Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan dari bab sebelumnya yaitu tinjauan teoritis
dan tinjauan kasus. Penulis membahas perbandingan, perbedaan dan kesenjangan
yang ada antara tinjauan teoritis dan pengamatan kasus pada klien Tn. F dengan
ACS STMI di Ruang ICCU Rumah Sakit umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda yang dilaksanakan pada tanggal 3 sampai dengan 5 September 2019.
Dari data yang penulis temukan pada Tn. F dengan data teori menurut Muttaqin,
A. (2009). pada dasarnya sama, dari 6 diagnosa yang penulis temukan ada lima
diagnosa yang sesuai dengan teori dan 1 diagnosa yang tidak sesuai dengan teori.
Adapun diagnosa yang penulis temukan tidak sesuai dengan di diagnosa menurut
SDKI (2016) adalah Ketidakstabilan kadar glukosa. Dari hasil pengkajian pada
pasien Tn. F, ditemukan masalah keperawatan yang meliputi:

Muttaqin, Arif.(2009).Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Kardiovaskuler.jakarta:Salemba Medika

A. (D.0008) Penurunan curah jantung b.d penurunan afterload

Dari data yang di dapatkan pada saat pengkajian yaitu klien terlihat
pucat, nafas cepat dan dangkal, CRT > 2 detik, TD 98/52 mmHg, Gambaran
EKG ST elevasi pada lead II, III dan AVF, nilai troponin T 936 pg/ml, hasil
Echokardiografi segmental hipokinetik ringan. Menurut SDKI (2017),
penurunan curah jantung ialah ketidakmampuan jantung memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.
Berdasarakan data-data yang didapat pada saat pengkajian, maka
penulis dapat menegakkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan afterload dan cardiac pump effectiveness,
circulation status, vital sign status dipilih sebagai tujuan dari pemberian
tindakan keperawatan yang dilakukan (SIKI, 2016). Tindakan keperawatan

78
79

yang dilakukan merupakan kegiatan yang menjadi bagian dari kelompok


inetrvensi cardiac pump effectiveness, circulation status, vital sign status.
Implementasi yang sudah dilakukan untuk menangani masalah
keperawatan ini seperti manganjurkan pasien bed rest untuk mengurangi
beban kerja jantung. Pasien AMI memerlukan istirahat yang cukup baik untuk
fisiknya maupun emosionalnya. Istirahat akan dapat mengurangi beban kerja
jantung, meningkatkan tenaga cadangan untuk jantung. Istirahat juga akan
mengurangi kerja otot pernafasan dan penggunaan oksigen. (Luwer, W.
2009). Tindakan lain yang dilakukan yaitu melakukan menitoring terhadap
tanda-tanda vital klien terutama terjadinya fluktuasi tekanan darah yang
sangat bermakna. Karena fluktuali tekanan darah pada sistol maupun diastole
berkaitan dengan perubahan pada curah jantung.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3×24 jam
didapatkan data hasil evaluasi BP ….. mmHg, RR …… rpm, HR ……bpm,
balance cairan …., tampak pucat, dan sianosis. Dapat di simpulakan diagnosa
penurunan curah jantung belum teratasi.
Luwer, W. (2009). Cardiovascular Care, Made Incredibly Easy, (2nd
ed). Philadelpia: Lippicortt wiliams & wilkins.

B. (D.0005) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas

Dari data yang di dapatkan pada saat pengkajian yaitu klien mengeluh
sesak nafas RR 24x/menit irama nafas cepat dan dangkal, menggunakan otot
bantu pernapasan. Berdasarkan data pengkajian maka penulis dapat
menegakkan diagnose keperawatan Pola napas tidak efektif b.d hambatan
upaya napas.
Dalam kasus ini penulis merencanakandan melakukan tindakan
berdasarkan buku SIKI (2016). dengan intervensi terapi oksigen dengan
nassal kanul yang tujuanya untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen
dalam tubuh memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi yaitu
dengan posisi semi fowler atau setengah duduk yaitu untuk mendorong isi
perut kebawah dan mengurangi tekanan dinding thorak pada paru-paru
80

sehingga ekspansi maksimal (Marmi, 2016) atur posisi tirah baring yang
ideal yaitu kepala tempat tidur harus di naikan 45° untuk mengurangi
kesulitan bernafas atau dengan posisi duduk dan tangan bersandar pada bantal
untuk mencegah kelelahan bahu (Mutaqqin, 2009), auskultasi suara nafas
tambahan, monitor respirasi dan status O2, monitor tanda-tanda vital sebelum
selama dan setelah aktifitas, pertahankan posisi pasien, monitor frekuensi dan
irama nafas pasien, monitor suara paru, catat adanya fluktuasi tekanan darah.
Kemudian catat laporan yang di katakan oleh pasien seperti merasa sesak
nafas saat bicara atau saat beristirahat dan beraktivitas, lalu dapat melihat
apakah pasien terdapat suara nafas tambahan seperti wheezing bernafas
terengah-engah perubahan kedalaman pernafasan dan pernafasan cuping
hidung. Untuk menunjang pemberian terapi obat maka kolaborasikan kepada
dokter untuk pemberian terapi farmakologis.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, meliputi :
menanyakan penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim,
penurunan mobilitas, mengubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring,
menggunakan produk berbahan minyak pada kulit kering, menganjurkan
menggunakan pelembab, menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi,
menganjurkan menghindari paparan suhu ekstrim. Masalah gangguan mobilitas
fisik teratasi sebagian dan didapatkan hasil luka saya terasa nyeri, pasien post
OP debridement ke IV hari ke 2, kulit kering menjadi lembab, pasien
menghabiskan porsi makanannya diit BTKTP.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3×24 jam
didapatkan data hasil evaluasi BP 157/82 mmHg, RR 30 rpm, HR 146 bpm,
balance cairan -860, tampak pucat, kulit tampak lembab, dan sianosis. Dapat
di simpulakan diagnosa pola nafas tidak efektif belum teratasi.

Marmi.(2016).Ketrampilan dasar Praktek Klinik.Yogyakarta:Pustaka Pelajar


Muttaqin, Arif.(2009).Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler.jakarta:Salemba Medika
81

C. (D.0027) Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d disfungsi pancreas

Hasil pengkajian pada pasien menunjukkan adanya ketidakstabilan


kadar glukosa darah yang ditandai nilai kadar glukosa darah sewaktu 298
mg/dL. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari berupa monitor
kadar glukosa darah, edukasi mengenai pengelolaan diabetes dan pemberian
terapi insulin didapatkan hasil masalah keperawatan ketidakstabilan kadar
glukosa darah tidak teratasi.
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018),
ketidakstabilan kadar glukosa darah memiliki definisi berupa variasi kadar
glukosa darah naik atau turun dari rentang normal dengan batasan
karakteristik berupa perasaan lelah/lesu, mulut kering, rasa haus meningkat
dan kadar glukosa dalam darah atau urin tinggi. Menurut International
Diabetes Federation (2017) kadar glukosa darah untuk kriteria diagnosis
diabetes melitus adalah glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL, glukosa
plasma puasa <126 mg/dL dan glukosa plasma 2 jam post pradial > 200
mg/dL. Berdasarkan hasil penelitian Raymond (2016) Penyebab terjadinya
hiperglikemia pada pasien dengan diabetes melitus tipe II disebabkan oleh
resisten Insulin atau turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah.
Untuk mengatasi keadaan hiperglikemia ini, dilakukan pemberian
terapi insulin apidra 3x7 unit dan lantus 0-0-13 unit. Pendapat Asman (2016)
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta pankreas yang berfungsi untuk mengangkut glukosa masuk dari
luar kedalam sel jaringan tubuh. Menurut Rismayanthi (2016) terapi insulin
menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan
glukotoksitas. Selain dengan pemberian insulin, dilakukan edukasi mengenai
pengelolaan diabetes, pemberian edukasi pada pasien meningkatkan
pemahaman pada pasien dan keluarga mengenai pengelolaan diabetes.
82

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari pada diagnosa


ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin
didapatkan hasil masalah keperawatan belum teratasi, yang ditandai dengan
glukosa darah pada 224 mg/dL.

Raymond. (2016). Patogenesis Diabetes Tipe 2 : Resistensi Insulin


dan Defisiensi Insulin. Journal of Dexa Laboratories (1-5)
International Diabetes Federation (IDF). (2017). IDF Diabetes Atlas -
Eighth Edition 2017.
Asman.(2016). Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme.
Published Tesis for 1st degree in health sciences
Rismayanthi. (2016). Terapi Insulin Sebagai Alternatif Pengobatan
Bagi Penderita Diabetes. Yogyakarta : MEDIKORA

D.

Anda mungkin juga menyukai