PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum :
Pemeriksaan Indera
C. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan fungsi pendengaran, fungsi
penghidu, dan keseimbangan.
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi pada seseorang
serta mengoreksi kelainan yang ditemukan memeriksa luas lapang
pandang beberapa macam warna dengan menggunakan kampimeter
serta melakukan pemeriksaan tes buta warna.
D. Dasar Teori
1. Pendengaran
Telinga adalah organ pendengaran. Saraf yang melayani indra ini adalah
saraf kranial kedelapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri atas tiga
bagian: telinga luar, telinga tengah, dan rongga telinga dalam. (Pearce,
2013).
Telinga luar terdiri atas aurikel atau pina, yang pada binatang rendahan
berukuran besar serta dapat bergerak dan membantu mengumpulkan
gelombang suara; dan meatus auditorius eksterna yang menjorok ke dalam
menjauhi pina, serta menghantarkan getaran suara menuju membran
timpani (Pearce, 2013).
1
Teling tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung
udara. Rongga itu terletak sebelah dalam membran timpani atau gendang
telinga, yang memisahkan rongga itu dari meatus auditorius eksterna.
Rongga itu sempit serta memiliki dinding tulang dan dinding membranosa,
sementara pada bagian belakangnya bersambung dengan antrum mastoid
dalam prosesus mastoideus pada tulang temporalis, melalui sebuah celah
yang disebut aditus (Pearce, 2013).
Tulang – tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun pada
rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari membran timpani
menuju rongga telinga dalam. Terdiri dari maleus, inkus, dan stapes.
Rangkaian tulang – tulang ini berfungsi mengalirkan getaran suara dari
gendang telinga menuju rongga telinga dalam (Pearce, 2013).
Rongga telinga dalam berada dalam bagian os petrosum tulang
temporalis. Rongga telinga dalam itu terdiri atas berbagai rongga yang
meyerupai saluran – saluran dalam tulang temporalis. Rongga – rongga itu
disebut labirin tulang dan dilapisi membran sehingga membentuk labirin
membranosa. Saluran –saluran bermembran ini mengandung cairan dan
ujung – ujung akhir saraf pendengaran dan keseimbangan (Pearce, 2013).
Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang
cukup serius dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguang
pendengaran adalah hilangnya kemampuan untuk mendengar bunyi dalam
cakupan frekuensi yang normal untuk didengar (Beatrice, 2013). Gangguan
pendengaran dapat disebabkan oleh gangguan transmisi suara di telinga luar
maupun telinga tengah atau yang dikenal dengan tuli konduksi/hantaran dan
kerusakan pada sel rambut maupun jalur sarafnya atau yang disebut juga tuli
saraf. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh gangguan konduksi
dan berlanjut menjadi gangguan saraf, kemudian terkena infeksi otitis media
yang disebut tuli campuran (Ganong, 2008).
Faktor yang menyebabkan ketulian ada dua yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal misalnya, yang disebabkan oleh kelainan genetik
yang gejalanya sudah ada sejak baru lahir dan proses penuaan. Faktor
eksternal dapat diakibatkan oleh keadaan tertentu seperti mendengarkan
2
musik keras, orang yang bekerja di pabrik yang bising, trauma kepala,
infeksi dan obat ototoksik (Pearce, 2013).
Untuk mendiagnosa gangguan pendengaran ada 3 pemeriksaan yaitu tes
tutur, tes penala, dan tes audiometer. Tes tutur adalah tes yang memakai kata
– kata yang sudah disusun dalam silabus. Pasien diminta untuk mengulangi
kata – kata yang didengar dengan jarak 6 meter. Jika pasien tidak
mendengar, maka maju 1 meter dan ulangi pemeriksaannya. Kesimpulan
pemeriksaan yaitu 6 meter (normal), 5 – 4 meter (tuli ringan), 3 – 2 meter
(tuli sedang), 2 – 1 meter (tuli berat) (Pearce, 2013).
Tes penala atau garpu tala itu ada 3 yaitu tes rinne, tes weber, dan tes
schwabach. Tes rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui
udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Cara
pemeriksaannya adalah penala digetarkan, tangkainya diletakkan di
prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga
kira – kira 21/2 cm. Bila masih terdengar disebut rinne positif, bila tidak
terdengar disebu rinne negatif. Tes weber adalah tes pendengaran untuk
membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Cara
pemeriksaannya adalah penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di
garis tengah kepala. Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah
satu telinga disebut weber lateralisasi pada telinga tersebut. Bila tidak dapat
dibedakan disebut weber tidak ada lateralisasi. Tes schwabach adalah
membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa
yang pendengarannya normal. Cara pemeriksaannya adalah penala
digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak tedengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada
prosesus mastoideus telinga pemeriksa. Bila pemeriksa masih dapat
mendengar disebut shawabach memendek, bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut schwabach memanjang, dan jika pasien dan
pemeriksa kira – kira sama mendengarnya disebut normal (Pearce, 2013).
3
2. Penglihatan
Saraf optikus atau saraf kranial kedua adalah saraf sensorik untuk
penglihatan. Saraf ini timbul dari sel – sel ganglion dalam retina yang
bergabung membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak kebelakang secara
medial dan melintasi kanalis optikus memasuki rongga kranium, lantas
menuju kiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki tiga pembungkus yang
serupa dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan
fibrus serta bergabung dengan sklera. Lapisan tengah halus seperti araknoid,
sementara lapisan dalam adalah vakuler (Pearce, 2013).
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan – lapisan tersebut adalah : (1)
sklera/kornea, (2) koroid/iris, dan (3) retina (Ilyas, 2004). Struktur mata
manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua
komponen – komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina
mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan
gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya
yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan
kimiawi pada sel fotosensitif di retina (Fajar, 2009).
Visus atau ketajaman penglihatan adalah kemampuan mata untuk
melihat dengan jelas dan tegas. Secara fisiologis hal ini ditentukan oleh daya
pembiasan mata. Jenis pemeriksaan visus ada empat yaitu visus optotype
snelen/straub, visus hitung jari, visus gerakan lambaian tangan, visus gelap
dan terang. Visus optotype snelen/straub, penderita bisa membaca huruf
pada optotipe pada jarak 5 m yang seharusnya dapat dibaca oleh orang
normal pada jarak 5 m. Visus hitung jari, penderita hanya bisa menghitung
jari pada jarak 1 meter yang seharusnya orang normal pada jarak 60 m.
Visus gerakan lambaian tangan, penderita hanya bisa melihat gerakan
lambaian tangan pada jarak 1 m yang seharusnya bisa dilihat orang normal
pada jarak 300 m. Visus gelap dan terang, penderita hanya bisa
membedakan gelap dan terang. Perlu diperiksa apakah masih dapat
membedakan arah datangnya sinar dan membedakan warna merah dan hijau
(Pearce, 2013).
4
Refraksi adalah perubahan arah yang terjadi pada berkas cahaya yang
melintas secara miring melalui suatu medium dan menuju ke medium yang
lain yang memiliki indeks bias yang berbeda. Kelainan refraksi ada 3 yaitu
miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Pada miopia panjang bola mata
anteroposterior dapat terlalu besar. Pasien miopia akan menyatakan melihat
jelas bila dekat, kabur bila jauh. Hipermetropia adalah keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata yaitu sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak dibelakang retina. Astigmatisma adalah kelainan
refraksi karena kelengkungan kornea yang tidak teratur (Siregar, 2008).
Buta warna merupakan penyakit kelainan pada mata yang ditentukan
oleh gen resesif pada kromosom seks, khususnya terpaut pada kromosom X
atau kondisi ketika sel – sel retina tidak mampu merespon warna dengan
semestinya. Tes buta warna dilakukan dengan tes ishihara yang
dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara pada tahun 1917. Tes metode
ishihara adalah tes yang digunakan untuk mendeteksi gangguan persepsi
warna, berupa tabel warna khusu berupa lembaran pseudoisokromatik yang
disusun oleh titik – titik dengan kepadatan warna berbeda yang dapat dilihat
dengan mata normsl, tapi tidak bisa dilihat oleh mata yang mengalami
defisiensi sebagian warna (Dhika et al., 2014).
E. Metode Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Pendengaran
- Tes Tutur
- Garpu Tala : Metode Rinne, Weber dan Schwabach
b. Pemeriksaan Penglihatan
- Metode Snellen Chart
- Metode Hitung Jari
- Metode Lambaian Tangan
- Metode Gelap Terang
- Metode Buku Ishihara untuk Buta Warna
F. Alat Bahan
a. Garpu Tala
b. Snellen Chart
c. Buku Ishihara
5
G. Cara Kerja
6
2. Metode Weber
- Garpu tala di getarkan pada punggung tangan atau siku, dengan
tujuan supaya tidak terlalu keras.
- Tekankan ujung garpu tala pada dahi pasien di garis median
dengan tangan pemeriksa tidak boleh menyentuh jari-jari garpu
tala.
- Tanyakan kepada pasien apakah ia mendengar dengungan bunyi
garpu tala sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi
(bunyi dengungan lebih kuat pada salah satu telinga).
3. Metode Schwabach
- Garpu tala di getarkan pada punggung tangan atau siku, dengan
tujuan supaya tidak terlalu keras.
- Tekankan ujung tangkai garpu tala pada tulang belakang telinga
atau os. mastoid dengan tangan pemeriksa tidak boleh menyentuh
jari-jari garpu tala.
- Tanyakan pada pasien apakah ia mendengar bunyi mendengung
di telinga yang di periksa. Bila mendengar pasien disuruh
mengacungkan jari telunjuk dan jika sudah tidak mendengar, jari
telunjuk diturunkan.
- Pada saat itu (ketika pasien sudah tidak mendengar dengungan
garpu tala) pemeriksa mengangkat garpu tala dari os. Mastoid
pasien dan memindahkannya pada os. Mastoid pemeriksa.
7
c. Pemeriksaan Indera Penglihatan
1. Metode Visus Snellen Chart
- Pasien berdiri pada jarak 6 meter menghadap pada Snellen chart
- Pemeriksa menunjuk pada salah satu huruf yang ada pada snellen
chart dan pasien menyebutkan huruf yang dilihatnya.
- Jika pasien tidak bisa melihat pada jarak 6 meter maka ia dapat
maju 1 meter, jika tetap tidak terlihat maju lagi 1 meter dan
seterusnya.
8
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Fungsi Pendengaran
a. Tes Tutur
No. Jarak Tes Dengar Tidak Interpretasi
1. 6 meter normal
2. 5 meter
3. 4 meter
4. 3 meter
5. 2 meter
6. 1 meter
7. Detrik pada jam tangan
Weber
Hasil Lateralis Interpretasi
AD=AS - Normal AD/AS
Schwabah
Hasil Interpretasi
BC penderita=BC pemeriksa Normal
2. Fungsi Penglihatan
b. Buta Warna
Hasil Interpretasi
Penderita dapat menyebutkan Tidak ditemmukan kelainan/buta
angka pada buku ishihara warna
9
B. Pembahasan
Pemeriksaan Pendengaran dengan Metode Tutur
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan menggunakan metode
tutur yang dilakukan oleh pemeriksa dengan membisikkan beberapa
kata yang tediri dari 2 suku kata sejauh 6 meter dan dengan suasan
ruangan yang sepi, pasien dapat menebak seluruh kata yang dibisikkan
oleh pemeriksa, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa pasien yang
melakukan tes tersebut memiliki fungsi pendengaran normal.
10
c.Test Scwabah
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggetarkan garpu tala
dan meletakkannya pada Processus Mastoideus OP. Setelah bunyi
menghilang OP segera member tanda dan pemeriksa meletakkan garpu
tala tersebut pada Processu Mastoideusnya. Dari hasil percobaan
didapatkan hasil normal, tidak didapatkan pemendekan atau
pemanjangan suara. Pada penderita tuli sensori neural (SNHL) dan
suara yang dihasilkan akan memendek. Kelemahan dari sistem ini
bersifat subyektif karena menganggap pemeriksa dalam kondisi
normal.
11
Pemeriksaan Visus dengan Metode Hitung Jari
Tidak dilakukan pemeriksaan dengan metode ini karena ketika
menggunakan metode Snellen Chard hasil sudah bisa didapatkan. Salah
satu syarat digunakannya metode Hitung Jari adalah ketika tidak
didapatkannya hasil melalui tes dengan metode Snellen Chard.
12
Lebih jelasnya, buta warna merupakan gangguan herediter yang
lazim di derita pria daripada wanita. Buta warna bervariasi antara buta
satu warna tertentu (buta warna parsial) sampai buta warna total.
Terjadinya buta warna ini di sebabkan oleh tidak adanya atau ada
tetapi sedikit sel kerucut warna merah dan hijau. Bila tidak ada sel
kerucut merah, maka warna merah akan nampak hijau. Bila sel kerucut
hijau tidak ada, maka benda hiaju akan nampak merah. Bila ketiga
macam sel kerucut (warna merah, hijau dan biru) tidak ada, maka
semua benda akan nampak hitam dan seseorang akan menderita buta
warna total (Basoeki, 2003).
C. Aplikasi Klinis
Tes Pendengaran
- Untuk mengetahui apakah normal, SNHL (sensori neural hearing
lost), ataupun CHL (conduction hearing lost).
- Dalam bidang kedokteran untuk mengetahui adakah kelainan
pendengaran.
Tes Penglihatan
13
BAB III
KESIMPULAN
Telinga terdiri dari 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Telinga luar dan telinga tengah berfungsi menyalurkan gelombang
suara dari udara ke telinga dalam. Telinga dalam yang tediri dari 2 sistem
saraf sensoris, koklea yang mengandung banyak reseptor-reseptor untuk
mengubah gelombang suara menjadi impuls-impuls saraf, dan apparatus
vestibularis yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan.
Fisiologi pendengaran : gelombang suara - daun telinga – MAE (mratus
auditorius externa) – membran timfani – tiga tulang pendengaran (malleus,
incus, stapes) – voramen ovale – koklea – membran reisner – nervus 8 –
otak.
Kekurangan pendengaran terdiri dari tuli konduksi, tuli syaraf, dan tuli
campuran.
Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu tes tutur, tes
garpu tala, dan tes audiometer.
Pada pemeriksaan menggunakan metode Tutur, didapatkan hasil normal
karena pasien dapat mendengar sejauh 6 meter.
Pada pemeriksaan menggunakan garpu tala dengan metode Rinne
didapatkan hasil AC > BC jadi diinterpretasikan normal.
Pada pemeriksaan menggunakan garpu tala dengan metode Weber
didapatkan hasil AD = AS yang berarti tidak ada laterisasi, jadi
diinterpretasikan normal.
Pada pemeriksaan menggunakan garpu tala dengan metode Schwabach
didapatkan hasil BC pm = BC pd yang berarti tidak ada pemanjangan
maupun pemendekan getaran, jadi diinterpretasikan normal.
Fisiologi penglihatan : cahaya – kornea – humor aquos – pupil – lensa –
corpus vitreous – retina – nervus 2 – otak.
Refraksi adalah pembelokan berkas cahaya dari satu medium ke medium
lain yang berbeda.
14
Kelain refraksi antara lain Hipermetropi (rabun dekat), Miopi (rabun jauh),
dan astigmatisma (silindris).
Visus atau ketajaman penglihatan adalah kemampuan mata untuk melihat
dengan jelas dan tegas.
Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan 4 metode yaitu menggunakan
Snellen Chard, hitung jari, lambaian tangan, dan gelap terang. Pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan urutan, posisi awal 6 meter jika tidak bisa melihat
maka maju satu meter sampai satu meter didepan pemeriksa, jika masih
tidak bisa melihatnya maka dapat dilakukan tes selanjutnya begitu pula
seterusnya hingga tes gelap terang. Jika pada tes gelap terang tetap tidak
bisa melihat maka bisa diinterpretasikan bahwa pasien buta total.
Pada percobaan pemeriksaan visus menggunakan metode Snellen Chard,
pasien sudah dapat melihat huruf dari yang terbesar hingga terkecil,
sehingga dapat diinterpretasikan bahwa penglihatan pasien tersebut normal.
Karena sudah didapatkan hasil dari tes menggunakan metode snellen chard
maka tidak perlu lagi tes menggunakan metode yang lain.
Buta warna adalah ketidakmampuan mata untuk membedakan warna yang
ada. Buta warna dapat dibedakan menjadi buta warna parsial, dan buta
warna total.
Pemeriksaan buta warna dilakukan menggunakan buku Ishihara. Pada
pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien dapat membedakan angka dan
mengikuti alur yang ada pada buku ishihara tersebut, maka dapat
diinterpretasikan bahwa pasien tersebut normal (tidak mengalami buta
warna).
15
Daftar Pustaka
16