Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Islam dan Pandangan Hidup


Islam merupakan agama yang sudah disempurnakan oleh Allah SWT yang
diturunkan oleh nabi terakhir, Muhammad SAW, untuk seluruh alam semesta. Islam
turun ke dunia ini tidak untuk menghilangkan agama samawi yang sudah
diturunkan sebelumnya tetapi untuk menyempurnakan ajaran agama samawi
tersebut. Hal ini seperti yang termaktub dalam surat Al Ahqaf ayat 30 yang artinya :
Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah
mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran
dan kepada jalan yang lurus.”
Islam tidak hanya dianut oleh seluruh umatnya yang merupakan manusia
tetapi juga oleh para jin sesudah diperdengarkan kepada mereka kalam Allah
SWT, seperti tercantum pada ayat diatas, dan islam juga membenarkan ajaran dari
kitab-kitab sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa
islam diturunkan untuk kemaslahatan dunia beserta seluruh isinya. Islam
menyatakan bahwa dunia disini tidak hanya dunia yang terlihat, tetapi juga dunia
yang tidak dapat terlihat oleh indra manusia, buktinya adalah bahwa islam tidak
hanya diturunkan kepada manusia tetapi juga kepada jin (Al Ahqaaf ;29-31, Al Jin ;1-
2).
Dengan demikian, maka dunia disini tidak hanya berarti dunia yang
bersifat fisik saja atau dunia yang dapat diamati oleh manusia melalui seluruh
indranya, dunia disini juga berarti dunia yang tidak dapat teramati oleh indra
manusia atau yang dikenal dengan dunia fisika dan metafisika. Dapat dikatakan
bahwa dunia disini berarti adalah segala sesuatu selain Allah SWT.
Pandangan hidup islam melingkupi baik dunia fisik beserta seluruh isinya
serta akhirat yang akan dijalani kemudian. Dunia fisik beserta segala isinya harus
dilihat oleh manusia sebagai sebuah tempat untuk mempersiapkan diri
menghadapi dunia akhirat yang merupakan kepentingan utama dan terakhir bagi
manusia. Apabila manusia menerima pandangan hidup ini, dimana panduan
lengkapnya sudah tercantum dalam Al Qur’an, hal itu berarti manusia menerima
tugas yang diemban sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT, yaitu
menjadi khalifah dimuka bumi ini yang kepemimpinannya akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT kelak.

1.2 Manusia Dalam Islam


Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi tingkatannya di seluruh
alam semesta ini. Hal ini dibuktikan dengan diperintahkannya semua makhluk
untuk bersujud kepada Adam AS., sebagai manusia pertama yang diciptakan oleh
Allah SWT.sebagaimana tersurat dalam Al Baqarah ayat 34 yang artinya :
“Dan (ingatlah) Ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah
kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur
dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
Manusia diberi kemampuan oleh Allah SWT untuk memperoleh
pengetahuan yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lain, termasuk malaikat
seperti dalam surat Al Baqarah ayat 33 yang artinya :
“Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini."
Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah
berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan
apa yang kamu sembunyikan?”
Keistimewaan ini diberikan kepada manusia, karena pada saatnya nanti, manusia
akan diberi tugas sebagai khalifah dimuka bumi ini. Hal ini tercantum dalam surat
Al Baqarah ayat 30 yang artinya :
“Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi ini orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Untuk menunaikan tugas sebagai khalifah tersebut, manusia diberi
petunjuk melalui ayat-ayat Allah SWT.yang diterima melalui Rasulullah
Muhammad SAW yang dibukukan dalam sebuah kitab suci yang diberi nama Al
Qur’an. Rasulullah bersabda: “Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung
jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung
jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan
bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan
bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan
(karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak
bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadits diatas jelas bahwa sebenarnya setiap umat manusia
akan menjadi khalifah atau pemimpin, baik untuk orang lain maupun untuk
dirinya sendiri sehingga setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas
semua kepemimpinannya kelak. Untuk itu manusia perlu tujuan hidup yang jelas
agar bisa melakukan tugasnya dengan baik.

1.3 Visi dan Misi Manusia Dalam Islam


Seseorang bisa menetapkan visi apapun untuk tujuan hidupnya dan
apabila seseorang tidak memiliki visi yang jelas maka ia akan bertahan hidup
sesuai dengan rutinitas harian yang dilakukannya (Bateman & Zeithaml, 1993).
Visi merupakan sesuatu yang diperlukan dalam menyelenggarakan atau
mengarungi hidup kita ini, ia merupakan pembeda antara satu orang dengan orang
lainnya. Sebagai sebuah agama penyempurna, Islam sudah mempunyai tuntunan
hidup yang menyeluruh yang dapat diguinakan sebagai visi dan misi bagi seluruh
umat manusia dimanapun ia berada. Tuntunan ini dimuat dalam al-Qur’an dan
dijelaskan melalui hadits serta dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan adanya petunjuk tersebut, sesungguhnya akan menjadi sangat mudah bagi
umat islam untuk bisa melaksanakan visi dan misi manusia sebagai pemimpin di
dunia dan mempersiapkan kehidupan di akhirat kelak.

1.4 Visi Manusia


Seorang manusia harus mempunyai tujuan hidup yang jelas dan tujuan
hidup manusia yang paling pasti datangnya adalah kematian karena setiap
makhluk yang bernyawa pasti akan mati seperti pada hadits berikut:
Ibnu Abbas RA. Berkata: “Nabi SAW. Bersabda: “Aku berlindung dengan
keagungan-Mu yang tiada Tuhan kecuali Engkau yang tidak mati, sedangkan
manusia dan jin semuanya mati. (HR. Muslim).
Dengan demikian maka manusia harus mempunyai visi yang paling tidak
bisa mencakup kematian tersebut. Islam sudah mengajarkan sebuah visi yang
sebaiknya kita penuhi sebagaimana dalam surah al-Baqarah ayat 201yang artinya :
“dan diantara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka".
Manusia lahir ke dunia ini setelah berada dalam kandungan ibunya selama
40 minggu, kemudian tumbuh menjadi besar dan dewasa, sebagian ada yang
diwafatkan sebelum usia tuanya dan sebagian lagi dipanjangkan umurnya dan
dikembalikan kondisinya seperti ketika ia tidak tahu apa-apa tetapi yang pasti
semua yang hidup akan mengalami mati. Pada saat manusia tersebut tumbuh maka
akan muncul keinginan manusia untuk bisa hidup sejahtera, dan hal ini
dituangkan dalam bagian pertama visi manusia menurut islam yaitu untuk
mencapai kebaikan di dunia.
Segera setelah manusia mencapai visinya yang pertama, maka umurnya
pun kemudian akan sampai kepada waktunya, dan akhirnya ia mengalami
kematian. Untuk itu visi yang kedua akan berlaku yaitu mencapai kebahagiaan di
akhirat. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa manusia hanya
mempunyai waktu di dunia untuk bisa mencapai visi tersebut. Waktu manusia ini
terbatas hanya sejak ia dilahirkan hingga menemui ajalnya dan ini hanya ada di
dunia fisik saja. Menurut syariah, waktu seseorang dalam melakukan amalnya
dihitung sejak ia mencapai akil baligh, sehingga waktu hidup manusia tidak
seluruhnya dihitung untuk bisa mencapai kebaikan di dunia dan akhirat.
Berdasarkan hal tersebut maka manusia harus bisa menyusun misinya sedemikian
rupa sehingga ia bisa mengoptimalkan waktu hidupnya di dunia untuk mencapai
visi “kebaikan di dunia dan kebaikan diakhirat serta terhindar dari siksa api
neraka”.

1.5 Misi Manusia


Sebagaimana sudah diuraikan diatas, manusia memiliki misi yang dibatasi oleh
waktu hidup manusia tersebut di dunia. Misi yang dimaksud disini adalah
sebagaimana yang tertulis dalam surat Al-Ashr ayat 1-3 sebagaimana berikut:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat
menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi
kesabaran”
Dalam surat tersebut, dinyatakan bahwa sesungguhnya seluruh manusia itu
akan merugi apabila ia tidak menggunakan waktunya untuk berbuat kebaikan dan
saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Hal ini menjadi penanda bagi
kita semua bahwa ternyata tidak semua manusia yang berada dimuka bumi ini
akan selalu ada dalam jalan kebenaran dan apabila ia tetap berada dalam jalan
yang salah, maka ia termasuk ke dalam golongan orangorang yang merugi.
Dengan demikian, maka misi manusia yang paling utama adalah “menjadi orang
yang beriman dan berbuat kebaikan dan saling menasihati dalam kebenaran dan
kesabaran”. Misi yang diemban oleh manusia akan mempunyai banyak hambatan,
salah satunya adalah hambatan mengenai waktu. Rasulullah bersabda: “Zaman
(masa) terus berjalan dari sejak awal penciptaan langit dan bumi. Satu tahun ada
dua belas bulan, di antarnya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan,
yaitu Dzul Qa’dah. Dzul Hijjah dan Muharan serta Rajab yangberada antara
Jumadil (Akhir) dan Sya’ban.” (HR Ad-Darimi)
Dalam hadits diatas Nabi bersabda bahwa ada yang terus berjalan dan
tidak pernah berhenti dalam kehidupan kita yaitu masa atau yang kita kenal
dengan waktu. Sang waktu tersebut disebutkan sudah berjalan sejak diciptakannya
langit dan bumi. Maka pertanyaannya adalah berapa lama sebenarnya waktu kita
untuk bisa melakukan amal saleh di dunia ini dalam hitungan umur dunia dan
akhirat.
Saat ini kita mengenali bahwa waktu ini terdiri dalam 24 jam dalam sehari, setiap
jam terdiri dari 60 menit, setiap menit terdiri dari 60 detik sehingga dalam sehari
semalam kita mengenal waktu sebanyak 1440 menit atau sekitar 86400 detik.
Dalam seminggu kita mengenal waktu sebanyak 168 jam, sebulan sebanyak lebih
kurang 5040 jam dan setahun sekitar 8760 jam.
Apabila kita bandingkan umur rata-rata manusia yaitu sebesar 72 tahun
(wikipedia, 2013) dan kita bandingkan dengan waktu yang berjalan di akhirat
maka akan kita dapati bahwa rata-rata umur manusia tersebut sebesar 0.072 hari
akhirat. Faktor pembagi sebesar seribu tahun ini dapat kita dapatkan pada ayat
berikut:
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal
Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi
Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu”. (Al-Hajj:47)
Dapat kita bayangkan bahwa ternyata masa hidup manusia tidak selama
yang kita sangka selama ini. Dengan waktu yang sesingkat itu, maka manusia
tidak memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan kehidupannya, baik
kehidupan di dunia, apalagi untuk kehidupan diakhirat kelak. Untuk itu
manajemen waktu yang efektif dan efisien dalam kehidupan manusia sebagai
sorang muslim akan memiliki arti yang sangat penting dan kita harus bisa
memetakan visi dan misi kita dengan lebih detail.

Gambar 2 Visi dan Misi Manusia


Misi Manusia untuk Beriman. Allah berfirman sebagai berikut:
“Kami berfirman :"Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian
jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-
Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka
bersedih hati."(al-Baqarah(2):38)
Misi manusia yang pertama adalah menjadi orang yang beriman dalam
agama islam. Iman ini diperlukan agar manusia itu tidak akan merasa khawatir
dan tidak juga merasa bersedih hati. Agar imannya bisa diterima maka terlebih
dahulu orang tersebut harus memeluk Islam sebagaimana dalam hadits berikut:
”Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam.” Kemudian
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam menjawab: ”Islam yaitu: hendaklah
engkau bersaksi tiada sesembahan yang haq disembah kecuali Alloh dan
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh. Hendaklah engkau mendirikan
sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Romadhon, dan mengerjakan haji
ke rumah Alloh jika engkau mampu mengerjakannya.”(HR. Muslim)
Hadis diatas menyatakan bahwa seseorang itu disebut islam jika ia sudah
mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa
Ramadhan serta mengerjakan haji jika mampu. Kelima hal tersebut dikenal
dengan nama rukun islam. Jika seseorang itu sudah menganut agama islam, maka
ia harus beriman terhadap apa-apa yang diperintahkan, sebagaimana pada lanjutan
hadits diatas, sebagai berikut: Orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah
kepadaku tentang iman”. (Rosululloh) menjawab: ”Hendaklah engkau beriman
kepada Alloh, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-
Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan
yang buruk.” (HR. Muslim)
Seseorang itu dikatakan beriman jika ia mengimani hal-hal berikut ini,
yaitu iman kepada Allah, iman kepada para malaikat Allah, iman kepada
kitabkitab yang diturunkan oleh Allah, beriman kepada utusan Allah, serta kepada
hari akhir dan juga kepada taqdir yang baik dan yang buruk. Hal yang
tingkatannya lebih tinggi lagi adalah yang dikatakan sebagai ihsan yaitu: Lalu
orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan.” (Beliau)
menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau
melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-
Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.”(HR. Muslim)
Ihsan itu adalah jika kita beribadah, misalnya melakukan sholat, kita
merasa seolah-olah kita berada dihadapan Allah SWT sehingga hal ini akan
memberikan kekuatan bagi kita untuk fokus kepada ibadah yang sedang kita
kerjakan, tetapi jika kita tidak bisa melakukan hal tersebut maka sesungguhnya
Allah itu Maha Melihat. Dengan demikian, apapun juga yang sedang kita lakukan,
kita harus sadar bahwa Allah itu dapat melihat apa yang sedang kita kerjakan dan
bahkan apa yang kita pikirkan walaupun kita tidak bisa melihat Allah SWT.
Berdasarkan hal tersebut diatas jelas bahwa seseorang itu bisa dikatakan beriman
jika ia sudah memeluk agama islam dan beriman kepada apa yang diperintahkan
oleh Allah, yaitu iman kepada Allah, iman kepada para malaikatNya, iman kepada
utusan-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, kepada hari akhir dan takdir baik dan
buruk. Manusia juga diharapkan untuk mencapai tingkat ihsan. Misi Manusia
untuk Berbuat Kebaikan. Salah satu ciri amal yang diterima oleh Allah SWT
adalah sebagaimana yang tertera pada hadits berikut: “Allah tidak menerima iman
tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”.
(HR. Ath-Thabrani)
Berdasarkan hadits tersebut diatas, jelas bahwa amal perbuatan seseorang
tidak akan diterima sebelum ia beriman. Dalam hadits lain dikatakan sebagai
berikut: Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, yang bagaimanakah orang
yang baik itu?" Nabi Saw menjawab, "Yang panjang usianya dan baik amal
perbuatannya." Dia bertanya lagi, "Dan yang bagaimana orang yang paling
buruk (jahat)?" Nabi Saw menjawab, "Adalah orang yang panjang usianya dan
jelek amal perbuatannya." (HR. Ath-Thabrani dan Abu Na'im)
Untuk menjadi manusia yang baik, berdasarkan hadits diatas, maka
manusia itu paling tidak harus berbuat baik dalam segala amal perbuatannya.
Amal perbuatan seseorang tentunya berbeda-beda sesuai dengan kemampuan
masing-masing dan hal ini diperbolehkan oleh Allah SWT sebagaimana dalam
hadits berikut: “Lakukan apa yang mampu kamu amalkan. Sesungguhnya Allah
tidak jemu sehingga kamu sendiri jemu”. (HR. Bukhari).
Hadits diatas menyatakan bahwa seorang manusia boleh beramal sesuai
dengan kemampuannya dan Allah pasti akan membalas perbuatannya dengan
pahala yang sesuai dan hal ini akan berlajut terus sampai manusia itu sendiri
merasa jemu atau bosan terhadap amal yang ia kerjakan dan berhenti. Apabila
amal yang dikerjakannya dihentikan, maka berhenti pula balasan pahala dari Allah
SWT. Hadits diatas juga mengajarkan kepada manusia untuk selalu mawas diri
dan selalu berbuat baik dan dilakukan terus menerus sebagaimana pada hadits
berikut: “Amalan-amalan yang paling disukai Allah ialah yang lestari (langgeng
atau berkesinambungan) meskipun sedikit”. (HR. Bukhari)
Satu hal yang perlu diingat adalah Allah lebih menyukai manusia
mengerjakan amalan yang wajib terlebih dahulu sebagaimana pada hadits berikut:
Amalkan semua yang diwajibkan (fardhu) Allah, niscaya kamu menjadi orang
yang paling bertakwa. (Ath-Thahawi)
Dengan demikian, jelas bahwa seseorang dalam berbuat baik harus
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu ia harus beriman, melakukan amal yang
wajib terlebih dahulu, amal perbuatannya harus rutin tanpa mengenal jemu sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Misi Manusia untuk Menasihati dalam
Kebenaran dan Kesabaran. Misi manusia yang berikutnya berdasarkan surat al-
Ashr adalah saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Nasihat itu sendiri
menurut hadits nabi bisa muncul dalam beberapa level seperti berikut ini:
1. Nasihat bagi Allah
2. Nasihat kepada bagi Kitab Allah
3. Nasihat bagi Rasulullah
4. Nasihat bagi para Imam
5. Nasihat bagi Kaum Muslimin
Nasihat bagi Allah berarti bahwa kita benar-benar meyakini bahwa Allah
itu adalah sebenar-benarnya Tuhan yang kita sembah, tidak ada Tuhan selain
Allah, tidak mengingkari Allah, meyakini sifat kesempurnaan dan kesuciannya,
taat kepada Allah, menjauhi segala larangannya, Allah merupakan penyebab
segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia, tetapi hal ini pun berpulang kembali
kepada manusia itu sendiri, sebagai hamba Allah, karena tanpa hambaNya, Allah
tetap merupakan Tuhan yang Esa. Nasihat bagi kitab Allah berarti bahwa
manusia mengimani seluruh kitab Allah, terutama al-Qur’an yang merupakan
wahyu dari Allah SWT. Hal ini berarti bahwa manusia mempunyai kewajiban
untuk mempelajari kitab Allah tersebut serta mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Nasihat bagi Rasulullah berati bahwa kita sebagai manusia, sebagai hamba
Allah, meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mentaati segala perintah
dan larangan Rasul yang pada intinya adalah kita harus mempelajari semua
sunnah Rasul baik berupa hadits maupun risalah Rasulullah SAW. Nasihat bagi
para imam berarti bahwa manusia harus membantu dan menaati para imam selama
menuju kepada kebenaran serta mengingatkan dengan cara yang lembut apabila
melakukan kesalahan dan juga tidak melakukan pemberontakan kepada imam atau
pemimpin tersebut. Nasihat bagi kaum muslimin umumnya berarti bahwa manusia
mempunyai kewajiban untuk membimbing manusia lainnya untuk menuju
kemashlahatan dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran yang didapat dari alQur’an
dan al-Hadits.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dikatakan bahwa manusia
memberikan nasihat tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah,
Rasulullah, kitab Allah, para pemimpin dan manusia lainnya agar bisa mencapai
kemaslahatan dunia dan akhirat sesuai dengan pandangan hidup islam sesuai
dengan kemampuan masing-masing individu. Untuk bisa mendapatkah hal
tersebut maka manusia harus melakukan hal yang dibenarkan oleh Allah serta
selau bersabar untuk bisa melaksanakannya. Kebenaran dapat diartikan sebagai
lawan dari yang batil. Dalam hal ini kebenaran itu sendiri bisa berarti sebagai
agama tauhid sebagaimana pada ayat berikut ini:
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada
suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan”.(Al
Fathir:24)
Berdasarkan ayat ini maka al-Qur’an sebagai wahyu Allah merupakan
standar yang paling benar dari semua kitab Allah yang pernah diturunkan
sebagaimana tercantum pada ayat berikut:
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujianterhadap kitab-kitab yang lain itu; maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu,”(Al-Maa’idah:48)
Ayat diatas menyatakan bahwa umat Muhammad diberikan kitab yang
membenarkan segala ayat yang pernah diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya,
sehingga ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW disebut sebagai agama
penyempurna. Untuk itu setiap umat muslim harus berpegang pada kitab ini untuk
bisa saling menasihati dalam kebenaran, karena kebenaran pada saatnya nanti
akan membuka pintu surga sebagaimana pada hadits berikut: “Hendaklah kamu
selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan
kebajikan membawa ke surga. Selama seorang benar dan selalu memilih
kebenaran dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Hati-hatilah
terhadap dusta. Sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan
membawa kepada neraka. Selama seorang dusta dan selalu memilih dusta dia
tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta (pembohong)”. (HR. Bukhari)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa misi seorang manusia dalam
menasihati dalam kebenaran merupakan sebuah pilihan yang bisa diambil atau
tidak oleh seseorang. Jika ia memilih untuk saling menasihati dalam kebenaran,
maka ia akan mendapat kebajikan dan pada akhirnya akan mendapat surga,
sedangkan jika ia memilih sebaliknya, maka yang akan didapat pada akhirnya
adalah neraka. Surga yang dijanjikan disini hanya dapat diraih jika seseorang
sabar dalam melakukan saling menasihati dalam kebenaran tersebut.
Kesabaran dapat berarti menahan atau mencegah dari segala sesuatu. Seorang
yang beriman akan mendapatkan kehidupan yang luar biasa jika ia mau bersabar
sebagaimana yang tertera pada hadits berikut: “Dari Suhaib r.a., bahwa
Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang
beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian
itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia
mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal
tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia
bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi
dirinya." (HR. Muslim)
Hadits diatas menyatakan bahwa seorang yang beriman, tidak akan
mengalami hal yang buruk atas dirinya, karena segala sesuatu yang terjadi pada
dirinya selalu berkaitan dengan rasa syukur dan sabar, serta mengetahui bahwa
apa yang terjadi pada dirinya merupakan yang terbaik yang sudah ditetapkan oleh
Allah SWT. Hal ini merupakan cerminan iman yang dimiliki oleh seseorang,
semakin tinggi iman seseorang semakin yakin ia akan ketetapan yang telah
digariskan oleh Allah SWT, dan hal ini akan menjamin bahwa tidak ada sesuatu
yang berkaitan dengan seorang yang beriman yang tidak memiliki pahala.
Kesabaran dapat dibagi dalam beberapa bagian yaitu sabar dalam ketaatan kepada
Allah, sabar dalam beribadah, serta sabar dalam meninggalkan kemaksiatan.
Ketiga bagian kesabaran ini, jika diperhatikan, sudah mencakup seluruh
kehidupan manusia sebagaimana dalam ayat berikut:
“Katakanlah (Muhammad): Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh Alam(Al-An’am 162).”
Perlu diperhatikan bahwa dalam ayat diatas, seluruh sisi kehidupan
manusia, baik dalam hal berjalan, makan, minum, beribadah, bersilaturahim, dan
lain sebagainya merupakan bagian dari ibadah kita kepada Allah SWT. Dengan
demikian seorang manusia harus mawas diri bahwa setiap tindakannya di dunia
ini akan selalu berada dalam pengawasan Allah SWT serta akan diminta
pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
1.6 Strategi Pemenuhan Visi dan Misi
Dalam surat Al- Ashr diatas, pada ayat pertama dimunculkan sebuah
sumpah atas nama waktu. Sebagaimana sudah dibahas diatas, waktu manusia
hidup di dunia ini sangat pendek, paling tidak hanya sekitar setengah hari waktu
akhirat. Waktu yang sependek ini harus dapat dimanfaatkan oleh setiap manusia
untuk melaksanakan visi dan misinya masing-masing. Untuk itu manusia
memerlukan sebuah cara untuk bisa membagi waktunya dalam melaksanakan
seluruh kewajibannya. Pada dasarnya manusia memiliki sebuah acuan agar bisa
melaksanakan visi dan misinya ditengah hambatan waktu yang relatif singkat.
Acuan yang dimaksud disini adalah waktu sholat wajib.
Sholat sudah mempunyai waktu yang tertentu dan dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW. kepada umatnya. Sholat inilah yang kita kenal saat ini yaitu
sholat lima waktu. Penetapan waktu sholat inipun sudah diatur oleh Allah SWT.
sehingga manusia bisa menggunakan penetapan waktu sholat ini sebagai sebuah
kerangka waktu manusia untuk bisa menjalankan visi dan misinya di dunia ini.

Gambar 3 Kerangka Waktu Manusia di Dunia

Berdasarkan gambar diatas, manusia bisa membagi waktunya menjadi 5


waktu sholat dan 4 rentang waktu untuk menjalankan aktivitas sebagai manusia
yang diberi tugas sebagai khalifah Allah SWT, di muka bumi ini. T.M pada
gambar diatas merupakan singkatan dari ime management atau manajemen waktu.
Manajemen waktu merupakan cara seseorang dalam mengatur waktu yang selalu
berjalan setiap saat, Dalam hal ini kita bisa melakukan beberapa hal berikut:
1. Perencanaan waktu sesuai dengan target yang ingin dicapai.
2. Disiplin diri dalam memenuhi perencanaan waktu tersebut.
3. Menentukan skala prioritas.
Perencanaan waktu dalam kehidupan seorang muslim seharusnya tidak
menjadi masalah. Perencanaan ini sebaiknya dilakukan oleh setiap manusia sesuai
dengan acuan waktu yang ada serta kesibukan yang dimiliki. Dalam perencanaan
ini, juga harus ditetapkan target yang ingin dicapai. Target ini harus dapat terukur
baik kualitas maupun kuantitasnya, termasuk juga bagaimana alokasi waktunya
serta kapan target itu harus dipenuhi. Jika misalnya pada perjalanan pemenuhan
target tersebut terdapat halangan, maka kita harus mempunyai rencana cadangan
agar bisa memenuhi target yang ingin dicapai tersebut. Dengan demikian pada
saat melakukan perencanaan tersebut sudah diperhitungkan kendala apa saja yang
mungkin timbul serta bagaimana menghadapi kendala tersebut. Hal ini
memastikan bahwa seseorang mempunyai rencana yang baik dan terukur untuk
setiap target yang ditujunya.
Satu hal yang harus dipahami dalam pemenuhan rencana tersebut diatas
adalah disiplin diri untuk bisa memenuhi perencanaan tersebut. Disiplin dalam
islam dapat dimasukkan ke dalam kontek sabar. Seseorang harus bersabar agar
target yang ingin ditujunya dapat tercapai, termasuk juga sabar dalam menghadapi
setiap hambatan yang ada serta bersabar dalam mencari jalan keluarnya. Hal ini
identik dengan disiplin diri, dan hal yang paling sulit adalah memaksa diri kita
untuk berdisiplin untuk memenuhi seluruh rencana yang sudah ditentukan. Ada
kemungkinan hal ini tidak dapat tercapai seluruhnya mengingat banyaknya
rencana yang dimiliki.
Untuk itu seseorang harus menyiapkan skala prioritas agar semua rencana
yang disusun tersebut dapat terlaksana. Dalam hidup seorang muslim,
perencanaan itu juga harus memasukkan semua kewajiban yang harus dilakukan
olehnya. Kewajiban yang paling dapat ditentukan waktu pelaksanaannya adalah
sholat lima waktu. Sesudah sholat barulah manusia diseru untuk bertebaran
dimuka bumi untuk mencari rejeki, dengan kata lain, sesudah kewajiban yang
utama dilakukan maka manusia melakukan kewajiban lainnya.

Kesimpulan
Untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat maka manusia
harus memperlakukan dunia sebagai tempat mencari bekal karena waktu manusia
untuk hidup didunia sangat pendek. Jika manusia ingin mendapat tempat yang
layak diakhirat maka minimal manusia harus melakukan hal-hal yang benar
menurut islam seperti: Shalat, berzakat, berpuasa, berhaji, berbuat baik (kepada
manusia dan alam seisinya). Sebagai seorang muslim, sebenarnya tugas manusia
tidaklah harus menjadi rumit karena Allah SWT. sudah memberikan kerangka
waktu bagi kita untuk dilaksanakan. Dalam sehari semalam Allah membagi
kehidupan kita untuk melaksanakan shalat sebanyak lima kali. Mulai dari shalat
Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib dan Isya. Tugas kita sebagai manusia adalah
mengisi celah-celah diantara kelima waktu tersebut dengan melakukan hal-hal
yang diridhoi oleh Allah SWT.
Jika sudah berkeluarga dan mempunyai anak, kita tugaskan anak kita
untuk bangun subuh, shalat, bersekolah, pulang, sholat dzuhur, makan siang,
istirahat, mengerjakan pekerjaan rumah, shalat ashar, mandi, belajar mengaji,
shalat magrib, shalat isya, tidur, bangun subuh dan begitu seterusnya, rutinitas
yang kita buat untuk sang anak. Seorang istri, mau tidak mau, harus bangun
subuh, shalat, membangunkan anak, menyuruh bersiap-siap shalat dan seterusnya,
menyiapkan sarapan, menyiapkan anak-anak untuk pergi ke sekolah,
membereskan rumah, memasak untuk makan siang, shalat dzuhur, menyambut
anak pulang sekolah, menemani anak mengerjakan pekerjaan rumah, shalat azhar,
menyambut suami pulang, shalat maghrib dan isya, menyiapkan makan malam,
dan begitu seterusnya.
Suami, sebagai kepala keluarga, akan bertugas untuk bangun subuh, shalat
subuh, bersiap-siap untuk berangkat kerja, istirahat siang, shalat dzuhur, bekerja,
shalat ashar, pulang kerumah, istirahat, shalat magrib dan isya, makan malam, dan
begitu seterusnya. Setiap kegiatan tersebut akan merupakan bentuk ibadah kita
kepada Allah SWT sehingga kehidupan seorang muslim itu akan mencapai apa
yang disebut mendapat kebaikan bersyukur, apabila mendapat kesusahan bersabar.
“Tidaklah seseorang dipanjangkan umurnya dalam Islam hingga 40 tahun
melainkan Allah menghindarkannya dari tiga hal: penyakit gila, kusta dan
belang. Jika ia mencapai 50 tahun, Allah memudahkan hisabnya. Jika mencapai
60 tahun, Allah mengaruniainya suka mendekatkan diri kepada-Nya dengan yang
disukainya. Jika mencapai 70 tahun, Allah mencintainya dan penduduk langit
juga mencintainya. Jika mencapai 80 tahun, Allah menghapus kejelekannya. Jika
mencapai 90 tahun, Allah menghapus dosa yang telah lalu dan yang akan datang,
dan ia dinamakan tawanan Allah di bumi serta dia akan memberi syafaat
keluarganya.” (HR. Ahmad)

Anda mungkin juga menyukai