Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol.

14 (1)
ISSN 1907-1760

Analisis Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam


Provinsi Sumatera Barat

Technical Efficiency Analysis of Beef Cattle Fattening in Agam District


West Sumatera Province

I. Indrayani1, R. Nurmalina2 dan A. Fariyanti2


1
Fakultas Peternakan Universitas Andalas
Kampus Unand Limau Manis Padang, 25163
2
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
e-mail: ida.indrayani@gmail.com
(Diterima: 23 September 2011; Disetujui: 25 Januari 2012)

ABSTRACT
The domestic beef cattle producers have supplied only 70 percent of the national need. Demand of
the beef cattle has not been accompanied by an increasing of supply response. One of the major
problems in beef cattle farming is its low productivity that might be caused by its low efficiency of input
use. Therefore, this study aims are (1) to estimate the factors that influence the production of beef cattle
fattening, (2) to analyze the level of technical efficiency of beef cattle fattening. The stochastic
production frontier is used to estimate production function. The results showed that quantity of
concentrate, dummy of cattle’s age, and dummy of livestock ownership significantly influence
production. The average value of the farm technical efficiency is 0.764 ranging from a minimum of
0.478 to a maximum of 0.996.
Keywords: beef cattle fattening, technical efficiency, stochastic frontier

PENDAHULUAN ternak berbasis sumberdaya domestik.


Daging merupakan salah satu bahan Target yang ingin dicapai adalah pemenuhan
pangan yang sangat penting dalam 90 persen dari kebutuhan daging sapi
mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, dan nasional. Pengembangan pengusahaan
merupakan komoditas ekonomi yang penggemukan sapi potong dapat dijadikan
mempunyai nilai sangat strategis. Untuk alternatif dalam rangka pemenuhan
memenuhi kebutuhan daging di Indonesia kebutuhan gizi masyarakat. Secara nasional,
terutama berasal dari daging unggas, daging pertumbuhan produksi daging sapi tahun
sapi, daging kerbau serta daging kambing 2005-2008 mengalami penurunan rata-rata
dan domba. Konsumsi daging sapi di sebesar 0,08 persen per tahun, sedangkan
Indonesia setiap tahun selalu meningkat, pertumbuhan konsumsi daging sapi rata-rata
sejalan dengan bertambahnya jumlah 5,47 persen per tahun. Hal ini menyebabkan
penduduk, peningkatan pendapatan dan impor daging dan sapi bakalan tiap tahun
kesejahteraan masyarakat serta semakin selalu meningkat, yaitu tahun 2003-2007
tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan rata-rata 41,36 persen per tahun dan 20,3
pentingnya protein hewani (Diwyanto et al., persen per tahun (Direktorat Jenderal
2005). Peternakan, 2009).
Program Swasembada daging sapi Kabupaten Agam yang merupakan
2014 sebagaimana yang dituangkan dalam salah satu sentra produksi sapi potong di
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 59/ Sumatera Barat memiliki potensi dalam
Permentan /HK.060/8/2007 merupakan salah pengembangan sapi potong. Usaha peng-
satu program utama pemerintah dalam gemukan sapi potong merupakan salah satu
rangka mewujudkan ketahanan pangan asal alternatif usaha yang banyak dipilih

286 Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.)
Vol. 14 (1)

peternak. Hal ini karena disamping sistem menggunakan faktor produksi secara efisien,
pemeliharaan yang relatif mudah, periode dan (3) menganalisis faktor-faktor inefisiensi
pengusahaan juga relatif singkat. Saat ini teknis dalam usaha penggemukan sapi
sebagian besar peternak mengusahakan potong.
penggemukan sapi jenis peranakan Simental.
Hal ini karena sapi jenis peranakan METODE
umumnya memiliki performa produksi yang Lokasi, Waktu, Data dan Sampel
lebih baik. Mata pencaharian utama Penelitian
masyarakat pada bidang pertanian yang
mendukung penyediaan pakan baik berupa Penelitian ini dilakukan di Kecamatan
hijauan maupun limbah pertanian juga dapat Sungai Puar dan Kecamatan Tilatang
dijadikan sebagai salah satu potensi Kamang, Kabupaten Agam. Pemilihan
pengembangan sapi potong. lokasi dilakukan secara purposive dengan
Selain berbagai faktor pendukung di pertimbangan bahwa lokasi tersebut
atas, berdasarkan survey awal di daerah merupakan daerah basis usaha peternakan
penelitian, usaha penggemukan sapi potong sapi potong di Kabupaten Agam dan masih
di Kabupaten Agam juga menghadapi potensial untuk dikembangkan. Untuk setiap
beberapa kendala yaitu (1) skala usaha Kecamatan dipilih dua Nagari dengan
ternak yang diusahakan masih kecil yaitu populasi sapi jantan tertinggi yaitu pada
dengan kepemilikan 1-3 ekor, (2) ke- Kecamatan Sungai Puar adalah Nagari
tersediaan bibit unggul terbatas, (3) Batagak dan Padang Laweh, sementara
terbatasnya akses teknologi, (4) per- untuk Kecamatan Tilatang Kamang meliputi
tambahan bobot badan sapi yang belum Nagari Gadut dan Koto Tangah. Di setiap
optimal, yaitu baru mencapai 400-500 kecamatan diambil 30 sampel secara
g/hari, sedangkan pertambahan bobot badan proporsional dengan metode simple random
sapi berpotensi di atas 800 g/hari, serta (4) sampling. Penetapan peternak yang di-
manajemen pemeliharaan ternak relatif jadikan sampel mengacu pada sampling
masih rendah. Selain kendala diatas peternak frame yang berisi nama-nama peternak
juga masih dihadapkan pada masalah penggemukan sapi potong yang ada di lokasi
keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga yang sudah ditetapkan sebagai lokasi
sebagian peternak masih melakukan usaha penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan
dengan sistem bagi hasil. Keterbatasan April sampai Juni 2010.
modal juga menjadi penyebab peternak Data yang digunakan dalam penelitian
harus membeli bakalan yang berumur lebih ini adalah data kerat lintang (cross section).
muda, sehingga peternak harus melakukan Sumber data yang digunakan adalah data
pemeliharaan sapi dalam waktu yang relatif primer dan data sekunder. Data primer
lebih lama hingga sapi tersebut dapat dijual. dikumpulkan dari tiap responden dengan
Semua permasalahan tersebut dapat menjadi bantuan kuesioner dan pengamatan langsung
hambatan bagi peternak dalam rangka di lapangan Data yang diambil mengenai
peningkatan produksi usaha penggemukan informasi usaha ternak sapi potong seperti
sapi potong. penggunaan input, serta harga input dan
output. Data sekunder dikumpulkan dari
Tulisan ini menyajikan hasil penelitian berbagai instansi terkait seperti Dinas
yang secara umum bertujuan untuk Peternakan, Badan Pusat Statistik, Ditjen
menganalisis produksi dan efisiensi usaha Peternakan, dan instansi terkait lainnya.
penggemukan sapi potong. Tujuan secara
spesifik ditujukan untuk (1) mengetahui Metode Analisis Data
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
produksi usaha penggemukan sapi potong, Analisis produksi usaha ternak sapi
(2) menganalisis apakah peternak sudah potong. Dalam fungsi produksi, faktor-

Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.) 287
Vol. 14 (1)

faktor yang secara langsung mempengaruhi Analisis inefisiensi teknis. Metode


jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan inefisiensi teknis yang digunakan dalam
adalah faktor-faktor produksi yang di- penelitian ini mengacu kepada efek
gunakan. Dalam usaha penggemukan sapi inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh
potong, produksi didekati berdasarkan Battese dan Coelli (1995) dalam Coelli
pertambahan bobot badan sapi, sedangkan (1996). Variabel ui yang digunakan untuk
faktor-faktor produksi yang diduga mem- mengukur efek inefisiensi teknis, di-
pengaruhi pertambahan bobot badan sapi asumsikan bebas dan distribusinya terpotong
adalah jumlah hijauan, konsentrat, jumlah normal dengan N (µi, σ2). Untuk
tenaga kerja, obat-obatan, dummy umur sapi menentukan nilai parameter distribusi (µi)
bakalan dan dummy pola penguasaan ternak. efek inefisiensi teknis pada penelitian ini
Dengan demikian model persamaan penduga digunakan rumus sebagai berikut : µi = δ0 +
fungsi produksi frontier dari usaha δ1Z1 + δ2Z2 + δ3Z3 + δ4Z4 + δ5Z5 + wit
penggemukan sapi potong dapat ditulis dimana :
sebagai berikut : µi = efek inefisiensi teknis
lnY = β0 + β1lnX1 + β2lnX2 + Z1 = umur peternak (tahun)
β3lnX3 + β4lnX4 + β5lnX5 + Z2 = pendidikan formal peternak (tahun)
β6lnX6 + Β7lnX7 + vi – ui Z3 = pengalaman beternak sapi (tahun)
dimana : Z4 = jumlah ternak sapi yang dipelihara
Y = pertambahan bobot badan (kg/rata- (ekor)
rata periode pemeliharaan) Z5 = Dummy Status Usaha (Z51 = 1, jika
X1 = jumlah hijauan (kg/rata-rata periode usaha Utama dan Z52 = 0, jika usaha
pemeliharaan) sampingan)
X2 = jumlah konsentrat (kg/rata-rata Nilai koefisien yang diharapkan : δ1 > 0
periode pemeliharaan) dan δ2, δ3, δ4 < 0.
X3 = jumlah tenaga kerja (HOK/rata-rata Agar konsisten maka pendugaan
periode pemeliharaan) parameter fungsi produksi dan inefficiency
X4 = pengeluaran obat-obatan (Rp/periode frontier dilakukan secara simultan dengan
pemeliharaan) program FRONTIER 4.1 (Coelli, 1996).
X5 = Dummy umur bakalan (X51 = 1 jika Pengujian parameter stochastic frontier dan
bakalan cukup umur yaitu ≥1 tahun efek inefisiensi teknis dilakukan dengan dua
dan X52 = 0 jika bakalan belum cukup tahap. Tahap pertama merupakan pendugaan
umur atau < 1 tahun) parameter βi dengan menggunakan metode
X6 = Dummy pola penguasaan ternak (X61= OLS. Tahap kedua merupakan pendugaan
1 jika milik sendiri dan X62 = 0 jika seluruh parameter β0, βi, varians ui dan vi
sistem bagi hasil) dengan menggunakan metode Maximum
β0 = intersep Likelihood (MLE), pada tingkat kepercayaan
βi = koefisien parameter penduga, dimana α 15 persen. Hasil pengolahan program
i = 1,2,3,......6 FRONTIER 4.1 menurut Aigner et al.
vi–ui = error term (ui = efek inefisiensi
(1977), dan Jondrow et al. (1982) dalam
teknis dalam model dan vi = efek Coelli (1996), akan memberikan nilai
faktor eksternaal yang tidak perkiraan varians dalam bentuk
dimodelkan) parameterisasi sebagai berikut :
Nilai koefisien yang dipakai β1, β2, β3, β5, β6, σ2 = σ2v + σ2u
β6, > 0 dan β4 < 0. Nilai koefisien positif σ2 u
berarti dengan meningkatnya penggunaan γ =
input diharapkan akan meningkatkan σ2 v
produksi daging sapi.

288 Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.)
Vol. 14 (1)

Parameter dari varians ini dapat mencari data terdistribusi normal. Hal yang sama
nilai γ, oleh sebab itu 0 ≤ γ ≤ 1. Nilai juga ditunjukkan pada variabel Tenaga
parameter γ merupakan kontribusi efisiensi Kerja, dimana untuk variabel tersebut nilai
teknis di dalam efek residual total. standar deviasinya juga lebih kecil
dibandingkan nilai rata-ratanya. Sedangkan
HASIL DAN PEMBAHASAN untuk variabel jumlah konsentrat dan tenaga
kerja nilai standar deviasinya lebih besar
Usaha penggemukan sapi potong di dari nilai rata-ratanya, yang berarti data
Kabupaten Agam dilakukan dengan sistem cukup bervariasi. Namun dalam analisis
kereman, dengan rata-rata periode peme- produksi sudah menggunakan log atau ln,
liharaan selama 14,3 bulan. Bangsa sapi ang sehingga data sudah dinormalisasi dan
dipelihara adalah sapi peranakan Simental menjadi lebih baik.
dengan rata-rata jumlah kepemilikan sapi
per peternak adalah 2,4 ekor. Analisis Faktor-faktor yang
Deskripsi Variabel Usaha Penggemukan Mempengaruhi Produksi Usaha
Sapi Potong Penggemukan sapi Potong
di Kabupaten Agam
Statistik deskriptif berguna untuk
mengetahui karakter dari sampel yang Dalam menduga fungsi produksi,
diteliti dalam penelitian. Dari statistik semua variabel input yang diduga
deskriptif tersebut dapat diketahui nilai rata- berpengaruh terhadap produksi usaha
rata, nilai minimum, nilai maksimum dan penggemukan sapi potong yang dilihat dari
standar deviasi. pertambahan bobot badan sapi, dimasukkan
Rata-rata produksi (pertambahan bobot kedalam model. Variabel tersebut terdiri dari
badan) sapi potong di Kabupaten Agam hijauan (X1), konsentrat (X2), tenaga kerja
sebesar 298,22 kg dengan nilai minimum (X3), obat-obatan (X4), dummy umur
adalah 135,20 kg dan nilai maksimum bakalan (X5), dan dummy pola penguasaan
sebesar 524,80 kg. Nilai standar deviasi ternak (X6).
pertambahan bobot badan sapi sebesar Hasil estimasi fungsi produksi
95,87, dimana nilai tersebut lebih kecil dari stochastic frontier disajikan pada Tabel 2.
nilai rata-rata menunjukkan bahwa data Nilai sigma squared (σ2) dan gamma (γ)
terkumpul dan terdistribusi normal. Se- berturut-turut adalah 0,022 dan 0,999, dan
dangkan rata-rata jumlah hijauan yang nyata pada taraf 99 persen. Gamma
diberikan peternak sebesar 28 349,75 kg mengindikasikan keberadaan efisiensi teknis
dengan standar deviasi lebih kecil yaitu dalam proses produksi, atau variasi hasil
sebesar 5180,79, mengindikasikan bahwa
Tabel 1. Statistik Deskriptif Masing-masing Variabel Usaha Penggemukan Sapi Potong di
Kabupaten Agam
No Variabel Minimum Maximum Mean Standar Deviasi
1. Pertambahan Bobot Badan kg) 135,20 524,80 298,22 95,87
2. Jumlah Hijauan (kg) 15 015,00 38 610,00 28 349,75 5 180,79
3. Jumlah Konsentrat (kg) ,00 7 850,70 1 578,69 2 475,83
4. Jumlah TK (HOK) 42.90 160,90 93,73 33,70
5. Pengeluaran Obat-obatan (Rp) ,00 800.000,00 112333,33 118071,60
6. Dummy Umur Bakalan - - - -
7. Dummy Pola Penguasaan Ternak - - - -

Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.) 289
Vol. 14 (1)

yang disebabkan oleh perbedaan efisensi berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat
teknis. Nilai ratio generalized likelihood kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna.
(LR) dari fungsi produksi stochastic frontier Fungsinya adalah meningkatkan dan mem-
adalah 14,05 dan lebih besar dari pada nilai perkaya (pelengkap) nilai gizi pada bahan
kritis pada Tabel Kodde dan Palm (1986) pakan lain (hijauan) yang nilai gizinya
yaitu 11,91, dimana signifikan pada α = 5 rendah. Konsentrat yang dimaksud dalam
persen yang berarti ada efek inefisiensi penelitian ini adalah campuran dari berbagai
teknis dalam model pada teknologi tertentu. bahan pakan yang terdiri dari dedak, kulit
Dalam fungsi produksi variabel-variabel ubi, dan mineral. Ternak sapi yang hanya
yang berpengaruh nyata terhadap diberi pakan hijauan tanpa pakan konsentrat
pertambahan bobot badan sapi adalah tidak mungkin pertambahan bobot badannya
jumlah konsentrat, dummy umur bakalan, maksimal. Jumlah pemberian konsentrat
dan dummy pola penguasaan ternak. yang dianjurkan oleh Direktorat Jenderal
Sedangkan untuk Variabel jumlah hijauan, Peternakan adalah 1 persen dari bobot
tenaga kerja dan pengeluaran obat-obatan badan. Pemberian konsentrat di daerah
tidak berpengaruh nyata. penelitian yaitu rata-rata 1,3 persen dari
Jumlah Hijauan (X1). Koefisien bobot badan. Hasilnya, pertambahan bobot
hijauan bertanda positif yaitu 0,119 yang badan sapi rata-rata di daerah penelitian
berarti jika penggunaan hijauan ditingkatkan adalah 0,5 kg per hari pada Kecamatan
sebesar sepuluh persen, maka akan Sungai Puar dan 0,75 kg per hari di
meningkatkan bobot badan sapi sebesar 1,19 Kecamatan Tilatang Kamang.
persen. Pada penelitian ini koefisien hijauan Hasil penelitian Sidauruk et al. (2001)
tidak berpengaruh nyata terhadap per- untuk sapi jenis Brahman Cross, setiap
tambahan bobot badan sapi. Hal ini karena penambahan satu persen konsentrat
empiris di lapangangan peternak mem- menyebabkan penambahan 0,0416 persen
berikan hijauan dalam jumlah yang banyak bobot akhir sapi pada penggemukan pola
dengan frekuensi 2 kali sehari, yaitu pagi fattening. Target pertumbuhan sapi potong
dan sore hari. Proses memamah-biak yang dicanangkan oleh Menteri Pertanian
(ruminasi) pada ternak ruminansia ber- dalam program Percepatan Pencapaian
langsung secara periodik, dimana proses Swasembada Daging Sapi (P2SDS), per-
ruminasi ini dapat terganggu apabila volume tambahan bobot badan sapi untuk sapi
pakan yang masuk lebih besar dari kapasitas keturunan adalah diatas 0,9 kg/ekor/hari,
lambung. Akibatnya bolus pakan yang sedang untuk sapi PO diatas 0,7
belum sempat dicerna akan dapat langsung kg/ekor/hari.
masuk kedalam alat digesti selanjutnya Jumlah Tenaga Kerja (X3).
(usus). Pemberian hijauan sebaiknya Koefisien tenaga kerja berpengaruh positif
dihindari pemberian yang sekaligus dan namun tidak nyata berpengaruh terhadap
dalam jumlah yang banyak, dimana pertambahan bobot badan sapi. Koefisien
dianjurkan pemberian dilakukan secara tenaga kerja adalah 0,033 menunjukkan
bertahap dan minimal 4 kali dalam sehari bahwa penambahan jumlah jam kerja pada
semalam (Siregar, 2008). penggemukan sapi potong memungkinkan
Jumlah Konsentrat (X2). Koefisien pertambahan bobot badan sapi meningkat
konsentrat berpengaruh positif dan sebesar 0,33 persen. Curahan jam kerja tidak
signifikan pada taraf (α = 5 persen). berpengaruh nyata, hal ini terkait dengan
Koefisien konsentrat sebesar 0,006 berarti perbedaan curahan jam kerja diantara
peningkatan pemberian konsentrat sebagai peternak lebih disebabkan oleh perbedaan
pakan ternak sebesar 10 persen berpeluang waktu yang diperlukan untuk mencari
meningkatkan bobot badan sapi sebesar 0,06 hijauan, dimana bagi peternak yang
persen. Konsentrat adalah bahan pakan yang menempuh jarak yang lebih jauh akan

290 Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.)
Vol. 14 (1)

menghabiskan waktu lebih lama. Sedangkan beberapa peternak memberikannya satu kali
dalam hal pengelolaan ternak relatif sama, enam bulan. Hasil penelitian Yunus (2009)
seperti kebersihan kandang dan waktu pada ternak ayam ras pedaging
pemberian pakan. Kondisi empiris di daerah menunjukkan bahwa variabel vaksin, obat-
penelitian, bahwa proporsi tenaga kerja yang obatan dan vitamin berpengaruh nyata dan
banyak digunakan untuk pengelolaan sapi mempunai hubungan negatif terhadap output
potong adalah tenaga kerja keluarga. yang dihasilkan.
Curahan jam kerja peternak untuk Dummy Umur bakalan (X6).
pengelolaan sapi potong adalah 1,7 jam per Koefisien dummy umur bakalan berpengaruh
ekor per hari, atau 0,213 HOK per ekor per positif, dan nyata pada α = 1 persen . Tanda
hari, dimana sebagian besar digunakan untuk positif mengindikasikan penggemukan sapi
mencari atau menyediakan hijauan. Jadi potong dengan sapi bakalan yang digunakan
satu HOK mampu menangani 4 sampai 5 berada pada fase pertumbuhan, maka akan
ekor ternak. Produksi masih dapat berpengaruh positif terhadap pertambahan
ditingkatkan dengan meningkatkan jam kerja bobot badan sapi. Empiris di lapangan
dalam pengelolaan sapi potong terutama menunjukkan bahwa 46,67 persen dari
curahan waktu untuk perawatan ternak, peternak menggunakan sapi bakalan dengan
seperti sanitasi kandang, penyiapan pakan, umur diatas satu tahun. Sugeng (2006),
dan memandikan ternak. Hal ini sangat menyatakan bahwa penggemukan sebaiknya
penting dalam rangka menjaga kesehatan dilakukan pada ternak sapi usia 12-18 bulan
ternak. Tidak jauh berbeda dengan hasil atau paling tua umur 2,5 tahun. Pembatasan
penelitian Mulyanuddin (1996) menyatakan usia ini dilakukan atas dasar bahwa pada
satu HOK hanya mampu menangani empat usia tersebut ternak tengah mengalami fase
ST (Satuan Ternak). Penelitian Elly (2008) pertumbuhan dalam pembentukan kerangka
menghasilkan ketersediaan tenaga kerja maupun jaringan daging.
keluarga pada usaha ternak sapi di Bolaang Dummy Pola Penguasaan Ternak
Mongondow berpengaruh dalam (X7). Koefisien dummy pola penguasaan
peningkatan produksi sapi, sedangkan di ternak bertanda positif dan nyata
Minahasa tidak mempengaruhi produksi berpengaruh terhadap pertambahan bobot
sapi. badan sapi pada α = 15 persen. Tanda yang
Pengeluaran Obat-obatan (X4). positif mengindikasikan bahwa penguasaan
Koefisien pengeluaran obat-obatan bertanda peternak terhadap ternak, yaitu milik sendiri
negatif, namun tidak nyata. Hal ini terkait atau bagi hasil akan mempengaruhi peternak
dengan nilai koefisien elastisitas permintaan dalam mengelola usahanya, sehingga
faktor produksi bertanda negatif, yang peternak yang usahanya adalah milik sendiri
menjelaskan adanya hubungan negatif antar akan lebih giat dan akan dengan cepat
permintaan faktor produksi variabel terhadap mengantisipasi resiko kegagalan yang
harganya. Kenaikan harga obat-obatan mungkin muncul, karena peternak tidak
menyebabkan penggunaan obat-obatan ingin menderita kerugian dalam usahanya
cenderung berkurang, sehingga upaya tersebut. Secara umum pola penguasaan
peternak terhadap pengobatan dan ternak sapi di daerah penelitian adalah milik
pencegahan penyakit ternaknya menurun. sendiri (53,3 persen) dan sisanya adalah
Obat- obatan yang sering diberikan berupa sistem bagi hasil (46,7 persen).
antibiotik dan obat cacing, sedangkan obat-
obatan lain biasanya berupa vitamin, namun Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan
itupun tidak diberikan secara rutin. Vitamin Sapi Potong
biasanya diberikan waktu pertama kali sapi Nilai indeks efisiensi teknis hasil
sampai di kandang atau saat awal analisis dikategorikan efisien jika lebih besar
penggemukan dilakukan, dan selanjutnya dari 0,8 karena daerah penelitian merupakan

Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.) 291
Vol. 14 (1)

salah satu sentra produksi sapi potong di Tabel 3 menunjukkan bahwa secara
Sumatera Barat. Tabel 3 menunjukkan umum tingkat efisiensi teknis usaha ternak
bahwa nilai rata-rata tingkat efisiensi teknis relatif merata, dimana dari seluruh peternak
yang dicapai peternak penggemukan sapi yang mengusahakan penggemukan sapi
potong di lokasi penelitian adalah sebesar potong yang diteliti, 63,33 persen berada
0,764. Artinya, rata-rata produktivitas yang pada 0,61-0,80. Sedangkan yang tergolong
dicapai adalah sebesar 76,4 persen yang efisien (tingkat efisiensi di atas 0,80) hanya
berarti produksi masih dapat ditingkatkan 31,67 persen. Hal ini berarti proporsi
sebesar 23,6 persen untuk mencapai frontier peternak sapi potong yang mendekati
yakni produktivitas maksimum yang dapat frontier (Tingkat Efisiensi Teknis mendekati
dicapai dengan sistem pengelolaan yang 1,0) ada sebanyak 31,67 persen. Hasil
terbaik. Hasil tersebut mengindikasikan penelitian juga menunjukkan rata-rata
bahwa sebagian besar peternak di Kabupaten tingkat efisiensi teknis pengusahaan
Agam belum efisien dalam berproduksi, penggemukan sapi potong di Tilatang
karena rata-rata tingkat efisiensi yang Kamang lebih tinggi yaitu sebesar 0,798,
dicapai masih di bawah 80 persen. sedangkan Kecamatan Sungai Puar rata-rata
0,731.

Tabel 2. Pendugaan Fungsi Stochastic Frontier dengan Menggunakan Metode Maximum


Likelihood Estimates (MLE)
Variabel Simbol Parameter Dugaan t-rasio
Intersep 6,832 6,732
Jumlah Hijauan (kg) X1 0,119 1,051
Jumlah Konsentrat (kg) X2 0,006 ** 2,889
Jumlah Tenaga Kerja (HOK) X3 0,033 0,582
Pengeluaran Obat-obatan (Rp) X4 0,324 0,655
Dummy Umur Bakalan X5 0,323 *** 3,840
Dummy Pola Penguasaan Ternak X6 0,139 ** 1,648
Log-likelihood OLS 29,73
Log-likelihood MLE 36,75
LR 14,05
Keterangan : ***nyata pada α 1% ; **nyata pada α 5%; * nyata pada α 15%

Tabel 3. Sebaran Efisiensi Teknis Peternak Responden


Sebaran Nilai Efisiensi Teknis Jumlah Persentase (%)
0,41 – 0,50 1 1,67
0,51 – 0,60 2 3,33
0,61 – 0,70 20 33,33
0,71 – 0,80 18 30,00
0,81 – 0,90 11 18,33
0,91 – 1,00 8 13,33
Total 60 100,00
Rata-rata 0,764
Minimum 0,478
Maksimum 0,996

292 Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.)
Vol. 14 (1)

Hasil yang diperoleh lebih rendah dari efisiensi teknis yang tinggi tersebut berada
penelitian Cehyan dan Haznechi (2010) pada usia diatas usia rata-rata peternak (≥ 43
yang menghasilkan bahwa Technical tahun). Berbeda dengan penelitian (Umoh,
Efficiency (TE) yang dicapai pada usaha 2006) yang menemukan bahwa variabel
penggemukan sapi potong di Turkey rata- umur berpengaruh negatif terhadap in-
rata adalah 0,92 dengan kisaran antara 0,67- efisiensi teknis pada usahatani dipedesaan
1. Sedangkan penelitian Rae et al. (2006) namun tidak nyata.
yang meneliti Total Factor Productivity Pendidikan Formal (Z2). Hasil
(TFP) dan Technical Efficiency (TE) usaha analisis menunjukkan variabel umur ber-
ternak di China menghasilkan bahwa selama tanda negatif namun tidak nyata. Variabel
rentang waktu 1998-2001 rata-rata ini dianggap sebagai proxy dari kemampuan
pertumbuhan TFP produksi daging sapi manajerial peternak. Semakin lama waktu
diatas 4,5 persen sedangkan rata-rata yang dihabiskan peternak untuk menempuh
pencapaian efisiensi teknis adalah 75 persen. pendidikan diduga semakin mendorong
peternak untuk meningkatkan efisiensi da-
Sumber-sumber Inefisiensi Teknis Usaha lam proses produksi dan penggunaan input-
Penggemukan Sapi Potong input. Variabel pendidikan tidak ber-
pengaruh nyata, karena empiris di lapangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pendidikan peternak relatif merata,
tingkat efisiensi teknis peternak di wilayah
dimana sebagian besar (50 persen) peternak
penelitian diduga dengan menggunakan
berada pada level pendidikan Sekolah Dasar
model efek inefisiensi dari fungsi produksi
(SD). Menurut Kebede (2001) pendidikan
stochastic frontier. Hasil pendugaan
dapat meningkatkan kemampuan petani
menunjukkan bahwa faktor yang ber-
untuk mencari, memperoleh dan mengiter-
pengaruh nyata dalam menjelaskan in-
pretasikan informasi yang berguna tentang
efisiensi teknis didalam proses produksi
input-input produksi.
usaha penggemukan sapi potong, adalah
Pengalaman (Z3). Pengalaman
faktor umur dan dummy status usaha.
diukur berdasarkan selang waktu peternak
Diantara faktor-faktor tersebut, hasil
menjalankan usaha penggemukan sapi
pendugaan sesuai dengan yang diharapkan,
potong. Pada beberapa penelitian se-
kecuali untuk faktor umur.
belumnya, pengalaman dianggap sebagai
Umur (Z1). Variabel umur
proxy dari umur petani khususnya pada
dimasukkan dalam model efek inefisiensi
sistem pertanian tradisional. Hasil penelitian
teknis dengan dugaan berpengaruh positif
diperoleh pengalaman peternak yang
terhadap inefisiensi teknis usaha ternak.
bertanda negatif, menunjukkan bahwa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur
semakin lama pengalaman peternak dalam
bertanda negatif. Hal ini mengindikasikan
mengusahakan penggemukan sapi potong,
semakin lama umur, maka peternak
maka peternak akan semakin efisien atau
cenderung lebih efisien dalam menggunakan
tingkat inefisiensi teknis semakin rendah.
input produksi. Hal ini terjadi karena seiring
Tingkat pengalaman peternak selama itu
dengan peningkatan usia peternak, ke-
akan memberikan bekal pengetahuan dan
mungkinan pengalaman dan keterampilan
keterampilan dalam mengelola usaha ter-
mereka juga meningkat. Sejalan dengan
naknya. Semakin lama pengalaman be-
hasil tingkat efisiensi teknis yang dicapai
ternak, cenderung semakin memudahkan
masing-masing peternak yaitu terdapat 31,67
peternak dalam pengambilan keputusan yang
persen peternak yang berada pada selang
berhubungan dengan teknis pemeliharaan
tingkat efisiensi teknis yang tergolong tinggi
usaha ternaknya. Hal tersebut disebabkan
yaitu antara 0,81-1,00. Sebagian besar
karena pengalaman dapat dijadikan pedoman
peternak (78,9 persen) dengan tingkat

Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.) 293
Vol. 14 (1)

dan penyesuaian terhadap permasalahan selang tingkat efisiensi teknis tergolong


usaha ternak di masa mendatang. tinggi (selang 0,81-1,00), sebagian besar
Dummy status usaha ternak (Z4). (68,4 persen) menjadikan usaha ternaknya
Status usaha ternak di wilayah penelitian sebagai usaha utama. Hasil analisis terhadap
terdiri dari usaha utama dan sampingan. efek inefisiensi teknis disajikan pada Tabel
Hasil analisis menunjukkan variabel dummy 4.
status usaha ternak berpengaruh nyata pada Selanjutnya dapat dijelaskan varians
2
α = 5 persen dengan tanda negatif. Hal ini (σ ) dan parameter gamma (γ) model efek
dapat dijelaskan bahwa peternak yang inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic
menjadikan usaha penggemukan sebagai frontier. Pada Tabel dapat diketahui bahwa
usaha utama relatif lebih efisien diban- parameter γ dugaan yang merupakan rasio
dingkan peternak yang menjadikan usahanya dari varians efisiensi teknis (ui) terhadap
hanya sebagai sampingan. Hal ini dise- varians total produksi (εi) adalah 0,999.
babkan peternak yang menjadikannya Secara statistik nilai tersebut nyata pada α =
sebagai usaha utama, maka perhatiannya 0,01. Angka ini menunjukkan bahwa 99,9
akan lebih fokus dan keinginan untuk persen dari variabel galat dalam fungsi
peningkatan produksi akan lebih tinggi, produksi menggambarkan efisiensi teknis
karena usaha tersebut sebagai sumber peternak atau 99,9 persen dari variasi hasil
penghasilan utama untuk mencukupi diantara peternak responden disebabkan oleh
kebutuhan hidupnya. perbedaan efisiensi teknis.
Secara umum usaha penggemukan Hasil ini menjelaskan bahwa hampir
sapi potong di wilayah penelitian masih semua variasi dalam keluaran dari produksi
sebagai usaha sampingan, yaitu rata-rata batas dianggap sebagai akibat dari tingkat
63,33 persen dari keseluruhan peternak pencapaian teknis efisiensi yang berkaitan
responden. Empiris di lapangan dari dengan manajerial dalam pengelolaan usaha
keseluruhan peternak yang berada pada penggemukan sapi potong.

Tabel 4. Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Variabel Nilai Dugaan t – rasio


Konstanta 1,014 1,788
Umur (Z1) -0,139 * -1,166
Pendidikan (Z2) -0,058 -0,493
Pengalaman (Z3) -0,029 -0,838
Dummy Status Usaha (Z4) -0,128 ** -2,175
Keterangan : ***nyata pada α 1% ; **nyata pada α 5%; * nyata pada α 15%

Tabel 5. Varians dan Parameter γ (gamma) dari Model Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi
Stochastic frontier

Varians dan
Nilai Dugaan Standard Error t-Rasio
Parameter γ
σs2 = σv2 + σu2 0,022 0,005 1,540
γ = σu2 / σs2 0,999 0,270 3,703

294 Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.)
Vol. 14 (1)

KESIMPULAN Coelli, T.J. 1996. A guide to FRONTIER


Version 4.1 : A Computer Program for
Faktor-faktor yang berpengaruh Stochastic Frontier Production and Cost
terhadap pertambahan bobot badan sapi Function Estimation. Centre for
adalah jumlah konsentrat, dummy umur Efficiency and Productivity Analysis,
bakalan, dan dummy pola penguasaan University of New England, Armidale.
ternak. Untuk mencapai produksi yang Direktorat Jenderal Peternakan. 2009.
optimal, peternak perlu memperhatikan Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal
umur bakalan yang digunakan, dimana Peternakan, Jakarta.
sebaiknya peternak menggunakan sapi
bakalan yang berumur di atas satu tahun. Diwyanto, K., A. Priayanti, dan I. Inounu.
Disamping itu penggunaan konsentrat juga 2005. Prospek dan Arah Pengembangan
perlu ditingkatkan dalam rangka Komoditas Peternakan Unggas, Sapi,
peningkatan bobot badan sapi. Penggunaan dan Kambing-Domba. Jurnal Wartozoa,
konsentrat dalam usaha penggemukan sapi 15(1) : 11-25.
potong di Kabupaten Agam sudah sesuai Elly, F.H. 2008. Dampak Biaya Transaksi
dengan kebutuhan minimal sapi, dimana terhadap Perilaku Ekonomi
kebutuhan minimal sapi potong satu persen Rumahtangga Peternak Usaha Ternak
dari bobot badan sapi. Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara.
Rata-rata peternak penggemukan sapi Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana,
potong di Kabupaten Agam belum efisien Institut Pertanian Bogor, Bogor.
secara teknis dengan tingkat efisiensi teknis Jondrow, J., C. A. K. Lovell, I. S. Materov
yang dicapai rata-rata adalah sebesar 0.764 and P. Schmidt. 1982. On Estimation of
dan relatif merata. Variabel yang Technical Inefficiency in the Stochastic
berpengaruh nyata terhadap inefsiensi teknis Frontier Production Function Model.
usaha penggemukan sapi potong adalah Journal of econometrics. 19 (1) : 233-
variabel umur dan dummy status usaha 238.
ternak. Sementara variabel pendidikan dan Kodde, D.A. and F.C. Palm. 1986. Wald
pengalaman tidak berpengaruh nyata. Criteria for Jointly Testing Equality and
Inequality Restrictions. Econometrica,
DAFTAR PUSTAKA 54(5) : 1243-1248.
Aigner, D.J., C.A.K. Lovell and P. Schmidt. Kebede, T.A. 2001. Farm Household
1977. Formulation and Estimation of Technical Efficiency : A Stochastic
Stochastic Frontier Production Function Frontier Analysis. A Study of Rice
Model. Journal of Econometrics, 6(1) : Producers in Mardi Watershed in the
21-37. Western Development Region of Nepal.
Battese, G.E. and T.J. Coelli. 1995. A http
model for Technical Efficiency Effects ://www.ub.no/elpub/Norad/2001/NLH
in a Stochastic Frontier Production /Thesis 01.pdf (6 Januari 2009).
Function for Panel Data. Empirical Rae, A.N., Hengyan Ma, J. Huang, and S.
Economics, 20 : 325-332. Rozalle. 2005. Livestock in China :
Cehyan, V., Hazneci, K. 2010. Economic Commodity-Specific Total Factor
Efficiency of Cattle-Fattening in Productivity Decomposition Using New
Amasya Province, Turkey. Journal of Panel Data. Agricultural Policy
Animal and Veterinary Advances, 9(1) : Discussioan Paper, No.20. Massey
University, Palmerston North.
60-69.
http://caps.massey.ac.nz/dies/Ag policy

Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.) 295
Vol. 14 (1)

Discussion paper No.20 pdf (15 Umoh, G.S. 2006. Resource Use Efficiency
Agustus,2010). in Urban Farming : An Application of
Stochastic Frontier Production Function
Sidauruk, R., L. Cyrilla, dan J.
International Journal of Agriculture and
Atmakusuma. 2001. Analisis Efisiensi
Biology, 8(1) : 38-44.
Pola Usaha Sapi Potong di Bekasi Jawa
Barat (Kasus di PT. Lembu Jantan Yunus, R. 2009. Analisis Efisiensi Produksi
Perkasa). Jurnal Media Peternakan, Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging
24(1) : 128-135. Pola Kemitraan dan Mandiri di kota
Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis
Siregar, S.B. 2008. Penggemukan Sapi.
Magister Sains. Program Pascasarjana,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Universitas Diponegoro, Semarang.

Sugeng, Y.B. 2006. Sapi Potong. Penebar


Swadaya, Yakarta.

296 Efisiensi Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong (I. Indrayani et al.)

Anda mungkin juga menyukai