Anda di halaman 1dari 2

Nama : Moch Yudho Ristyanto Adam

Kelas : XI IPA 3

“BIOGRAFI IMAM SYAFI’I”

Imam Syafi’i lahir di Gaza pada tahun 150 Hijriyah dengan nama Abu Abdullah
Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al Muthalibi Al Quraisyi. Dari namanya, beliau masih
tergolong kerabat dari Rasulullah SAW. melalui klan Quraisy dari Bani Muthalib yang mana
merupakan kakek Rasul. Imam Syafi’i dikenal sebagai ulama besar yang cerdas, bahkan di
usianya yang ke-15, keilmuan Imam Syafi’i sudah setaraf seorang mufti. Tak pelak saat ini
sosoknya telah dianggap sebagai mufti besar Islam Sunni.
Sebelum kelahirannya, Rasulullah SAW. sudah jauh-jauh hari meramalkan tentang
kelahiran seseorang yang baik laku budinya, cerdas akal pikirnya, dan kelak akan menjadi
mujaddid Islam penerus perjuangan Rasulullah. Rasulullah bersabda:
“Setiap seratus tahun sekali Allah akan membangkitkan seorang pemimpin besar dari
keturunanku (Quraisy) yang akan memperbarui keadaan umat dalam hal keagamaan.
Adapun orang pertama adalah Umar bin Abdul Aziz, sedangkan pada Abad Kedua adalah
Muhammad bin Idris As-Syafi’i.”
Pada usia dua tahun, ibunda Imam Syafi’i Fatimah binti Ubaidillah Al Azdiyah
membawa pulang beliau ke tanah airnya. Ketika itu kondisi Imam Syafi’i adalah seorang
anak yatim yang ditinggal mati ayahanda ketika ia masih di dalam kandungan. Di Mekkah,
Imam Syafi’i dibesarkan oleh ibunya dengan sederhana dan bahkan serba kekurangan.
Namun di tengah kondisi ekonomi yang serba kurang itu tak membuat Imam Syafi’i
putus asa apalagi bermalas-malasan dalam menuntut ilmu. Bahkan saking cintanya
terhadap ilmu Allah, Imam Syafi’i selalu mencatat ilmu-ilmu yang didapatnya di medium
seperti tembikar, tulang-belulang, serta pelepah kurma.
Tentang dunia literasi yang digelutinya, Imam Syafi’i menulis sebuah syair soal
pentingnya mencatat dan menulis ilmu pengetahuan yang didapat:
“Pengetahuan itu ibarat binatang buruan, yang jika ditangkap lekas diikat erat-erat. Suatu
kebodohan bagi seorang pemburu jika berburu rusa di hutan, setelah didapatinya buruan
tersebut, lalu dilepaskan,”
Imam Syafi’i banyak menghabiskan waktunya di Masjidil Haram untuk mempelajari
berbagai macam ilmu agama seperti ilmu fiqih, Alquran, Hadis, bahasa, dan kesusasteraan.
Pada usia tujuh tahun, Imam Syafi’i dapat menghafal Alquran sebanyak 30 juz dengan
lancar dan fasih. Inilah bukti kecerdasan otak dan akal budi yang dimiliki Imam Syafi’i.
Karena tak semua manusia yang memiliki kecerdasan otak bisa menghafal Alquran di usia
semuda itu, kecuali jika Allah menjaganya dari perbuatan dosa.
Selain kecerdasannya, Imam Syafi’i juga dikenal sebagai imam yang rajin berkelana
demi menuntut ilmu. Menurut Imam Syafi’i dari syair yang pernah ditulisnya, seseorang
yang tidak pergi dari kampung halamannya untuk menuntut ilmu, maka ia diibaratkan
seperti air jernih yang ada di dalam wadah kecil seperti gelas. Seiring berjalannya waktu, air
jernih itu akan keruh. Beda halnya dengan orang yang pergi menuntut ilmu, ia diibaratkan
seperti air yang mengalir di sungai. Jikapun bermuara, ia akan bertemu samudera yang luas
dan jernih.
Imam Syafi’i merupakan murid Imam Malik. Pada usia sepuluh tahun, Imam Syafi’i
mampu menghafal kitab Muwatha yang disusun oleh Imam Malik. Dari kecintaannya pada
kitab tersebut jugalah yang pada akhirnya melabuhkan kakinya ke Madinah untuk berguru
dan nyantri kepada Imam Malik.
Haus akan ilmu jugalah yang pada akhirnya membuat Imam Syafi’i memohon izin
pada Imam Malik untuk menuntut ilmu kepada Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad bin
Hasan, dan ulama-ulama lainnya di Iraq. Tak hanya restu, Imam Malik juga mengantarnya
hingga ke Baqi dan membekali Imam Syafi’i dengan uang 45 dinar sebagai bentuk
mengaminkan keinginan mulia Imam Syafi’i.
Tercatat, Imam Syafi’i telah menuntut ilmu ke berbagai daerah. Selain Mekkah,
Madinah, dan Iraq, Imam Syafi’i juga berkelana menuntut ilmu ke Baghdad, Persia, Yaman,
hingga Mesir. Setelah lima tahun tinggal di Mesir inilah kemudian kondisi Imam Syafi’i
mulai sakit-sakitan dan pada akhirnya imam besar Sunni itu wafat di sana pada tahun 204
Hijriyah.
Peninggalan khazanah keilmuan Imam Syafi’i pada Islam Sunni yaitu adanya mazhab
Syafi’i yang dasar-dasarnya meliputi lima hal: Alquran, Hadis, Ijmak, Qiyas, dan Istidlal.
Mazhab Syafi’i juga dikenal dengan adanya pemahaman qaulul-qadim dan qaulul
jadid. Selain mazhab Syafi’i yang dikenal dan diamalkan oleh Islam Sunni, Imam Syafi’i juga
meninggalkan karya-karya tulisnya sejumlah kurang lebih 113 kitab. Salah satu yang paling
monumental adalah kitab Al Jadid yang terdiri atas 20 jilid.

Anda mungkin juga menyukai