Isi Makalah H.Perikatan I
Isi Makalah H.Perikatan I
Menurut para ulama, syarat yang dipenuhi dalam jual beli mata uang sbagai
berikut :
Dalam KHES ketentuan tentang barter ini tidak diatur. Hal tersebut
mungkin dikarenakan barter merupakan transaksi yang jarang sekali dilakukan
untuk kegiatan bisnis dewasa ini. Dalam pandangan islam pun barter tidaklah
dianjurkan karena mengandung ketidakjelasan ukuran dan timbangannya
sehingga dapat menyebabkan terjadinnya riba.
Jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela atau
memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (berupa alat tukar
yang sah).
1) Penjual dan pembeli (syaratnya adalah sama dengan syarat subjek akad
pada umumnya)
2) Uang dan benda yang dibeli (syaratnya suci, ada manfaatnya, barang itu
dapat diserahkan, barang tersebut merupakan kepunyaan si
penjual/kepunyaan yang diwakilinnya/yang mengusahakan, barang
tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli (seperti zat, bentuk, kadar
(ukuran) dan sifat-sifatnya jelas )
3) Lafal ijab dan qabul
Para ulama membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga
bentuk yaitu: jual beli shahih, jual beli batal, jual beli fasik.
Jual beli ini dikatakan sohih apabila memenuhi rukun dan sarat yang di
tentukan.namun jual beli yang sah dapat juga di larang dalam syariat bila melanggar
ketentuan pokok berikut: seperti menyakiti si penjual,pembeli atau orang
lain.Menyempitkan pergerakan pasar dan merusak ketentraman umum.
Jual beli ini tidak sah apabila salah satu atau seluruh rukunya tidak di penuhi, atau
jual beli itu dasar dan sifatnya tidak sesuai dengan sarat, seperti jual beli yang di lakukan
anak-anak, orang gila, atau barang yang di jual di larang syariat. Jual beli fasid
3) Apabila kerusakan pada jual beli menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki,
maka dinamakan jual beli fasid.
2. Jual beli dalam bentuk khusus
1. Murabahah (jual beli di atas harga pokok)
Pembelian oleh satu pihak untuk kemudian dijual kepada pihak lain yang
telah mengajukan permohonan pembelian terhadap satu barang dengan
keuntungan atau tambahan harga yang transparan.
Dasar hukum
Istishna’ merupakan salah satu bentuk dari jual beli salam, hanya saja
objek yang diperjanjikan berupa manufacture order atau kontrak produksi.3
Dasar hukum
Diatur dalam buku kedua pada Bab 6 dan Bab 7. Pada Bab 6
pengaturan tentang syirkah dibagi menjadi 6 bagian, yang terdiri atas;
ketentuan umum syirkah (psl.134-145); syirkah al amwal (psl.146-147);
syirkah abdan (psl.148-164); syirkah mufawadhah(psl.165-172); syirkah ‘inan
9psl.173-177); syirkah musytarakah (psl.178-186). Pada Bab 7 khusus
membahas tentang mudharabah, terbagi menjadi 2 bagian, yaitu tentang syarat
mudharabah (psl.187-193) dan ketentuan mudharabah (psl.94-210).4
1. Pemberian kepercayaan
a. Wadi’ah (titipan)5
wadi’ah adalah menitipkan sesuatu harta atau barang pada orang yang
dapat dipercaya untuk menjagannya.
Dasar hukum
Yaitu diatur pada Buku kedua dalam Bab 14. Pada Bab 14 ini,
pengaturanya dibagi menjadi 4 bagian yang meliputi : Rukun dan syarat
Wadi’ah (psl.370-373); Macam akad wadi’ah (psl.374-375);penyimpanan dan
pmeliharaan wadi’ah bih (psl.376-384); dan pengembalian wadi’ah bih (psl.
385-390).
4 Gemala Dewi,dkk.Hukum Perikatan Islam di Indonesia.(Depok : Prenadamedia Group,2018)Hal.116
5 Fakultas Syariah dan Hukum UIN,Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan Direktor Hukum Bank
Indonesia.Op.cit.,70-80
b. Rahn (barang jaminan)
Secara etimologi, kata ar rahn berarti tetap, kekal, dan jaminan. Akad
rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang jaminan/agunan.
Rahn dalam KHES
Diatur dalam KHES pada buku kedua bab 13. Pada Bab 13 ini,
pengaturan tentang rahn dibagi menjadi 8 bagian, yang terdiri atas : rukun
dan syarat rahn (psl.329-332); penambahan dan penggantian harta rahn
(psl 323-336); pembatalan akad rahn (psl.337-341)
c. Wakalah (perwakilan)
Diatur juga dalam Buku kedua pada Bab XVII. Pengaturan tentang
wakalah ini dibagi menjadi 7 bagian,yaitu teridiri atas rukun dan macam
wakalah (psl.457-461);syarat wakalah (psl.462-464); ketentuan umum tentang
wakalah (psl. 465-474); pemberian kuasa dan untuk pembelian (psl.475-491);
pemberian kuasa untuk penjualan (psl.492-512); pemberian kuasa untuk
gugatan (psl. 513-515); dan pencabutan kuasa (psl.516-525).
d. Kafalah (tanggungan)
Diatur dalam Bab XI. Pada bab XI pengaturan tentang kafalah dibagi
menjadi 4 bgian, yang terdiri atas rukun dan syarat kafalah (psl.291-297);
kafalah muthlaqah dan muqayyadah (psl.298-302); kafalah atas diri dan
harta (psl.303-310);dan pembebasan dari akad kafalah (psl.311-317).
e. Hiwalah (pengalihan utang) yaitu Akad pemindahan utang piutang satu pihak
kepada pihak lain. Ada tiga hal yang terlibat, muhil atau madin, pihak yang
memberi utang(muhal atau da’in), dan pihak yang menerima pemindahan
(muhal a’alih). Ditinjau dari segi obyek akad, hanafi membagi 2 bentuk
hiwalah, yaitu :
a. Hiwalah al haq (pemindahan hak)
b. Hiwalah ad dain (pemindahan utang)
Ditinjau dari sisi lain hiwalah terbagi menjadi 2 pula yaitu :
a. Hiwalah muqayad (pemindahan bersyarat)
b. Hiwalah muthlaqah (pemindahan mutlak)
Diatur pada Bab XII. Pengaturan tentang hiwalah ini dibagi menjadi 2
bagian, yang terdiri atas; rukun dan syarat hiwalah (psl.318-321) dan akibat
hawalah (psl.322-328).