Anda di halaman 1dari 15

PRE PLANNING TERAPI BERMAIN PUZZLE PADA PRESCHOOL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kuliah Manajemen Asuhan Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing : Ns. Elsa Naviati., M.Kep.Sp.Kep.An.

Kelompok 4 Kelas A.16.1 :


Salsabila Izzaturrohmah 22020116120014
Nadilla Oktavia Nur Aini 22020116120015
Hasna Mufida 22020116120043
Nabella Khoirunnissa 22020116130081
Melani Puji Lestari 22020116140070
Hernita Yulindasari 22020116140076
Nur Chamidah 22020116140108
Anggi Dwi Nur Raspati 22020116140060
Apsara Anindyajati W 22020116140078
Muhammad Nur Afiyan 22020116130084

DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Pertumbuhan dan perkembangan adalah suatu proses yang berlangsung


terus-menerus pada berbagai segi dan saling keterkaitan, dan terjadi perubahan
pada individu semasa hidupnya. Pertumbuhan adalah proses maturasi dan
keseluruhan atau sebagian yang dapat diukur. Grafik pertumbuhan meliputi tinggi,
berat badan dan diameter pada lipatan kulit. Perkembangan merupakan suatu proses
yang bersifat kumulatif artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi
perkembangan selanjutnya. Perkembangan adalah suatu rangkaian peningkatan
keterampilan yang dalam prosesnya dibagi kedalam tahap sesuai kelompok umur.
Pada usia ini perkembangan motorik halus anak pra sekolah memungkinkan mereka
untuk mampu menggunakan sikat gigi dengan baik, anak harus menggosok gigi dua
kali sehari (Adita, 2014).
Perawatan gigi yang terbatas atau tidak adekuat menyebabkan masalah yang
paling umum dari seluruh masalah kesehatan pada masa kanak-kanak yaitu gigi
berlubang (karies gigi) masalah ini paling rentan dialami oleh anak usia 4 tahun
sampai 8 tahun untuk gigi primer. Selain itu kondisi peradangan yang degeneratif
yang mengenai gusi dan jaringan penyokong gigi. Penanganan pada masalah ini
diarahkan pada pencegahan dan menyikat gigi serta membersihkan gigi secara rutin
dan cermat. Oral hygiene dalam kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting,
beberapa masalah mulut dan gigi terjadi karena kurang menjaga kebersihan mulut
dan gigi. Kesadaran menjaga oral hygiene sangat perlu dan merupakan obat
pencegah terjadinya masalah gigi dan mulut yang paling manjur (Adita, 2014).
Selain itu, sisa makanan yang menempel pada gigi akan bereaksi dengan
enzim, saliva, bakteri, kuman, asam, basa. Reaksi yang terjadi adalah penguraian
sisa makanan yang nantinya dapat menyebabkan karies/gigi berlubang yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan rahang dapat mempengaruhi gigi permanen tumbuh
berjejal, selain itu masalah yang ditimbulkan adalah bau mulut. Akibat lain dari
tidak menggosok gigi adalah terdapat karang dan gusi menjadi bengkak.
Melewatkan gosok gigi sebelum tidur memiliki tingkat bahaya dua kali lipat
daripada gosok gigi di pagi hari (Adita, 2014).
Melewatkan gosok gigi sebelum tidur bisa mempercepat terjadinya karies
gigi. Jarang menggosok gigi baik dipagi hari maupun malam hari akan
mempermudah terciptanya infeksidan menyebabkan gig berlubang. Infeksi pada
gigi penyebabnya hampir sama dengan infeksi yang terdapat pada katup jantung.
Asam di dalam mulut bisa dengan cepat bisa dengan cepat melarutkan email gigi
yang menyebabkan timbulnya karies. (Adita,2014).
Oleh karena itu para dokter dan psikolog anak menghimbau pada orang tua
agar mengajarkan pada anaknya menggosok gigi dengan tepat baik itu setelah
makan maupun sebelum tidur. Dengan menggosok gigi secara teratur dapat
menjaga kesehatan gigi lebih baik lagi dan perlu peran orang tua untuk bisa
menjadikan anak disiplin dalam menggosok gigi. Cara mencegah masalah gigi
tersebut terutama masalah gigi berlubang yang paling efektif adalah hygiene oral
yang tepat. Anak-anak harus diajarkan untuk melakukan perawatan gigi secara
mandiri dengan pengawasan dan panduan dari orang tua. Anak-anak yang dengan
sering menyikat giginya terbiasa dengan mulut bersih pada usia yang lebih awal
biasanya mempertahankan kebiasaan ini seumur hidup mereka (Adita, 2014).
Puzzle adalah media bermain dengan cara bermainnya seperti menyusun
dan mencocokkan potongan-potongan gambar, huruf, bangun-bangun, atau angka
sehingga disusun menjadi sebuah puzzle yang utuh. Dalam menyusun puzzle maka
akan melatih kesabaran, ketangkasan mata, dan tangan untuk menyusun puzzle
tersebut. Selain itu kegiatan ini dapat dilakukan melalui bermain agar anak tidak
mudah merasa bosan dan menerapkan metode belajar melalui bermain dapat
membantu anak dalam belajar sehingga meningkatkan hasil belajar anak menjadi
lebih baik. Dengan demikian kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
permainan puzzle anak sangat tertarik dan aktif untuk mengikuti kegiatan yang
berlangsung. Hal ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa permainan
puzzle berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak (Ayu, 2017).
Metode bermain puzzle berpengaruh pada perkembangan motorik halus
anak usia prasekolah, sebab bermain puzzle dapat mengkoordinasi gerak mata dan
tangan anak, dengan itu tanpa mereka sadari motorik halus mereka terus terlatih
dan berkembang dengan bagus. Selain itu, ketika mereka bermain puzzle anak
dapat berlatih untuk mengenal bentuk dan bagaimana mereka mengisi ruang kosong
dimana potongan-potongan tersebut di perlukan. Puzzle juga mendorong anak
untuk mengenali persamaan, seperti bagaimana warna yang merah atau garis tebal
di dalam suatu potongan sesuai dengan corak yang sama pada potongan yang lain.
Melalui permainan ini anak-anak dapat belajar bahwa suatu benda atau objek
tersusun dari bagian– bagian kecil. Permainan ini mendorong anak mengerti cara
mengkombinasikan unsur-unsur yang berbeda (Andriana, 2015).
Menurut penelitian Maghfuroh (2017) menyatakan bahwa sebagian besar
perkembangan anak usia prasekolah sebelum diberikan metode bermain puzzle
adalah normal (59%). Dan hampir seluruhnya perkembangan anak usia prasekolah
sesudah diberikan metode bermain puzzle adalah normal (88,4%). Serta terdapat
pengaruh metode bermain puzzle terhadap perkembangan motorik halus anak pra
sekolah. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan masukan dalam
memberikan stimulus bermain puzzle untuk meningkatkan perkembangan motorik
halus anak usia prasekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Karies Gigi


Karies gigi merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras
gigi yaitu email, dentin dan sementum yang mengalami proses kronis
regresif. Karies gigi terjadi karena adanya interaksi antara bakteri di
permukaan gigi, plak atau biofilm dan diet, terutama komponen
karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam,
terutama asam laktat dan asetat. Yang ditandai dengan adanya
demineralisasi jaringan keras gigi dan rusaknya bahan organik akibat
terganggunya keseimbangan email dan sekelilingnya, menyebabkan
terjadinya invasi bakteri serta kematian pulpa bakteri dapat berkembang ke
jaringan periapeks sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri pada gigi.
2. Etiologi Karies gigi
Karies gigi merupakan penyakit periodontal yang dapat
menyerang seluruh lapisan masyarakat. Etiologi karies bersifat
multifaktorial, sehingga memerlukan faktor-faktor penting seperti host,
agent, mikroorganisme, substrat dan waktu.
Ada yang membedakan faktor etiologi atas faktor penyebab
primer yang langsung mempengaruhi biofilm atau lapisan tipis normal
pada permukaan gigi yang berasal dari saliva dan faktor modifikasi yang
tidak langsung mempengaruhi biofilm.

Gigi dan
saliva

Mikroorganisme
Substrat Karies

Waktu
3. Faktor Risiko Karies
Karies merupakan peyakit multifaktorial, untuk dapat terjadinya
karies harus didapatkan berbagai macam faktor resiko. Faktor resiko adalah
berbagai aspek atau karakteristik dasar dari studi populasi yang
mempengaruhi kemungkinan terjadinya suatu penyakit. Adanya hubungan
sebab akibat antara faktor resiko dengan terjadinya karies penting sebagai
proses identifikasi dan menilai perkembangan lesi awal karies.
a. Pengalaman karies
Menurut penelitian epidemiologis, pengalaman karies
berhubungan terhadap perkembangan karies dimasa mendatang.
Sensitifitas parameter ini hampir mencapai 60%. Tingginya skor
pengalaman karies pada gigi desidui dapat memprediksi terjadinya
karies pada gigi permanennya.
b. Umur
Pada studi epidemiologis terdapat suatu peningkatan prevalensi
karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir
erupsi lebih rentan terhadap karies karena sulitnya membersihkan gigi
yang sedang erupsi. Anak- anak mempunyai risiko karies yang paling
tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orangtua lebih berisiko
terhadap terjadinya karies akar. Jenis Kelamin
c. Sosial Ekonomi
Ada hubungan antara keadan ekonomi dan prevalensi karies.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan ini ialah pendidikan dan
penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan
lain-lain. Hubungan antara status sosial ekonomi berbanding terbalik,
peningkatan status sosial ekonomi merupakan faktor resiko terjadinya
karies gigi dan scara umum diukur dari indikator seperti pendapatan,
tingkat pendidikan, pola hidup dan prilaku kesehatan gigi. Karies lebih
sering terjadi pada kelas sosial ekonomi rendah dibandingkan dengan
kelas sosial ekonomi tinggi. Sebenarnya hal ini terjadi bukan karena
mahalnya biaya perawatan gigi, tetapi lebih karena besarnya rasa
kebutuhan terhadap kesehatan gigi.
d. Oral Higiene
Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak
bakteri pada gigi. Karies dapat dikurangi dengan melakukan
penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi. Pembersihan
dengan menggunakan pasta gigi mengandung fluoride secara rutin
dapat mencegah karies. Pemeriksaan gigi yang teratur dapat mendeteksi
gigi yang berpotensi menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan
pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi.
Bila plaknya sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan
karies tidak dapat terjadi.
e. Pola Makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih
bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi
mengonsumsi makanan. Kadar kariogenik dalam makanan tergantung
pada komponen-kompnennya dan dipengaruhi berbagai macam faktor.
Karbohidrat akan dimetabolisme oleh bakteri plak menjadi asam
dengan kadar yang berbeda. Seseorang dengan kebiasaan diet gula
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada giginya
dibandingkan kebiasaan diet lemak dan protein. Setiap kali seseorang
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat
yang dapat diragikan, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga
mulut akan memulai memproduksi asam sehingga terjadi
demineralisasi yang berlangsung selama 20- 30 menit setelah makan.
Diantara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan
membantu proses remineralisasi.
4. Patofisiologi Karies Gigi
Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu
gigi, substrat, mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat
makanan misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri
tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai
dibawah 5 dalam tempo 3-5 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang
dalam waktu tertentu mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi.
Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan
gigi. Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti
musin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan
serta bakteri. Plak ini mula-mula terbentuk, agar cair yang lama kelamaan
menjadi kelat, tempat bertumbuhnya bakteri.
Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh
sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu
tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH
mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email
yang berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi
interna berjalan ke arah dentin melalui lubang focus tetapi belum sampai
kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat
dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral
hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang
menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin
yang baru mulai, yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan,
terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan
terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/
tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin
merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah
terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies
yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan
demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang),
lapisan empat dan lapisan lima.
Patofisiologi karies gigi adalah awalnya asam terbentuk karena
adanya gula (sukrosa) dan bakteri dalam plak (kokus). Gula (sukrosa) akan
mengalami fermentasi oleh bakteri dalam plak hingga akan terbentuk asam
dan dextran. Desxtran akan melekatkan asam yang terbentuk pada
permukaan email gigi. Apabila hanya satu kali makan gula (sukrosa), maka
asam yang terbentuk hanya sedikit. Tapi bila konsumsi gula (sukrosa)
dilakukan berkali-kali atau sering maka akan terbentuk asam hingga pH
mulut menjadi ±5.
Asam dengan pH ±5 ini dapat masuk ke dalam email melalui ekor
enamel port (port d’entre). Tapi permukaan email lebih banyak
mengandung kristal fluorapatit yang lebih tahan terhadap serangan asam
sehingga asam hanya dapat melewati permukaan email dan akan masuk ke
bagian bawah permukaan email. Asam yang masuk ke bagian bawah
permukaan email akan melarutkan kristal hidroksiapatit yang ada. Apabila
asam yang masuk kebawah permukaan email sudah banyak, maka reaksi
akan terjadi berulang kali. Maka jumlah Ca yang lepas bertambah banyak
dan lama kelamaan Ca akan keluar dari email. Proses ini disebut
dekalsifikasi, karena proses ini terjadi pada bagian bawah email maka
biasa disebut dekalsifikasi bagian bawah permukaan. Ringkasan terjadinya
karies gigi :
Sukrosa + Plak = Asam
Asam + Email = Karies
5. Pencegahan Karies
Karies gigi adalah penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan ini
meliputi seluruh aspek kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter gigi,
individu dan masyarakat yang mempengaruhi kesehatan rongga mulut.
Sehubungan dengan hal ini, pelayanan pencegahan difokuskan pada tahap
awal, sebelum timbulnya penyakit (pre-patogenesis) dan sesudah
timbulnya penyakit (patogenesis). Hugh Roadman Leavell dan E Guerney
Clark (Leavell dan Clark) dari Universitas Harvard dan Colombia
membuat klasifikasi pelayanan pencegahan tersebut atas 3 yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tersier.
a. Pencegahan Primer
Pelayanan yang diarahkan pada tahap pre-patogenesis merupakan
pelayanan pencegahan primer atau pelayanan untuk mencegah
timbulnya penyakit. Hal ini ditandai dengan upaya meningkatkan
kesehatan (health promotion) dan memberikan perlindungan khusus
(spesific protection). Upaya promosi kesehatan meliputi pemberian
informasi mengenai cara menyingkirkan plak yang efektif atau cara
menyikat gigi dan menggunakan benang gigi (flossing). Upaya
perlindungan khusus termasuk pelayanan yang diberikan untuk
melindungi host dari serangan penyakit dengan membangun
penghalang untuk melawan mikroorganisme.
b. Pencegahan Sekunder
Pelayanan yang ditujukan pada tahap awal patogenesis merupakan
pelayanan pencegahan sekunder, untuk menghambat atau mencegah
penyakit agar tidak berkembang atau kambuh lagi. Kegiatannya
ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Sebagai
contoh, melakukan penambalan pada lesi karies yang kecil dapat
mencegah kehilangan struktur gigi yang luas.
c. Pencegahan Tersier
Pelayanan ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit yang
dikenal sebagai pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah
kehilangan fungsi dari gigi. Kegiatannya meliputi pemberian
pelayanan untuk membatasi ketidakmampuan (cacat) dan rehabilitasi.
Gigi tiruan dan implan termasuk dalam kategori ini.
BAB III
RENCANA PELAKSANAAN

A. Judul Program

Play Therapy Puzzle Tentang Teknik Menyikat Gigi Yang Baik Dan Benar

Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Pada Anak Pre School.

B. Deskripsi Program

Permainan Puzzle adalah permainan kontruksi melalui kegiatan memasang

atau menjodohkan kotak-kotak, atau gambar bangun-bangun tertentu

sehingga akhirnya membentuk sebuah pola tertentu. Media puzzle adalah

alat peraga atau alat bantu untuk menunjang proses pembelajaran yang

menggunakan puzzle dalam melaksanakan pembelajaran. Dipadukan

dengan materi cara menggosok gigi yang benar.

C. Tujuan Program

a. Tujuan umum
Melakukan pencegahan dini dan perawatan terhadap karies gigi
b. Tujuan khusus
- An. R mengetahui cara sikat gigi yang benar dan tepat
- An. R mengetahui step by step dengan terurut

D. Alat yang diperlukan

Puzzle dengan gambar urutan cara menggosok gigi.

E. Waktu pelaksanaan

Hari/tanggal : Rabu, 23 Oktober 2019

Tempat : Rumah Robi

Waktu : 10.00 – 10.15 WIB


F. Sistematika Proses Program

Acara Waktu Kegiatan mahasiswa Kegiatan sasaran


Pembukaan 10.00 - Mahasiswa melakukan An. R mengikuti apa
s.d penjelasan permainan yang telah
10.02 dan tujuan dari kegiatan dijelaskan
WIB - Mahasiswa membantu mahasiswa
dalam berjalannya
kegiatan
- Kontrak waktu
Bermain 10.02 - Mahasiswa membagikan - An. R mampu
puzzle s.d media/puzzle kepada An. menyelesaikan
10.07 R puzzle secara
WIB - Mahasiswa bersamaan dengan
mendampingi An. R temannya
selama berlangsungnya - An. R aktif selama
kegiatan kegiatan
berlangsung
Evaluasi 10.07 - Mahasiswa - An. R paham
s.d mengevaluasi mengenai dengan apa yang
10.09 kegiatan yang sudah telah disampaikan
WIB dilaksanakan mahasiswa
- Mahasiswa mengulang - An. R paham
apa yang telah dibahas dengan apa yang
kembali secara singkat telah
dikerjakannya
Penutup 10.09 - Mahasiswa menutup - An. R merasa
s.d kegiatan bahagia telah
10.10 - Memberikan apresiasi mengikuti kegiatan
WIB berupa kata kata pujian
G. Hal-hal yang perlu diwaspadai

- An. R tidak focus saat dilaksanakannya intervensi.

- An. R jenuh saat dilakukannya intervensi.

- Waktu pelaksanaan tidak tepat waktu.

H. Antisipasi meminimalkan hambatan

- Pembatasan lingkungan agar An R tidak terdistraksi.

- Ketepatan waktu dalam pelaksanaan intervensi.

- Mengantisipasi kejenuhan dengan menyediakan makanan yang

disukai oleh An R.

I. Pengorganisasian

MC Anggi
Moderator Apsara
Operator dan Melani
Notulen

Fasilitator Bella dan Hasna

J. Kriteria evaluasi

Permainan Indikator Ketercapaian

Anak dapat memecahkan masalah

Anak dapat mencocokkan dan

menyusun kepingan-kepingan
Puzzle
puzzle

Dapat membantu keterampilan

anak
Anak dapat menyebutkan gambar

Dapat memasang dengan cepat

dan tepat

1. Dapatkah anak menggosok gigi secara mandiri?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anak melakukan sikat gigi?
a. Ya
b. Tidak
3. Berapa kali sikat gigi dalam sehari?
a. Tidak pernah
b. 1 kali
c. 2-3 kali
d. > 3 kali
4. Kapan anak menyikat gigi?
a. Pagi hari
b. Pagi dan sore
c. Pagi sore malam
d. Lainnya…. (sebutkan)
5. Apakah anak menyikat gigi setelah makan ?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anak menyikat gigi sebelum tidur ?
a. Ya
b. Tidak
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Saphira & Hartono, Fitri &Adyaksa, Gana. (2017). Hubungan Antara
Gangguan Tidur dengan Perkembangan Pada Anak Studi Pada Anak Usia 3-
6 tahun di Semarang. Semarang: Universitas Diponogoro
Andriana, D. (2015). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Maghfuroh, Lilis. (2017) Metode Bermain Puzzle Berpengaruh pada
Perkembangan Motorik Halus Anak Usia Prasekolah. Jurnal Endurance.
Angelisa, Adita Tri. 2014. Pengaruh pendidikan Kesehatan Gosok Gigi dengan
Metode Bermain Terhadap Perilaku Gosok Gigi Pada Anak Usia Pra Sekokah
di TK Aba Wilayah Monokromo Bantul. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai