Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Cedera Kepala Ringan &


Vulnus Laceratum Temporal Dekstra

OLEH :
dr. Try Widianto Putra Nugraha

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP


BAGIAN RAWAT INAP
RSUD KOTA MATARAM
2019
BAB I
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RSUD Kota Mataram : 8 Oktober 2019 (10.00 WITA)


No. RM : 277524
Diagnosis Masuk : CKR + V. laceratum temporal dekstra
Tanggal Pemeriksaan : 9 Oktober 2019

1. IDENTITAS
Nama : Tn. H.
Usia : 34 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Geguntur, Jempong
Suku : Sasak
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta

2. SUBYEKTIF
2.1. Keluhan Utama
Nyeri Kepala
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Mataram denga keluhan nyeri kepala setelah
terjatuh dari atap (atap rendah ketinggian sekitar 2 meter) saat sedang bersih-bersih atap.
Menurut penuturan keluarga, pasien ditemukan sudah tidak sadar, posisi duduk bersandar
ditembok. Setelah kejadian pasien terus mengeluhkan nyeri kepala kanan, muntah (-),
keluar darah dari telinga dan hidung (-), kejang (-).
2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa (-), Riwayat diabetes mellitus (-) dan hipertensi (-)
2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa (-). Riwayat diabetes mellitus (-) dan hipertensi (-)

2.5. Riwayat Pengobatan


Tidak terdapat riwayat pengobatan
2.6. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan maupun obat disangkal oleh pasien.

3. PEMERIKSAAN FISIK
3.1. Status Generalis
 Keadaan umum : sedang
 Kesadaran : compos mentis
2
3.2. Tanda Vital
 Tekanan Darah : 100/70 mmHg (posisi baring)
 Nadi : 102 x/menit, regular, kuat angkat (posisi baring)
 Frekuensi Nafas : 20 x/menit, regular, tipe torakoabdominal
 Suhu aksiler : 36,1ºC
 SpO2 : 98% tanpa O2
3.3. Pemeriksaan Fisik Umum

 Kepala dan leher

- Kepala : Terdapat luka terbuka ukuran ± 1 cm x 4 cm diregio temporal dekstra.


Nyeri tekan (+)

- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), reaksi cahaya pupil (+/+)
isokor, exoptalmus (-/-), nistagmus (-/-), strabismus (-/-), ptosis (-/-),
edema palpebra (-/-)

- Telinga : simetris, otorrhea (-/-), nyeri tekan (-/-), pendengaran kesan normal.

- Hidung : deformitas (-), rhinorrhea (-), perdarahan (-), deviasi septum (-),
mukosa normal, hiperemis (-).

- Mulut :
Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)
Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di
pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-)
Mukosa : normal
- Leher : deviasi trakea (-), kaku kuduk (-), pembesaran kel. tiroid (-), massa (-),
pembesaran KGB (-),

 Thoraks
1. Inspeksi
 Bentuk dada normal, ukuran dada simetris kiri dan kanan
 Pergerakan dinding dada simetris antara kiri dan kanan
 Permukaan dada : skar (-), petechiae (-), purpura (-), spider naevi (-), vena
kolateral (-), massa (-), ginekomasti (-), iktus kordis tidak tampak
 Penggunaan otot bantu nafas : otot SCM aktif (-), hipertrofi SCM (-), otot
bantu abdomen aktif (-)
 Fossa jugularis: tidak tampak adanya deviasi trakea
3
 Fossa supraclavicularis dan infraclavicularis simetris antara kiri dan kanan
 Tulang iga dan sela iga : simetris kiri dan kanan, pelebaran sela iga (-)
 Tipe pernapasan : torakoabdominal
2. Palpasi
 Pergerakan dinding dada simetris antara kiri dan kanan
 Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), iktus kordis teraba di ICS V linea
midklavikula sinistra
 Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-)
 Fremitus vocal
Kanan Kiri
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal

3. Perkusi
- Densitas
Kanan Kiri
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

4. Auskultasi
 Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo :
o Suara napas
Lapang Paru Depan
Kanan Kiri
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular

Lapang Paru Belakang


Kanan Kiri
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular
Vesikular Vesikular

4
o Suara napas tambahan rhonki
Lapang Paru Depan
Kanan Kiri
- -
- -
- -

Lapang Paru Belakang


Kiri Kanan
- -
- -
- -

o Suara napas tambahan wheezing


Lapang Paru Depan
Kanan Kiri
- -
- -
- -

Lapang Paru Belakang


Kiri Kanan
- -

- -

- -

 Abdomen
1. Inspeksi:
 Distensi (-), darm countuor (-), darm steifung (-), membesar (-)
 Umbilicus: masuk merata

5
 Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-), ikmassa
(-), vena kolateral (-), caput meducae (-), papula (-), petekie (-), purpura (-),
ekimosis (-).
2. Auskultasi:
 Bising usus (+) normal, frekuensi 16 x/menit
 Metallic sound (-)
 Bising aorta (-)
3. Perkusi:
 Orientasi
Timpani Timpani

Timpani Timpani

 Organomagali : hepatomegali (-), splenomegali (-)


 Nyeri ketok CVA: (-/-)
 Shifting dullness : (-)

4. Palpasi:
 Nyeri tekan epigastrium (-)
 Hepar, lien, dan ren dextra/sinistra tidak teraba
 Tes undulasi (-)

Ekstremitas
 Akral hangat : + +  Sianosis : - -

+ + - -

 Edema : - -  Clubbing finger : - -

- - - -

 Deformitas : - -  Tremor : - -

- - - -

 Capillary Refill Time < 2 detik

6
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4.1. Pemeriksaan darah lengkap, faal hemostasis, gula darah dan antihepatitis.

Hasil Nilai Rujukan


Parameter
8-10-2019
HGB 14,6 12,3–15,3 g/dL
HCT 42,6 35,0 – 47,0 %
WBC 7,76 4,5–11,5 x 103 /µL
PLT 199 150– 450 x 103 /µL
SGOT 33 15-40 U/L
SGPT 26 10-40 U/L
Ureum 24,2 17,0-43,0 mg/dl
Kreatinin 0,49 0,9-1,43 mg/dl
GDS 123 80-120 mg/dl

4.2 Pemeriksaan Radiologi

Gambar 1.1 CT-Scan Kepala..

7
5. DIAGNOSIS
- Cedera Kepala Ringan
- V. Laceratum Temporal Dekstra

6. TATALAKSANA
- Infus NS 0,9% 1000 cc/24jam
- Ceftriaxone 2 x 2 gram (Drip dalam NS 100 cc, habis dalam 30 menit)
- Paracetamol Inf 500 mg/6 jam iv
- Citicholine 500 mg/8 jam iv
- Drip tramadol dalam NS 100 cc habis dalam 30 menit / 12 jam
- Konsul Bedah untuk luka robek

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

8
2.1 DEFINISI
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya. Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.1

2.2 PATOFISIOLOGI
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer
ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak
maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat
terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur
linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea
media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan
aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang
mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe
(keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga.1,2

2.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan Beratnya2
 Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan pada pemeriksaan
CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
 Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering tanda
neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi juga drowsiness
dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif maupun
perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan permanen.
 Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma. Penurunan kesadaran
dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena

9
gangguan penurunan kesadaran. Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten. Tanpa
memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
1. Pupil tak ekual
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.

Berdasarkan Mekanisme
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans atau terbuka.
Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang, namun
sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres dapat
dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang.
Sekalipun demikian, untuk kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya
dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans
lebih sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.2

Berdasarkan Morfologi
 Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat, nyeri pada
pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal dapat besar sekali hingga
menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk kepala menjadi besar tidak teratur. Pada
keadaan ini perlu diberi balut yang menekan dan bila teraba lunak dapat dipungsi untuk
mengeluarkan darah yang cair.3
 Fraktur tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin tampak pada
kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktur
tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar sampai basis
cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa
merobek meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan meningens)

10
bisa merembes ke hidung atau telinga yang menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi
pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang
memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta
kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan
pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.3
 Cedera aksonal difusa
Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang terjadi pada otak
sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan yang membentuknya. Pada
saat terjadinya trauma, lapisan – lapisan ini akan ikut bergeser. Pergerakkan tiap lapisan ini akan
berbeda – beda. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan adanya penarikan neuron akibat perbedaan
waktu pergeseran yang bias menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan terjepit.
Akibatnya cairan dan ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan, yang
nantinya akan menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal akan
terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal.3

Gambar 2.1 Tanda Cedera Kepala.3

2.4 DIAGNOSA
Anamnesis,3,4

11
Gejala yang dapat terjadi ialah kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang
abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.
Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi,
emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama
beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa
mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.

Pemeriksaan Fisik3,4
Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik
mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang kesadarannya
menurun dapat digunakan pedoman yaitu :
1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS
2. Kekuatan fungsi motorik
3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya
4. Gerakan bola mata

Pemeriksaan Penunjang3,4
1. Foto polos cranium (schullder )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera kepala. Foto ini
membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan sampai berat
terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami penurunan kesadaran dan terdapat
tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk melihat adanya fraktur tulang
tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa
digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan perdarahan pada otak.

2.5 TATALAKSANA
I. Cedera kepala ringan

12
Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 – 15.
Terdiri atas 5:
a. Simple head injury
 Tidak ada penurunan kesadaran
 Adanya trauma kepala ( pusing )
b. Commotio cerebri ( gegar otak )
 Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )
 Amnesia retrograde
 Pusing, sakit kepala, muntah
 Tidak ada defisit neurologis

Manajemen4,5
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
 Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction, pasang NGT
 Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
 Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi sebelumnya harus
diyakini tidak ada fractur cervical.
 Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan tindakan intubasi.
Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang dilakukan adalah tracheostomi.
2. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang infuse. Bila
disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan tranfusi darah ( whole
blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan kemungkinan
cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka robek, bersihkan lalu
di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.
Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
6. CTscan kepala.
13
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien – pasien yang
asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7. Observasi
Kriteria rawat :
a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam
b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Nyeri kepala sedang hingga berat
e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )
f. Otorrhea, rhinorrhea
g. Semua cedera tembus
h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah dilakukan
pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila timbul gejala-
gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
 Mengantuk dan sukar dibangunkan
 Mual dan muntah hebat
 Kejang
 Nyeri kepala bertambah hebat
 Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
 Gelisah
8. Terapi simtomatik

II. Cedera kepala sedang


Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti perintah sederhana
(GCS 9 – 12). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat memburuk dengan cepat.
Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien cedera kepala berat tapi aspek
kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya sama seperti pada cedera kepala ringan
ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisi membaik,pasien boleh pulang dan
control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulang apabila kesadaran pasien tidak
membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat untuk di observasi. 4,5

14
III. Cedera kepala berat
Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena adanya
gangguan kesadaran ( GCS 3 – 8).
Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi 4,5:
a. Contusio cerebri
 Pingsan > 10 menit
 Kegelisahan motorik
 Sakit kepala, muntah
 Kejang
 Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes
 Amnesia anterogard
b. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.
Penangan kasus ini mencakup :
 Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala
ringan.
 Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan di
bagian tubuh lainnya.
 Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil, respon
motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s eye ).
 Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.
 Rawat selama 7 – 10 hari.
 Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.
 Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.
 Antikonvulsan: fenitoin dan fenobarbital.

2.7 PROGNOSIS

15
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan
total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang
terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama
lainnya, semakin berkurang. 4,5

BAB 3

16
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 34 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri dirasakan
terutama pada daerah kepala kanan setelah terjatuh dari atap (ketinggian 2 meter). Pasien
ditemukan dalam kondisi tidak sadar, bersandar pada tembok dan terdapat luka terbuka pada
kelapa kanan. Berdasarkan data ini diketahui bahwa pasien mengalami cedera kepala dan
terdapat luka terbuka pada kepala. Tidak tampak tanda peningkatan tekanan intracranial yang
bermakna
Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas normal, dan pasien sadar penuh
namun status lokalis menunjukkan bahwa terdapat luka terbuka ukuran ± 1 cm x 4 cm x 2 cm di
regio temporal dekstra. Pada pemeriksaan CT Scan kepala ditemukan cephal hematom dan
laserasi pada jaringan scalp, tanda fraktur (-) dan perdarahan intrakranial (-). Pemeriksaan fisik
dan penunjang mengarahkan pasien kepada Cedera kepala ringan (CKR) dan V. laceratum
temporal dekstra.
Prinsip utama dalam penanganan trauma kepala yang menyebabkan cedera kepala ialah
survei primer, observasi dan stabilisasi status hemodinamik pasien. Luka terbuka yang terdapat
pada regio temporal pasien cukup dalam sehingga diperlukan penangan lebih lanjut ahli bedah
setelah kondisi pasien stabil.

17
BAB 4
KESIMPULAN

Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi
otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera.
Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak. Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter mempunyai
pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita.3

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.
Jakarta : 2009

2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU, Hartanto H,
Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005

3. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on : 11


October 2019

4. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:


http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 11 October 2019

5. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:


http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 11 October 2019

19

Anda mungkin juga menyukai