ditengah-tengah lingkungan strategis yang bergerak serba cepat dan dinamik, agar
bangsa tersebut tetap eksis dan survife. Pengertian lain dari wawasan nusantara secara
termininologi wawasan nusantara diartikan sebagai cara pandang sebuah nation state
tentang diri dan lingkungan strategiknya yang berubah serba dinamik dengan
Indonesia, yang didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan memperhitungkan
tersedia. Dengan perkataan lain, wawasan Nusantara adalah geopolitik Indonesia. Dan
nilai yang terkandung didalam wawasan nusantara telah diintegrasikan didalam lima
aspek secara intern yaitu kesatuan wilayah, kesatuan bangsa, kesatuan ekonomi,
kesatuan budaya, dan kesatuan pertahanan sedangkan untuk ekstern nilai integrasi itu
2
Memperhatikan proses pertumbuhan itu, nyata benar bahwa wawasan nusantara
tersebut masih terikat kepada konsepsi-konsepsi kekuatan. Oleh sebab itu, pemikiran-
pmikiran yang kini sedang berkembang jelas mengarah kepada usaha untuk dapat
Nasional”, yang tidak hanya diperuntukkan bagi Hankamnas saja, melainkan yang
dapat menyeluruh meliputi “segenap segi kehidupan nasional”, hingga dapat mendasari
pengkajian mengenai wawasan nusantara sebagai salah satu aspek daripada falsafah
pemikiran untuk mencakup segenap aspek-aspek kehidupan nasional kita, guna dapat
kita, seperti halnya telah berhasil kita rumuskan dalam konsepsi ketahanan nasional.
kelangsungan, hidup itu akan mandek. Dan “mandek”nya hidup, berarti mati. Oleh
hidup nasional kita, maka yang terpokok justru kita harus pertama-tama
3
Wawasan nusantara adalah Geopolitik Indonesia, berwawasan dua arah yaitu
keluar dan kedalam. Pancasila dan pembukaan UUD 1945 menetapkan nilai instrinstik
yang mendasari wawasan nusantara yang nilai integrasi yang di tujukan pada
Indonesia, wawasan nusantara memawas Negara Indonesia dari sudut pandang, yaitu
(1) Negara sebagai wilayah, (2) Negara dalam pengertian rakyat yang hidup dalam
wilayah itu, (3) Negara sebagai kehidupan masyarakat, (4) negara sebagai suatu
dirinya.
arti bahwa wadah bangsa yang sarwa nusantara dengan segala isi dan kekayaanya
merupakan satu kesatuan tumpah darah. Kedua, satu kesatuan bangsa dalam arti bahwa
bangsa Indonesia memiliki satu ideology yaitu pancasila yang melandasi, mmbimbing
dan megarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya, serta memiliki UUD dan politik
pelaksanaanya. Memiliki rasa senasib dan sepenanggungan serta satu tekad untuk
mencapai. Ketiga, Satu kesatuan sosial budaya dalam arti bahwa perwujudan budaya
nasional atas dasar asas Bhineka Tunggal Ika merupakan modal dan landasan
4
kekayaan budaya bangsa; pula memiliki satu tertib sosial dan tertib hukum yang
dalam arti bahwa perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasar asas
seimbang dan serasi tanpa meninggalakan ciri khas yang di miliki oleh tiap daerah
arti bahwa pembinaan hankam di laksankan berdasarkan daya rakyat semesta dengan
angkatan bersenjata sebagi intinya dan bahwa ancaman terhadap suatu pulau atau satu
daerah hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa serta negara dan
bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak melakukan pembelaan terhadap negara.
negara kita sebenarnya menguji seberapa kuat eksistensi negara kita menghadapi
gangguan dari negara-negara lain. Dan bila kita lihat kondisi wawasan nusantara saat
ini ada beberapa permasalahan yang mengancam integritas negara kita saat ini
diantaranya soal perbatasan antara Indonesia dan Malaysia akhir-akhir ini kembali
perairan laut di sebelah timur Kalimantan Timur yang mereka beri nama Blok ND6 (Y)
dan ND7 (Z). Indonesia yang telah lebih dulu mengklaim wilayah itu sebagai
5
kedaulatannya tentu saja protes atas kebijakan Malaysia tersebut karena di blok yang
dinamai Indonesia sebagai blok Ambalat dan Ambalat Timur tersebut, Indonesia sudah
terlebih dulu melakukan eksplorasi minyak bumi dan gas (migas). Selama itu pula
Pulau Ligitan, Malaysia kembali "memperkuat" klaimnya sesuai dengan peta tahun
1979 yang mereka buat sendiri, yang memang sudah memasukkan Sipadan dan Ligitan
sebagai wilayah kedaulatannya. Pemberian hak eksplorasi kepada Shell itu, mereka
nyatakan sebagai bentuk dari pelaksanaan hak kedaulatan mereka di perairan sebelah
kedaulatan di perairan Laut Sulawesi itu. Selain sudah sepatutnya dilakukan, berbagai
upaya perundingan selama beberapa tahun dengan Malaysia terkait wilayah tersebut,
Ligitan dan Sipadan yang disikapi Malaysia dengan tegas karena mereka yakin
menang, dalam soal wilayah laut di sekitar Ambalat itu agaknya Malaysia setidaknya
Bagaimana jika sengketa perbatasan ini tak juga bisa diselesaikan secara bilateral
melalui jalan dialog? Di sinilah potensi persoalan akan muncul. Dalam UNCLOS
ditegaskan bahwa penyelesaian sengketa, utamanya harus melalui dialog dua pihak
6
yang bersengketa. Jika tak juga diperoleh kata sepakat, persoalan itu dapat diajukan ke
hanya bisa dilakukan apabila kedua belah pihak bersepakat untuk menyelesaikan
persoalan itu melalui jalur hukum formal. Indonesia, sebagaimana disampaikan pihak
Deplu Negeri RI, sangat siap untuk menyelesaikan persoalan perbatasan di Laut
Sulawesi itu melalui jalur hukum formal, baik ke Tribunal UNCLOS maupun ke ICJ.
Bagaimana dengan Malaysia? Inilah yang menjadi tanda tanya besar. Kesan yang
tertangkap selama ini, Malaysia berusaha tidak membawa persoalan ini sampai ke
UNCLOS atau ICJ. Dalam kondisi seperti itu, tidak mungkin bagi Indonesia membawa
masalah ini sendirian ke UNCLOS atau ICJ karena syaratnya memang harus
kesepakatan kedua belah pihak. Kita berharap Malaysia akhirnya mau membawa
tentang kepemilikan Sipadan dan Ligitan. dan sekali lagi kita kehilangan batas-batas
wilayah lagi sebagaimana apa yang telah dirumuskan dalam konvensi Djuanda.
antar etnis tidak berjalan harmonis, sehingga upaya dalam menciptakan wawasan
yang ditunjukan oleh egosentrisme yang muncul pada etnis tertentu. Kedua,
sebagai superioritas dalam seluruh etnis yang ada diIndonesia, sehingga dengan
sikap ini, etnis yang berada di Ibukota Negara menganggap semua status kekuasan
hanya dapat dikuasai oleh orang-orang yang ada diIbukota Negara. Artinya tidak
memberikan kesempatan yang sama pada orang diluar etnis Jawa. Sikap seperti ini
yang telah membunuh semangat nasionalisme, dimana seluruh etnis yang ada
diIndonesia punya kedudukan yang sama dalam memegang jabatan apapun yang
terkait dengan jabatan yang ada di kalangan eksekutip pemerintah pusat. Ketiga,
etnosentrisme.
rekrutmen politik maupun pada jabatan PNS , dimana yang diprioritaskan untuk
menduduki jabatan didaerah adalah orang-orang yang berasal dari putra asli daerah,
sehingga etnis lain yang ada didaerah itu tidak mendapat perlakuan yang sama
dengan etnis lokal menikmati hak-hak sebagai warga negara tidak diberikan
8
integritas nasional. Keempat, Adanya kesenjangan program pembangunan
Tahun 1974 dimana pada saat itu kewenangan pemerintah pusat lebih dominan
dalam penyelenggaran pemerintah didaerah. Dengan sistem ini pula daerah merasa
daerah diIndonesia merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah pusat . oleh
karenanya didaerah telah menimbulkan konflik fertikal antara pemerintah pusat dan
daerah. Hal ini ditunjukan oleh gerakan separatis yang ada di Aceh dan Papua.
pusat dalam mengelola negara dan hal ini pulalah yang telah menghambat semangat
b). Faktor ekstern terdiri dari : Pertama, Pengaruh Globalisasi ,Dalam era
penagruh globalisasi karena hubungan antar negara tidak lagi menjadi hambatan
Indonesia yang dikenal dengan budaya ketimuran yang sangat menjujung tinggi
9
etika dan moral bangsa dengan adanya globalisasi ini telah mempengaruhi perilaku
dengan adanya pengaruh budaya dari bangsa barat akhirnya dalam kehidupan
keseharian terasa mulai ditinggalkan oleh generasi mudah, mereka lebih cenderung
pada budaya dari barat tanpa memperdulikan lagi nilai-nilai etika yang sesuai
dengan perilaku bangsa Indonesia. Dengan adanya sikap dan perilaku budaya dari
mental para generasi mudah mulai meninggalkan budayanya sendiri dan lebih
membudayakan tradisi yang tidak sesuai dengan dasar falsafah negara kita yakni
dari negara kita diIndonesia untuk tidak melaksanakan idiologi yang telah lama
dilaksanakan dan telah menjadi kepribadian bangsa kita. Semua ini dilakukan oleh
negara-negara besar tadi. Dengan demikian akibat dari dua idiologi besar ini
10
mengakibatkan pula pergeseran sistem pemerintahan diIndonesia tidak lagi didasarkan pada
prinsip demokrasi Pancasila melainkan yang dilaksanakan adalah sistem demokrasi liberal
yang tidak mengenal batas-batas tertentu yang dilarang oleh demokrasi Pancasila.
menunjukan kondisi nilai-nilai budaya generasi millennial dalam
Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
Pertama, karakteristik nilai-nilai budaya generasi millennial yang ditunjukkan siswa SMA 39
Cijantung antara lain: Menjadikan teknologi sebagai lifestyle, generasi yang ternaungi
(sheltered), lahir dari orang tua yang terdidik, multi talented, multi language, ekspresif dan
eksploratif, selalu yakin, optimistik, percaya diri, menginginkan kesimplean, dan segala
sesuatunya serba instan, prestasi merupakan sesuatu yang harus dicapai, bekerja dan belajar
lebih interaktif melalui kerjasama tim, kolaborasi dan kelompok berpikir, mandiri dan
tersturuktur dalam penggunaan teknologi, communication gadget, dalam akses internet lebih
menyukai petunjuk visual/gambar,
generasi millennial dalam berkomunikasi bersifat Instant Communication, real time, Network Development, lebih terbuka
terhadap berbagai akses informasi yang bersifat lintas batas, cenderung lebih permisif terhadap keanekaragaman, tidak peduli
tentang privasi dan bersedia untuk berbagi rincian intim tentang diri mereka sendiri dengan orang asing,budaya membuat status
merupakan aktivitas sehari-hari, cyberculture adalah sebuah kebudayaan baru di mana seluruh aktivitas kebudayaannya
dilakukan dalam dunia maya yang tanpa batas,generasi millennial tetap berpandangan bahwa keluarga merupakan pilar yang
sangat penting bagi kehidupannya.
B. Apatisme Politik
Apatisme berasal dari kata apatis dan isme, yang masing-masing memiliki
arti. Kata apatis sendiri serapan dari bahasa Inggris Apathy. Apatis sendiri memiliki
arti acuh tak acuh; tidak peduli; masa bodoh.37 Yang mana bisa dijabarkan sebagai
sikap tidak peduli seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan dirinya dalam
memiliki minat atau tidak adanya perhatian terhadap aspek-aspek tertentu seperti
kehidupan sosial maupun aspek fisik dan emosional. Sedangkan menurut Dan,
apatis merupakan kata lain dari pasif, tunduk bahkan mati rasa terutama pada hal-
hal yang menyangkut isu sosial, ekonomi, lingkungan, dan politik. Sifat apatis
sendiri bisa dilihat dari kurangnya kesadaran, kepedulian dan bahkan tidak
36
Milbrath dalam Rush, Michael dan Althoff, Phillip, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2005), 167
37
Dasy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amalia, 2003), 54
38
Ahmed, S., Ajmal, M. A., Khalid, A., & Sarfaraz, A. (2012). Reasons for political interest and
apathy among university students: a qualitative study . Pakistan Journal of Social and Clinical
Psychology. Vol. 9 no 2, april https://www.questia.com/library/journal/1P3-2680657741/reasons-
for-political-interest-and-apathy-among-university diakses pada 08 Juli 2018 jam 01.20 WIB
yang tidak berpartisipasi serta menarik diri dari proses politik. Sedangkan menurut
M. L. Goel apatis ialah individu yang tidak beraktivitas secara partisipatif, dan tidak
memilih.39
„Apoliti’ dan apolitis merupakan bagian dari partisipasi politik. Apolitis sendiri
memiliki pengertian kelompok orang yang tidak peduli dengan politik atau tidak
Jadi secara garis besar apatisme politik ialah sikap yang dimiliki orang yang
tidak berminat dan tidak punya perhatian pada orang lain, situasi, baik gejala-gejala
umum atau khusus yang ada dalam masyarakat. Orang apatis merupakan orang
2. Perasaan samar-samar dan yang tidak dapat dipahami, rasa susah, tidak
39
Efriza dan Yoyoh Rohaniah, Pengantar Ilmu Politik, Kajian Mendasar Ilmu Politik (Malang:
Intrans Publising, 2015), 490
40
Ibid., 482
41
Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), 155.
Apatisme politik merupakan hasil dari tindakan beberapa politisi yang lebih
fokus pada karir politiknya dan kurang memperhatikan apa yang terjadi pada
negara. Karena itu pada umumnya apatisme politik kerap melanda remaja karena
memperkenalkan berbagai macam ide yang kondusif bagi kepedulian dalam politik.
Keikut sertaan ini dapat menumbuhkan pemikiran mengenai sukarela dan penuh
kesadaran dalam bersikap peduli terhadap politik.44 Keadaan ini menjadi pelajaran
bagi rakyat sehingga menumbuhkan rasa jera, putus asa, kebosanan, keengganan
42
Rush, Michael dan Philiph Altrhrof, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Radagrafindo, 2001),
145
43
Ahmed, S., Ajmal, M. A., Khalid, A., & Sarfaraz, A. (2012). Reasons for political interest and
apathy among university students: a qualitative study . Pakistan Journal of Social and Clinical
Psychology. Vol. 9 no 2, april https://www.questia.com/library/journal/1P3-2680657741/reasons-
for-political-interest-and-apathy-among-university diakses pada 08 Juli 2018 jam 01.20 WIB
44
Maswadi Rauf, Ciri-ciri Teori Pembangunan Politik: Kasus Partisipasi Politik. Jurnal Ilmu
Politik 9 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), 12-13
perubahan lewat proses pemilu karena tidak ada perubahan berarti ke arah yang
Apatisme politik memiliki ciri khas yang dalam bentuk perilakunya berupa
perilaku politik, golput sebagai salah satu indikasi bahwa seseorang bersikap apatis
terhadap politik. Perilaku politik tidak lepas dari aktivitas manusia dalam
Morris Rosenberg dalam Michael Rush berpendapat jika ada tiga alasan
kehidupannya.
Bahkan politik bukan hal yang harus ditekuni sehingga mengalahkan hal
Penyebab apatisme politik sendiri sebenarnya tidak jauh dari politik itu
mencerimkan kekecewaan terhadap politik, atau bisa juga dari sikap para politisi
45
Rush, Michael dan Philiph Altrhrof, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Radagrafindo, 2001),
147
muak akan adanya kampanye dengan janji manis namun pada kenyataannya apa
yang dijanjikan ketika kampanye tidak terealisasikan atau terwujud sedikit atau
bahkan sama sekali tidak terwujud, hal ini bisa menimbulkan rasa kecewa, kesal,
Dari rasa seperti itu pada akhirnya memunculkan rasa tidak peduli pada
politik, menimbulkan pola pikir peduli atau tidak akan sama saja hasilnya
Apatisme politik memiliki ciri khas yang dalam bentuk perilakunya berupa
perilaku politik, golput sebagai salah satu indikasi bahwa seseorang bersikap apatis
terhadap politik. Perilaku politik tidak lepas dari aktivitas manusia dalam
sekitar mereka. Sikap politik seseorang terhadap suatu objek politik yang terwujud
pemerintah.
mempengaruhi dirinya.
bahwa tidak ada masalah terhadap apa yang dilakukan, karena tidak
yang besar jika dibiarkan berlarut-larut, karena partisipasi warga negara terhadap
yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Ignas Kleden dalam paper Isu Politik
Kotemporer yang ditulis M. Rolip Saptaji, bahaya yang bisa tercipta ialah
bertahannya status quo dan jatuhnya kepemimpinan negara pada orang yang salah.
Logikanya, dengan tidak menggunakan suara maka peluang untuk elite politik lama
tetap bertahan, sedangkan elit politik baru yang mungkin membawa udara segar
Demokrasi sendiri ada dan bertahan karena adanya partisipasi politik, namun
jika partisipasi politik menghilang maka lambat laun akan ikutan hilang juga
tidak lagi disuarakan oleh rakyat lantas apa guna demokrasi. Dengan kata lain
demokrasi dengan apatis akan membuat demokrasi tidak berjalan sesuai jalannya,
46
Efriza dan Yoyoh Rohaniah, Pengantar Ilmu Politik, Kajian Mendasar Ilmu Politik (Malang:
Intrans Publising, 2015),
47
M. Rolip Saptamaji, paper Isu Politik Kotemporer
membutuhkan partisipasi politik, karena jika hanya apatisme politik yang bertahan
Generasi Millenial
Generasi milenial ialah generasi masa muda yang lahir pada kurun waktu
1980‟an hingga tahun 2000.48 Generasi ini juga disebut sebagai generasi Y, karena
kelahiran generasi ini setelah generasi X. Ada pula yang menyebut generasi
Segmen karakter ini bisa dibentuk dengan 2 indikator utama, yaitu yang
pertama, Creativity Level, yaitu indicator seberapa kuat generasi milenial memiliki
ide dan gagasan yang out of the box serta berani mengkomunikasikan gagasan
ketergantungan generasi milenial dengan internet dan social media. Selain dari sisi
online, indikator ini juga mengukur tingkat intensi seorang milinial dalam
beda. Tentu dengan kurun waktu yang berbeda pula termasuk generasi millennial
Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat
pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan
seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook dan
twitter, dengan kata lain generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era
dengan pandangan politik dan ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif
dengan tahun masuk internet dalam suatu negara untuk mendapatkan batasan
umur generasi milenial, maka setiap negara akan memiliki batasan yang berbeda-
beda karena tahun masuknya internet dalam suatu negara juga berbeda-beda
Millenial
yang dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau kelompok, baik
50
Lyons, S. An exploration of generational values in life and at work. ProQuest Dissertations
and Theses, 2004, 441-441 . Retrieved from
http://ezproxy.um.edu.my/docview/305203456?accountid=28930 diakses pada 3 Juli 2018 jam
23:31 WIB
pemilihan umum.51
dengan rentang umur 17-24 tahun. Apatisme ini mempengaruhi 2 dimensi yaitu
c. Ketidakmauan berpartisipasi
Remaja yang kurang berpartisipasi dalam politik akan mengalami kesulitan dalam
mencapai keahlian berpartisipasi dalam politik seperti yang dilakukan oleh orang
dewasa saat ini.52 Selain itu, remaja merasakan susahnya untuk bisa menyesuaikan
gaya hidup dan pekerjaan mereka terhadap partisipasi politik dengan cara yang
lama dan juga mereka merasa bahwa politik tidak berkesinambungan dengan
kehidupan sehari-hari mereka. Mereka lebih tertarik kepada bentuk politik yang
Sifat apatis remaja terhadap politik tidak hanya disebabkan oleh pihak
remaja, tetapi juga dikarenakan oleh pihak politik dimana peran remaja kurang
51
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT Grasindo, 1992), 15
52
Quintelier, E. (2007, June). Differences in political participation between youngand old people.
Contemporary Politics
53
Ibid.,