Disusun oleh:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT,karena penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kondisi Down
Syndrome Di YPAC Surakarta dan Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Pasien Pasca Stroke
Hemiparase Dextra di RSUD Saras Husada Purworejo”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru
Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Apakah ada pengaruh pemberian passive gantle movement, aproksimasi dan stimulasi
terhadap kekuatan dan tonus otot?
2. Apakah ada pengaruh pemberian breathing excercise dan positioning terhadap potensial
terjadinya komplikasi tirah baring?
3. Apakah infrared dapat mengurangi gerak pada lingkup gerak sendi?
1.3 Tujuan
1. mengetahui proses pelaksanaan fisioterapi pada kasus down syndrome
2. Untuk mengetahui pengaruh penanganan fisioterapi dengan modalitas aktif excercise, passive
excercise dan aproksimasi pada pasien struk akut
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kondisi Down Syndrome Di YPAC Surakarta
2.1.1 Down syndrome
Down syndrome (DS) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom (Cuncha,
1992). DS adalah gangguan kromosom yang biasanya mengakibatkan keterbelakangan mental,
yang ditandai dengan karakteristik wajah dengan kranium kecil, bagian anteroposterior yang
mendatar, jembatan hidung yang datar, lipatan eplikantus, dan microencephaly. Kelainan ini juga
disebut dengan trysomi 21 dan nondisjunction (Reed, 1999).
DS adalah kelainan bawaan, terutama keterbelakangan mental, bentuk wajah yang khas
(Idiosi Mongoloid, Mongoloidisme), kelainan kromosomal berupa trisomi atau translokasi gen
secara tidak seimbang (Ramali, 2005).
2.1.2 Etiologi
DS disebabkan oleh adanya kelebihan materi genetik pada kromosom 21 atau trisomi 21.
Manusia normal mempunyai 23 pasang kromosom XX atau 23 pasang kromosom XY dengan
jumlah total 46 tetapi penyandang DS memilki 3 kromosom ke 21. Ini bermakna penyandang DS
mempunyai 47 kromosom lebih banyak 1 kromosom dibandingkan manusia normal yang hanya
mempunyai 46. Kejadian ini disebabkan oleh salahsatu dari 3 keadaan berikut :
a. Non disjunction (95%)
Kegagalan Meiosis berakibat pembelahan sel tidak merata, gamet kelebihan satu kromosom
(Trisomi 21)
b. Mozaikisme (1-2%)
Setelah pembuahan normal, tapi pembelahan sel tidak merata dan gamet kelebihan/kekurangan
satu kromosom (Trisomi 21/Monosomi 21)
c. Translokasi Robertsonian (2-3%)
Kelainan keturunan (Orang tua sebagai pembawa sifat translokasi), pembelahan sel tidak sama
mengakibatkan trisomi 21
2.2 Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Pasien Pasca Stroke Hemiparase Dextra di RSUD
Saras Husada Purworejo
2.2.1 Stroke
Stroke adalah suatu kondisi dimana terjadi serangan otak yang timbul secara mendadak
berupa gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan darah otak
yang karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu sehinga menyebabkan sel-sel
tertentu kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-
sel tersebut dalam waktu yang singkat. (dippel, 2007)
2.2.2 Etiologi
Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke haemoragik dan
stroke non haemoragik. Stroke haemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga
menyababkan pendarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf. Stroke
non haemoragik yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh darah
otak sehingga distribusi oksigen dan nutrisi ke area yang mendapat suplai terganggu.
3
2.2.3 Patologi
Stroke non haemoragik akibat trombosis. Trombosis dapat terjadi akibat proses
penyempitan lumen pembuh darah (arterosklerosis) yang akan berpengaruh terbentukya trombus.
Trombus awalnya terjadi dari kepingan-kepingan darah (trombosit) yang mengendap pada dinding
pembuluh darah di tunika intima, dimana pada dindingnya mengalami beberapa kelainan. Semakin
banyak penggumpalan trombosit dan di dalam cairan darah terjadi sejumlah perubahan yang
akhirnya terbentuk trombus. Trombus yang menyumbat secara total disebut trombus obstruksi.
Akibat obstruksi pada pembuluh darah arteri maka dapat mengakibatkan aliran darah menuju ke
otak akan terhenti dan bagian otak di sebelah distalnya akan mengalami kerusakan (Suyono, 2004).
4
BAB III
PEMBAHASAN
2. Kemampuan fungisonal
Hasil evaluasi kemampuan fungsional dengan GMFM diperoleh T1-T6 ada peningkatan
pada dimensi D, yaitu dimensi berdiri dengan nilai T1= 43,58% menjadi 51,28% pada T6. Banyak
5igame yang menghambat keterlambatan tumbuh kembang pada anak DS, untuk meningkatkan
kemampuan fusngsionalnya selain gangguan mental anak ini mempunyai IQ yang sangat rendah,
kelainan yang lain juga seperti kelainan jantung bawaan dan mudahnya terserang penyakit yang
membuat pertumbuhan serta kemampuan fusngsionalnya terhambat dan terlambat.
Hasil evaluasi aktivitas fungsional peningkatannya kurang signifikan, mengingat lamanya
terapi yang diberikan cukup singkat, selain itu aktivitas pasien di rumah sangat berpengaruh
terhadap hasil evaluasi yang tidak bias dipantau oleh terapis. Keberhasilan dari program terapi
yang diberikan dipengaruhi oleh bebrapa factor baik internal maupun eksternal, untuk factor
internal dipengaruhi oleh kondisi umum pasien, motivasi pasien untuk sembuh, umur, derajat dan
aktualitas penyakit, serta adanya factor eksternal berupa program terapi yang diberikan, aplikasi
interverensi, metode, dosis, waktu dan frekuensi terapis.
5
Pada kasus ini terdapat problematika fisioterapi berupa kekuatan dan tonus otot menurun,
penurunan activity dialy living dan potensial terjadinya komplikasi tirah baring . Oleh karena itu
diberikan intervensi fisioterapi berupa breathing exercise, passive movement, aproksimasi,
stimulasi dan positioning, dimana intervensi fisioterapi ini berpengaruh terhadap masalah tersebut
dari kematian, dan komplikasi kecacatan yang lebih parah.
Pengaruh pemberian passive gantle movement, aproksimasi dan stimulasi terhadap
kekuatan dan tonus otot
Pemberian exercise yang berupa gerak pasif gentle dan sedikit diberikan soft 6igament6g
akan menimbulkan pumping action sehingga memperkecil efek kontraktur pada jaringan lunak
(otot, tendon, 6igament), memberikan sirkulasi dan vascularisasi yang dinamis dan memelihara
fisiologis otot. Sehingga adanya disability dapat dicegah melalui exercise.
Dengan adanya aproksimasi sendi yang terputus-putus ringan dan halus sehingga mampu
memfasilitasi dan meningkatkan postural tonus melalui aktivitas sekitar sendi. Dengan upaya
stimulasi bertujuan untuk memperkuat dan meningkatkan kekuatan otot. Tujauannya
meningkatkan reaksi-reaksi pada aneka yang bertujuan untuk memelihara posisi dan pola yang
dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara otomatik.
6
BAB IV
KESIMPULAN
Terapi yang diberikan oleh penulis kepada pasien dengan diagnosa DS menggunakan
metode pendekatan terapi latihan metode bobath selama 6 kaliterapi dan 3 kali evaluasi didapatkan
hasil yaitu : (1) kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT), pada kedua tungkai dilihat
dari pemeriksaan awal (T1) sampai dengan terapi akhir (T6) diperoleh hasil menetap untuk
anggota gerak atasnya dan meningkat dari nilai otot 3 ke nilai otot 4 untuk knee pada anggota
gerak bawahnya, (2) pemeriksaan kemampuan fungsional dengan GMFM dilihat dari pemeriksaan
awal (T1) sampai dengan terapi akhir (T6) mengalami peningkatan pada dimensi D
Stroke merupakan salah satu dari tiga penyakit paling mematikan, setelah kanker dan
penyakit jantung (Suyama et all, 2004). Stroke adalah serangan di otak yang timbulnya mendadak
akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan sel-sel otak tertentu
kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel dalam
waktu yang sangat singkat. Gangguan dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan
pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah, sehingga
menyebabkan pasokan darah kurang memadai ke otak. Gejala yang muncul berupa kelumpuhan
separuh badan, kesulitan berbicara atau menelan, telinga berdenging, lupa mengenal dirinya atau
orang lain, tangan serta kaki lemah, kesemutan, bahkan sampai tidak sadarkan diri dan gangguan
itu diakibatkan oleh kebiasan hidup sehari-hari yang kurang baik seperti makan berlebihan sampai
menjadi gemuk, atau kandungan lemaknya dalam makanan terlalu tinggi, merokok, maupu
mengkonsumsi alkohol. Selain itu konsumsi oksigen pada pasien stroke juga menurun dan stamina
juga akan menurun (Masahito et all, 2002).
7
DAFTAR PUSTAKA