Anda di halaman 1dari 26

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 1

PETUNJUK PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON
STERIL

I GUSTI NGURAH AGUNG DEWANTARA PUTRA, S.Farm., M.Sc., Apt.


I GUSTI NGURAH JEMMY ANTON PRASETIA, S.Farm., M.Si., Apt.
NI PUTU AYU DEWI WIJAYANTI, S.Farm., M.Si., Apt.
COKORDA ISTRI SRI ARISANTI, S.Farm., M.Si., Apt.
EKA INDRA SETYAWAN, S.Farm., M.Sc., Apt.

PRAKTIKAN
NAMA MAHASISWA :…………………………………………………….
NIM :…………………………………………………….
GOLONGAN :…………………………………………………….
KELOMPOK :…………………………………………………….

LABORATORIUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 2


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan karunianya
maka petunjuk praktikum formulasi dan teknologi sediaan non steril ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Petunjuk praktikum ini menjelaskan secara singkat mengenai prinsip dasar dan
prosedur praktikum formulasi dan teknologi sediaan non steril serta tugas yang harus
dikerjakan oleh mahasiswa. Penyusunan petunjuk ini bertujuan untuk membantu
mahasiswa dalam pelaksanaan praktikum. Untuk lebih memahami mengenai
praktikum ini, diharapkan mahasiswa tetap mempelajari teori yang terdapat dalam
buku-buku referensi.
Besar harapan kami agar petunjuk praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi
mahasiswa yang mengikuti praktikum formulasi dan teknologi sediaan non steril.
Petunjuk praktikum ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan selanjutnya.

Bukit Jimbaran, September 2015

Penyusun

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 3


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... i


Daftar Isi .................................................................................................................. ii
Tata Tertib Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Non Steril ..................... 1
Ketentuan Penilaian Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Non Steril ....... 2
Jadwal Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Non Steril ............................ 3
Penatalaksanaan Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Non Steril ............. 4
Format Jurnal Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Non Steril ................. 5
Format Laporan Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Non Steril ............. 6
Sirup CTM ............................................................................................................... 7
I. Tujuan ......................................................................................................... 7
II. Dasar Teori ................................................................................................. 7
III. Evaluasi Sediaan......................................................................................... 7
Sirup Kering Amoxicillin ........................................................................................ 10
I. Tujuan ......................................................................................................... 10
II. Dasar Teori ................................................................................................. 10
III. Evaluasi Sediaan......................................................................................... 10
Gel Sulfur ................................................................................................................. 14
I. Tujuan ......................................................................................................... 14
II. Dasar Teori ................................................................................................. 14
III. Evaluasi Sediaan......................................................................................... 14
Supositoria Parasetamol ........................................................................................... 16
I. Tujuan ......................................................................................................... 16
II. Dasar Teori ................................................................................................. 16
III. Evaluasi Sediaan......................................................................................... 16
Tablet Parasetamol ................................................................................................... 19
I. Tujuan ......................................................................................................... 19
II. Dasar Teori ................................................................................................. 19
III. Evaluasi Sediaan......................................................................................... 20

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 4


TATA-TERTIB PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

1. Setiap praktikan harus sudah hadir minimal 15 menit sebelum waktu praktikum
dimulai.
2. Praktikan yang terlambat hanya ditoleransi 10 menit dan akan diberikan sanksi
tertentu, serta tidak diperkenankan mengikuti pre-terst.
3. Praktikan harus sudah menyelesaikan praktikum termasuk membereskan alat-alat
maksimal 15 menit sebelum waktu praktikum berakhir.
4. Praktikan wajib memeriksa dan menjaga kebersihan alat dan ruangan praktikum
sebelum, selama dan sesudah praktikum.
5. Jika terjadi kerusakan dan/atau kehilangan alat praktikum, maka praktikan
bersama kelompoknya diwajibkan mengganti alat dengan spesifikasi minimal
sama sejumlah dua kali alat yang hilang/rusak, dengan tenggang waktu
penggantian maksimal sehari sebelum praktikum selanjutnya.
6. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum dengan alasan tertentu, harus
menyampaikan ijin secara tertulis maksimal sehari sebelum praktikum, dan wajib
bertukar posisi dengan praktikan pada praktikum berikutnya.
7. Jika ketidakhadiran praktikan karena sakit, maka surat ijin disampaikan secara
tertulis dengan melampirkan surat keterangan dokter paling lambat dua hari
setelah hari praktikum.

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 5


KETENTUAN PENILAIAN PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

Penilaian praktikum meliputi :


 Pretest : 10 %
 Jurnal : 20 %
 Keterampilan & pelaksanaan praktikum : 20 %
 Sediaan : 20 %
 Laporan : 30 %

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 6


JADWAL PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

Pertemuan Materi
I Asistensi praktikum
II Sirup CTM
III Sirup kering amoksisilin
IV Gel sulfur
V Suppositoria parasetamol
VI Tablet parasetamol/asetosal
VII Evaluasi sediaan tablet
VIII Presentasi hasil praktikum

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 7


PENATALAKSANAAN PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

1. Pretest (10 menit)


2. Jurnal praktikum dikumpulkan untuk diperiksa oleh dosen jaga dan acc formula
yang akan dibuat
3. Praktikan membuat sediaan dengan formula yang telah disusun sesuai dengan
jurnal
4. Praktikan mengumpulkan sediaan jadi dilengkapi dengan kemasan primer,
kemasan sekunder, etiket dan label
5. Dilakukan evaluasi terhadap sediaan sesuai dengan syarat masing-masing sediaan
6. Laporan akhir dikumpulkan paling lambat satu minggu setelah praktikum kepada
koordinator praktikum

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 8


FORMAT JURNAL PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

Jurnal dibuat sebelum praktikum sesuai dengan materi yang akan dipraktikumkan.
Susunan jurnal adalah sebagai berikut:

I. PRAFORMULASI
a. Tinjauan farmakologi bahan obat
b. Tinjauan Fisikokimia bahan obat
c. Tinjauan fisikokimia zat tambahan
d. Bentuk sediaan, dosis dan cara pemakaian

II. FORMULASI
a. Permasalahan
b. Pencegahan masalah
c. Macam-macam formulasi
d. Formula yang akan diajukan untuk dibuat dalam praktikum

III. PRODUKSI
a. Penimbangan
b. Cara kerja

IV. PENGEMASAN
a. Kemasan primer
b. Kemasan sekunder
c. Etiket
d. Brosur

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 9


FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL

Laporan terdiri dari:


I. JURNAL PRAKTIKUM
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. KESIMPULAN

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 10


SIRUP CTM

I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan Sirup CTM
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan Sirup CTM
3. Dapat membuat sediaan non steril Sirup CTM skala laboratorium sesuai
dengan persyaratan yang telah ditentukan

II. Dasar Teori


Sirup merupakan sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan
atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat. Larutan obat dalam air yang
mengandung gula digolongkan sebagai sirup (Ansel, 2005).
Chlorpeniramine maleat diabsorpsi baik melalui pemakaian oral, walaupun obat
ini mengalami metabolisme substansial pada mukosa gastrointestinal sebelum
diabsorpsi dan mengalami reaksi first pass metabolisme di hati (Mc Evoy, 2002).
Obat antihistamine H1 sering digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk mencegah
atau mengobati gejala reaksi alergi. Pada rhinitis alergi dan urtikaria dengan histamin
sebagai mediator utama, antagonis H1 adalah obat pilihan (drug of choice) dan sering
sangat efektif. Namun pada asma bronchial yang melibatkan beberapa antagonis H1
sangat tidak efektif (Katsung, 1997).
Larutan oral chlorpheniramine maleat harus disimpan pada tempat yang kedap
cahaya. Chlorpheniramine maleat umumnya disimpan pada temperatur kurang dari
40oC, lebih baik lagi pada suhu 15-30oC. Didapar pada pH 2, 4, 6, dan 8. Larutan oral
chlorpheniramine maleat harus disimpan pada tempat yang rapat (Mc Evoy, 2002).

III. Evaluasi Sediaan


3.1. Evaluasi Fisika
a. Pengukuran Viskositas Sirup CTM: diukur dengan alat pengukur viskositas
Hoppler.
b. Pengukuran Berat Jenis Sirup CTM): diukur dengan piknometer.
c. Pengukuran Volume Terpindahkan Sirup CTM: volume rata-rata sirup yang
diperoleh dari sepuluh wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak satu pun
volume wadah yang kurang dari 90% dari volume yang dinyatakan pada etiket
(Anonim b, 1995).
Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 11
d. Uji Organoleptis Sirup CTM: meliputi bau, rasa, warna, kejernihan selain itu
juga diperiksa kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada kemasan.

3.2. Evaluasi Biologi


a. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
 Mikroba Uji: digunakan biakan mikroba Candida albicans, Aspergillus
niger, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus
aureus.
 Media untuk biakan awal mikroba uji: dipilih media agar yang sesuai untuk
pertumbuhan yang subur mikroba uji, seperti Soybean-Casein Digest Agar
Medium.
 Pembuatan inokulat: sebelum pengujian dilakukan inokulasi permukaan
media agar bervolume yang sesuai, dengan biakan persedian segar mikroba
yang akan digunakan. Inkubasi pada suhu 300-350 selama 18-24 jam.
Tetapkan jumlah satuan pembentuk koloni tiap mL dari setiap suspensi, dan
angka ini digunakan untuk menetapkan banyaknya inokula yang digunakan
pada pengujian.
 Penafsiran hasil: suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang
diuji jika :
1. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih
0,1% dari jumlah awal.
2. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal.
3. Jumlah mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah
tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
(Anonim b, 1995).
b. Uji Cemaran Mikroba
Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua
jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk
menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu
(Anonim b, 1995).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 12


3.3. Evaluasi Kimia
Identifikasi: dilakukan dengan sistem kromatografi silika gel dengan
menggunakan campuran fase gerak metanol P : kloroform P (85 : 15) jarak
pengembangan 9 cm. Keringkan, semprot dengan campuran etanol mutlak P : P-
metoksibenzaldehida : Asam sulfat P (90 : 5 : 5). Panaskan lempeng pada suhu
100oC selama 10 menit. Chlorpheniramine Maleat (CTM) tampak sebagai bercak
berwarna hitam hingga lembayung. Harga Rf larutan uji sesuai dengan Rf larutan
baku (Anonim b, 1995).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 13


SIRUP KERING AMOXICILLIN

I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan Sirup Kering Amoxicillin
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan Sirup Kering
Amoxicillin
3. Dapat membuat sediaan non steril Sirup Kering Amoxicillin skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan

II. Dasar Teori


Amoxicillin merupakan golongan penisilin yang tidak stabil jika berada dalam
larutan dalam jangka waktu yang lama. Oleh sebab itu, amoxicillin dibuat dalam
bentuk sediaan serbuk kering yang direkonstitusi terlebih dahulu sebelum digunakan.
Fase pendispersi dari suspensi antibiotik adalah air, biasanya ditambahkan pewarna,
pemanis, pewangi dan perasa agar sediaan lebih menarik dan menutupi rasa pahit
(Ansel, 2005).
Amoxicillin mempunyai spektrum luas, tetapi lebih efektif pada basil gram
negatif seperti Neisseria gonorrhoeae, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Proteus mirabilis, Salmonella. Amoxicillin merupakan derivate penicillin yang
mengalami hidrolisis dengan mendegradasi produksi cincin ß-laktam (Lund, 1994).
Amoxicillin tidak stabil terhadap paparan cahaya, terurai pada suhu 30-350C, namun
stabil pada pH 3,5-6,0. Amoxicillin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92%
di saluran pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral (Anonim b. 1995).

III. Evaluasi Sediaan


3.1 Evaluasi Fisika
a. Distribusi ukuran partikel
Untuk sediaan sirup kering, distribusi partikel homogen (tersalut) setelah
direkonstitusi, dapat diamati dari semakin besarnya ukuran partikel maka
rongga–rongga antar partikel yang terbentuk pun semakin besar dan
distribusinya menyebar di dalam sediaan, sehingga setelah dikocok sediaan
suspensi kering ini dapat terdispersi homogen kembali.

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 14


b. Homogenitas
Sediaan suspensi terkonstisusi dilarutkan dengan air hingga mencapai volume
yang telah ditentukan yaitu 60 mL. Setelah itu, zat yang terdispersi harus halus
dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan, endapan harus
segera terdispersi kembali. Sediaan terkonstitusi dapat mengandung zat
tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Selain itu, kekentalan suspensi
tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Anonim a,
1979).
c. Penetapan bobot jenis sediaan dengan piknometer
Pada penetapan bobot jenis sediaan suspensi kering menggunakan piknometer.
Untuk mengetahui bobot jenis sediaan dapat diperoleh dari selisih bobot
piknometer yang telah diisi zat uji dengan bobot piknometer kosong (anonim
b, 1995).
d. Volume terpindahkan
Volume rata-rata suspensi yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100% dan tidak satu pun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume
yang dinyatakan dalam etiket (Anonim b, 1995).
e. Penetapan pH
Penetapan pH dengan menggunakan pH meter (Anonim b, 1995).
f. Kadar air
Suspensi kering kadar air tidak lebih dari 3% (Anonim b, 1995).
g. Penetapan waktu rekonstitusi
Penetapan ini dilakukan untuk menentukan lamanya waktu terkonstitusi suatu
sediaan. Dalam hal ini sediaan serbuk kering ditambahkan air, kemudian
dihitung waktu yang diperlukan sampai sediaan tersebut membentuk suspensi
dengan sempurna.
h. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi
Untuk sediaan suspensi kering yang baik diharapkan terdapat sedimentasi
yang besar atau tidak terjadi sama sekali (melarut homogen) . Hal ini penting
karena dengan volume sedimentasi yang besar maka kemungkinan untuk
melarut secara homogen kembali akan lebih besar bila dibandingkan dengan
volume sedimentasi yang sedikit (dapat membentuk caking). Untuk
mengetahui kemampuan redispersi sediaan maka sediaan yang sudah
didiamkan dikocok kembali. Apabila setelah dikocok sediaan mudah melarut
Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 15
kembali dan menjadi larutan yang homogen maka kemampuan redispersinya
baik.
i. Sifat aliran dan viskositas dengan Viskosimeter Brookfield
Sediaan sirup kering Amoxicillin ini mengikuti sifat aliran Hukum Non
Newton pseudoplastik. Viskositas sediaan ini dapat diukur dengan
menggunakan Viskosimeter Brookfield karena viskosimeter ini dapat
mengukur viskositas sediaan yang bersifat Non Newton dan Newton (Astuti,
dkk., 2007)

3.2 Evaluasi Biologi


a. Uji potensi antibiotik
Uji antibiotik untuk sirup kering dengan bahan aktif Amoxicillin dapat diuji
dengan metode Lempeng Silinder. Cawan petri yang telah diberi lempeng
silinder yang berisi antibiotik selanjutnya diinkubasi selama 16-18 jam dengan
suhu 320C sampai 350C. Semakin besar zona hambatan yang terukur maka
semakin baik sediaan sirup kering Amoxicillin yang dibuat (Anonim b, 1995).
b. Uji efektifitas pengawet
Sediaan sirup kering yang sudah dilarutkan diambil sebanyak 20 mL dan
dimasukkan ke dalam 5 tabung bakteriologi bertutup, berukuran sesuai dan
steril. Kemudian inokulasi masing-masing tabung dengan salah satu suspensi
mikroba baku dengan menggunakan perbandingan 0,10 mL inokula setara
dengan 20 mL sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai
harus ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba tiap mL sediaan
uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per mL.
Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan hitung
angka awal mikroba tiap mL sediaan yang diuji dengan metode lempeng.
Kemudian setelah diinokulasi tabung diinkubasi pada suhu 200C sampai 250C.
Setelah itu, tabung diamati pada hari ke 7, ke 14, ke 21dan ke 28 sesudah
inokulasi. Setiap perubahan yang terlihat dicatat dan tetapkan jumlah mikroba
viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng. Dengan
menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian, hitung
perubahan kadar dalam persen tiap mikroba selama pengujian (Anonim b,
1995).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 16


3.3 Evaluasi Kimia
a. Penetapan kadar
Penetapan kadar dilakukan dengan metode KCKT. Pembuatan larutan uji:
Encerkan secara kuantitatif dan bertahap sejumlah volume seperti yang tertera
pada etiket, dicampur segar dan bebas gelembung udara dalam pengenceran
hingga diperoleh larutan yang mengandung 1mg amoxicillin trihidrat per ml.
saring melalui penyaring 1 µm atau porositas lebih halus dan gunakan filtrate
sebagai larutan uji. Gunakan larutan dalam waktu 6 jam (Anonim b, 1995).
b. Identifikasi
Untuk identifikasi diperlukan suatu larutan yang mengandung setara dengan 4
mg amoxicillin dengan penambahan asam klorida 0,1 N pada sejumlah
amoxicillin untuk suspensi oral. Biarkan larutan selama 5 menit sebelum
digunakan (Anonim b, 1995).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 17


GEL SULFUR

I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan Gel Sulfur
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan Gel Sulfur
3. Dapat membuat sediaan non steril Gel Sulfur skala laboratorium sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan

II. Dasar Teori


Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika fase
terdispersi memiliki ukuran partikel yang berbeda, maka akan membentuk sistem gel
dua fase atau dinyatakan sebagai magma. Baik gel maupun magma dapat berupa
aliran tiksotropik. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar
merata dalam suatu cairan sehingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul yang
terdispersi (Anonim b, 1995).
Sulfur merupakan endapan belerang yang memiliki khasiat bakterisida dan
fungisida lemah berdasarkan reaksi oksidasinya menjadi asam pentationat (H2S5O6)
oleh kuman di kulit. Zat ini juga bersifat keratolitik (melarutkan kulit tanduk),
sehingga banyak digunakan bersama asam salisilat dalam salep dan lotion (2-10%)
untuk pengobatan jerawat dan kudis (Tjay dan Rahardja, 2007).
Sulfur dapat menghambat pertumbuhan jerawat yang diakibatkan oleh
propionibacterium dan pembentukan asam lemak bebas. Sulfur mengeluarkan
kelebihan sebum pada wajah dengan cara melunakkan sel keratin (Sweetman, 2002).
Sulfur praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam karbon disulfida,
sukar larut dalam minyak zaitun, praktis tidak larut dalam etanol (Anonim b, 1995).

III. Evaluasi Sediaan


3.1 Evaluasi Fisika
a. Homogenitas: Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat
yang akan diuji pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
harus menunjukkan susunan yang homogen (Anonim a, 1979).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 18


b. Kadar Air: tidak lebih dari 0,5%. Penentapan kadar air dilakukan dengan cara
titrasi menggunakan piridina P sebagai pengganti metanol P (Anonim b,
1995).

3.2 Evaluasi Kimia


a. Penetapan Kadar
Timbang seksama lebih kurang 60 mg, lakukan penetapan seperti yang tertera
pada pembakaran dengan labu oksigen menggunakan labu 1000 mL dan
campuran 10 mL air dan 5 mL hidrogen peroksida LP sebagai cairan
penyerap. Jika pembakaran telah sempurna isi bibir labu dengan air,
longgarkan sumbat dan bilas sumbat, pemegang sampel dan dinding labu
dengan air kemudian buka sumbat. Panaskan isi labu sampai mendidih dan
didihkan selama lebih kurang 2 menit. Dinginkan sampai suhu kamar da titrasi
dengan netrium hidroksida 0,1 N LV menggunakan indikator fenolptalein LP.
Lakukan penetapan blangko. 1 mL natrium hidroksida 0,1 N setara dengan
1,603 mg sulfur.
b. Identifikasi
Terbakar di udara membentuk belerang dioksida yang dapat dikenal dari
baunya yang khas (Anonim b, 1995).

3.3 Evaluasi Biologi


Uji Mikroba:
Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua
jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk
menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu.
Spesimen uji biasanya terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella. Pengujian dilakukan dengan
menambahkan 1 mL dari tidak kurang pengenceran 10-3 biakan mikroba berumur
24 jam kepada enceran pertama spesimen uji (dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid
Soybean-Casein Digest atau Media Fluid Lactose Medium) dan diuji sesuai
prosedur (Anonim b, 1995).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 19


SUPOSITORIA PARASETAMOL

I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan supositoria parasetamol
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan supositoria
parasetamol
3. Dapat membuat sediaan non steril supositoria parasetamol skala laboratorium
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan

II. Dasar Teori


Supositoria merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina, atau uretra. Umumnya meleleh atau melunak pada
suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai
pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal atau sistemik (Anonim b, 1995).
Basis yang digunakan dalam pembuatan supositoria harus meleleh pada suhu
tubuh atau larut dalam cairan yang terdapt pada rektum. Obat harus larut dalam bahan
dasar dan bila perlu dipanaskan. Bila sukar larut, obat harus dieserbukkan terlebih
dahulu sampai halus.
Parasetamol digunakan sebagai analgetik dan antipiretik, tetapi tidak
antiinflamasi. Umumnya dianggap sebagai antinyeri yang paling aman dalam
swamedikasi (Tjay dan Rahardja, 2008).
Parasetamol sangat sedikit larut dalam air dingin, dan lebih larut dalam air
hangat, larut dalam etanol, metanol, praktis tidak larut dalam petroleum eter, pentana,
dan benzena. Parasetamol tidak stabil terhadap sinar UV dan peningkatan suhu dapat
mempercepat degradasi obat (Moffat, 2005).

III. Evaluasi Sediaan


3.1 Evaluasi Fisika
a. Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu
ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila
dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (37oC). sebaliknya uji
kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler
hanya untuk basis lemah. Alat yang digunakan untuk mengukur kisaran leleh
Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 20
sempurna dari supositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP (Lachman,
1994).
b. Uji Pencairan atau Uji Waktu Melunak dari Supositoria Rektal
Uji tersebut terdiri dari pipa-U yang sebagian dicelupkan ke dalam penangas
air yang bertemperatur konstan. Penyempitan pada satu sisi menahan
supositoria tersebut pada tempatnya dalam pipa. Sebuah batangan dari kaca
ditempatkan di bagian atas supositoria, dan waktu yang diperlukan batangan
untuk melewati supositoria sampai penyempitan tersebut dicatat sebagai
“waktu melunak”. Ini dapat dilaksanakan pada berbagai temperatur dari 35,5o
sampai 37oC sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu, dan dapat juga
dikaji sebagai suatu ukuran kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas
air dengan elemen pendingin dan penangas harus digunakan untuk menjamin
pengaturan panas dengan perbedaan tidak lebih dari 0,1o.
c. Uji melunak
Suatu penyaringan melalui selaput semipermeabel, yakni pipa selovan, diikat
pada kedua ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air
pada suhu 37oC disirkulasi melalui kondensor tersebut pada laju sedemikian
rupa, sehingga separuh bagian bawah pipa selovan kempis dan separuh bagian
atas terbuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira 0 ketika pipa
tersebut mulai kempis (Lachman, 1994).
d. Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kerapuhan
supositoria. Alat yang digunakan terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap
dimana suatu supositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37oC dipompa
melewati dinding rangkap, dan supositoria diisikan dalam dinding yang
kering, menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari
batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji
dihubungkan dengan penempatan 600 g di atas lempeng datar. Pada interval 1
menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana supositoria rusak adalah
titik hancurnya, atau gaya yang menentukan karakteristik keregasan dan
kerapuhan supositoria tersebut. Supositoria dengan bentuk yang berbeda
mempunyai titik hancur yang berbeda pula (Lachman, 1994).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 21


e. Uji Disolusi
Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang
mengandung dalam suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi
pada antar muka massa/medium, berbagai cara dipakai, termasuk keranjang
kawat mesh, atau suatu membran untuk memisahkan ruang sampel dari bak
reservoar. Sampel yang ditutup dalam pipa dianalisis atau membran alami juga
dapat dikaji. Alat sel alir (flow cell) digunakan untuk menahan sampel
ditempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru dengan
manik-manik gelas (Lachman, 1994).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 22


TABLET PARASETAMOL

I. Tujuan
1. Mengetahui formulasi sediaan tablet parasetamol
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan tablet parasetamol
3. Dapat membuat sediaan non steril tablet parasetamol skala laboratorium sesuai
dengan persyaratan yang telah ditentukan

II. Dasar Teori


Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Komponen-komponen dalam formulasi tablet kempa terdiri dari zat
aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, desintegran dan lubrikan. Selain itu juga
mengandung bahan pewarna, bahan pengaroma dan bahan pemanis.
Pembuatan tablet dibagi menjadi tiga cara, yaitu granulasi basah, granulasi kering
dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan
aliran campuran atau kemampuan kempa.
Granulasi basah dibuat dengan membasahi campuran zat berkhasiat, pengisi dan
penghancur dengan larutan bahan pengikat dan ditambah bahan pewarna bila perlu.
Kemudian campuran diayak menjadi granul dan dikeringkan pada suhu 400-500C.
Setelah kering campuran diayak lagi hingga diperoleh granul dengan ukuran yang
diperlukan, kemudian ditambah bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet.
Granulasi kering atau Slugging dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat,
pengisi dan penghancur, bila perlu ditambahkan zat pengikat dan pelicin. Setelah itu
massa serbuk dikempa pada tekanan tinggi menjadi tablet besar (slug) yang belum
memiliki bentuk yang baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul.
Selanjutnya granul dikempa kembali dan dicetak sesuai dengan ukuran tablet yang
diinginkan.
Pembuatan tablet dengan cara cetak kempa langsung dilakukan apabila jumlah
zat berkhasiat per tablet cukup untuk dicetak, zat berkhasiat dapat mengalir bebas
(free-flowing) dengan baik dan zat berkhasiat berbentuk kristal yang dapat mengalir
bebas (Syamsuni, 2005).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 23


III. Evaluasi Sediaan
3.1 Evaluasi Fisika
a. Penampilan umum
Mengontrol penampilan umum tablet, melibatkan pengukuran sejumlah
perlengkapan seperti ukuran tablet, bentuk, warna, ada tidaknya bau, rasa,
bentuk permukaan, konsistensi dan cacat fisik.
b. Ukuran dan bentuk
Ketebalan luar tablet tunggal dapat diukur dengan tepat dengan memakai
mikrometer yang dapat memberikan informasi tentang variasi antar tablet.
Cara lain dalam mengontrol produksi yaitu dengan meletakkan 5 atau 10 tablet
di dalam baki, kemudian ketebalan luar tablet dapat diukur memakai jangka
sorong yang melengkung. Metode ini jauh lebih cepat daripada mengukur
dengan mikrometer dalam memberikan estimasi menyeluruh ketebalan tablet
yang diproduksi, tetapi tidak memberikan informasi mengenai perbedaan
antar tablet, akan tetapi bila peralatan punch dan die telah distandar dengan
baik serta mesin tablet berfungsi dengan baik, metode ini cukup memuaskan
untuk produksi.
Ketebalan tablet harus terkontrol sampai perbedaan kurang lebih 5 % dari nilai
standar. Tiap perbedaan ketebalan tablet pada lot tertentu atau antar lot tidak
boleh sampai terlihat dengan mata telanjang agar dapat diterima oleh
konsumen (Lachman dkk., 1994).
c. Sifat Organoleptis
Sifat organoleptis dari suatu tablet dapat dievaluasi dari keseragaman bau,
warna, derajat kecacatan suatu tablet seperti serpihan, keretakan, kontaminasi
oleh benda asing (seperti rambut, tetesan minyak, dan kotoran), tekstur
permukaan serta penampilan (mengkilap atau kusam) dievaluasi secara visual.
d. Kekerasan
Kekerasan tablet ditentukan oleh besarnya tenaga yang diperlukan untuk
memecah tablet dalam uji kompresi diametri.
e. Uji Friabilitas
Uji friabilitas digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan tablet
terhadap gesekan sewaktu pengemasan dan pengiriman. Prinsip pengukuran
dilaukan dengan menetapkan bobot yang hilang dari sejumlah tablet selama
diputar dalam friabilator selama waktu tertentu. Alat diputar dengan kecepatan
Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 24
25 rpm dan waktu 4 menit. Jadi ada 100 putaran. Bobot yang hilang tidak
boleh lebih dari 100 %.
f. Uji Disolusi
Pada uji disolusi tablet parasetamol digunakan alat dengan kecepatan 50 rpm
selama 30 menit. Untuk media disolusi digunakan 900 mL larutan dapar fosfat
pH 5,8. Kemudian lakukan penetapan jumlah parasetamol yang terlarut
dengan mengukur serapan filtrat larutan uji dan larutan baku pembanding
parasetamol BPFI dalam media yang sama pada panjang gelombang
maksimum 243 nm. Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80 %
parasetamol dari jumlah yang tertera pada etiket.
g. Uji Waktu Hancur
Untuk tablet parasetamol tidak bersalut pengujian dilakukan dengan
memasukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari keranjang, masukkan
satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan air bersuhu 37º ± 2º
sebagai media kecuali dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masing-
masing monografi. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam
monografi, angkat keranjang dan amati semua tablet: semua tablet harus
hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi
pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji
harus hancur sempurna. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan
yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan masa lunak yang tidak
mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul
yang tidak larut.
h. Uji Mikrobiologi
Uji mikrobiologi ini terutama dilakukan pada tablet yang mengandung bahan-
bahan yang mudah ditumbuhi mikroorganisme. Tablet bersalut lebih banyak
dikontaminasi dibanding tablet tidak bersalut karena kelembaban internal
tablet salut merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan bakteri.
Lingkungan produksi yang kurang bersih juga merupakan likungan yang
sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu beberapa industri
memberikan persyaratan kemurnian yaitu batas angka mikroba (Lachman
dkk., 1994).

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 25


DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III Jakarta:Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Lachman,L., Herbert A.L., dan Joseph L.K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri
Ed. 3. Jakarta : UI Press.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex. London: The Pharmaceutical Press.

Mc Evoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information Book 4. USA: American Society of


Health System Pharmacist.

Moffat, A. C., M. D. Osselton, and B. Widdop. 2005. Clarke’s Analysis of Drug and
Poisons, 3rd editions. London: The Pharmaceutical Press.

Sweetman, S. C. 2002. Martindale The Complete Drug Reference, Thirty-Third


edition. London: Pharmaceutical Press.

Tjay, H. T. dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media


Komputindo.

Teknologi Farmasi | Jurusan Farmasi – FMIPA – Universitas Udayana 26

Anda mungkin juga menyukai