi total benda pada kasus γ = 0.
(b) Pada kasus γ 6= 0, tentukan usaha total oleh gaya peredam pada
selang t = 0 hingga t = 2π/ψ.

Solusi. Dari fungsi yang diberikan, dapat diperoleh energi po-


tensial U (t) = 21 mω 2 x (t)2 dan energi kinetik K (t) = 12 m ẋ (t)2 .
Selanjutnya, diperoleh E = K + U.
(a) Saat γ = 0, diperoleh E(t) = 12 mω 2 A2 = konstan.
(b) Besar usaha oleh gaya peredam sama dengan selisih energi saat
kedua waktu tersebut,

Wperedam = E(2π/ψ) − E(0)


 
1  2 2  − 4πγ
= mψ A e ψ −1 . (4.23)
2

Mengingat bahwa ψ2 = ω 2 − γ2 , suku eksponensial pada persama-


an di atas akan bernilai kurang dari satu, sehingga jelas Wperedam <
0.

4.4 Persamaan Bernoulli

Sejauh ini, objek yang kita tinjau hanyalah berupa partikel titik
berjumlah tunggal. Untuk bagian ini, marilah kita sedikit me-
langkah lebih jauh dengan meninjau sistem fluida. Kita dapat
memandang fluida tersebut sebagai kumpulan dari banyak par-
tikel titik dengan massa dan volume total tertentu. Pada sistem
fluida tak termampatkan (incompressible), massa jenis fluida berni-
lai konstan. Kemudian ketika fluida mengalir pada sebuah pipa,
sifat tak termampatkan juga menjamin berlakunya kontinuitas flu-
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 43

ida yang mengalir di sepanjang pipa. Andaikan pipa memiliki


dua ujung terbuka, maka setiap saat massa atau volume fluida
yang masuk dari satu ujung pipa akan sama dengan massa atau
volume fluida yang keluar dari pipa lainnya. Seringkali kita me-
nuliskan hukum kontinuitas tersebut dalam variabel debit (yaitu
volume per satuan waktu),

Q1 = Q2 , (4.24)

dengan Q1 dan Q2 masing-masing adalah debit fluida di ujung


pertama dan kedua. Dengan menuliskan volume infinitesimal
fluida sebagai perkalian antara luas penampang pipa (A) dengan
panjang potongan pipa (dl), besaran debit dapat dituliskan seba-
gai
Adl
Q= = Av. (4.25)
dt
Sehingga persamaan kontinuitas dapat ditulis dalam bentuk

A1 v1 = A2 v2 , (4.26)

dengan v1 dan v2 menyatakan kecepatan fluida di masing-masing


ujung pipa.
Pada pembahasan mengenai dinamika fluida, besaran yang me-
nyebabkan gerakan fluida seringkali dinyatakan sebagai tekanan,
yang didefinisikan sebagai gaya per satuan luas,

F
P≡ . (4.27)
A
Tekanan adalah besaran skalar, sedangkan gaya dan luas penam-
pang merupakan vektor. Dalam bentuk vektor, ketiga besaran ini
~
dihubungkan oleh ~F = P A.
Sekarang, mari kita tinjau sistem fluida yang mengalir pada
sebuah pipa dengan penampang tertentu. Untuk menyederha-
nakan masalah, kita ambil fluida yang tidak memiliki viskositas,
sehingga efek-efek yang muncul karena gesekan fluida tidak di-
perhitungkan1 . Tinjau satu bagian kecil fluida dengan luas pe- 1
untuk pembahasan lebih
nampang dA = dx × dy dan tebal dz. Arah dari sumbu-z kita lanjut, dengan mempertim-
bangkan gesekan fluida,
pilih sepanjang aliran fluida, seperti pada gambar. Anggaplah pembaca dapat merujuk
massa jenis fluida adalah ρ, sehingga massa bagian kecil tersebut buku-buku mekanika fluida,
salah satunya buku Munson
adalah dm = ρdV, dengan dV = dA × dz = dx × dy × dz adalah yang tercantum pada daftar
pustaka.
44 14 pekan kuliah mekanika b

volumenya. Gaya yang bekerja pada bagian kecil tersebut berasal


dari selisih tekanan pada arah sepanjang sumbu-z (searah aliran
fluida),
dF = −dP × dA, (4.28)

dengan dP = P2 − P1 . Persamaan hukum II Newton untuk bagian


kecil ini dapat dituliskan dalam bentuk

dv
dF = dm a = ρdVv , (4.29)
dz
dengan v adalah kecepatan aliran fluida. Pada persamaan di atas,
kita telah menggunakan a = dv dv dz dv
dt = dz dt = v dz seperti pada awal
bab ini. Perhatikan juga bahwa kita telah mengasumsikan bahwa
v = v(z), yang artinya kecepatan semua partikel fluida di bidang
yang tegaklurus terhadap aliran fluida sama. Asumsi ini dapat
diambil sebagai konsekuensi dari diabaikannya viskositas fluida.
Selain gaya akibat perbedaan tekanan sepanjang aliran, gaya
berat juga dapat mengambil peran jika fluida mengalir pada arah
yang tidak horizontal. Misalkan aliran fluida membentuk sudut θ
terhadap horizontal, maka komponen gaya berat sebesar

dFg sin θ = −ρdVg sin θ, (4.30)

akan berkontribusi terhadap gaya total sepanjang aliran fluida.


Dengan demikian, secara lengkap hukum II Newton menghasilk-
an persamaan gerak

dv
dF + dFg sin θ = −dP × dA − ρdVg sin θ = ρdVv . (4.31)
dz
Kita dapat membagi persamaan terakhir dengan volume dV, un-
tuk mendapatkan

dP dv
− − ρg sin θ = ρv . (4.32)
dz dz
Mari kita periksa (dan modifikasi) lebih lanjut persamaan di
atas. Suku pertama pada persamaan di atas menyatakan gradien
dari tekanan sepanjang arah aliran fluida. Karena secara umum
P = P( x, y, z) maka suku tersebut dapat dituliskan dalam bentuk
turunan parsial, ∂P
∂z . Selanjutnya, funsi sinus pada suku kedua pa-
da ruas kiri dapat dituliskan sebagai sin θ = dh dz dengan h adalah
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 45

koordinat yang arahnya vertikal ke atas. Selanjutnya, suku kece-


patan pada ruas kanan dapat dimodifikasi sebagai vdv = 21 d v2 .


Dengan demikian, persamaan di atas dapat dituliskan sebagai


dP 1  
+ gdh + d v2 = 0, (4.33)
ρ 2
yang jika diintegralkan menghasilkan
dP 1
Z
+ gh + v2 = C, (4.34)
ρ 2
dengan C suatu konstanta yang ditentukan berdasarkan syarat
batas pada sistem fluida yang sedang ditinjau. Integral pada su-
ku tekanan hanya dapat diselesaikan jika kita mengetahui massa
jenis fluida sebagai fungsi dari tekanan, ρ( P). Dua besaran terse-
but (massa jenis dan tekanan) kenyatannya memang terkait satu
sama lain. Secara umum, ketika tekanan pada fluida bertambah,
volumenya akan berkurang sehingga massa jenis (atau densitas)
bertambah. Sebagai contoh untuk massa jenis (ρ) sebagai fungsi
dari tekanan (P), mari kita meninjau sistem gas ideal pada Contoh
4.4.1 berikut.

H Contoh 4.4.1 — Massa jenis gas ideal


Persamaan keadaan gas ideal (atau seringkali disebut persamaan
gas ideal) diberikan oleh

PV = nRT, (4.35)

dengan V volume gas, n jumlah molar gas, R = 8, 314 J/mol.K


adalah tetapan gas, dan T suhu gas. Untuk sistem yang hanya ter-
diri atas satu jenis gas, jumlah molar gas dapat dinyatakan sebagai
massa total gas dibagi dengan massa molar, n = m/Mr . Dengan
demikian, persamaan gas ideal dapat dimodifikasi untuk memberik-
an massa jenis gas

m nMr PMr
ρ= = = . (4.36)
V V RT
Jadi diperoleh ρ = ρ ( P, T ). Untuk gas dengan suhu tertentu,
diperoleh kesebandingan antara massa jenis dengan tekanan gas.
46 14 pekan kuliah mekanika b

Persamaan (4.34) menunjukkan bahwa jumlahan efek tekanan,


kecepatan, dan elevasi sepanjang aliran fluida selalu bernilai kon-
stan. Untuk fluida yang tak termampatkan (incompressible), kita
akan memiliki massa jenis yang konstan, sehingga suku tekanan
dapat diintegralkan dengan mudah, dan dihasilkan

1
P + ρgh + ρv2 = C, (4.37)
2
yang tidak lain merupakan persamaan Bernoulli. Persamaan ini
dapat juga dipandang sebagai bentuk dari persamaan teorema
kerja-energi pada fluida. Untuk melihat ini, tinjau fluida yang
mengalir pada suatu pipa dengan dua ujung terbuka yang berbe-
da ketinggian. Menurut persamaan Bernoulli, selisih ketiga suku
di atas pada kedua ujung adalah

1  
∆P + ρg∆h + ρ∆ v2 = 0. (4.38)
2
Tuliskan ρ = m/V = m/( Adz), diperoleh

1  
(∆PA)dz + mg∆h + m∆ v2 = 0. (4.39)
2
Ingat bahwa ∆PA = ( P2 − P1 ) A = − F, sehingga suku pertama
tidak lain merupakan kerja, −W. Suku kedua dan ketiga masing-
masing adalah perubahan energi potensial dan kinetik. Sehingga
akhirnya diperoleh −W + ∆V + ∆K = 0 yang tidak lain merupak-
an teorema kerja-energi.
PEKAN KE- 4. KERJA DAN ENERGI 47

Soal

1. Tunjukkan bahwa untuk setiap gaya konservatif ~Fk , berlaku si-


~ × ~Fk = 0.
fat ∇

2. Berdasarkan sifat yang dibuktikan pada soal nomor 1, periksa-


lah apakah gaya-gaya berikut konservatif,

(a) ~F1 = xî + y2 ĵ + z3 k̂


(b) ~F2 = 4zî + xy ĵ + 7k̂
(c) ~F3 = αr −2 r̂ dengan α suatu konstanta.

3. Tentukanlah fungsi energi potensial untuk masing-masing gaya


konservatif pada soal sebelumnya.

4. Salah satu objek yang menarik untuk dikunjungi di kota Jene-


wa adalah Jet d’Eau, yaitu sebuah air mancur yang terletak di
salah satu sudut danau Jenewa. Dalam waktu satu detik, 500
liter air dipompa ke atas sehingga mencapai ketinggian 140 m
dari permukaan danau. Tentukan daya (yaitu energi per satuan
waktu) minimum dari pompa yang digunakan.

5. Seorang peneliti sedang melakukan survey di tengah laut. Dia


melontarkan sebuah bola bermassa 200 gram berisi sejumlah
sensor secara vertikal ke udara menggunakan alat pelontar.
Data-data yang terukur oleh sensor kemudian dikirimkan ke
komputer yang disimpan di kapal. Berdasarkan data yang di-
terima oleh komputer, diketahui bahwa bola sensor terlontar
dengan kecepatan awal 50 m/s dan mencapai ketinggian mak-
simum 120 m.

(a) Anggap gesekan udara yang bekerja pada bola bernilai kon-
stan dan mula-mula bola dilontarkan dari ketinggian 5 m
dari permukaan laut, tentukan laju verikal bola sesaat sete-
lah jatuh ke laut.
(b) Jika gesekan air laut 20 kali gesekan udara dan gaya apung
yang dialami oleh bola sangat kecil, pada kedalaman bera-
pakah bola berhenti sesaat untuk pertama kalinya di dalam
air?
48 14 pekan kuliah mekanika b

6. Partikel m bergerak sepanjang sumbu-x dalam pengaruh dua


benda M yang terletak pada titik ( x, y, z) = (0, ± a, 0). Gaya
yang dialami oleh m saat berada pada titik x tertentu adalah

2GMm x
F(x) = − 3/2
( x 2 + a2 ) .

Jika mula-mula benda dilepaskan dari titik ( x0 , y0 , z0 ) = ( 34 a, 0, 0),


tentukan:

(a) energi potensial U ( x ), dan


(b) kecepatan maksimum yang dicapai m.
Gaya Sentral (1) 5
5-1 Definisi gaya sentral
Pada bab Dinamika, telah dibahas berbagai jenis gaya berda- 5-2 Persamaan gerak
sarkan ketergantungannya terhadap variabel kinematika, baik wak- 5-3 Konservasi momentum
sudut
tu, posisi, maupun kecepatan. Pada bab ini, akan dipelajari jenis 5-4 Konservasi energi
khusus dari gaya bergantung posisi, yaitu gaya antara dua benda 5-5 Persamaan gerak radial
5-6 Solusi osilasi di sekitar
yang besarnya bergantung bergantung jarak pisah keduanya dan
titik potensial minimum
arahnya sejajar dengan posisi relatif satu benda terhadap yang la-
in. Gaya tersebut dinamakan gaya sentral.
Pembahasan dimulai dengan definisi gaya sentral, kemudian
dilanjutkan dengan meninjau gerak benda dalam pengaruh gaya
sentral dengan memanfaatkan hukum-hukum Newton dan hukum-
hukum konservasi. Definisi energi potensial yang telah diberikan
pada bab sebelumnya juga akan digunakan.

5.1 Definisi gaya sentral

Tinjau sebuah sistem yang terdiri dari dua benda yang posisinya
masing-masing ~r1 dan ~r2 . Posisi relatif benda perama terhadap
kedua kita tuliskan sebagai ~r12 ≡ ~r1 −~r2 , dan sebaliknya posisi
relatif benda kedua terhadap yang pertama ~r21 = −~r12 . Interaksi
kedua benda dikatakan sebagai gaya sentral jika arah gaya yang
dialami oleh tiap benda searah dengan vektor posisi relatif satu
sama lain. Gaya yang dialami oleh partikel pertama akibat yang
kedua kita tuliskan dalam bentuk

~F12 = F (r12 ) r̂12 , (5.1)


50 14 pekan kuliah mekanika b

dengan F (r12 ) adalah sembarang fungsi dari variabel jarak kedua


benda (r12 ). Fungsi tersebut dapat bernilai positif (jika kedua ben-
da saling tolak menolak) mempunyai negatif (jika kedua benda
tersebut saling tarik menarik). Seringkali, untuk mempermudah
pembahasan dipilih koordinat dengan salah satu benda (misal-
nya benda pertama) berada di titik asal (O) sehingga gaya sentral
yang dialami oleh benda kedua dapat dituliskan dalam bentuk
yang sederhana ~F = F (r )r̂.
Contoh gaya sentral yang telah sering kita pelajari adalah gaya
gravitasi dan gaya elektrostatik (gaya Coulomb). Gaya gravitasi
yang dialami oleh dua benda dengan massa masing-masing m1 Gambar 5.1: Gaya sentral an-
tara dua benda.
dan m2 adalah

~F12 = −~F21 = − Gm1 m2 r̂12 , (5.2)


2
r12

dengan G = 6, 67 × 10−11 Nm2 /kg2 adalah konstanta gravitasi


universal. Karena massa benda selalu bernilai positif, maka un-
tuk gaya gravitasi selalu berlaku F (r12 ) < 0 yang berarti selalu
bersifat tarik menarik. Sementar itu, gaya elektrostatik antara dua
benda bermuatan q1 dan q2 adalah

~F12 = −~F21 = kq1 q2 r̂12 , (5.3)


2
r12

dengan k = 9 × 109 NC2 /m2 . Karena muatan listrik dapat ber-


nilai positif atau negatif, maka suku q1 q2 dapat bernilai positif
atau negatif. Jika kedua muatan memiliki jenis yang sama (kedu-
anya positif atau keduanya negatif), maka q1 q2 > 0 yang berarti
F (r12 ) > 0 atau kedua benda saling tolak menolak. Demikian
juga sebaliknya, jika kedua muatan berbeda jenis maka q1 q2 < 0
yang menghasilkan gaya tarik menarik.
Gaya sentral tidak menghasilkan torsi pada benda, karena J torsi akibat gaya sentral
arahnya sama sejajar dengan vektor posisi relatif satu benda ter- bernilai nol.

hadap yang lain,

~τ = ~r × ~F = rr̂ × F (r )r̂ = 0. (5.4)

Dengan demikian, momentum sudut sistem akan bernilai konst-


an dan benda akan bergerak pada bidang dua dimensi. Selain itu,
gaya sentral juga bersifat konservatif. Terdapat sebuah fungsi po- J gaya sentral bersifat kon-
servatif.
PEKAN KE- 5. GAYA SENTRAL (1) 51

tensial V (r ) sedemikian sehingga gaya sentral dapat dinyatakan


sebagai gradien dari fungsi tersebut

~ V (r ) = − dV (r ) r̂.
~F = −∇ (5.5)
dr

5.2 Persamaan Gerak

Setelah memahami definisi gaya sentral, kita akan mempelaja-


ri bagaimana gerak benda yang dipengaruhi gaya sentral. Un-
tuk mempermudah pembahasan, kita akan meninjau gerak ben-
da menggunakan koordinat polar. Lebih lanjut, kita akan men-
jadikan benda pertama sebagai pengamat dan pergerakan benda
kedua semua ditinjau dalam kerangka benda pertama. Dengan
demikian benda pada pertama akan diam di titik asal koordinat
(O) dan posisi benda kedua dituliskan sebagai ~r. Dengan cara ini,
penulisan untuk formulasi persamaan gerak akan menjadi lebih
ringkas.
Percepatan benda kedua dalam koordinat polar (ingat kembali
kinematika dalam koordinat polar yang telah dibahas pada Bab 1)
berbentuk

~a = (r̈ − r θ̇ 2 )r̂ + (θ̈r + 2ṙ θ̇ )θ̂


= ar r̂ + aθ θ̂ (5.6)

Karena gaya sentral hanya memiliki komponen arah radial, maka


hukum Newton bagi benda kedua akan berbentuk
~F = m~a ⇒ F (r )r̂ = m( ar r̂ + aθ θ̂ ) (5.7)

atau
 
F (r ) = mar = m r̈ − r θ̇ 2 , (5.8) J persamaan gerak ga-
ya sentral
0 = maθ = m(r θ̈ + 2ṙ θ̇ ). (5.9)

Gambaran tentang pergerakan benda diperoleh dengan meme-


cahkan kedua persamaan tersebut.

5.3 Konservasi momentum sudut

Mari kita memulai dengan meninjau persamaan (5.9) yang me-


miliki bentuk lebih sederhana. Persamaan tersebut dapat diubah
52 14 pekan kuliah mekanika b

bentuknya dengan mengambil definisi

L = mr2 θ̇, (5.10)

menjadi

dL  
= m 2rṙ θ̇ + r2 θ̈ = r m r θ̈ + 2ṙ θ̇ = 0
 
dt
atau
dL
= 0 ⇔ L = Konstan. (5.11)
dt
Konstanta L kita sebut sebagai momentum sudut. Sehingga, kita
telah mendapatkan konservasi momentum sudut dari menginte-
gralkan persamaan (5.9). Fakta tentang konservasi momentum
sudut ini sebenarnya juga merupakan konsekuensi langsung dari
tidak adanya torsi akibat gaya sentral, τ = 0.
Mengingat r θ̇ = vθ , maka besar momentum sudut adalah | L| =
Gambar 5.2: Momentum su-
m|vθ ||r |. Kemudian karena vθ ⊥ r, maka vektor momentum sudut dut benda dalam pengaruh
dapat juga dituliskan sebagai gaya sentral.

~L = ~r × m~v. (5.12)

5.4 Konservasi Energi

Selain konservasi momentum, pada sistem dengan gaya sentral


juga berlaku konservasi energi

E = U + K, (5.13)

dengan E energi total, U potensial dan K energi kinetik. Hal


ini terjadi karena gaya sentral merupakan gaya konservatif (ingat
kembali teorema kerja-energi, Wnk = ∆U + ∆K). Mengingat kece-
patan dalam koordinat polar adalah

~v = ṙr̂ + r θ̇ θ̂ → v2 = ~v · ~v = ṙ2 + r2 θ̇ 2 ,

konservasi energi dapat dituliskan dalam bentuk

1  
E = U (r ) + m ṙ2 + r2 θ̇ = konstan (5.14)
2
PEKAN KE- 5. GAYA SENTRAL (1) 53

5.5 Persamaan gerak radial

Kedua hukum konservasi di atas dapat dikombinasi untuk meng-


hasilkan sebuah persamaan tunggal. Dari definisi momentum su-
dut L = mr2 θ̇, dapat dituliskan

L
θ̇ = , (5.15)
mr2
sehingga persamaan energi (5.14) dapat ditulis ulang dalam ben-
tuk

L2
 
1
E = U (r ) + m ṙ2 +  r2
2 m2 r42


L 2 
1 2
= U (r ) + + mṙ
2m2 r2 2

atau
1
E = U ∗ (r ) + mṙ2 , (5.16)
2
dengan
L2
U ∗ (r ) = U (r ) + , (5.17)
2m2 r2
disebut dengan potensial efektif sistem.. J potensial efektif
Perhatikan bahwa sekarang persamaan gerak kita menjadi sa-
tu dimensi. Awalnya, persamaan gerak mengandung variabel r
dan θ, namun dengan memanfaatkan konservasi momentum su-
dut, persamaan gerak benda tereduksi menjadi satu dimensi saja.
Persamaan (5.16) dapat diselesaikan untuk mendapatkan fungsi
radial r (t). Selanjutnya solusi untuk variabel sudut θ (t) didapat
dengan memanfaatkan konservasi momentum sudut. Dengan de-
mikian gerakan benda dapat digambarkan secara eksak.
Persamaan (5.16) dapat diselesaikan untuk mendapatkan fung-
si r (t). Dari persamaan tersebut, dapat diperoleh

dr
dt = q . (5.18)
2 ( E −U ∗ )
m

Jika kita mampu untuk mengintegralkan suku ruas kanan persa-


maan di atas, akan diperoleh t sebagai fungsi r atau t(r ). Kemudi-
an kita dapat mencari balikan (invers) dari fungsi tersebut untuk
54 14 pekan kuliah mekanika b

mendapatkan, r (t). Selanjutnya fungsi r (t) yang didapat digu-


nakan untuk menentukan θ (t) melalui definisi momentum sudut.
Langkah ini sepertinya tidak selalu mudah untuk dilakukan, ber-
gantung pada bagaimana bentuk dari fungsi potensial efektif U ∗ .
Untuk bentuk U ∗ tertentu, kita mungkin dapat menyelesaikan in-
tegral di ruas kanan persamaan (5.18) secara eksak. Jika langkah
tersebut berhasil dilakukan, kita akan berhadapan dengan kesu-
litan berikutnya, yaitu mencari r (t) dari t(r ) yang sudah didapat.
Jadi, rencana awal kita untuk mencari r (t) dan θ (t) tampaknya
secara umum sulit untuk dilakukan.

5.6 Solusi osilasi di sekitar titik potensial minimum

Sebagai usaha pertama untuk mendapatkan solusi persamaan ge-


rak, kita akan meninjau daerah di sekitar titik minimum potensial.
Mari kita tinjau sembarang fungsi potensial efektif yang berben-
tuk seperti pada Gambar 5.3.
Sembarang fungsi potensial dapat diuraikan dalam deret Ta-
ylor,
Gambar 5.3: Sembarang po-
U (r ) = U (r0 ) + U 0 (r0 )(r − r0 ) + U 00 (r0 )(r − r0 )2 + . . . . (5.19) tensial efektif.

Misalnya titik r0 adalah titik minimum potensial, maka

U 0 (r0 ) = 0 dan U 00 (r ) > 0.

Sehingga untuk daerah yang cukup dekat di sekitar r0 , potensial


benda dapat didekati dengan

U 00 (r0 )
U 0 (r ) ' U (r0 ) + 0 + (r − r0 )2 .
2
Jika U 00 (r0 ) konstan, misalnya bernilai k, maka
1
U (r ) ' U (r0 ) + k (r − r0 )2 . (5.20)
2
Ambil titik r0 sebagai acuan sehingga U (r0 ) = 0, akibatnya
1
U (r ) ' k∆r2 ,
2
dengan ∆r = r − r0 . Potensial ini memiliki bentuk yang sama
dengan potensial untuk osilasi harmonik sederhana. Jadi, dapat
PEKAN KE- 5. GAYA SENTRAL (1) 55

disimpulkan bahwa pada daerah disekitar titik minimum potensi-


al benda mengalami osilasi harmonik sederhana pada arah radial.
Sekarang, kita telah siap untuk memecahkan persamaan (5.18).
Terlebih dahulu kita misalkan ∆r = x sehingga dr = dx. Substitusi
potensial efektif di sekitar titik minimum potensial, U ∗ = 21 kx2 , ke
persamaan (5.18) menghasilkan
r
m dx
Z Z

2E
r  = dt. (5.21)
k 2
1 − 2E x

kx2
Kita misalkan 2E = sin2 θ, sehingga
r r
2E 2E
x= sin θ ⇒ dx = cos θ dθ, (5.22)
k k
dan persamaan (5.21) menghasilkan
r Z
m
Z
dθ = dt. (5.23)
k
Hasil integrasi persamaan terakhir menghasilkan

θ = θ0 + ωt, (5.24)
q
m
dengan ω = k . Substitusikan kembali nilai θ ke persamaan
(5.22) untuk mendapatkan posisi benda sebagai fungsi waktu,
r r
2E 2E
x (t) = sin θ = sin (θ0 + ωt) . (5.25)
k k
Akhirnya, diperoleh posisi radial benda,
r
2E
r = r0 + x = r0 + sin (θ0 + ωt) . (5.26) Gambar 5.4: Lintasan parti-
k
kel yang berosilasi (biru) di
Terlihat bahwa benda mengalami osilasi di sekitar orbit lingka- sekitar orbit lingkaran (me-
rannya. Lintasan partikel digambarkan pada Gambar 5.4. rah).

Soal

1. Dua benda masing-masing bermassa m1 dan m2 yang terpisah


sejauh r mengalami gaya gravitasi

~F (r ) = − Gm1 m2 r̂.
r2
56 14 pekan kuliah mekanika b

Dengan r̂ adalah vektor posisi relatif satu benda terhadap yang


lain.

(a) Tentukan energi potensial sistem, ambil r → ∞ sebagai acu-


an.
(b) Jika m1 mengelilingi m2 dengan orbit berbentuk lingkaran,
tentukan kecepatan m1 . Tentukan juga energi total sistem.

2. Suatu partikel mengalami gaya sentral berbentuk F (r ) = αr −2 −


βr −3 , dengan α dan β konstanta positif. Jika momentum sudut
partikel adalah L dan energinya E, tentukan

(a) energi potensial benda


(b) fungsi potensial efektif partikel, dan
(c) kecepatan partikel saat berada pada r = a.

3. Untuk bentuk gaya sentral yang sama dengan soal sebelumnya,


tentukanlah,

(a) titik minimum potensial, sebut sebagai r0 , dan


(b) frekuensi osilasi benda di sekitar r = r0 .
Gaya Sentral (2) 6
6-1 Lintasan benda dalam
Pada pekan sebelumnya telah dibahas definisi gaya sentral dan ruang
persamaan gerak yang dihasilkan. Dengan memanfaatkan konse- 6-2 Gaya berbentuk 1/r2

rvasi momentum sudut, persamaan konservasi energi benda da-


pat dibentuk menjadi persamaan (5.18) yang berbentuk

dr
dt = q .
2 ( E −U ∗ )
m

Secara optimistik, kita dapat katakan bahwa dengan menginte-


gralkan persamaan tersebut, akan diperoleh jarak sebagai fungsi
waktu r (t). Langkah selanjutnya, kita substitusikan r (t) ke per-
samaan energi untuk mendapatkan θ (t). Pada kenyataannya, se-
ringkali bentuk integral pada persamaan tersebut tidak mudah
untuk dipecahkan, sehingga solusi untuk r (t) dan θ (t) secara
umum sulit untuk diperoleh. Pada bab ini, kita mencari alternatif
untuk mendapatkan solusi persamaan gerak, dengan cara meng-
ubah persamaan gerak menjadi sebuah persamaan yang menghu-
bungkan variabel r dan θ, kemudian mencari solusi untuk r (θ )
yang menggambarkan bentuk lintasan benda dalam ruang. Seba-
gai aplikasi, kita akan menentukan orbit benda yang terpengaruh
oleh gaya sentral berbentuk 1/r2 .

6.1 Lintasan benda dalam ruang

Solusi untuk r (θ ) yang menggambarkan lintasan benda dalam ru-


ang. Kita tuliskan kembali persamaan konservasi momentum su-
58 14 pekan kuliah mekanika b

dut
L = mr2 θ̇, (6.1)

dan persamaan konservasi energi

1
E = V ∗ + mr˙2 , (6.2)
2
dengan

L2
V∗ = V + , (6.3)
2mr2
adalah potensial efektif sistem.
Dari kedua persamaan konservasi di atas, diperoleh

L2 L2
θ˙2 = = (6.4)
(mr2 )2 m2 r 4
2
r˙2 = ( E − V ∗ ) (6.5)
m
Selanjutnya kita bandingkan kedua persamaan terakhir

dr/dt 2 2
(E − V ∗ )
 
= m 2 2 4
dθ/dt L /m r
 2
dr 2m
⇔ = 2 ( E − V ∗ ) r4 . (6.6)
dθ L

Persamaan terakhir dapat di selesaikan untuk memperoleh solusi


untuk orbit partikel, r = r (θ ).

6.2 Gaya sentral berbentuk 1/r2

Kedua gaya yang diberikan sebagai contoh pada bab sebelumnya,


yaitu gaya gravitasi dan gaya elektrostatik, memiliki bentuk yang
serupa yaitu sebanding dengan 1/r2 , dengan r adalah jarak kedua
benda yang berinteraksi. Kita akan mengambil gaya gravitasi se-
bagai contoh pada bagian ini. Metode yang sama juga akan dapat
diterapkan pada gaya elektrostatik.
Gaya dan potensial gravitasi berbentuk

− GMm GMm
F (r ) = 2
⇔ V=− . (6.7)
r r
PEKAN KE- 6. GAYA SENTRAL (2) 59

Dengan demikian potensial efektifnya akan berbentuk

− GMm L2 −α β
V ∗ (r ) = + = + 2, (6.8)
r 2mr2 r r
2
dengan α = GMm, β = 2m L
. Bentuk kurva V ∗ terhadap r diberikan
pada Gambar 6.1. Gaya elektrosatik memiliki bentuk potensial
efektif yang serupa dengan fungsi di atas, namun dengan α dan β
berbeda.

F Tugas 6.2.1 5

Tentukan nilai koefisien α dan β pada potensial efektif untuk gaya

Potensial efektif (V*)


2

elektrostatik. 0

-1

-2

-3

-4
1 10 100
Jarak (r)

Persamaan orbit benda diperoleh dengan mensubstitusikan per- Gambar 6.1: Potensial efek-
tif untuk gaya gravitasi, V ∗ =
samaan (6.8) ke persamaan (6.6), yaitu
− αr + rβ2 . Terlihat bahwa po-
 2   tensial potensial memiliki ni-
dr 1 α β
= E+ − 2 r4 . (6.9) lai minimum pada titik r ter-
dθ β r r tentu, dan menuju nol untuk
jarak yang cukup jauh, r →
Dengan mengambil pemisalan u = 1r ⇒ du = − r12 , dr = −u2 dr, ∞.

persamaan (6.9) dapat ditulis menjadi


 2
du
1 
− u2 E + αu − βu2 u4
=
βdθ
 2   
4 du 1 2 α
⇔u = E−β u − u u4
dθ β β
 2 " #
α 2 α2
 
du 1
⇔ = E−β u− + . (6.10)
dt β 2β 4β

Kemudian dengan mengambil z = u − α


2β ⇒ du = dz,
2 2
α2 α2
     
dz 1 dz 1
= E+ − βz2 ⇒ 2
+z = E+ (6.11)
.
dθ β 4β dθ β 4β

Solusi persamaan (6.11) adalah

z = A cos θ, (6.12)
60 14 pekan kuliah mekanika b

dengan
s
α2
 
1
A= E+ , (6.13)
β 4β
sehingga

1 α α
= u = z+ = A cos θ +
r 2β 2β
1
⇔ r= α
2β + A cos θ
2β 1 ro
⇔ r= = . (6.14)
α 1 + e cos θ 1 + e cos θ

dengan r0 = α dan
r
2β 4βE
e= A= 1+ . (6.15)
α α2
Konstanta e disebut sebagai eksentrisitas. Persamaan (6.14) meru- Jeksentrisitas
pakan persamaan orbit untuk benda yang berada dalam pengaruh
gaya sentral berbentuk 1/r2 .
Pada bab berikutnya, akan dibahas berbagai kemungkinan ben-
tuk orbit/lintasan benda yang semuanya merupakan bentuk dari
potongan kerucut, yaitu lingkaran, elips, parabola, dan hiperbo-
la.
Gaya Sentral (3) 7
7-1 Orbit/lintasan irisan
Pada bab sebelumnya, telah diperoleh solusi yang menggam- kerucut
barkan orbit benda dalam pengaruh gaya sentral berbentuk 1/r2 . 7-2 Orbit elips dan
pembuktian
Solusi tersebut diberikan pada persamaan (6.14) dan berbentuk hukum-hukum Kepler
r0
r= ,
1 + e cos θ
dengan r0 dan e bernilai konstan. Pada bab ini, akan dibahas
berbagai bentuk lintasan (yang semuanya merupakan bentuk iris-
an kerucut) untuk semua kemungkinan nilai e. Selain itu, secara
khusus akan dibahas mengenai orbit elips dan aplikasinya dalam
pembuktian hukum-hukum Keppler tentang gerak planet.

7.1 Orbit/lintasan irisan kerucut

Bentuk lintasan partikel akan bergantung pada eksentrisitas (e).


Untuk mempermudah identifikasi bentuk lintasan, kita akan meng-
ubah koordinat polar yang telah kita gunakan sebelumnya men-
jadi koordinat kartesius dalam bidang ( x, y). Secara umum, nilai
eksentrisitas berada pada rentang 0 ≤ e < ∞. Nilai e = 0 meng-
hasilkan orbit lingkaran, 0 < e < 1 elips, e = 1 parabola, dan
e > 1 parabola.

7.1.1 e=0
Jika e = 0, persamaan orbit benda akan tereduksi menjadi
2β L2
r = ro = = . (7.1)
α GMm2
62 14 pekan kuliah mekanika b

Dengan demikian, jarak antara dua benda yang berinteraksi ber-


nilai konstan untuk semua nilai θ. Dalam koordinat Kartesius,
p
r = x2 + y2 , sehingga lintasan partikel akan berupa lingkaran
dengan persamaan garis

x2 + y2 = r02 . (7.2)

−1.5 −1 −0.5 0 0.5 1 1.5 Gambar 7.1: Lintasan parti-


kel untuk e = 0.
1 1

0.5 0.5

e=0
x + y 2 = r02
2

0 0

−0.5 −0.5

−1 −1

−1.5 −1 −0.5 0 0.5 1 1.5

7.1.2 0 < e < 1

Terlebih dahulu kita ubah persamaan lintasan dari koordinat po-


p
lar menjadi kartesius. Seperti sebelumnya, r = x2 + y2 . Cosinus
sudut θ kemudian dinyatakan sebagai cos θ = xr . Substitusikan
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 63

kedua variabel tersebut ke persamaan lintasan benda,

ro
r= ⇔ r + ex = ro
1 + e xr
⇔ r2 = (ro − ex )2
⇔ x2 + y2 = ro2 − 2er0 x + e2 x2
 
⇔ y2 = ro2 + e2 − 1 x2 − 2er0 x
2 2
y2 r2
 
2er er0 er0
⇔ 2 = 2 o + x2 − 2 0 x + 2
− 2
e −1 e −1 e −1 e −1 e −1
2 2
y2 r2
 
2e er0 er0
⇔ 2
= 2 o + x2 − 2 x+ −
e −1 e −1 e −1 e2 − 1 e2 − 1
| {z }
 2
er0
x−
e2 −1
2 !
y2 ro2 e2 r02

er0
⇔ 2 = +x− 2 −
e −1 e2 − 1 ( e2 − 1)2
e −1
2  2
y2

er r0
⇔ 2 = x− 2 0 − (7.3)
e −1 e −1 e2 − 1

Karena 0 < e < 1, maka e2 − 1 < 0, sehingga persamaan terakhir


dapat ditulis dalam bentuk

( x + x0 )2 y2
+ 2 = 1, (7.4)
a2 b

dengan

er0
x0 = , (7.5)
1 − e2
r0
a= , (7.6)
1 − e2
r0
b= √ . (7.7)
1 − e2

Persamaan terakhir tidak lain merupakan persamaan elips de-


ngan sumbu semi mayor a dan berpusat di titik ( x, y) = (− x0 , 0).
Bentuk lintasannya diberikan pada Gambar 7.2.
64 14 pekan kuliah mekanika b

−3 −2 −1 0 1 Gambar 7.2: Jika 0 < e <


2 2 1, lintasan partikel berbentuk
elips dengan sumbu semima-
0<e<1
yor a = 1−r0e2 .
y2 = r0(r0 - 2x)

1 1

0 0

−1 −1

−2 −2
−3 −2 −1 0 1
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 65

7.1.3 e=1
x
p
Seperti sebelumnya kita gunakan r = x2 + y2 dan cos θ = r,
pada persamaan lintasan benda,

ro ro r
r= x ⇔r= ⇔ r = ro − x
1+ r r+x
⇔ r2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ x2 + y2 = ro2 − 2ro x + x2
⇔ y2 = r0 (r0 − 2x ) . (7.8)

Persamaan terakhir adalah persamaan parabola, yang memotong


sumbu-x di titik x = r20 .

Gambar 7.3: Lintasan par-


tikel untuk e = 1 berupa
kurva parabola, dengan ti-
−10 −8 −6 −4 −2 0 2 tik potong terhadap sumbu-x
6 6 terjadi pada titik x = r20 .

e=1
y2 = r0(r0 -2x)
4 4

2 2

0 0

−2 −2

−4 −4

−6 −6
−10 −8 −6 −4 −2 0 2
66 14 pekan kuliah mekanika b

7.1.4 e>1

Perhatikan kembali persamaan (7.3). Jika e > 1, maka suku e2 −


1 bernilai positif, sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan
ulang menjadi

( x − x̃ )2 y2
− 2 = 1, (7.9)
ã2 b̃

dengan

er0
x̃ = , (7.10)
e2 − 1
r0
ã = 2 , (7.11)
e −1
r0
b̃ = √ , (7.12)
e2 − 1

yang merupakan persamaan hiperbola. Bentuk lintasan partikel


diberikan pada Gambar 7.4.

7.2 Orbit elips dan pembuktian hukum-hukum Kepler

Dalam model heliosentris, matahari dianggap sebagai pusat ta-


ta surya dan planet-planet bergerak mengelilinginya. Matahari
dan planet berinteraksi melalui gaya sentral berupa gravitasi. De-
ngan mengambil matahari sebagai acuan, maka kita dapat men-
deskripsikan lintasan planet-planet. Pada tahun 1600an, Johannes
Kepler menerbitkan hukum-hukumnya tentang lintasan planet-
planet di mengelilingi matahari. Hukum-hukum tersebut disim-
pulkannya antara lain berdasarkan data-data astronomis tentang
jarak planet-planet yang telah dikumpulkan oleh Tycho Brahe.
Pada bagian ini, kita akan membuktikan hukum-hukum Kepler
menggunakan pengetahuan tentang orbit benda yang terpenga-
ruh gaya sentral.
Terlebih dahulu kita hitung nilai e untuk interaksi gravitasi an-
tara planet dan Matahari. Anggap massa Matahari M, massa pla-
net m, dan jarak kedua benda R. Persamaan gaya pada arah radial
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 67

Gambar 7.4: Lintasan parti-


kel untuk kasus e > 1 ber-
−4 −2 0 2
bentuk hiperbola.
4 4

2 2
e>1
- (x-x0)2/a2 + y2/b2 = 1

0 0

−2 −2

−4 −4
−4 −2 0 2

adalah

v2 GMm v2
ΣF (r ) = m ⇔ = m
R R2 R
GMm
⇔ mv2 = . (7.13)
R

Sementara itu, energi planet akan berupa energi kinetik dan po-
tensial gravitasi,

E = K+V
 
1 2 GMm
= mv + −
2 R
1 GMm
=
2 R
1 GMm
= − < 0. (7.14)
2 R
68 14 pekan kuliah mekanika b

Momentum sudut planet adalah


~L = ~R × ~v ⇔ | L| = mvR sin φ
L2
⇒ v2 = 2 2 2 . (7.15)
m r sin φ

dengan φ adalalah sudut antara vektor posisi ~R dan kecepatan


planet ~v.
Subtitusi persamaan (7.15) ke persamaan (7.13)
GMm mL2
mv2 = ⇒ = GMm
R m2 R2 sin2 φ R
L2 1
⇒R= GMm2 sin2 φ
1 GMm2
⇒ R = L2
sin2 φ. (7.16)

Substitusikan nilai 1/R di atas ke persamaan energi, kemudian ke


persamaan untuk eksentrisitas menghasilkan
s
α2
 
2β 2m
e = E +
α L2 4β
s
L2 /m 2m GMm G2 M2 m2
 
= − +
GMm L2 2R 4L2 /2m
s
L2 GMm GMm2 G 2 M 2 m2
 
2m 2
= − sin φ +
GMm2 L2 2 L2 2L2 /m
s
L2 G 2 M 2 m3 G 2 M 2 m3
 
2m 2
= − sin φ +
GMm2 L2 2L2 2L2
s
L2 2m G2 M2 m3
 
− sin2 φ + 1

=
GMm2 L2 2L2
r
L2 G 2 M 2 m4
q
= 1 − sin2 φ
GMm2 L4
= | cos φ|. (7.17)

Karena 0 < | cos φ| < 1, maka diperoleh 0 < e < 1. Dengan


demikian, orbit planet berbentuk elips.

Hukum-hukum Kepler
1. Planet-planet mengelilingi Matahari dalam lintasan elips, dengan
Matahari di salah satu pusat/titik fokus elips.
PEKAN KE- 7. GAYA SENTRAL (3) 69

Bukti untuk hukum ini baru saja kita dapatkan.

2. Vektor jari-jari orbit planet menyapu daerah dengan luas yang sama
untuk tiap selang waktu yang sama, di manapun planet berada.
Perhatikan Gambar 7.5. Misal dA adalah luas daerah yang diar-
sir. Daerah tersebut dapat di dekati sebagai segitiga, sehingga
luasnya dA = 21 rdθ
Jika dibagi dengan selang waktu dt, diperoleh Gambar 7.5: Daerah yang di-
sapu oleh vektor jari-jari orbit
dA 1 dθ
= r2 . (7.18) untuk selang waktu dt terten-
dt 2 dt tu.
Ingat kembali definisi momentum sudut L = mr2 θ̇ sehingga
r2 θ̇ = mL yang merupakan konstanta. Jadi, persamaan di atas
menjadi
dA L2
= = konstan.
dt 2m
Dengan kata lain, hukum II Keppler tidak lain merupakan per-
nyataan konservasi momentum sudut planet.

3. Kuadrat dari planet sebanding dengan pangkat tiga dari panjang se-
mimayor elips.
Dengan memanfaatkan hukum II Kepler, kita dapat menentuk-
an luas seluruh daerah elips dengan cara mengintegralkan per-
samaan dAdt di atas pada selang waktu satu periode T.

L2 L2 t
Z A
dA
Z
= ⇒ dA = dt
dt 2m o 2m 0
L2
⇔ A= T = βT. (7.19)
2m
Secara matematis, luas daerah elips adalah A = πab dengan a
dan b ditunjukkan pada Gambar 7.6. Sebelumnya telah dipero-
leh persamaan orbit elips berbentuk
Gambar 7.6: Geometri elips.
( x + x o )2 y2
2
= 2 = 1, (7.20)
a b
dengan
e ro
xo = 1− e2
,
ro
a= 1− e2
b = √ ro 2
1− e
70 14 pekan kuliah mekanika b

Sehingga hubungan antara a dengan b adalah

a ro /1 − e2 1 √
= = ⇒ b = aro (7.21)
b2 ro2 /1 − e2 2

Subtitusikan hasil ini ke persamaan luas elips didapat


p
A = πab = π a3 ro . (7.22)

Samakan hasil di atas dengan luas elips yang diperoleh dari


hasil integrasi hukum II Kepler,

A = βT (7.23)

sehingga diperoleh
 
π 2 r0 a3 = β2 T 2 , (7.24)

atau
a3 ∼ T 3 . (7.25)
Ujian tengah semester 8
Waktu ujian: 100 menit
1. Seekor lebah terbang pada lintasan tertentu sedemikian sehingga posisinya dalam koordi-
nat polar untuk setiap waktu t diberikan oleh
bt t
r= (2τ − t) , θ= , (0 ≤ t ≤ 2τ ) ,
τ2 τ
dengan b dan τ konstanta positif. Tentukan,
(a) vektor kecepatan lebah tiap waktu ~v(t),
(b) laju minimum lebah,
(c) percepatan lebah saat mencapai laju minimum.
2. Sebuah partikel m dikenai gaya sebesar F = − ax + bx2 dengan a dan b adalah konstanta
positif.
(a) Tentukan energi potensial V ( x ). Anggaplah V (0) = 0.
(b) Gambarkan/plot grafik dari F ( x ) dan V ( x ) dalam satu sistem koodinat.
(c) Pada posisi x berapakah potensial V ( x ) bernilai minimum?
(d) Tentukan periode osilasi benda di sekitar titik minimum potensialnya.
3. Dilakukan percobaan osilasi menggunakan sebuah benda bermassa yang terikat pada salah
satu ujung pegas. Pada percobaan pertama, benda mula-mula disimpangkan dari titik
setimbangnya sejauh x0 kemudian dilepaskan tanpa kecepatan awal sehingga mengalami
osilasi harmonik sederhana. Pada percobaan kedua, percobaan pertama diulangi namun
sistem pegas dicelupkan ke dalam fluida sehingga benda mengalami osilasi teredam kritis.
Jika diketahui massa benda m, konstanta pegas k, dan gaya redaman −bv (dengan v adalah
kecepatan benda), tentukanlah
(a) perbandingan laju maksimum benda yang dicapai pada percobaan pertama dengan per-
cobaan kedua,
72 14 pekan kuliah mekanika b

(b) usaha total yang dilakukan oleh gaya redaman (damping force) pada percobaan kedua
sejak benda dilepas hingga berhenti.
4. Sebuah partikel berada dalam pengaruh gaya sentral sehingga bergerak dengan orbit yang
diberikan oleh r = Ae aθ , dengan A dan a konstanta positif. Momentum sudut partikel
adalah L dan energi totalnya E.
(a) Gambarkanlah lintasan partikel dalam bidang polar.
(b) Tentukanlah energi potensial partikel.
Sistem Partikel (1) 9
9-1 Pusat massa sistem
Pada pekan-pekan sebelumnya, kita telah membahas berbagai gerak pusat massa
aspek mekanika dari partikel tunggal. Pekan ini kita membahas 9-2 Momentum linear sistem
9-3 Momentum sudut dan
aplikasi mekanika pada sistem yang terdiri dari banyak (misal- torsi sistem
nya sejumlah N) partikel. Sistem partikel dapat dipandang seba- 9-4 Energi sistem

gai benda tunggal yang diwakili oleh titik pusat massa. Kita ak-
an mempelajari bagaimana momentum linear, momentum sudut,
dan torsi pada yang bekerja pada sistem, jika antarpartikel da-
lam sistem saling berinteraksi dengan gaya internal (disimbolkan
dengan G)~ dan sistem mengalami gaya eksternal total (~F).

9.1 Pusat massa sistem

Tinjau sebuah sistem yang terdiri atas N partikel bermassa. Massa


dan posisi partikel ke-i secara berurutan adalah mi dan ~ri , dengan
posisi tiap partikel diukur diukur terhadap suatu acuan tertentu.
Kita definisikan posisi pusat massa ~R dengan cara

(m1 + m2 + . . . + m N ) ~R = m1~r1 + m2~r2 + . . . + m N~r N , (9.1)

atau
N
~R = ∑i=1 mi~ri , (9.2)
M
dengan M ≡ ∑iN=1 mi adalah massa total seluruh partikel dalam
sistem. Pada persamaan (9.1), seolah-olah kita memandang selu-
ruh partikel sebagai benda tunggal dengan massa M = ∑ mi dan
posisi ~R.
74 14 pekan kuliah mekanika b

Dari persamamaan (9.2), kita dapat mendefinisikan kecepatan


pusat massa,
N d~ri
~ = d R = ∑ i =1 i
~ m dt ∑iN=1 mi~vi
V = , (9.3)
dt M M
dengan ~vi adalah kecepatan masing-masing partikel dalam sis-
tem. Selanjutnya, kita dapatkan percepatan pusat massa dari tu-
runanan kecepatan pusat massa,
N
m d~vi N
~ = dV = ∑i=1 i dt = ∑i=1 mi~ai ,
~
A (9.4)
dt M M

9.2 Momentum linear sistem

Ketika membahas partikel tunggal, kita mendefinisikan momen-


tum linear partikel sebagai ~p = m~v, dan jika massa partikel kon-
stan, hukum Newton memberikan

~F = d~p = m d~v = m~a. (9.5)


dt dt
Jika ~F = 0, maka momentum linear sistem akan konstan. Pernya-
taan ini adalah hukum konservasi momentum linear partikel.
Kita akan memperluas konsep di atas untuk sistem yang terdiri
dari banyak partikel. Seperti sebelumnya, kita tinjau sebuah sis-
tem yang terdiri atas N partikel. Sistem kemudian dikenai gaya
dari luar, dengan total ~F (e) dan interaksi antarpartikel mengha-
silkan gaya internal ~F (i) . Tinjau partikel ke-k yang bermassa mk .
Gaya internal yang dialami oleh partikel ini akibat ( N − 1) parti-
kel lain kita tuliskan sebagai

~F (i) = ∑ ~Fkl
(i )
k , (9.6)
l 6=k

(i )
dengan ~Fkl adalah gaya antara partikel ke-k dengan partikel ke-l.
Sehingga, gaya total yang bekerja pada partikel ke-k adalah

~Fk = ~F (e) + ~F (i) = ~F (e) + ∑ ~F (i) (9.7)


k k k kl
l 6=k

Jika kita menjumlahkan gaya total yang dialami oleh semua par-
tikel, maka diperoleh Dengan demikian, gaya total yang bekerja
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 75

pada sistem adalah


N N N
∑ ~Fk = ∑ ~Fk + ∑ ∑ ~Fkl
~F = (e) (i )

k =1 k =1 k =1 l 6 = k
| {z } | {z }
~F (e) ~F (i)

= ~F (e) + ~F (i) . (9.8)

Sekarang mari kita tinjau momentum sistem dan perubahan-


nya akibat gaya yang diberikan pada sistem. Momentum partikel
ke-k adalah
~pk = mk~vk . (9.9)
Hukum II Newton memberikan hubungan

~Fk = d~pk . (9.10)


dt
Karena kita memiliki N partikel dalam sistem, maka sejatinya kita
memiliki N persamaan yang serupa dengan bentuk di atas. Jika
semua persamaan tersebut dijumlahkan, diperoleh
!
N N N ~
~F = ∑ ~Fk = ∑ d~pk = d ∑ ~pk = d P , (9.11)
k =1 k =1
dt dt k=1 dt

dengan
N
~P = ∑ ~pk (9.12)
k =1

adalah momentum total sistem. Mengingat ~F = ~F (e) + ~F (i) , maka


dapat dituliskan
~
~F (e) + ~F (i) = d P . (9.13)
dt
Berdasarkan hukum ketiga Newton, interaksi antara dua par-
tikel menghasilkan pasangan aksi-reaksi, ~Fkl = −~Flk . Total gaya
internal sistem adalah
N
∑ ∑ ~Fkl
~F (i) = (i )
. (9.14)
k =1 l 6 = k

Ruas kanan persamaan di atas menjumlahkan semua gaya yang


bekerja pada seluruh pasangan partikel pada sistem. Untuk sem-
barang pasangan partikel ke-k dan ke-l gaya ~Fkl dan ~Flk muncul
dalam deret di atas. Karena jumlah kedua gaya tersebut nol, maka
jumlahan total dari deret di atas bernilai nol.
76 14 pekan kuliah mekanika b

9.3 Momentum Sudut dan Torsi pada Sistem

Tinjau sistem N partikel dan sebuah titik Q di luar sistem. Posisi Q


adalah ~rQ dan posisi partikel ke-k adalah ~rk . Posisi relatif partikel
ke-k terhadap titik Q adalah

~rkQ = ~rk −~rQ . (9.15)

Jika kecepatan partikel ke-k adalah ~vk dan kecepatan titik Q Gambar 9.1: Posisi partikel
adalah ~vQ , maka momentum sudut partikel ke-k terhadap titik Q dalam sistem menurut ke-
adalah rangka Q. Posisi partikel ke-
k adalah ~rk dan posisi titik Q
adalah ~rQ , maka ~rkQ = ~rk −
~LkQ = mk ~rk −~rQ × ~vk − ~vQ ,
 
(9.16) ~rQ

laju penambahan momentum sudut tersebut adalah:

d~LkQ d~rQ d~vQ


   
d~rk   d~vk
= mk − × ~vk − ~vQ + mk ~rk −~rQ × −
dt dt dt dt dt
 
d~vk
= mk (~vk − ~vQ ) × (~vk − ~vQ ) +mk (~rk −~rQ ) × −~aQ
| {z } dt
=0
d
= (~rk −~rQ ) × (mk~vk ) −mk (~rk −~rQ ) ×~aQ
dt | {z }
~Pk

d~
Pk
= (~rk −~rQ ) × − mk (~rk −~rQ ) ×~aQ . (9.17)
dt
Ingat kembali bahwa partikel ke-k dikenai gaya eksternal ~Fk dan
~ kl , sehingga
gaya internal ∑l G

d~
Pk
= ~Fk + ∑ G
~ kl . (9.18)
dt l

Subtitusikan persamaan (9.18) ke persamaan (9.17),

d~LkQ
= (~rk −~rQ ) × ~Fk +(~rk −~rQ ) × ∑ G
~ kl − mk (~rk −~rQ ) ×~aQ
dt | {z } l
~k
N

= ~ k + (~rk −~rQ ) × ∑ G
N ~ kl − mk (~rk −~rQ ) ×~ak , (9.19)

~ k adalah torsi pada partikel ke- k terhadap titik Q dise-


dengan N
babkan gaya eksternal ~Fk .
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 77

Jika kita jumlahkan untuk semua partikel,


d
∑ dt (~LkQ ) = ∑N
~ k + ∑(~rk −~rQ ) × ∑ G
~ kl − ∑ mk (~rk −~rQ ) ×~aQ
k k k l
d  ~ 
dt ∑ kQ
⇔ L = ~ k + ∑(~rk −~rQ ) × ∑ G
N ~ kl − ∑ mk (~rk −~rQ ) ×~aQ
k l
d~L ~ k + ∑(~rk −~rQ ) × ∑ G
⇔ k = N ~ kl − M(~R −~rQ ) ×~aQ , (9.20)
dt k l

dengan ∑ mk~rk = M~R, ∑ mk~rQ = M~rQ , dan R sebagai posisi pusat


massa.
Mari kita periksa suku kedua.

∑(~rk −~rQ ) × ∑ G~ k = ∑ ∑(~rk −~rQ ) × G~ kl


k l k l
N k −1  
= ∑ ∑ (~rk −~rQ ) × ~ kl + G
G ~ lk .
k =1 l =1
(9.21)

berdasarkan hukum III Newton, G ~ kl = G~ lk sehingga suku di atas


menjadi nol. Pada kasus dengan titik Q tidak dipercepat (~aQ = 0)
atau Q adalah titik pusat masa sistem (~rQ = ~R), berlaku

∑ M(~R −~rk ) ×~aQ = 0, (9.22)


k

sehingga diperoleh

d~LQ
~
=N (9.23)
dt

9.4 Energi Sistem

Gaya internal secara umum bergantung pada posisi relatif satu


partikel terhadap lainnya. Sebagai contoh, gaya yang bekerja pada
partikel ke-k karena partikel ke-l adalah fungsi dari posisi relatif
kedua paritkel,
~ kl = G
G ~ kl (~rkl ), (9.24)
dengan ~rkl = ~rk −~rl . Anggap terdapat fungsi potensial U sehing-
ga gaya internal dinyatakan dengan fungsi potensial tersebut,

G ~ Ukl ,
~ kl = −∇ (9.25)
78 14 pekan kuliah mekanika b

dengan Ukl adalah fungsi dari ~rkl . Hukum II Newton memberik-


an:
d~v
mk k = ~Fk + ∑ G ~ kl = ~Fk − ∑ ∇
~ Ukl . (9.26)
dt l
d~rk dx
Kalikan persamaan (9.26) dengan kecepatan ~vk = dt = dt î +
dy dz
dt ĵ + dt k̂,
 
d~vk d~r ∂Ukl dx ∂Ukl dy ∂Ukl dz
dt ∑
mk · ~vk = ~Fl · − + +
dt l
dx dt dy dt dz dt
 
d 1 d~r dUkl
⇔ m v 2
= ~Fk · −∑ . (9.27)
dt 2 k k dt l
dt
Jumlahkan persamaan (9.27) untuk semua partikel,
 
d 1 d
∑ dt 2 k k = ∑ ~Fk · ~vk − ∑ ∑ dt (Ukl )
m v 2
k k k l
   
 
d  1 ~Fk · ~vk − d 
 
∑ 2 
∑ ∑ ∑

⇔ m v = U

k kl

k
dt  2 dt
  
k k l
 
| {z } | {z }
K U
d

dt
( K + U) = ∑ ~Fk · ~vk (9.28)
k
Perhatikan bahwa kita telah mengidentifikasi suku ∑k ∑l Ukl seba-
gai energi potensial total sistem. Selanjutnya, jumlah dari energi
kinetik (K) dengan energi potensial (U) kita identifikasi sebagai
energi total sistem (E), sehingga persamaan terakhir memberikan

d
dt
( E) = ∑ ~Fk · ~vk . (9.29)
k

Pada kasus ∑k ~Fk · ~vk = 0, berlaku


K + U = E = konstan. (9.30)

Soal

1. Find the center of mass, the velocity of the center of mass, the
linear momentum, and the kinetic energy of the following sys-
tem:
m1 = 1kg, r1 = î + 2 ĵ + 3k̂, v1 = 2î + 3 ĵ
PEKAN KE- 9. SISTEM PARTIKEL (1) 79

m2 = 2kg, r2 = î − ĵ + k̂, v2 = 2 ĵ + 3k̂

2. Consider the following three particles:

m1 = 1kg, r1 = 2t2 î + 3t ĵ + 4k̂

m2 = 3kg, r2 = (1 + t2 )î + (2 + 5t) ĵ


m3 = 5kg, r3 = (1 + 2t2 )î + 4t2 k̂

Calculate the following at t = 0 and f = 10s. (a) The position


of the center of mass, (b) the velocity of the center of mass, (c)
the linear momentum, and (d) the kinetic energy of the system.

3. Find the velocity and acceleration of the center of mass of a


system consisting of the following two objects at t = 0 and
t = 10s.
m1 = 2kg, r1 = 2î + 3t ĵ + 4t2 k̂
m2 = 4kg, r2 = t2 î + 5 ĵ + 6t3 k̂
Sistem Partikel (2) 10
10-1 Gerak relatif pada sistem
dua partikel
10-2 Tumbukan satu dimensi
10.1 Gerak relatif pada sistem dua partikel

Posisi relatif
Tinjau dua partikel masing-masing bermassa m1 dan m2 . Jika po-
sisi masing-masing benda menurut kerangka O adalah ~r1 dan ~r2 ,
maka posisi relatif partikel 1 terhadap partikel 2 adalah

~r1,2 = ~r1 −~r2 . (10.1)

Misalnya terdapat kerangka acuan lain, O0 , yang posisinya ada-


~ terhadap O. Posisi partikel 1 dan 2 menurut kerangka O0
lah R
adalah ~r 0 1 dan ~r 0 2 . Vektor posisi masing-masing partikel menurut
kedua kerangka terhubung oleh persamaan

~ + ~r 0 1 ,
~r1 = R (10.2)
~ + ~r 0 2 .
~r2 = R (10.3)

Jika kita hitung selisih dua persamaan di atas, diperoleh

~r1 −~r2 = ~r 0 1 − ~r 0 2 ⇔ ~r1,2 = ~r 0 1,2 . (10.4)

Terlihat bahwa posisi relatif partikel 1 terhadap partikel 2, baik


menurut kerangka O maupun O0 sama. Hal ini menunjukkan
bahwa posisi relatif satu partikel terhadap yang lain sama bagi
semua kerangka acuan. Dengan menurunkan persamaan di atas
terhadap waktu, kita daapt memperluas keberlakuan persamaan
82 14 pekan kuliah mekanika b

di atas pada besaran kecepatan dan percepatan relatif. Jadi posi-


si, kecepatan, dan percepatan relatif satu partikel terhadap yang
lain sama bagi semua kerangka acuan. Dengan demikian, ketika
meninjau sistem dua partikel, kita dapat menggunakan kerangka
acuan manapun yang dikehendaki, dan besaran kinematika relatif
kedua partikel dijamin sama.
Kerangka acuan yang kita pilih dapat berada di luar sistem
yang ditinjau, maupun di dalam sistem. Pada pembahasan ini,
kita akan memilih kerangka laboratorium sebagai kerangka acuan
di luar sistem, dan kerangka pusat massa sebagai kerangka acuan
di dalam sistem.
Kita telah menamai posisi tiap partikel pada kerangka labora-
torium sebagai ~r1 dan ~r2 . Dan sekarang kita akan menentukan
posisi tiap partikel menurut kerangka pusat massa. Untuk keper-
luan ini, terlebih dahulu kita tentukan posisi pusat massa sistem,

~R = m1~r1 + m2~r2 . (10.5)


m1 + m2

Kemudian kita dapat menentukan posisi relatif tiap partikel ter-


hadap pusat massa,

~R1 = ~r1 − ~R = m2 µ
(~r −~r2 ) = ~r , (10.6)
m1 + m2 1 m1 1,2

dengan
m1 m2
µ≡ (10.7)
m1 + m2

kita sebut sebagai massa tereduksi. Dengan cara yang sama, kita
dapatkan posisi relatif benda 2 terhadap pusat massa,

~R2 = − µ ~r1,2 . (10.8)


m2

Dapat dibuktikan bahwa posisi relatif partikel pertama terhadap


partikel kedua menurut kerangka pusat massa adalah

~R1,2 = ~R1 − ~R2 = ~r1,2 . (10.9)


PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 83

Kecepatan relatif
Persamaan posisi relatif masing-masing benda terhadap pusat mas-
sa dapat didiferensialkan untuk menghasilkan

V ~ = µ ~v1,2 ,
~ 1 = ~v1 − V (10.10)
m1
V ~ = − µ ~v1,2 ,
~ 2 = ~v2 − V (10.11)
m2

~1 ≡ d~R1 ~2 ≡ d~R2
dengan V dt dan V dt adalah kecepatan masing-masing
~
~ ≡ d R adalah kecepatan pusat
benda terhadap pusat massa dan V dt
massa sistem. Dapat kita buktikan bahwa

~ 1,2 = ~v1,2 .
V (10.12)

Percepatan relatif
Diferensial dari persamaan kecepatan relatif tiap partikel terha-
dap pusat massa menghasilkan

A ~ = µ ~a1,2 ,
~ 1 = ~a1 − A (10.13)
m1
A ~ = − µ ~a1,2 ,
~ 2 = ~a2 − A (10.14)
m2

~1 ≡ d2 ~R1 ~2 ≡ d2 ~R2
dengan A dt2
dan A adalah percepatan masing-
dt2
masing benda terhadap pusat massa dan A ~ ≡ d2 ~R2 adalah perce-
dt
patan pusat massa sistem. Lagi-lagi dapat dibuktikan bahwa

~ 1,2 = ~a1,2 .
A (10.15)

Anggaplah dua partikel dalam sistem mengalami interaksi me-


~ (~r ). Gaya pada partikel pertama akibat partikel kedua
lalui gaya G
kita tuliskan sebagai G ~ 1,2 yang menurut hukum kedua Newton
memenuhi
~ 1,2 = m1~a1 .
G (10.16)

Hal yang sama juga berlaku pada partikel kedua,

~ 2,1 = m2~a2 ,
G (10.17)
84 14 pekan kuliah mekanika b

dengan ~F2,1 adalah gaya pada partikel kedua akibat partikel per-
tama. Menurut hukum ketiga Newton, kedua gaya tersebut me-
rupakan pasangan aksi-reaksi,

~ 1,2 = − G
G ~ 2,1 . (10.18)

Dari ketiga persamaan terakhir, dapat kita peroleh


m2
~a1 = − ~a2 . (10.19)
m1
Sehingga percepatan relatif partikel pertama terhadap kedua ada-
lah  
m1 + m2
~a1,2 = ~a1 −~a2 = ~a2 . (10.20)
m1
m2
Kalikan persamaan terakhir dengan m2 = 1, diperoleh

m1 + m2
 ~ 1,2
G
~a1,2 = (m2~a2 ) = , (10.21)
m1 m2 µ

dengan µ1 ≡ m1 + m12 . Besaran µ telah kita gunakan sebelumnya,


1
dan menyatakan massa tereduksi dari dua partikel. Dari persa-
maan terakhir, kita lihat bahwa ternyata percepatan relatif partikel
pertama terhadap kedua bukanlah gaya yang dialami dibagi de-
ngan massa partikel pertama, namun gaya dibagi dengan massa
tereduksi. Persamaan terakhir juga dapat kita manfaatkan untuk
memperoleh
~
G
~a2,1 = 2,1 . (10.22)
µ

10.2 Tumbukan dua partikel

Mari kita pelajari lebih jauh sistem dua partikel di atas, dengan
mengandaikan dua partikel tersebut mengalami tumbukan satu
sama lain. Jika sistem mengalami gaya eksternal sebesar ~F, maka
berlaku
~
~F = d P , (10.23)
dt
dengan ~P adalah momentum pusat massa sistem yang juga sama
dengan total momentum sistem. Gaya luar dapat berupa, misal-
nya gaya gesek antara benda dengan lantai atau gaya gesek udara.
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 85

Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem, maka berlaku

~P = konstan, (10.24)

atau
~p1i + ~p2i = ~p1 f + ~p2 f , (10.25)

dengan indeks i (singkatan dari intial) menyatakan besaran sebe-


lum tumbukan dan f (final) menyatakan besaran setelah tumbuk-
an. Persamaan terakhir tidak lain menyatakan konservasi momen-
tum linear sistem menurut kerangka laboratorium. .
Lalu bagaimanakah bentuk persamaan untuk konservasi mo-
mentum linear dalam kerangka pusat massa? Kita dapat me-
manfaatkan besaran kecepatan tiap partikel menurut pusat massa,
yang telah kita peroleh pada bagian sebelumnya, untuk menghi-
tung momentum total sistem sebelum tumbukan, J konservasi momentum
dalam kerangka pusat mas-
~P0 = ~p1i
0 0
+ ~p2i ~ 1 + m2 V
= m1 V ~2 sa

= µ~v1,2 − µ~v1,2
= 0. (10.26)

(Tanda aksen kita gunakan untuk membedakan momentum da-


lam kerangka pusat massa dengan momentum dalam kerangka
laboratorium). Terlihat bahwa momentum total sistem menurut
kerangka pusat massa adalah nol. Hal ini sangatlah logis. Mo-
mentum total sistem sama dengan momentum pusat massa (yaitu
massa total kedua partikel, m1 + m2 , dikalikan dengan kecepat-
~ Ketika kita menganggap pusat massa sistem
an pusat massa V).
sebagai kerangka acuan, artinya kita meminta seorang pengamat
untuk berada di titik pusat massa. Jelas bahwa pengamat tersebut
akan mengamati titik pusat massa diam terhadap dirinya, sehing-
ga momentum sistem bernilai nol.
Selanjutnya, karena momentum linear konstan (akibat tidak
adanya gaya luar yang bekerja pada sistem), maka momentum
akhir sistem setelah tumbukan adalah

~p10 f + ~p20 f = 0. (10.27)

Dari dua persamaan terakhir, terlihat bahwa persamaan konse-


rvasi momentum menurut kerangka pusat massa memiliki bentuk
86 14 pekan kuliah mekanika b

yang lebih sederhana dibandingkan persamaan yang sama menu-


rut kerangka laboratorium.
Sekarang, mari kita tinjau energi kinetik sistem. Kita mulai
dari kerangka acuan pusat massa. Menurut kerangka acuan pusat
~ 1 dan V
massa, kecepatan tiap partikel adalah V ~ 2 , sehingga energi
kinetik sistem adalah
1 ~2 1 ~2
K0 = m V + m2 V2 . (10.28)
2 1 1 2
Tanda aksen kita gunakan kembali untuk menyatakan besaran
~1 =
energi kinetik (K) terhadap pusat massa sistem. Mengingat V
~ dapat kita peroleh
~v1 − V,

V12 = V ~ 1 = v21 + V 2 − 2~v1 · V.


~1 · V ~ (10.29)

~ 2 = ~v2 − V
Demikian pula untuk partikel kedua, V ~ sehingga

V22 = V ~ 2 = v22 + V 2 − 2~v2 · V.


~2 · V ~ (10.30)

Gunakan dua persamaan terakhir ke persamaan energi kinetik,


1 1
K0 = m v2 + m V 2 − m1~v1 · V
~
2 1 1 2 1
1 1
+ m2 v22 + m2 V 2 − m2~v2 · V.
~
2 2
1 1 1
= m1 v21 + m2 v22 + (m1 + m2 ) V 2 − (m1~v1 + m2~v2 ) · V.
~
2 2 2
(10.31)

Kita tuliskan M = m1 + m2 sebagai massa total sistem dan m1~v1 +


m2~v2 = MV,~ serta
1 1
K= m v2 + m2 v22 , (10.32)
2 1 1 2
sebagai energi kinetik menurut kerangka laboratorium, sehingga
1
K0 = K − MV 2 . (10.33)
2
Atau dapat juga dituliskan
1
K − K0 = MV 2 , (10.34)
2
yang berarti bahwa besarnya energi kinetik sistem menurut pe-
ngamat di laboratorium dan di pusat massa sistem tidak sama,
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 87

dan selisih keduanya sama dengan energi kinetik dari pusat mas-
sa sistem, 21 MV 2 .
Akibat peristiwa tumbukan, energi kinetik sistem dapat beru-
bah. Tumbukan dikatakan sebagai tumbukan yang elastik (len-
ting) jika energi kinetik sistem sebelum dan setelah tumbukan ti-
dak berubah. Jika setelah tumbukan energi kinetik sistem bertam-
bah, maka peristiwanya disebut sebagai tumbukan elastik super
(superelastic). Penambahan energi kinetik ini bisa jadi berasal da-
ri energi internal sistem. Tumbukan dikatakan tidak lenting jika
energi kinetik sistem setelah tumbukan berkurang dibanding se-
belum tumbukan. Jadi, secara umum dapat kita tuliskan

Ki + Q = K f , (10.35)

dengan Q < 0 (tumbukan tidak elastik), Q = 0 (elastik), dan


Q > 0 (elastik super).
Momentum linear dan energi kinetik adalah dua besaran uta-
ma yang diukur pada peristiwa tumbukan (misalnya pada ekspe-
rimen tumbukan antarpartikel elementer). Jika massa dan kece-
patan kedua partikel sebelum tumbukan diketahui, maka secara
umum persamaan konservasi momentum dan persamaan ener-
gi kinetik di atas dapat digunakan untuk menentukan kecepatan
akhir sistem.

10.3 Tumbukan elastik satu dimensi

Sebagai aplikasi konsep sebelumnya kita akan mempelajari peris-


tiwa tumbukan satu dimensi antara dua partikel bermassa m1 dan
m2 . Anggap kecepatan masing-masing partikel dalam kerangka
laboratorium sebelum tumbukan adalah v1i dan v2i , sedangkan
kecepatan keduanya setelah tumbukan adalah v1 f dan v2 f . Peru-
bahan momentum sistem dikaitkan dengan keberadaan gaya luar
yang bekerja pada benda,
dp
F= . (10.36)
dt
Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem kedua partikel
selama tumbukan, maka momentum sistem bernilai konstan,

m1 v1i + m2 v2i = m1 v1 f + m2 v2 f . (10.37)


88 14 pekan kuliah mekanika b

Pada kasus tumbukan elastik berlaku

Ki = K f
1 1 1 1
⇔ m v2 + m2 v22i = m1 v2i f + m2 v22 f . (10.38)
2 1 i1 2 2 2
Persamaan (10.37) dan (10.38) dapat kita sederhanakan sebagai
berikut. Pertama kita susun ulang kedua persamaan menjadi
   
m1 vi1 − v1 f = −m2 v2i − v2 f , (10.39)
   
m1 v2i1 − v2i f = −m2 v22i − v22 f . (10.40)

Bagi persamaan energi dengan persamaan momentum,


       
− −m −
 
m
 1v
i1  v1 f vi1 + vi f  
2v
2i  v2 f v2i + v2 f
   =   
− −m −
 
m1v
1i  v1 f  2v2i  v2 f

⇔ vi1 + vi f = vi1 + vi f , (10.41)

atau

(v1 − v2 )i = − (v1 − v2 ) f ⇔ (v1,2 )i = − (v1,2 ) f . (10.42)

Terlihat di sini bahwa kecepatan relatif partikel pertama terhadap


kedua sebelum dan setelah tumbukan sama besar dan saling ber-
lawanan arah.
Sekarang, kita beralih ke kerangka pusat massa. Konservasi
momentum menurut kerangka ini adalah

m1 V1i + m2 V2i = 0
m1 V1 f + m2 V2 f = 0. (10.43)

Jumlah dua persamaan tersebut adalah


   
m1 V1i + V1 f + m2 V2i + V2 f = 0, (10.44)

dengan solusi

V1i = −V1 f dan V2i = −V2 f . (10.45)

Artinya menurut kerangka pusat massa, setelah tumbukan tiap


partikel berbalik arah dengan laju yang sama dengan laju sebelum
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 89

tumbukan. Tentu saja, kita dapat juga mencari selisih dari dua
persamaan konservasi momentum di atas untuk mendapatkan
   
m1 V1i − V1 f + m2 V2i − V2 f = 0, (10.46)

yang menghasilkan solusi

V1i = V1 f dan V2i = V2 f . (10.47)

Namun, hal ini berarti kedua partikel tidak mengalami tumbukan


sama sekali.

Soal

1. Tinjau tumbukan satu dimensi, sebuah massa 2m bergerak ke


kanan dan massa lain m bergerak ke arah kiri. Keduanya mela-
ju dengan kelajuan v. Jika tumbukannya elastik maka tentukan
kecepatan setelah tumbukkan terhadap kerangka lab untuk ti-
ap massa dengan cara:

(a) kerjakan dengan meninjau kerangka lab.


(b) kerjalan dengan meninjau kerangka pusat massa.

2. Tinjau dua partikel dengan massa m1 , m2 dan kecepatan masing-


masingnya v~1 dan v~1 . Keduanya bertumbukan dan kemudian
dua massa tersebut bergabung menjadi satu. Tentukan kece-
patan akhir sistem dan tunjukkan bahwa besar energi kinetik
yang hilang karena tumbukkan sebesar
m1 m2
v − v~2 |2 .
|~
2 ( m1 + m2 ) 1

3. Dua partikel m1 dan m2 masing-masing bergerak dengan kece-


patan v~1 dan v~2 terhadap kerangka lab. Kedua partikel kemu-
dian bertumbukan sehingga energi kinetik sistem berkurang
sebesar Q. Tentukanlah momentum akhir tiap partikel setelah
tumbukan! Anggap kedua partikel hanya bergerak dalam arah
satu dimensi.

4. Sebuah benda bermassa M pecah menjadi dua bagian, masing-


masing bermassa m1 dan m2 . Jika energi kinetik sistem bertam-
bah sebesar Q, tentukanlah kecepatan akhir tiap bagian benda
terhadap pusat massa sistem!
90 14 pekan kuliah mekanika b

5. Sebuah peluru bermassa m ditembakkan dengan kecepatan 50


m/s pada sudut 60◦ terhadap bidang horizontal. Ketika men-
capai titik tertingginya, peluru melaedak menjadi dua bagian
dan menghasilkan tambahan energi sebesar E, sehingga mem-
buat salah satu bagian peluru bergerak lurus ke atas. Tentukan
arah gerak dari potongan kedua. Hitunglah kecepatan kedua
potongan peluru.

6. A projectile of mass M (= m1 + m2 ) is fired with velocity v


making an angle θ with the horizontal. At the top it explodes
into two masses, m1 and m2 , creating an additional energy E.
Show that the two fragments strike the ground at a distance
apart equal to   
vsinθ 1 1
2E +
g m1 m2

7. A neutron of mass m, moving with velocity v collides with an


atomic nucleus of mass m2 at rest. Calculate the maximum
fractional loss in kinetic energy of the neutron if the atomic
nucleus is (a) hydrogen, (b) carbon, (c) iron, and (d) lead.

8. A particle of mass ml and velocity v1 i collides with a particle


of mass m2 moving with velocity v2 i exactly in the opposite
direction. If, after collision, mass ml leaves at an angle θ1 with
the initial direction, what is the value of v1 f ?

9. A particle of mass m1 moving with velocity v0 collides elasticity


with a particle of mass m2 at rest. At what scattering angle will
be momentum of the mass m1 be half its initial value? What
are the restrictions in terms of m1 /m2 ?

10. A billiard ball of mass m collides with an identical ball at rest.


After collision, the two balls leave at angles θ with the initial
direction. Prove that for this to happen the two balls have a
rotational kinetic energy of [1 − (cos−2 θ )/2]Ki , where Ki is the
initial kinetic energy. Assume that there are no frictional losses
in energy.

11. Consider a perfect elastic collision between two balls, one of


mass m and the other of unknown mass, each moving with a
speed v0 but in opposite directions. After collision, the ball of
PEKAN KE- 10. SISTEM PARTIKEL (2) 91

unknown mass comes to rest. Calculate the unknown mass and


the velocity of the ball of mass m.

12. A ball of mass m with energy E strikes a ball of mass M at rest.


After collision, the ball of mass m is scattered at an angle of
90◦ from its original direction. Calculate the energy of mass M
after collision.

13. A particle of mass m1 moving with velocity v1 , collides with


a particle of mass m2 moving with a velocity v2 , both having
the same initial kinetic energy. Find the conditions in terms of
v1 /v2 and ml /m2 so that mass m1 is at rest after collision.

14. A particle of mass m moving with velocity v0 collides with a


mass M moving in the opposite direction. After collision, the
mass m has velocity v0 /2 and moves at right angles to the initial
direction, while mass M moves in a direction making an angle
of 30◦ with the initial path of m. Find the ratio m/M.

15. Show that the loss in kinetic energy when two objects collide
is 21 µV 2 (1 − e2 ), where µ, is the reduced mass, V is the relative
speed before collision, and e is the coefficient of restitution.

16. A particle of mass ml moving at right angles to mass m2 collides


as shown in figure below. Calculate the velocity of each particle
after an elastic collision, m1 = 3 kg, m2 = 2 kg, v1i = 2 m/s, and
v2i = 3 m/s.

17. Consider the situation shown in figure below. Ball A of mass Soal 16.

2m is raised to a height of h so that its string makes an angle of


45◦ with the vertical, and it is then let go. To what height will
ball B of mass m rise if the coefficient of restitution is 0.5?

18. A ball of 1-kg mass moving with a speed of 2 m/s strikes a


wooden bar of 2-kg mass moving to the right, with a center-
of-mass velocity of 1.5 m/s, as shown in figure below. If the Soal 17
coefficient of restitution is 0.4, and the plane is which this co-
llision takes place is smooth, calculate the following quantities
just after collision: (a) velocity of the ball, and (b) linear velocity
and angular velocity of the bar.

Soal 18.
92 14 pekan kuliah mekanika b

19. A neutron in a nuclear reactor moving with an initial speed of


120 m/s collides with a deuteron (heavy hydrogen in which the
nucleus is made of a proton and a neutron) at rest. The neutron
is scattered at an angle of 30◦ . Calculate the recoil angle for the
deuteron and the speed of both the neutron and deuteron after
the collision. Draw a diagram showing this collision in the
CMCS and the corresponding angles in the CMCS.
Tumbukan Dua Dimensi 11
11-1 Tumbukan dua dimensi
dalam kerangka
laboratorium
11.1 Tumbukan dua dimensi dalam kerangka labora- 11-2 Tumbukan dua dimensi
torium dalam kerangka pusat
massa
11-3 Hamburan Ruthterford
Pada pekan sebelumnya telah dibahas bahwa pada sistem dua
partikel tanpa gaya luar berlaku konservasi momentum,

~p1i + ~p2i = ~p1 f + ~p2 f . (11.1)

Energi kinetik sistem sebelum dan setelah tumbukan terhubung


oleh persamaan

Ki + Q = K f
p21i p22i p21 f p22 f
+ +Q = + . (11.2)
2m1 2m2 2m1 2m2
JIka partikel kedua mula-mula diam (kita sebut sebagai partiketl
target), maka persamaan konservasi momentum memberikan

~p2 f = ~p1i − ~p1 f


p22 f = p21i + p22 f − 2p1i p1 f cos θ1 , (11.3)

dengan θ1 adalah sudut hambur partikel pertama, yaitu sudut


yang dibentuk oleh arah gerak partiel pertama setelah tumbukan
terhadap arah geraknya sebelum tumbukan. Persamaan di atas
dapat disubsitusikan ke persamaan energi kinetik dan diperoleh
hubungan antara Q dengan sudut hambur θ.
94 14 pekan kuliah mekanika b

Selain sudut hambur, kita juga dapat menentukan sudut bu-


kaan (opening angle), yaitu sudut yang dibentuk oleh arah gerak
kedua partikel setelah tumbukan. Mari kita hitung sudut buka-
an untuk tumbukan dua partikel secara lenting sempurna. Dari
persamaan konservasi momentum diperoleh

p21i = p21 f + p22 f + 2p1 f p2 f cos θ, (11.4)

dengan p1 f p2 f cos θ = ~p1 f · ~p2 f dan θ adalah sudut bukaan kedua


partikel setelah tumbukan. Sementara itu persamaan konservasi
energi (dengan Q = 0 untuk tumbukan elastik) memberikan

m1 2
p21i = p21 f + p . (11.5)
m2 2 f

Dari kedua terakhir diperoleh

m1 − m2 p2 f m1 − m2 v2 f
   
1 1
cos θ = = . (11.6)
2 m2 p1 f 2 m1 v1 f

Pada kasus kedua partikel bermassa sama, m1 = m2 diperoleh


cos θ = 0 atau setelah tumukan kedua partikel bergerak saling te-
gaklurus. Kemudian pada kasus partikel kedua (target) jauh lebih
kecil massanya dibanding partikel pertama diperoleh cos θ =≈
v1 f
v .
2f

11.2 Tumbukan dua dimensi dalam kerangka pusat


massa

Dilihat dari kerangka pusat masa, persamaan konservasi momen-


tum akan berbentuk

~P1i + ~P2i = 0, (11.7)


~P1 f + ~P2 f = 0. (11.8)

Artinya, baik sebelum maupu setelah tumbukan kedua partikel


bergerak saling berlawananan arah. Sudut hambur kedua partikel
juga selalu sama,

V̂1i · V̂1 f = V̂2i · V̂2 f = cos ψ. (11.9)


PEKAN KE- 11. TUMBUKAN DUA DIMENSI 95

Persamaan energi menurut kerangka pusat massa adalah

P1i2 P2i2 P12f P22f


+ +Q = + . (11.10)
2m1 2m2 2m1 2m2
Dari persamaan momentum diperoleh ~ P2i = −~
P1i dan ~
P2i = −~ P1i ,
sehingga persamaan energi di atas dapat ditulis ulang dalam ben-
tuk
P1i2 P12f
+Q = , (11.11)
µ µ
1 1
dengan µ adalah massa tereduksi dari kedua partikel, µ = m1 +
1
m2 . Dari persamaan terakhir diperoleh

1 2 
Q= P1 f − P1i2 . (11.12)
µ
Besaran Q dapat juga dinyatakan dalam besaran momentum par-
tikel kedua,
1 2 
Q= P2 f − P2i2 . (11.13)
µ
Jadi perubahan energi sistem dapat diukur jika momentum salah
satu partikel sebelum dan setelah tumbukan diketahui.

11.3 Hamburan Rutherford

Soal

1. Sebuah partikel bermassa m1 , energi K1i bertumbukkan dengan


secara elastik dengan partikel bermassa m2 yang berada pada
keadaan diam. Jika setelah tumbukkan benda bermassa m2 ber-
gerak dengan sudut θ2 terhadap arah gerak awal benda m1 , be-
rapa energi K2 f yang ditransfer kepada partikel m2 ? Tunjukkan
bahwa K2 f akan maksimum untuk tumbukan ‘head on’ dan pa-
da kasus ini energi yang hilang dari partikel yang menumbuk
dalam tumbukkan ialah
4m1 m2
K1i − K1 f = K
m1 + m2 1i

2. Sebuah partikel bermassa m1 , momentum p1i bertumbukkan


secara elastik dengan partikel bermassa m2 , momentum p2i ber-
gerak dalam arah yang berlawanan. Jika m1 bergerak pada arah
96 14 pekan kuliah mekanika b

θ1 terhadap arah gerak awalnya setelah tumbukan, tentukan


momentum akhirnya.

3. Reaksi nuklir dengan Q diketahui terjadi pada plat fotografik


dimana lintasan dari partikel datang m1 dan dua partikel akhir
yang terbentuk m3 dan m4 dapat terlihat. Dapatkan energi dari
partikel yang datang dalam suku-suku m1 , m3 , m4 , Q dan sudut
yang terukur θ3 dan θ4 antara lintasan partikel yang datang dan
lintasan dua partikel akhir. Apa yang terjadi bila Q = 0?

4. Sebuah bola bilyar meluncur pada meja licin dan menumbuk


bola yang identik yang berada dalam keadaan diam. Kedua
bola bergerak pada sudut ±θ terhadap arah gerak awal. Tun-
jukkan bahwa setelah tumbukan gabungan energi kedua bola
tersebut harus memilikki energi rotasi sebesar 1 − 12 cos−2 θ da-
ri energi kinetik awal, dengan asumsi tidak ada energi yang
terdisipasi dalam gesekan.

5. Sebuah benda bermassa 4m berada pada keadaan diam keti-


ka dia meledak dan menjadi beberapa pecahan dengan massa
masing-masing 2m, m dan m. Setelah ledakan kedua pecah-
an yang bermassa m teramati bergerak dengan kecepatan yang
sama dalam arah membentuk sudut 120◦ satu sama lain. Ten-
tukan proporsi dari total energi kinetik yang dibawa masing-
masing pecahan.

6. Dalam tumbukan elastik antara proton yang bergerak dengan


kecepatan u dan inti nukleus dalam keadaan diam, proton ter-
hambur dengan sudut 45◦ . Berapakah porsi energi awal yang
hilang? Berapakah sudut terhambur dari inti Helium?
Osilasi Terkopel 12
12-1 Osilasi Terkopel
Tinjau susunan dua benda dan tiga pegas seperti pada gambar.

Gambar 12.1: Osilasi terko-


pel dua benda dalam penga-
ruh gaya tiga pegas.

Jika pegas k3 dihilangkan, maka benda m1 dan m2 masing-masing


dapat berosilasi secara bebas dalam pengaruh pegas k1 dan k2 .

Kita gunakan koordinat x1 untuk menggambarkan posisi m1


dan koordinat x2 untuk benda m2 . Titik asal (O) untuk tiap ko-
ordinat diambil pada masing0masing titik setimbang, dan arah
positif diambil sedemikian sehingga x1 dan x2 yang positif meng-
gambarkan pegas bertambah panjang. Dengan demikian, arah
positif x1 adalah ke kanan sedangkan x2 arah positifnya ke kiri.
Persamaan gerak tiap benda adalah

−k1 x1 = m1 ẍ1 dan − k2 x2 = m2 ẍ2 . (12.1)


98 14 pekan kuliah mekanika b

Frekuensi masing-masing benda adalah


s s
k1 k2
ω01 = danω02 = . (12.2)
m1 m2

Sekarang kita pelajari situasi saat pegas k3 terpasang. Jika pe-


gas k1 dan k2 masing-masing memanjang sejauh x1 dan x2 , maka
pegas k3 akan tertekan/memendek sejauh x1 + x2 .

Pegas k3 mendorong benda m1 ke kiri dan m2 ke kanan, masing-


masing dengan gaya sebesar k ( x1 + x2 ). Persamaan gerak tiap
benda menjadi

−k13 x1 − k3 x2 = m1 ẍ1 , (12.3)


−k3 x1 − k23 x2 = m2 ẍ2 , (12.4)

dengan k ij ≡ k i + k j . Dua persamaan di atas membentuk set per-


samaan diferensial terkopel. Kita ambil solusi berbentuk

x1 = C1 e pt , x2 = C2 e pt , (12.5)

dengan C1 , C2 , dan p adalah konstanta-konstanta yang akan kita


tentukan kemudian. Substitusikan kedua solusi tersebut untuk
mendapatkan

C1 k3 k + m1 p2
=− 2
= − 23 . (12.6)
C2 k13 + m1 p k3
Tanda sama dengan paling kanan dari persamaan di atas memberi
kita   
k23 = k13 + m1 p2 k23 + m2 p2 . (12.7)
PEKAN KE- 12. OSILASI TERKOPEL 99

Persamaan di atas dapat diuraikan menjadi persamaan kuadrat


dalam p2 (atau persamaan pangkat empat dalam p),

p4 + αp2 + β = 0, (12.8)

dengan
k13 k
α= + 23 , (12.9)
m1 m2
k k2 + k1 k3 + k2 k3
β= 1 . (12.10)
m1 m2
Solusi persamaan kuadrat di atas adalah

p1 = +iΩ1 , p2 = −iΩ1 , p3 = +iΩ2 , p4 = −iΩ2 , (12.11)


p p
dengan 2Ω21 = −α + α2 − 4β dan 2Ω22 = −α − α2 − 4β. Kare-
na β bernilai positif, maka baik Ω21 maupun Ω22 bernilai negatif.
Keempat nilai p memberi kita empat solusi untuk x1 maupun
x2 . Karena persamaan gerak sistem berupa persamaan diferensial
linear, maka solusi total untuk posisi tiap benda berupa jumlahan
dari keempat solusi. Untuk benda pertama, kita tuliskan
4
x1 ( t ) = ∑ C1i e pi t = C11 eiΩ1 t + C12 eiΩ1 t + C12 eiΩ2 t + C12 eiΩ2 t ,
i =1
(12.12)
dengan C pada keempat suku merupakan konstanta. Bentuk eks-
ponensial dari fungsi imajiner pada keempat suku di atas dapat
kita ubah menjadi fungsi trigonometri (sinus atau cosinus) yang
merupakan fungsi riil. Untuk keperluan ini, kita ambil konstanta-
konstanta C berbentuk
A1 eiφ1 A1 e−iφ1 B1 e−iφ2
B1 eiφ2
C11 = , C12 = , C13 = , C14 =
,
2 2 2 2
(12.13)
dengan A, B, dan φ masing-masing merupakan konstanta. De-
ngan pemilihan tersebut, solusi x1 dapat ditulis ulang dalam ben-
tuk

x1 (t) = A1 cos (Ω1 t + φ1 ) + B1 cos (Ω2 t + φ2 ) . (12.14)

Dengan cara yang sama seperti di atas, diperoleh solusi untuk


posisi benda kedua,

x2 (t) = A2 cos (Ω1 t + φ1 ) + B2 cos (Ω2 t + φ2 ) . (12.15)


100 14 pekan kuliah mekanika b

Hubungan antara A1 dengan A2 dan antara B1 dengan B2 di-


peroleh dari persamaan (12.6). Jika p = ±Ω1 , didapat
C1 A k3
= 1 =− . (12.16)
C2 A2 k13 + m1 Ω21
Sedangkan jika p = ±Ω2 , diperoleh
C1 B k3
= 1 =− . (12.17)
C2 B2 k13 + m1 Ω22
Sehingga, solusi umum posisi kedua benda dapat ditulis ulang
dalam bentuk

x1 (t) = A1 cos (Ω1 t + φ1 ) + B1 cos (Ω2 t + φ2 ) , (12.18)


!
k13 + m1 Ω21
x2 ( t ) = − A1 cos (Ω1 t + φ1 )
k3
!
k13 + m1 Ω22
+ − B1 cos (Ω2 t + φ2 ) . (12.19)
k3

H Contoh 12.0.1 — Dua massa satu pegas


Sepasang massa m1 dan m2 dihubungkan dengan sebuah pegas
dengan konstanta k, meluncur tanpa gesekan sepanjang sumbu-x
(atau sejajar dengan arah perubahan panjang pegas). Tentukan fre-
kuensi osilasi dari kedua benda.

Solusi. Pada sistem ini, hanya ada pegas k3 = k sedangkan dua


 k1 = k2 = 0). Dengan
pegas lain tidak ada (dengan kata lain
hasil ini, diperoleh koefisien α = k m1 + m12 ≡ µk dan β = 0.
1
Sehingga persamaan kuadrat untuk p2 menjadi

k 2 k
p4 + p = 0 ⇒ p2 = − . (12.20)
µ µ

Dengan demikian hanya diperoleh satu frekuensi sudut,


s s  
k m1 + m2
q
Ω= | p2 | = = k .
µ m1 m2
PEKAN KE- 12. OSILASI TERKOPEL 101

Soal

1. Tentukan solusi osilasi terkopel seperti pada gambar 12.1 de-


ngan

(a) k1 = k2 = k3 = k dan m1 = m2 = m,
(b) k1 = k2 = k3 = k dan 2m1 = m2 = 2m,
(c) k1 = k3 = k, k2 = 0, dan m1 = m2 = m.

2. Sebuah sistem terdiri dari dua benda, dengan posisi masing-


masing x dan y mengalami osilasi terkopel dengan persamaan
gerak berbentuk,

ẍ + ω 2 (3x + y) = 0,
2ÿ + ω 2 ( x + 2y) = 0.

Tentukan posisi tiap benda tersebut sebagai fungsi dari waktu.


Sistem Non Inersial 13
13-1 Kerangka bertranslasi
Pekan ini kita membahas gerakan partikel yang berada dalam dipercepat
kerangka noninersial. Kerangka inersial adalah kerangka yang di- 13-2 Kerangka berotasi
13-3 Pasang-Surut
am atau bergerak dengan kecepatan konstan (atau secara singkat
kerangka yang tidak dipercepat), sehingga kerangka noninersi-
al berarti kerangka yang dipercepat. Contoh benda yang berada
pada kerangka noninersial antara lain seseorang yang berada di
dalam mobil yang bergerak dipercepat. Percepatan mobil dipero-
leh baik ketika laju mobil bertambah, berkurang, maupun ketika
mobil berbelok. Mobil yang berbelok pada dasarnya bergerak me-
lingkar terhadap suatu titik acuan tertentu, sehingga mengalami
percepatan sentripetal menuju pusat putaran.

13.1 Gerak benda pada kerangka yang bertranslasi

Sebagai contoh pertama, mari kita tinjau dua kerangka masing-


masing O yang diam dan O0 yang bergerak. Anggap vektor basis
kedua kerangka koordinat sama dan kerangka O bergerak pada
arah sejajar sumbu-x. Dalam kasus mobil pada paragraf sebelum-
nya, kerangka O mewakili pengamat yang diam di tepi jalan dan
O0 adalah pengamat yang berada di dalam mobil. Anggap mobil
bergerak di jalan lurus searah dengan sumbu-y kedua koordiant.
Misal sebuah benda bermassa m berada pada posisi y menurut
kerangka O dan x 0 menurut kerangka O0 . Jika posisi titik asal
koordinat O0 menurut O adalah Y, maka berlaku

y = Y + y0 . (13.1)
104 14 pekan kuliah mekanika b

Hubungan kecepatan dan percepatan benda menurut kedua


kerangka diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan posisi
terhadap waktu,

dy dY dy0
= + , (13.2)
dt dt dt
d2 y d2 Y d2 y 0
= + . (13.3)
dt2 dt2 dt2

Sekarang, mari kita tinjau hukum II Newton yang berlaku pa-


da benda. Misal benda dikenai gaya sebesar F pada arah sejajar
sumbu-x. Maka menurut kerangka O, hukum II Newton akan
berbentuk
d2 y
ΣF = m 2 = F. (13.4)
dt
Sementara itu, menurut kerangka O0 berlaku

d2 y 0 d2 Y
ΣF 0 = m 2
= F−m 2 . (13.5)
dt dt

Terlihat bahwa menurut kerangka O0 benda mengalami tambahan


2
gaya sebesar −m ddtX2 .Suku tersebut adalah gaya fiktif yang mun-
cul akibat kerangka O0 mengalami percepatan. Besar gaya fiktif
tersebut sebanding dengan percepatan kerangka dan massa ben-
da, sedangkan arahnya berlawanan dengan arah percepaan ke-
rangka. Kita akan menamai gaya fiktif akibat translasi dipercepat
dari kerangka tersebut sebagai gaya translasi,

d2 Y
Ftranslasi = −m . (13.6)
dt2

Jika O0 tidak dipercepat (dengan demikian kerangka O0 menjadi


kerangka inersial), maka suku tersebut bernilai nol.
PEKAN KE- 13. SISTEM NON INERSIAL 105

13.2 Gerak benda pada kerangka yang berotasi

Mari perumum pembahasan kita pada bagian sebelumnya, de-


ngan meninjau kerangka noninersial yang berotasi. Seperti sebe-
lumnya kita tinjau dua kerangka koordinat O dan O0 yang ter-
pisah satu sama lain. Namun alih-alih hanya bergerak translasi,
kerangka O0 juga mengalami rotasi terhadap suatu sumbu tetap.
Posisi sembarang benda dalam ruang menurut kedua kerangka
kita tuliskan sebagai vektor ~r dan ~r 0 . Misalnya titik asal koordinat
O0 berada pada posisi ~R menurut O, maka dapat kita tuliskan

~r = ~R +~r 0 . (13.7)

Untuk mempermudah pembahasan, marilah kita pilih sistem


koordinat kartesius untuk menguraikan ketiga vektor di atas,

~r = x x̂ + yŷ + zẑ, (13.8)


~R = X x̂ + Y ŷ + Z ẑ, (13.9)
0 0 0 0 0 0 0
~r = x x̂ + y ŷ + z ẑ . (13.10)

Perhatikan bahwa kita menuliskan basis koordinat O0 dengan no-


tasi aksen, karena secara umum arah sumbu-sumbu { x 0 , y0 , z0 } pa-
da koordinat O0 dapat berbeda dengan arah sumbu-sumbu { x, y, z}
pada koordinat O. Perbedaan tersebut terjadi akibat gerak rotasi
yang dialami kerangka O0 . Sebagai ilustrasi, misalnya kerangka
O0 adalah sebuah kereta api sedangkan kerangka O adalah stasi-
un. Masinis kereta mengambil basis-basis koordinatnya menurut
arah relatif kereta, mislanya sumbu x 0 positif ke arah kanan ke-
reta dan sumbu y0 positif ke depan. Sementara itu, orang yang
diam di stasiun mengambil basis-basis koordinatnya sesuai arah
mata angin, misalnya x positif ke arah timur dan y positif ke arah
106 14 pekan kuliah mekanika b

utara. Jelas bahwa secara umum basis-basis kedua kereta akan


berbeda. Ketika kereta api berbelok, dengan sendirinya sumbu
{ x 0 , y0 } berubah.
Berbekal ilustrasi di atas, kita dapat menentukan kecepatan
benda menurut kerangka O0 ,

d~r 0 dx 0 0 dy0 0 dz0 0 d x̂ 0 dŷ0 dẑ0


= x̂ + ŷ + ẑ + x 0 + y0 + z0
dt |dt dt
{z dt } | dt {zdt dt}
δ~r 0 =~v0 ~ξ
δt

= ~v0 + ~ξ. (13.11)

Secara umum diferensial dari sembarang vektor dalam koordinat


O0 akan menghasilkan dua suku seperti di atas. Suku pertama
berkaitan dengan perubahan komponen vektor dan suku kedua
berkaitan dengan perubahan basis koordinat O0 (dinyatakan de-
ngan vektor ~ξ). Selanjutnya dari persamaan (13.7) diperoleh hu-
bungan kecepatan benda menurut dua kerangka,

~ + ~v0 + ~ξ,
~v = V (13.12)

dengan ~v = ddt~r adalah kecepatan benda menurut O dan V ~ = d~R


dt
adalah kecepatan kerangka O0 terhadap O.
Karena perubahan basis koordinat O0 disebabkan oleh gerak
rotasi dari kerangka O0 , maka vektor ~ξ haruslah terkait dengan ge-
rak rotasi dari O0 . Misalnya kerangka O0 berotasi terhadap sumbu
z0 dengan kecepatan sudut ω ~ = ω ẑ0 , maka perubahan basis koo-
0
rdinat O dapat dituliskan sebagai

d x̂ 0 dŷ0 dẑ0
~ × x̂ 0 ,
=ω ~ × ŷ0 ,
=ω = 0. (13.13)
dt dt dt

(Ingat kembali pembahasan hal ini pada kuliah Pekan 1 tentang


koordinat polar.) Secara umum, jika kerangka O0 berputar terha-
dap sumbu sembarang, maka perubahan basis ẑ0 akan berbentuk

dẑ0
~ × ẑ0 .
=ω (13.14)
dt
PEKAN KE- 13. SISTEM NON INERSIAL 107

Dari ketiga persamaan terakhir kita dapatkan vektor ~ξ,

~ξ = x 0 ω
~ × x̂ 0 + y0 ω
~ × ŷ0 + z0 ω ~ × ẑ0
~ × x 0 x̂ 0 + y0 ŷ0 + z0 ẑ0


| {z }
~r 0
0
~ ×~r .
=ω (13.15)

Sehingga persamaan (13.11) dapat ditulis ulang sebagai

d~r 0 δ~r 0
= ~ ×~r 0 .
+ω (13.16)
dt dt
Persamaan di atas dapat diperluas untuk sembarang vektor (mi-
~ 0 ) yang terletak di O0 ,
salnya A

dA~0 ~0
δA
= +ω ~ 0.
~ ×A (13.17)
dt dt
Akhirnya, diperoleh persamaan yang menghubungkan kecepatan
benda menurut kedua kerangka,

~ + ~v0 + ω
~v = V ~ ×~r 0 . (13.18)

Selanjutnya kita cari percepatan benda menurut kedua kerang-


ka. Percepatan benda diperoleh dengan mendiferensialkan persa-
maan kecepatan terhadap waktu,
 0 
~ d~r 0
  
d~v dV d~v ~

= + + ×~r 0 + ω ~ ×
dt dt dt dt dt
 0  0
d ~R
2     
δ~v 0 ~
dω 0 δ~r 0
= 2 + +ω ~ × ~v + ×~r + ω ~ × ~ ×~r

dt δt dt δt
d2 ~R δ~v0 dω ~
= 2 + ~ × ~v0 +
+ 2ω ×~r 0 + ω
~ ×ω ~ ×~r 0 . (13.19)
dt δt dt
Percepatan benda menurut kerangka O dan O0 secara berurutan
adalah Dengan demikian, hubungan percepatan di kedua kerang-
ka adalah
d2 ~R ~

~a = ~a0 + ~ × ~v0 +
+ 2ω ×~r 0 + ω ~ ×~r 0 ,
~ ×ω (13.20)
dt2 dt
d2~r
dengan ~a = dt2
adalah percepatan benda menurut kerangka O
δ2~r 0
dan ~a0
= adalah percepatan benda menurut kerangka O0 . Ji-
δt2
ka gaya yang bekerja pada benda adalah ~F dan massa benda m,
108 14 pekan kuliah mekanika b

Hukum II Newton menurut O berbentuk

∑ ~F = ~F = m~a, (13.21)

sementara menurut kerangka O0 ,

Σ~F 0 = ~F + ~Ftranslasi + ~FCoriolis + ~Fazimutal + ~Fsentri f ugal = m~a0 ,


(13.22)
dengan
2~
~Ftranslasi = −m d R , (13.23)
dt2
~FCoriolis = −2mω~ × ~v0 , (13.24)

~Fazimutal = − dω~
×~r 0 , (13.25)
dt
~Fsentri f ugal = −mω
~ ×ω~ ×~r 0 . (13.26)

Keempat gaya di atas adalah gaya fiktif, yang muncul akibat trans-
lasi dipercepat dan gerak rotasi yang dialami oleh O0
Ujian Akhir Semester 14
Waktu ujian: 150 menit
1. Sebuah bola biliar dengan energi E meluncur di atas meja yang licin dan menumbuk bola
lain yang mula-mula dalam keadaan diam. Setelah tumbukan, kedua bola bergerak dengan
sudut hambur masing-masing sebesar θ dan −θ, terhadap arah gerak bola pertama sebelum
tumbukan. Jika tidak ada energi yang hilang akibat
 gesekan, buktikan
 bahwa energi kinetik
rotasi sistem setelah tumbukan adalah sebesar 1 − 12 cos−2 θ E.
2. Sebuah partikel bermassa m tergantung pada titik O melalui sebuah tali sepanjang l yang
ringan dan tidak mulur. Partikel kemudian digerakkan hingga mengalami ayunan konis.
(a) Tentukan torsi terhadap O akibat semua gaya yang bekerja pada partikel.
(b) Buktikan bahwa momentum sudut partikel bernilai konstan.
(c) Jika mula-mula tali membentuk sudut β terhadap garis vertikal, dan partikel bergerak
dengan laju horizontal u yang tegaklurus tali, tentukan kecepatan sudut partikel, atau φ̇,
untuk sembarang θ.

ϕ
u
110 14 pekan kuliah mekanika b

3. Sepasang massa m1 dan m2 dihubungkan dengan sebuah pegas dengan konstanta k, me-
luncur tanpa gesekan sepanjang sumbu-x (atau sejajar dengan arah perubahan panjang
pegas).
(a) Buktikan bahwa pusat massa kedua benda bergerak dengan kecepatan konstan.
(b) Tentukan frekuensi osilasi dari kedua benda.
4. Mari menganggap bumi bulat dengan jari-jari R dan berotasi dengan kecepatan sudut kon-
stan ω terhadap sumbu diametral yang melalui kutub utara. Sembarang objek yang berada
di permukaan bumi mengalami percepatan gravitasi ~g yang arahnya menuju pusat bumi,
dan percepatan akibat gaya fiktif ~a f . Objek A dengan massa m diam di permukaan bumi
pada suatu tempat dengan posisi lintang θ.
(a) Dengan mengabaikan gerakan bumi terhadap objek lain di alam semesta, identifikasi
nilai dari semua gaya-gaya fiktif yang bekerja pada A.
(b) Didefinisikan percepatan gravitasi efektif di permukaan bumi sebagai ~ge f f = ~g + ~a f .
Tentukan besar percepatan gravitasi efektif yang dialami oleh A.
(Petunjuk: posisi lintang kutub utara dan selatan masing-masing adalah +90◦ dan −90◦ .)
Beberapa solusi soal

Pekan 4

1. Dari hubungan gaya dengan potensial, ~F = −∇V, diperoleh


 
(a) ~F = − a y2 z3 î + 2xyz3 ĵ + 3xy2 z2 k̂ ,

(b) ~F = −krr̂,
(c) ~F = − k x xî + k y y ĵ + k z zẑ .


2.(a) Potensial benda adalah


Z x
2GMm 2GMm
V (x) = − F ( x 0 )dx 0 = √ −p .
xs 2
x +a 2 xs2 + a2

Kita ambil titik xs → ∞ sebagai acuan sehingga suku ter-


akhir (yang tidak lain adalah V ( xs )) tereduksi menjadi nol,
V ( xs ) = 0.
(b) Melalui konservasi energi, ∆V + ∆K = 0, kita peroleh V +
K = E = konstan, dengan E adalah energi total partikel.
Sehingga energi kinetik akan maksimum ketika energi po-
tensial benda minimum, yaitu saat x = 0. Energi kinetik
partikel m saat x = 0 adalah

2GMm 1
K = E−V = E− = mv2maks. ,
a 2
sehingga
r
2E 4GM
vmaks. = − .
m a
112 14 pekan kuliah mekanika b

Pekan 8 (UTS)

1. Dari soal diperoleh


bt 2b bt2
r = ( 2τ − t ) = t −
τ2 τ τ
2

2b 2b 2b t
⇔ ṙ = − 2t = 1−
τ τ τ τ
2b
⇔ r̈ = −
τ
t 1
θ = ⇒ θ̇ = ⇒ θ̈ = 0.
τ τ
(a) vektor kecepatan lebah:
t bt
~v = ṙr̂ + r θ̇ θ̂ = 2b

τ 1 − τ r̂ + τ 3 (2τ − t ) θ̂ .

(b) laju: p
|~v| = ṙ2 + r2 θ̇ 2 .
Laju minimum:
d 2ṙr̈ + 2rṙ θ̇ 2 + 2r2 θ̇ θ̈
|~v| = √
dt ṙ2 + r2
⇔ ṙr̈ + rṙ θ̇ 2 = 0
⇔ ṙ (r̈ + r θ̇ 2 ) = 0.
Solusi dari persamaan di atas adalah
t
ṙ = 0 ⇒ 1 − =0⇒ t=τ ,
τ
atau
bt2 1
 
2b 2b
r̈ = −r θ̇ 2 ⇔ − = − t −
τ2 τ τ2 τ2
b 2 2b
⇔ = t − t + 2b = 0
τ2 τq
2b 4b2 8b2
τ ± τ2
− τ2 √
⇔ t= 2b
= 1± −1.
τ
Jadi laju minimum terjadi saat t = τ. Kecepatan saat itu
adalah
2b  τ b
~v(τ ) = 1− r̂ + (2τ − τ )θ̂
τ τ τ
b
= θ̂.
τ
LAMPIRAN . BEBERAPA SOLUSI SOAL 113

b
Sehingga lajunya adalah τ .
(c) Percepatan saat t = τ: Ingat percepatan pada koordinat po-
lar
~a = (r̈ − r θ̇ 2 )r̂ + (r θ̈ + 2ṙ θ̇ )θ̂.

Saat t = τ:
−2b 1
r̈ = 2
, r = b, θ̇ = , θ̈ = 0, ṙ = 0.
τ τ
Sehingga
 
2b b
~a(τ ) = − 2− 2 r̂ + (0 + 0)θ̂
τ τ
= − τ3b2 r̂ .

2.(a) Potensial V ( x )
Z x  x
a b
V (x) = − F ( x )dx = − − x 02 + x 03
0 0
= a 2
2x − 3b x3 . Gambar 1: Plot F ( x ) terha-
0 2 3 0
dap x.

(b) Gaya F ( x ) berupa fungsi kuadrat yang terbuka ke atas dan


memotong sumbu-x pada:
a
F ( x ) = 0 ⇒ x (− a + bx ) = 0 ⇒ x = 0 atau x = .
b

Potensial V(x) berupa fungsi kubik (x3 ). Pada x → −∞,


V → ∞. Sedangkan pada x → +∞, V → −∞. Kurva V ( x )
memotong sumbu x pada
Gambar 2: Plot V ( x ) terha-
dap x.
ax2 bx3
 
a bx
V (x) = 0 ⇒ − = 0 ⇒ x2 − =0
2 3 2 3

3a
⇔ x = 0 atau x = .
2b
dV
Titik kritis potensial terletak pada dx = −F = 0 ⇒ x = 0
atau x = ba .
Gabungan kedua grafik diberikan pada Gambar 3.
(c) Terlihat pada grafik bahwa V ( x ) bernilai minimum secara Gambar 3: Plot F ( x ) dan
lokal pada x = 0 . V ( x ) terhadap x.
114 14 pekan kuliah mekanika b

(d) Kita uraikan V ( x ) di sekitar x = 0 dengan deret Taylor

1
V (x) ' V (0) + V 0 (0) x + V 00 (0) x2 + ...
2
1
= 0 + 0 + ( a) x2
2
1 2
= ax .
2
Ini adalah potensial osilator harmonik dengan "konstanta"
pegas k = a. Sehingga perioda osilasi benda adalah
q q
m m
T = 2π k = 2π a

3.(a) Pada percobaan pertama, energi benda bernilai konstan. Ke-


cepatan maksimum diperoleh saat semua energi potensial
awal pegas diubah menjadi energi kinetik, sehingga

E = Vmax = Kmax
r
1 2 1 k
⇔ kx0 = mv2max ⇒ vmax = x0 = ωx0 .
2 2 m
Pada percobaan kedua, benda mengalami teredam kritis, se-
hingga simpangannya berbentuk fungsi

x (t) = e−ωt ( A + Bt),

diketahui bahwa x (0) = x0 sehingga x0 = A,

x (t) = e−ωt ( x0 + Bt).

Kecepatan benda adalah

d
v(t) = x (t) = −ωe−ωt ( x + 0 + Bt) + e−ωt ( B)
dt
= e−ωt [−ωx0 − ωBt + B] .

Diketahui v(0) = 0 ⇒ B = ωx0 . Sehingga fungsi simpangan


dan kecepatannya

x (t) = x0 e−ωt (1 + ωt)


v(t) = −ω 2 x0 te−ωt .
LAMPIRAN . BEBERAPA SOLUSI SOAL 115

dv
Kecepatan maksimum terjadi jika dt = 0, atau
1
−ω 2 x0 e−ωt + ω 3 x0 e−ωt = 0 ⇒ t = .
ω
 
Sehingga vmax = v = v ω1 = −ωx0 e−1 . Jadi perbandingan
kecepatan maksimum kedua percobaan adalah
v
max(1) ωx0
v = ωx0 e−1
=e
max (2)

(b) Berdasarkan teorema usaha energi, usaha oleh gaya redam-


an besarnya sama dengan perubahan enegi mekanik sistem,

Wnon-konservatif = ∆E.

Energi awal sistem adalah Ei = 21 kx02 , sedangkan energi akhir-


nya(yaitu energi saat t → ∞) adalah

Kf = 0 (sebab lim v(t) = 0)


t→∞
Vf = 0 (sebab lim x (t) = 0).
t→∞

Sehingga

Wnon-konservatif = E f − Ei = − 21 kx02 .

4.(a) Terlihat bahwa jari-jari r bertambah seiring pertambahan ni-


lai θ. Sehingga lintasan partikel akan berbentuk spiral.
(b) Pada kasus gaya sentral, momentum sudut sistem konstan
L
L = mr2 θ̇ ⇒ θ̇ =
.
mr2
Gambar 4: Plot r terhadap θ
Energi sistem kosntan sebesar E, sehingga pada bidang polar.

E = K+V
1 2 1
= mṙ + mr θ̇ 2 + V
2 2
 2 
1 2 1 2 L
= mṙ + mr +V
2 2 m2 r 4
1 2 1 L2
= mṙ + + V.
2 2 mr2
Karena r = Ae aθ ⇒ ṙ = ar θ̇ = ar mrL 2 = mr
aL
, sehingga
 2
1 aL 1 L2 a2 L2 L2 (1+ a2 ) L2
V (r ) = E − m − 2
= E− 2
− = E− 2mr2
.
2 mr 2 mr 2mr 2mr2
116 14 pekan kuliah mekanika b

Pekan 14 (UAS)

1. Bola pertama mula-mula meluncur (tanpa rotasi), kemudian


menumbuk bola kedua. Setelah tumbukan, sebagian energi ki-
netik translasi bola pertama dikonversi menjadi energi kinetik
rotasi sistem. Dengan demikian, besarnya energi kinetik rota-
si sistem setelah tumbukan adalah selisih dari energi kinetik
translasi sebelum dan setelah tumbukan.

Ki,translasi = K f ,translasi + K f ,rotasi . (1)

Karena tidak ada gaya eksternal yang bekerja pada arah gerak,
maka momentum sistem konstan,

~p1i = ~p1 f + ~p2 f . (2)

Jika diuraikan pada arah yang sejajar dan tegaklurus kecepatan


awal bola pertama,
 
mv1i = m v1 f + mv2 f cos θ, (3)
 
0 = m v1 f − v2 f sin θ. (4)

Dari kedua persamaan tersebut, diperoleh


v1i
v1 f = v2 f = . (5)
2 cos θ
Akhirnya diperoleh,
 
1 2 1 2 1
K f ,rotasi = mv1i − mv1 f + mv22 f
2 2 2
 
1 2 1
= mv1i 1 −
2 2 cos2 θ
 
1
= E 1 − cos−2 θ . (6)
2

2.(a) Gaya yang bekerja pada benda hanya berupa gaya berat dan
gaya tegangan tali. Kita gunakan sistem koordinat polar, se-
hingga saat tali membentuk sudut θ terhadap vertikal, kedua
gaya dapat dituliskan sebagai
~T = − T sin θ r̂ + T cos θ k̂, (7)
~ = m~g = mgk̂.
w (8)
LAMPIRAN . BEBERAPA SOLUSI SOAL 117

Vektor lengan torsi terhadap titik O adalah

~l = −l sin θ r̂ + l cos θ k̂. (9)

Perhatikan bahwa ~T searah dengan ~l, sehingga torsi akibat


gaya tegangan tali bernilai nol. Torsi total terhadap O adalah

~τ = ~|l × ~T +~l × w
{z }
~
0
= mgl sin θ φ̂. (10)

(b) Benda bergerak melingkar pada bidang horizontal, sehingga


momentum sudut benda adalah searah ~k. Karena torsi pada
arah k̂ bernilai nol, maka momentum sudut partikel pada
arah tersebut bernilai konstan.
(c) Momentum sudut benda mula-mula adalah

Li = |~r × m~u| = mul sin β. (11)

Momentum sudut saat tali membentuk sudut theta adalah

L f = I φ̇ = m (l sin θ )2 φ̇. (12)

Karena momentum sudut benda konstan, maka


u sin β
mul sin β = ml 2 sin2 θ φ̇ ⇔ φ̇ = . (13)
l sin2 θ

3.(a) Gaya yang bekerja pada benda hanya gaya pegas, yang pada
masing-masing benda besarnya sama dan berlawanan arah.
Sehingga, gaya total pada sistem bernilai nol. Percepatan
pusat massa sistem,

m1~a1 + m2~a2 ~F + ~F2


~a pm = = 1 = 0. (14)
m1 + m2 m1 + m2
Sehingga, pusat massa bergerak dengan kecepatan konstan.
(b) Periode getaran tiap benda adalah

m1 m2
r
T = 2π . (15)
k ( m1 + m2 )

Lihat pembahasan tentang frekuensi osilasi sistem ini pada


materi pekan ke-12.
118 14 pekan kuliah mekanika b

4.(a) Karena benda diam di permukaan bumi, gaya fiktif yang


bekerja pada benda hanya berupa gaya sentrifugal,

Fs f = mω 2 R cos θ. (16)

Gaya-gaya fiktif yang lain bernilai nol.


(b) Sudut yang dibentuk antara vektor percepatan sentrifugal
dengan percepatan gravitasi adalah π − θ. Percepatan akibat
gaya fiktif adalah

Fs f
af = = ω 2 R cos θ (17)
m
Besar percepatan total yang bekerja pada benda adalah
q
ge f f = g2 + a2f + 2ga f cos (π − θ )
q
= g2 + a2f − 2ga f cos θ
q
= g2 + (ω 2 R − 2g) ω 2 R cos2 θ. (18)
Daftar Pustaka

A.P. Arya. Introduction to Classical Mechanics. Prentice Hall international editions. Prentice-Hall
International, 1998. ISBN 9780139066863.

R.D. Gregory. Classical Mechanics. Cambridge University Press, 2006. ISBN 9781139450041.

D. Kleppner and R.J. Kolenkow. An Introduction to Mechanics. Cambridge University Press,


2010. ISBN 9780521198219.

D. Morin. Introduction to Classical Mechanics: With Problems and Solutions. Cambridge University
Press, 2008. ISBN 9781139468374.

K.R. Symon. Mechanics. Addison-Wesley World student series. Addison-Wesley Publishing


Company, 1971. ISBN 9780201073928.

B. R. Munson , T. H. Okiishi, W. W. Huebsch, and A. P. Rothmayer Fundamentals of Fluid


Mechanics, 7th ed.. Addison-Wesley & Sons, Inc. 2013. ISBN 978-1-118-11613-5 .

Anda mungkin juga menyukai