Anda di halaman 1dari 18

BORANG PORTOFOLIO KASUS OBGYN

Nama Peserta : dr. Luphyta Nimandana


Nama Wahana : RS. Siloam
Topik : Susp. Karsinoma Ovarium Stadium 3 C
Tanggal Kasus : 20 Oktober 2019 Pembimbing : dr. Nur Kurnia Putri Halim
Tanggal Presentasi : - dr. Raissa Safitri
Tempat Presentasi : -
Objektif Presentasi
 Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
 Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □Remaja  Dewasa □ Lansia □ Bumil
Bahan Bahasan  Tinjauan Pustaka □ Riset  Kasus □ Audit
Cara
 Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ Email □ Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Ny. W No. RM : 037119
Nama RS : RS Siloam Telp : - Terdaftar sejak : -

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
 Diagnosis :
Susp.Ca.Ovarium
 Gambaran Klinis :
Pasien perempuan 31 tahun, masuk dengan keluhan perut membesar sejak 1 minggu
SMRS, awalnya pasien sering merasakan nyeri pada perut tetapi belum ada perubhan ukran
perut. Nyeri perut dirasakan hilang timbul, jika nyeri perut pasien juga merakan mual (+)
muntah (+) frekuensi > 5 kali perut terasa penuh (+). Riw. Demam (+) hilang timbul. Riw.
Haid tidak teratur (+) pasien sudah memiliki anak. Riw KB (+) menggunakan KB pil
Tanda-Tanda Vital:
Tekanan Darah : 125/78 mmHg Nadi : 106x/menit
Pernapasan: 24x/Menit Suhu: 37oC

2. Riwayat Pengobatan :
Tidak ada
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Tidak ada
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien seorang ibu rumah tangga
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal bersama suami dan anaknya
7. Riwayat Imunisasi : riwayat imunisasi tidak diketahui.
Daftar Pustaka
1. Rarung M. sensitifitas dan spesifisitas petanda tumor CA 125 sebagai prediksi keganasan
ovarium. JKM Vol.8 No. I. Juli 2008. H 9-14
2. Prawiroharjo S. ilmu kandungan. Edisi 3. PT Bina pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
2011. p. 62-67, 115-138, 307-3011.
3. Gant, N.F., Cunningham F.G. Dasar-dasar Ginekologi dan obstetric. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta. 2010. p.284-292.
4. Llewellyn D, Jones. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi. Edisi 6. Hipokraes. Jakarta. 2002.
p. 271-279.
5. Rayburn, W.F., Carey J.C. obstetric dan gineologi. Edisi 1. Widya medika. Jakarta. 2001. p.
344-349.
6. Rasjidi, I. Deteksi dini pencegahan kanker pada wania. Edisi 1. Sagung seto. Jakarta. p. 143-
202.

Hasil Pembelajaran :
1. Patofisiologi penyakit Ca. Ovarium
2. Etiologi penyakit Ca. Ovarium
3. Diagnosis penyakit Ca. Ovarium
4. Penatatalaksanaaan penyakit Ca. Ovarium
5. Prognosis penyakit Ca. Ovarium

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN

1. Subjektif :
Pasien perempuan 31 tahun, masuk dengan keluhan perut membesar sejak 1
minggu SMRS, awalnya pasien sering merasakan nyeri pada perut tetapi
belum ada perubhan ukran perut. Nyeri perut dirasakan hilang timbul, jika
nyeri perut pasien juga merakan mual (+) muntah (+) frekuensi > 5 kali perut
terasa penuh (+). Riw. Demam (+) hilang timbul. Riw. Haid tidak teratur (+)
pasien sudah memiliki anak. Riw KB (+) menggunakan KB pil

2. Objektif :
 Status Present:
Sakit Sedang/Obesitas/Composmentis
 Tanda Vital:
Tekanan Darah : 125/7 mmHg
Nadi : 106 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 24 kali/ menit (Thoracoabdominal)
Suhu : 37oC (axial)
 Kepala:
Ekspresi : Biasa
Simetris Muka : Simetris
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
 Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus: (-)
Gerakan : Ke segala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebral (-), ptosis (-)
Konjungtiva ODS : Anemis (-)
Sklera ODS : Ikterus (-)
Kornea ODS : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil ODS : Bulat, isokor ∅ 2,5mm; RCL +; RCTL +
 Telinga:
Bentuk : Simetris
Pendengaran : Dalam batas normal
Sekret : (-)
 Hidung:
Deviasi septum : (-)
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Hiperemis : (-)
 Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
 Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), massa tumor (-)
 Paru:
o Inspeksi :bentuk pergerakan simetris, retraksi
Intercostals (-), irama nafas regular
o Palpasi:
 Fremitus Raba : Kiri = Kanan
 Nyeri Tekan : (-)
o Perkusi:
 Paru Kiri : Sonor
 Paru Kanan : Sonor
 Batas Paru Hepar : ICS VI anterior dextra
 Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal IX
 Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal X
o Auskultasi:
 Bunyi Pernapasan :Vesikuler
 Bunyi Tambahan :Ronkhi (-) Wheezing (-)
 Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi :Pekak, batas jantung kesan normal
o Auskultasi :
 BJ I/II : Murni reguler
 Bunyi Tambahan : Bising (-)
 Perut:
o Inspeksi : Cembung, tidak ikut gerak napas
o Palpasi : Massa tumor (+), nyeri tekan (+) pada seluruh
bagian perut
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
o Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan menurun
 Alat Kelamin : Tidak dlakukan pemeriksaan
 Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
 Kulit : Hiperemis (-)
 Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
 Ekstremitas
- Bentuk : Simetris, refleks fisiologis (+/+), refleks
patologis (-/-)
- Akral : hangat, sianosis perifer (-), bintik
pendarahan (+) sensibilitas (+/+)
- Kuku dan jari : Lengkap, normal
- Capillary refil test : < 2’’
Diagnosis :
 Susp. Ca. Ovarium stadium 3 C

3. Plan :
Pengobatan
Pada pasien ini diberikan terapi:
 IVFD NaCl 0,9 % 28 tpm
 Inj Omeprazole 4 mg/24j/iv
 Inj Ketorolac 30 mg/ jam/iv
 Konsul Sp.OG dan Sp.PD

Konsultasi
Perlu dilakukan konsultasi ke dokter spesialis kandungan dan
penyakit dalam.
Rujukan
Pada kasus ini, rujukan belum perlu dilakukan karena kasus ini
masih dapat ditangani di rumah sakit setempat.
Kontrol
Kontrol pada pasien ini perlu dilakukan untuk follow-up luka
bekas operasi serta keluahan lain yang mungkin terjadi sehubungan
dengan kasus ini.

TINJAUAN PUSTAKA

A. KARSINOMA OVARIUM
Karsinoma ovarium merupakan kumpulan tumor histogenesis yang beraneka
ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ectodermal, endodermal dan
mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka
ragam. Karsinoma ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan
mauun padat. Kematian karena karsinoma ovarium cukup tinggi karena
gejalanya tidak khas sehingga kedatangan pasien terlambat dan disebut silent
killer. 6,7

B. ETIOLOGI
Penyebab karsinoma ovarium hingga kini belum jelas, tetapi faktor
lingkungan dan hormonal berperan penting dalam patogenesisnya. Ovarium
mempunyai 3 fungsi yaitu, memproduksi ovum, memproduksi hormone eterogen
dan memproduksi hormone progesterone. Akan tetapi banyak teori yang
menjelaskan tentang etoilogi karsinoma ovarium, diantaranya :
1. Hipotesis incessant ovulatory, teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan
pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi
ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat
menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.15
2. Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam
terrbentuknya kanker ovarium. Hal ini di dasarkan pada hasil percobaan
bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan
invitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal
dan sel-sel kanker ovarium.15,16
3. Hipotesis Gonadotropin, Hormon gonadrotopin adalah hormon penting
selama dan pra pubertas, dimana hormon LH berfungsi mematangkan
ovarium dan memicu ovulasi serta sintesis dan sekresi estrogen dan
progesteron pada wanita sehingga pubertasi pada wanita sangat dipengaruhi
oleh hormon ini, adapun teori ini didasarkan pada pengetahuan dari
percobaan binatang dan data epidemiologi. Hormon hiposa diperlukan untuk
perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang
rhodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar estrogen rendah
di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin meningkat. Peningkatan
kadar hormon gonadrotopin ini ternyata berhubungan dengan makin
bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut. Walaupun teori
ini telah mencoba menjelaskan pengaruh peningkatan hormon gonadrotopin
terhadap kanker ovarium, namun teori ini masih menjadi perdebatan selain
karena teori ini didasarkan pada uji coba binatang mamalia, namun struktrur
anatomi dan fisiologi tubuh manusia jauh berbeda bila dibandingkan dengan
binatang rodentia, selain itu kadar estrogen rendah pada tubuh manusia
memicu peningkatan kadar hormon gonadrotopin dalam tubuh manusia,
dikarenakan salah satu fungsi hormon gonadrotopin (LH) adalah
meningkatkan sintesis dan pelepasan estrogen dan progestin, sehingga hal ini
dapat menyebabkan peningkatan yang pesat pula pada hormon estrogen.17

C. GEJALA KLINIS
Karsinoma ovarium umumnya memiliki onset yang tidak jelas dan
hanya sedikit menimbulkan gejala diawal. Seperti dinyatakan diatas, lebih dari
70% kasus tidak akan terdiagnosis sampai jelas-jelas telah menyebar keluar
panggul.3 Gejala klinis karsinoma ovarium bergantung pada stadium
klinisnya:
1. Stadium awal
Pada stadium awal biasanya didapatkan adanya gangguan haid, gejala
yang lebih jarang dijumpai adalah adanya penekanan pada struktur-
struktur disekitar ovarium, yaitu sering berkemih dan konstipasi.3,10
2. Stadium lanjut
Tumor yang sudah meluas ke abdomen bagian atas sering menyebabkan
distensi abdomen karena adanya asites. Mudah kenyang, penurunan
berat perifer, dann gejala penyumbatan saluran cerna juga data dijumpai.
Gejala paling sering akibat penyebaran diluar abdomen adalah sesak
napas. Metastase ke kelenjar paraaortik dan paraarteri iliaka dapat
mnyebabkan gangguan aliran dan terjadi pembengkakkan. Keadaan
toksik karsinogenik dapat menimbulkan mual, muntah, kurang napsu
makan.3,10

D. STADIUM
E. Karsinoma ovarium adalah satu-satunya kanker ginekologi yang penentuan
stadiumnya secara eksklusif dilakukan dengan pembedahan. Skema penentuan
stadium bedah untuk karsinoma ovarium dapat dilihat pada tabel berikut
(FIGO,1988).2,3,7,10,18
F. Tabel 2. Stadium Pembedahan Karsinoma Ovarium
stadium Kriteria
I Tumor terbatas pada ovarium
IA Tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul utuh, tidak ada
tumor pada permukaan luar, tidak terdapat sel kanker pada
cairan asites atau pada bilasan peritoneum
IB Tumor berbatas tegas pada kedua ovarium, kapsul utuh,
tidak terdapat tumor pada permukaan luar, tidak terdapat
sel kanker pada cairan asites atau bilasan peritoneum
IC Tumor terbatas pada satu atau dua ovarium dengan satu
dari tanda-tanda sebagai berikut: kapsul pecah, tumor pada
permukaan luar kapsul, sel kanker positif pada cairan
asites atau bilasan peritoneum.
II Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan perluasan
ke pelvis
II A Perluasan dan /implant ke uterus dan/atau tuba fallopi.
Tidak ada sel kanker di cairan asites atau bilasan
peritoneum.
II B Perluasan ke organ pelvis lainnya. Tidak ada sel kanker di
cairan asites atau bilasan peritoneum
II C Tumor pada stadium IIA dan IIB dengan sel kanker positif
pada cairan asites atau bilasan peritoneum
III Tumor mengenai satu atau dua ovarium dengan metastasis
ke peritoneum yang dipastikan secara mikroskopik diluar
pelvis dan/atau metastasis ke kelenjar getah bening
regional
III A Metastasis peritoneum mikroskopik keluar pelvis
III B Metastasis peritoneum mikroskopik keluar pelvis dengan
diameter terbesar 2 cm atau kurang
III C Metastasis peritoneum mikroskopik keluar pelvis dengan
diameter terbesar lebih dari 2 cm dan/atau metastasis
kelenjar getah bening regional
IV Metastasis jauh di luar rongga peritoneum. Bila terdapat
efusi pleura, maka cairan pleura mengandung sel kanker
positif. Termasuk metastasis pada parenkim hati.

G. DIAGNOSIS

Penanganan karsinoma ovarium merupakan tantangan ginekologi onkologi


karena sebagian besar kedatanagan pasien sudah dalam stadium lanjut sehingga
sulit dapat mengharapkan hasil pengobatan yang memuaskan.
1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gejala rasa kurang nyaman pada perut bagian
bawah, siklus haid yang tidak teratur, sesak napas, mual muntah, rasa
penekanan pada vesika urinaria dan rectum yang mengakibatkan sering
berkemih dan konstipasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan karsinoma ovarium didapatkan
adanya asites, dapat teraba massa pada palpasi abdomen. Dari pemeriksaan
dalam vagina didapatkan massa adneksa padat terfiksir permukaannya dapat
irregular.
3. Pemeriksaan tambahan
a. Tumor Marker
Penanda tumor (tumor marker) yang paling ekstensif digunakan pada
skrining kanker ovarium adalah serum CA 125, sebuah antigen yang
diekspresikan oleh keganasan ovarium epithelial. Antigen ini ditemukan
pada jaaringan yang berasal dari epitelium columnik (sel mesotelial dari
pleura, pericardium dan endoserviks) dan epitelium mullerian (tuba,
endometrial dan endoserviks). Epitelium permukaan fetal dan dewasa
yang normal tidak mengapresiasikan CA 125, kecuali pada kista inklusi,
area metaplasia dan papillary excrescences.7 kadar normal CA 125 hanya
25 U/mL.10
Kadar CA 125 berkorelasi dengan stadium penyakit, 90% kadar CA
125 meningkat pada stadium II, III, IV tetapi hanya 50% pada stadium I.
Itulah sebabnya kanker ini dikenal sebagai penyakit yang tumbuh diam-
diam namun mematikan (silent killer) dengan prognosis rata-rata harapan
hidup lima tahun (5 Years Survival Rate) adalah sekitar 60-100% pada
stadium IA dan IB, 60% pada stadium IC dan II, dan 10-20% pada
stadium III dan IV. Jadi tumor marker CA 125 dapat dianjurkan untuk
deteksi dini dan sebagai penunjang diagnosis keganasan ovarium, dengan
akurasi lebih kuat bila menggunakan batas kadar CA 125 >= 51,44 U/ml
(dibulatkan 52 U/ml).1
Terdapat bermacam-macam penanda tumor disertai engan tipe-tipe
tumor yang menyebabkannya, dapat dilihat pada tabel 3.4

Tabel 3. Penanda tumor yang berhubungan dengan kanker ovarium


Penanda tumor Tipe tumor Ovarium
CA 125 Adenokarsinoma epitelium nonmusinosum
CA 19-9 Adenokarsinoma epitelium musinosum
Alfa-fetoprotein Tumor sinus endodermal
Karsinoma sel embrional
hCG Karsinoma sel embrional
Koriokarsinoma
Mixed germ cell tumor
Laktat dehydrogenase Disgerminoma
Carcinoembryonic Adenokarsinoma epitelium musinosum
antigen

b. Radiologi
Skrining ultrasonografi (USG) mendeteksi pembesaran ovarium dan
abnormalitas morfologi; rute transvaginal lebih disukai karena dapat
diperoleh gambar yang lebih detail. USG transvaginal digunakan pada
strategi skrining dengan tujuan deteksi perubahan arsitektur ovarium
seawal mungkin. Temuan ultrasonografi diklasifikasikan berdasarkan ada
tidaknya lesi kistik multilokular, bagian padat, lesi bilateral, asites dan
metastasis intraabdominal.7,8
Barium enema rutin dianjurkan pada pasien berusia lebih dari 50 tahu
yang memiliki massa dipanggul untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma kolon. Pielografi intravena perludilakukan pada semua kasus
dengan massa panggul kompleks untuk menyingkirkan kemungkinan
obstruksi ureter, terutama jika eksplorasi retroperitoneum diperlukan
untuk mengangkat tumor panggul.3
c. Laparoskopi
Lapasroskopi dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti
karena dengan laparoskopi kita dapat melihat secara langsung besar,
konsistensi, permukaan dan uni atau bilateral ovarium. Dapat langsung
mengambil biopsy ovarium diikuti dengan frozen section. Kasus yang
mudah di diagnosis dengan laparoskopi dapat langsung ditindaki dengan
terapi operatif.10

H. TATALAKSANA
1. Pembedahan
a. Stadium Ia, Ib, dan Ic
Terapi yang terbaik untuk lesi stadium I adalah total abdominal
hysterectomy dan bilateral salpingo- oophorectomy (TAH-BSO) dengan
staging operasi yang akurat. Pada banyak institusi, omentectomy adalah
bagian dari staging untuk lesi stadium I. Omentum adalah organ yang
tampaknya menarik sel-sel tumor (absorsi) dan menunjukkan penyakit
mikroskopik pada pasien dengan lesi stadium I yang jelas. Nilai
omentektomi sebagai modalitas terapi untuk lesi stadium I masih belum
ditegakkan. Limfonodi pelvik dan peraaortik mungkin terlibat dalam 10-
20% penyakit stadium I, dan limfadenektomi diperkirakan merupakan
prosedur diagnostik dan terapeutik yang penting. Burghardt dkk,
menyebutkan tentang 23 pasien dengan kanker epithelial ovarium
stadium I, dimana semua menjalani limfadenektomi komplit, dan 7 pasien
menunjukkan keterlibatan limfonodi (30%).18
b. Stadium IIa, IIb, dan IIc
Pada banyak institusi, pilihan terapi untuk penyakit stadium IIa dan
IIb adalah total abdominal hysterectomy dan bilateral salpingo-
oophorectomy (TAH-BSO), omentectomy dan pemberian 32P. Pusat
penelitian lain memilih irradiasi pelvik danabdominal sebagai terapi
pasca operasi.17
c. Stadium III
Setiap usaha harus dilakukan untuk membuat operasi usus mayor
untuk mengeluarkan massa tumor (bulk) termasuk omentum yang cukup
luas setelah dilakukan TAH-BSO. Studi retrospektif menyebutkan bahwa
angka survival pasien dengan penyakit stadium III berhubungan dengan
jumlah residu tumor pasca operasi, dimana pasien dengan residu tumor
yang lebih sedikit memiliki prognosis yang lebih baik dengan terapi
ajuvan. Pasien dengan penyakit stadium III harus diterapi dengan
kemoterapi. Sebagian besar pusat kanker kini memilih kemoterapi agen
multiple yang berbasis Platinum seperti Carboplatin dan Paclitaxel,
karena grup pasien ini memiliki angka respon yang baik. Durasi terapi
agen multiple biasanya 6-8 siklus. Bila pasien selamat selama periode
waktu ini dan tidak menunjukkan bukti klinis adanya penyakit, biasanya
dipertimbangkan untuk melakukan prosedur operasi kedua.18
d. Stadium IV
Penanganan ideal untuk stadium IV adalah mengeluarkan sebanyak
mungkin kanker dan memberikan kemoterapi setelah operasi.
Keseluruhan survival pada stadium ini lebih rendah daripada pasien
stadium lain.18
2. Kemoterapi
Setelah pembedahan selesai, pasien kemudian mendapatkan kemoterapi
kombinasi. Obat yang paling efektif digunakan adalah sisplatin dan
kaboplatin. Keduanya memperlihatkan angka respon keseluruhan yang
tertinggi dari dari semua obat yang aktif. Sisplatin atau karboplatin dalam
kombinasi denagn siklofosfamid atau doksorubisin merupakan regimen yang
paling sering diberikan. Biasanya tidak diperlukan lebih dari enam sampai
delapan kali jika terapi sitoreduksi berhasil. Pada pasien dengan terapi
sitoreduksinya kurang berhasil, diberikan tiga kali pemberian PAC (platinum,
aadriamisin dan siklofosfamid) atau PC (platinum dan siklosfosfamid), serta
pasien menjalani eksplorasi kembali untuk percobaan sitoreduksi kedua.
Untuk beberapa pasien dengan metastasis parenkim hati dan paru, eksplorasi
bedah hanya dianjurkan untuk alasan paliatif, misalnya mengatasi masalah
obstruksi usus.3,18
3. Radiasi
Teknik terapi radiasi mencakup instilasi kromium fosfat radioaktif ke
intraperitoneal dan radiasi external-beam ke abdomen dan pelvis. Pasien
dengan karsinoma epithelial ovarium yang dipilih untuk mendapat irradiasi
pasca operasi harus mendapat terapi pada seluruh abdomen dan juga radiasi
pada pelvis. Lapangan terapi yang luas ini didasarkan pada analisis terhadap
kekambuhan pasca irradiasi pada tumor stadiumI dan II, yang menunjukkan
bahwa sebagian besar kekambuhan atau rekurensi terjadi diluar pelvis. Tidak
ada penutup pada pelvis, dan sel-sel maligna akan meluruh dari tumor
ovarium primer dan bersirkulasi melalui seluruh rongga abdomen.
Penyebaran limfatik juga mungkin terjadi. Dua teknik terapi radiasi yang
berbeda telah digunakan untuk irradiasi abdomen. Biasanya digunakan portal
yang besar, dengan dosis 2500-3000 cGy diberikan selama 4-5 minggu ke
seluruh abdomen. Ginjal dan kemungkinan lobus kanan hepar dilindungi
untuk membatasi dosis hingga 2000-25000 cGy. Biasanya prosedur ini
menyebabkan mual dan muntah, dan terapi biasanya terganggu. Pada
beberapa pusat irradiasi abdomen dilakukan dengan teknik moving-strip.
Baik teknik seluruh abdomen dan moving-strip biasanya diakhiri dengan
boost pelvik dengan dosis mendekati 2000- 3000 cGy. Karena pemahaman
terhadap kemoterapi pada kanker ovarium semakin mendalam, peranan
radiasi dalam terapi penyakit ini semakin berkurang.18
4. Radioisotop
Radioisotop telah banyak digunakan dalam terapi kanker ovarium. Baik
beta emitter radioactive chromium phosphate (waktu paruh 14,2 hari) dan
radioactive gold (waktu paruh 2,7 hari) telah digunakan. Isotop ini
mengemisi radiasi dengan penetrasi maksimal efektif 4-5 mm sehingga hanya
bermanfaat pada penyakit minimal. Kedua agen diambil oleh makrofag
serosa dan ditransportasikan ke limfonodi retroperitoneal dan mediastinal.
Kemungkinan bahwa koloid radioaktif akan mengeradikasi metastasis
limfonodi dengan uptake limfatik selektif masih diragukan karena studi-studi
menunjukkan bahwa limfonodi maligna tidak mengambil isotop, namun
tumor dengan limfonodi bersih mengambil isotop. Telah diperkirakan bahwa
6000 cGy dikirim ke omentum dan permukaan peritoneal dan 7000 cGy pada
beebrapa struktur retroperitoneal.18
Beberapa uji telah dilakukan untuk membandingkan 32P intraperitoneal
dengan atau tanpa irradiasi pelvik dengan radiasi seluruh abdomen atau
kemoterapi agen tunggal dalam berbagai kondisi klinis kanker ovarium.
Karena 32P intraperitoneal gagal menunjukkan peningkatan hasil akhir dan
sulit secara teknis, pilihan ini dikeluarkan dari rencana terapi yang ada.18
5. Second-Look Operation
Setelah kemoterapi selesai diberikan, second look operation ditawarkan
pada pasien yang tidak memperlihatkan gejala klinis penyakit, seperti pasien
dengan kadar CA-125 <35 IU/ml, foto thoraks negative, CT scan abdomen
dan pelvic negative, serta pemeriksaan fisik negative. Tujuannya adalah
untuk menghindarkan pasien dari kemoterapi lanjutan jika tidak ada bukti
patologik adanya penyakit dan penawaran terapi “penyelamatan” kepada
pasien dengan karsinoma residual. Selama second look operation, dilakukan
eksplorasi bedah ekstensif untuk memeriksa kembali tempat-tempat yang
pernah dieksplorasi untuk penyakit stadium I atau II. Jika tidak ditemukan
sisa kanker dispesimen yang diperiksa, tidak diperlukan terapi lanjut.3
Sisa penyakit yang ditemukan pada second-look operation dapat bersifat
makroskopis atau mikroskopik. Umunya, sisa kanker makroskopik yang tidak
terdeteksi oleh CT scan, pemeriksaan fisik atau pengukuran CA 125
kemungkinan tidak dapat disembuhkann. Sebaliknya, pasien dengan sisa
kanker mikroskopik atau bahkan sisa kanker makroskopik yang kecil (<0,5
cm) mungkin memiliki harapan hidup yang lebih lama setelah mendapat
protocol penyelamatan. Dibawah ini adalah regimen penyelamatan yang
umum dilakukan :3
1) Kemoterapi intraperitoneum
2) Terapi radiasi seluruh abdomen
3) Intensifikasi dosis (missal, cisplatin dari 50 mg/m2 menjadi 100mg/m2)
4) Kemoterapi sistemik lini kedua, misalnya obat-obat yang memperlihatkan
aktifitas terhadap kasinoma ovarium tetapi belum digunakan sebagai
terapi lini pertama
5) Obat yang mengubah imunitas misal, inteferon, BCG, corynebacterium
parvum, dan interleukin-2 dengan natural killing cell
6) Obat-obat yang sedang dievaluasi dalam protocol eksperimen.

I. Prognosis
Diantara faktor-faktor prognosis pada karsinoma ovarium yang paling utama
adalah luas penyebaran penyakit pada saat diagnosis dibuat dengan cara
pembedahan (surgical staging). System ini memperhitungkan jalur utama
penyebaran yaitu penyebaran langsung ke rongga peritoneum, serta penyebaran
limfogen dan hematogen.7
Secara umum, prognosis tumor ovarium tergantung dari faktor berikut:
1. Faktor yang menguntungkan adalag grade penyakit yang rendah, stadium
rendah, tumor berdiferensiasi baik, optimal debulking, status umum baik,
dan usia lebih muda.
2. Faktor yang merugikan mencakup tipe histologi yang clear cell dan serosa,
stadium lanjut, adanya asites, suboptimal debulking, grade yang tinggi dan
usia yang lebih tua.2,7

Anda mungkin juga menyukai