Anda di halaman 1dari 11

PENGUJIAN

Secondary combustion atau afterburn


Pada sub bab sebelumnya kita sudah manyinggung tentang bagaimana jika suplai
udara pembakaran dalam furnace tidak mencukupi yang mengakibatkan
pembakaran tidak 36 sempurna dan pemborosan bahan bakar. Di samping hal-hal
tersebut, pembakaran yang tidak sempurna, akan menyebabkan adanya sejumlah
bahan bakar yang tidak terbakar di burner. Bahan bakar ini akan mengalir ke atas
bersama dengan flue gas, melewati bagian konveksi dan stack. Jika terdapat
kebocoran udara di bagian konveksi dan stack, maka sejumlah hidrokarbon (bahan
bakar) yang masih panas tersebut akan dapat bereaksi dengan oksigen yang bocor
dari lingkungan, dan menghasilkan nyala api. Peristiwa ini sering disebut afterburn
atau secondary ignition yang berarti terjadinya proses pembakaran di bagian
konveksi. Jika bahan bakar yang tidak terbakar atau material yang mudah terbakar
lainnya menyala di bagian konveksi, maka akan terjadi kenaikan suhu di bagian
konveksi secara dramatik. Material di bagian konveksi tidak didesain untuk
beroperasi pada suhu yang tinggi, terutama di bagian fin tube. Fin akan teroksidasi
dan jika dingin akan menjadi rapuh dibandingkan sebelumnya. Tube-tubenya bisa
bengkok dan melengkung, sehingga akan menghambat aliran flue gas.

1. Pemeriksaan visual dan dimensi


a). Pemeriksaan kondisi visual. Pemeriksaan dimensi pipa sampel lebih dilakukan
untuk mendapatkan data ketebalan dan diameter pipa yang aktual sebagai dasar
perhitungan kekuatan pipa menahan beban tekanan dan kemudian melakukan
pemerik-saan kondisi visual pipa sampel yang didoku-mensikan dengan kamera.
Pengamatan secara visual ini juga menentukan langkah selanjutnya dan posisi
pepotongan sampel yang akan dibuat benda uji.

4.1.1 Pengamatan visual


Hasil pengamatan secara visual terhadap pipa pipa radian furnace menunjukkan
bahwa di permukaan beberapa pipa-pipa tersebut telah mengalami kerusakan
akibat panas yang terlokalisir (hot spot) dengan ditandai pembentukan oksida
karena terekspos pada temperatur tinggi seperti yang terlihat cukup jelas pada
gambar 6. Berdasarkan kronologi (tabel 4.1) dari pipa radian furnace , beberapa
dari pipa telah melengkung (saging) tetapi belum bersinggungan atau biasa disebut
nesting seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1. Foto kondisi visual pipa radian di dalam furnace

Gambar 4.2. Foto kondisi pipa radian furnace saat dilakukan pemeriksaan visual
di lapangan.

4.1.2 Pengukuran dimensi

1
Pengukuran dimensi dilakukan pada sampel pipa radian furnace yang digunakan
sebagai untuk bahan penelitian, pengukuran dimensi meliputi diameter dan
ketebalan pipa seperti terlihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2. Hasil pengukuran dimensi sampel pipa radian furnace.

4.2.1 Kondisi Visual dan Dimensi

Secara visual pipa-pipa radian furnace telah mengalami kerusakan / terdegradasi


akibat terekspos pada saat proses operasi temperatur yang tinngi dari furnace dan
sebagian dari beberapa pipa-pipa radian tersebut telah mengalami proses
pergantian pipa (repiping) dan perbaikan dengan cara pemotongan bagian yang
rusak dan disambung dengan pipa baru yang tersedia (repaired) terhadap sebagian
pipa lama dari furnace. Kondisi-kondisi tersebut membuktikan bahwa dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir cukup banyak pipa secara visual telah mengalami
kegagalan / kerusakan yang jelas teridentifikasi dari ringkasan kronologi seperti
terlihat pada tabel 2.

Hasil pengukuran diameter luar dan ketebalan pipa sampel menujukkan bahwa
diameter terbesar sebesar 144,38 mm dan ketebalan pipa minimum sebesar 6,04
mm. Jika dibandingan dengan nominal nilai nominal dimenternya adalah 141,3
mm dan ketebalan nominalnya 6,55 mm. Jadi, dimeter pipa terjadi perbesaran 3,5
mm, sedangkan ketebalannya berkurang sebesar 0,51 mm. Dengan demikian, pipa
belum mengalami perubahan yang cukup signifikan.

a. Pemeriksaan secara visual


Pemeriksaan visual dilakukan untuk mengetahui karakteristik kerusakan dan
menentukan langkah persiapan untuk pemeriksaan berikutnya.

Secara visual terlihat adanya retakan- retakan pada bagian luar fire side tube
furnace (lihat gambar 1 dan 2). Pada bagian luar terlihat banyaknya deposit pada
daerah sekitar patahan dan pada bagian dalam terlihat adanya lapisan endapan yang
tebal (lihat gambar 3). Pada gambar 3 menunjukkan terjadinya scale dan deposit
melapisi bagian dalam pipa atau bagian luar pipa

Gambar 1 : Tube furnace yang mengalami retakan.Terlihat terdapat beberapa


retakan. Retakan berada pada arah jam 12.

Gambar 2 : Terlihat banyak deposit pada daerah patahan.

Gambar 3 : Terlihat retakan merambat menembus dari bagian dalam sampai bagian
luar.

Gambar 4 : Daerah patahan terjadi bulging

Lokasi A yang merupakan lokasi yang jauh dari patahan berada pada fire side (arah
jam 12) sedangkan lokasi B adalah lokasi yang jauh dari patahan berada pada wall
side (arah jam 6). Dapat ditandai dari endapan pada gambar 6 menunjukkan tube
furnace bagian A lebih tebal dibanding endapan pada bagian B.

2
Gambar 5 : Permukahan patahan yang menunjukkan awal patahan.

Gambar 6 : Penipisan tube terjadi pada jam 12 (fire side) dengan ketebalan 7.3 mm
dan pada lokasi yang sama ketebalan karat sekitar 10 mm.

Diameter pipa diukur menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan


sebanyak lima kali ulangan. Didapatkan

nilai rata-rata diameter pipa sebesar 5,92 cm. Tabel 2. berikut memperlihatkan data
hasil pengukuran diameter pipa.

Dari hasil pengamatan visual terhadap pipa, terlihat pipa terkorosi pada bagian
dalam, bahkan ditemukan adanya lubang. Gambar 4.2 menunjukkan bagian dalam
untuk pipa bawah.

Gambar 4.2 Bagian dalam pipa bawah, camdig (1x)

Secara umum, bagian dalam pipa berwarna coklat. Jika dilihat lebih dekat, warna
deposit korosi bervariasi antara merah, coklat muda, coklat tua, dan hitam. Warna
coklat kemerahan menunjukkan adanya senyawa Fe2O3, sedangkan warna hitam
menunjukkan adanya senyawa Fe O . Kedua senyawa tersebut adalah produk
korosi. Banyak terbentuk sumur (pit) pada pipa, seperti diperlihatkan pada
Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3 Bagian dalam pipa, camdig


(3x).

Selain itu, ketebalan pipa juga diukur menggunakan mikrometer skrup. Pada pipa
tersebut, terdapat beberapa bagian yang memiliki ketebalan berbeda. Hal ini
menunjukkan terjadinya penipisan logam akibat korosi. Penipisan ini berkisar
antara 20% hingga 100%. Adanya lubang menunjukkan terjadinya penipisan
100%. Tabel 3. berikut menunjukkan nilai ketebalan pipa pada beberapa bagian
tertentu yang sudah ditandai pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Bagian-bagian pipa yang diukur ketebalannya

Tabel 5. Data hasil pengukuran ketebalan pipa

Pipa dipotong secara transversal dan longitudinal. Kemudian dilakukan mounting


dan grinding. Pada Gambar 4.5
(a) sampel diambil dari pipa bagian atas. Pipa dipotong melintang/transversal
setebal 5 mm. Kemudian dari cuplikan tersebut, dibagi minjadi tiga bagian dan
disusun berjajar seperti pada gambar. Terlihat dari gambar bahwa ketebalan pipa
bervariasi. Hal ini dapat terjadi karena serangan korosi pada pipa. Pada Gambar
4.5 (b) sampel diambil dari pipa bagian atas. Pipa dipotong membujur/longitudinal
setebal 5 mm. Kemudian dari cuplikan tersebut dibagi menjadi tiga bagian dan
disusun berjajar seperti pada gambar. Dari gambar tersebut, bagian yang paling
atas menunjukkan ketebalan yang bervariasi, namun dua bagian yang bawah, tidak

3
terlalu tampak penipisannya. Terjadinya penipisan ini juga disebabkan serangan
korosi.

Gambar 4.5 Sampel pipa yang dipotong


(a) transversal dan (b) longitudinal

Bahan yang menjadi fokus peneltian adalah potongan dari pipa (gambar 1) yang
merupakan bagian dari pipa pemanas air (water heater) untuk pembangkit listrik
tenaga uap (steam generator) yang telah mengalami kerusakan seperti terlihat pada
gambar 1 berikut.
foto
Pemeriksaan Visual
Pemeriksaan visual dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik kerusakan dan
menentukan langkah persiapan untuk peme-riksaan selanjutnya.Metoda
pemeriksaan visual ini dilakukan dengan mengamati kondisi sampel secara cermat,
seperti lokasi-lokasi yang mengalami kerusakan dan kemudian di lakukan
dokumentasi dengan kamera.

Pemeriksaan visual dan Makrografi.


Berdasarkan hasil dari pemeriksaan visual terhadap kerusakan pipa (lihat gambar
2 s/d 5) menunjukkan bahwa di sepanjang dinding pipa bagian dalam (inside
diameter) terlihat adanya penipisan cukup signifikan yang terjadi di sekitar area
jam 4.30 hingga jam 7.30 dan penipisan yang sangat signifikan terjadi di area jam
6 yang merupakan area pipa yang pecah/robek. Selain itu, di area pecah juga
terlihat adanya jejak yang berupa perubahan warna yaitu dari kemerahan menjadi
lebih hitam. Pemeriksaan secara makro menunjukkan bahwa pada permukaan pipa
yang pecah tidak mengindikasikan adanya deformasi plastik yang cukup
signifikan(5)dan ujung pecah dari pipa terlihat cukup tajam.

Gambar 2 : Foto kondisi visual area pecahnya material pipa heatermenunjukkan


bahwa area permukaan pecah tidak terjadi deformasi plastik yang cukup signifikan.

Gambar 3 : Foto kondisi visual permukaan dalam pipa heater menunjukkan bahwa
penipisan pipa terjadi di area jam 4.30 – 7.30 (tanda panah) dan pada jam 5.15
6.45.

Gambar 4 : Foto kondisi visual di permukaan dalam pipa heater menunjukkan


bahwa posisi pecahnya pipa tepat di area jam 6 dan permukaan dalam yang
berwarna hitam cukup kasar (tidak,rata).

Gambar 5 : Foto makro sampel A, potongan melintang dari pipa yang pecah
(rupture) terlihat jelas adanya indikasi penipisan dinding pipa dan pada ujung /
bibir pecahan membentuk sudut permukaan yang tajam (tanda panah). Pembesaran
12X.

Gambar 6 :Foto makro sampel B,potongan melintang pada posisi jam 12 dari pipa
heater tidak terlihat adanya indikasi penipisan dinding pipa. 6X

Pemeriksaan Ketebalan.

4
Dari hasil pemeriksaan ketebalan pada pipa yang mengalami kerusakan seperti
terlihat pada tabel 1 (lokasi pemeriksaan sangat dekat dengan pecah / robeknya
pipa) menunjukkan bahwa ketebalan pipa di area jam 6 (area yang paling tipis
adalah sebesar 0,72 mm, sedangkan ketebalan dinding pipa di area jam 12 adalah
sebesar 6,25 mm.

Berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan terhadap pipa heater yang rusak


menunjukkan bahwa kondisi fisik material pipa yang pecah telah mengalami
penipisan sangat signifikan di posisi jam 6 (area pecah), namun kondisi struktur
mikro pipamasih cukup baik.

Pengamatan visual dan makro disekitar area pecah mengindikasikan bahwa


pengaruh tekanan operasi terhadap karakteristik kerusakan pipaheater tidak terlihat
sangat signifikan karena deformasi plastik yang terbentuk dipermukaan pecahnya
pipaheater tidak terlihat sangat signifikan

Hasil Pemeriksaan Makro Fraktografi


Pemeriksaan secara visual pada tube heat exchanger yang putus pemerlihatkan
adanya serangan korosi yang cukup serius, pada Gambar 3.

Gambar 3. Photo Tube Heat Exchangger Yang Putus Karena Terkorosi

Hasil pemeriksaan pada ujung tube heat exchanger yang putus (sampel 1, lihat
Gambar 3), terlihat bahwa korosi telah menyerang permukaan luar dan dalam tube,
seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Photo Makro Ujung Tube Heat Exchanger Yang Putus (Sampel 1)

Gambar 5. Photo Makro Potongan Memanjang Tube (Sample 1) Yang


Memperlihatkan Pada Permukaan Dalam Telah Terserang Korosi Cukup Parah

Hasil pemeriksaan tube heat xchanger pada lokasi 1 meter dari daerah yang
mengalami putus (sampel 2, lihat Gambar 3), terlihat bahwa korosi juga telah
menyerang permukaan luar dan dalam tube, seperti pada Gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Photo Makro Tube Heat Exchanger Pada Lokasi 1 m Dari Daerah Yang
Mengalami Putus (Sampel 2)

Gambar 7. Photo Makro Potongan Memanjang Tube (Sample 2) Yang


Memperlihatkan Pada Permukaan Dalam Telah Terserang Korosi Cukup Parah.

Berdasarkan karakteristik kerusakan yang terdapat pada Tube Heat Exchanger


memperlihatkan bahwa tube mengalami putus berbentuk seperti rapuh (kropos)
akibat terserang korosi pada sisi luar dan dalam. Disepanjang permukaan luar dan
dalam tube yang patah terlihat tertutupi oleh lapisan deposit yang cukup tebal
disertai dengan serangan korosi yang cukup dalam di mana-mana, lihat Gambar 3
s.d 7.3)

Kronologis Kerusakan Pipa Economizer.

5
Dalam survey di perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), telah
ditemukan kerusakan pada pipa economizer yang digunakan pada system Boiler.
Kerusakan pipa economizer tersebut tepatnya korosi erosi Cold – end corrosion
atau dew – point corrosion akibat efek fly ash dan Incomplete penetration pada
bagian luar sisi api pipa economizer, dan tergantung pada jenis dan kualitas bahan
bakar yang digunakan serta kondisi boiler tersebut.
Sehingga pipa economizer tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Untuk lebih jelasnya ditunjukan pada Gambar 2 dan gambar 3 yang
memperlihatkan penampang yang terkena kerusakan akibat serangan korosi.

Gambar 2. Potongan tube boiler/economizer yang mengalami korosi dan terjadi


penipisan dinding pipa.

Gambar 3. Hasil proses las pada tube Economizer yang kena korosi dan incomplete
penetration

Pemeriksaan Visual.
Pipa economizer yang mengalami kegagalan/kerusakkan pada bagian luar maupun
pada bagian dalam khususnya pada sisi api. Untuk lebih jelasnya ditunjukan pada
Gambar 2 yang memperlihatkan penampang kerusakkan akibat korosi erosi.
Sedangkan Gambar 3 memperlihatkan kerusakan akibat Incomplete penetration
pada sisi luar dan dalam pipa.

Pemeriksaan Visual pada bagian dalam Pipa Economizer.


Pemeriksaan secara visual bagian dalam sisi api pipa economizer sebelum deposit
dibersihkan, gambar 2 menunjukan adanya onggokan – onggokan (tubercles) dari
produk korosi Fe2O3 (hematite), yang berwarna kemerah – merahan dan porous.
Ini mengindikasikan adanya korosi sumuran dibawah produk korosi tersebut. Pada
sisi dinding lapisan depositnya berwarna hitam ke abu – abuan yang berasal dari
lapisan F3O4 (magnetit) dan tidak ada tubercles. Dan dari hasil pengamatan visual
pada kedua sisi api bagian luar dan dalam pipa economizer menunjukan bahwa
pada sisi luar terjadi penipisan dinding masing masing dengan ketebalan minimum
1,37 mm dan 2,51 mm ini disebabkan oleh korosi erosi akibat fly ash. Sedangkan
pada bagian dalam sisi api pipa economizer terjadi korosi sumuran ringat akibat
oxygen corrosion. [4, 5,8]

3.1. Pemeriksaan Visualisasi dan Dimensi


Pemeriksaan yang pertama kali dilakukan yaitu pemeriksaan visual dan dimensi.
Berdasarkan pengamatan visual pada daerah permukaan luar terlihat adanya korosi
merata yang signifikan. Selain itu ada cacat pada daerah ulir tubing yang diprediksi
pada daerah ulir tersebut ada celah yang menyebabkan terjadinya korosi celah oleh
media korosif (crevice corrossion), sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 : Potongan tubing No3: panjang 430 mm, diameter 73,5 mm dan pipa
No.5: panjang 535 mm, diameter 73,5 mm

Gambar 3 : Bentuk korosi pada permukaan pipa No.5

Gambar 4 : Cacat slek pada daerah ujung pipa berulir pipa No.3.

6
Secara visualisasi permukaan pipa ulir telah terjadi korosi merata berwarna merah
kecoklatan.

Pengamatan Visual
Pengamatan visual bertujuan untuk melihat pada bagian mana dari pipa yang
mengalami kegagalan dan juga untuk bisa menentukan kemungkinan jenis
kegagalan apa yang terjadi pada pipa. Alat utama yang digunakan untuk
pengamatan visual ini adalah kamera (Gambar 1).

Untuk pengamatan visual ini alat yang digunakan adalah kamera yang memiliki
resolusi tinggi dan penggaris yang berguna sebagai alat dokumentasi dan juga alat
pembanding atau pengukur.

Pengamatan visual
Langkah awal untuk menentukan kerusakan dalam analisa kegagalan adalah
pengamatan visual karena dengan melihat bentuk kerusakannya akan bisa
didapatkan hipotesa awal sebagai dasar untuk menentukan langkah yang akan
diambil selanjutnya.
Bila dilihat secara visual, dari Gambar 7, pada pipa ini terdapat crack sepanjang ±
9 cm pada bagian dinding pipanya. Pipa ini mengalami keretakan hingga minyak
yang ada dalam pipa merembes keluar. Hal ini menyebabkan minyak yang
mengalir di dalamnya bocor sehingga merembas keluar.

Gambar 7. Retakan tampak pada bagian dalam dan luar pipa Untuk
mengkerucutkan dugaan, dilakukan perbandingan dengan contoh kegagalan lain
(Gambar 8).

Gambar 8. Contoh jenis kegagalan; (A) Creep, (B) Oksidasi, (C) Thermal fatigue,
(D) Korosi, (E) Pitting
corrosion, (F) Kavitasi

Dari kondisi operasional yang bekerja secara terus menerus, secara visual yang
bentuk kegagalannya mirip
dengan spesimen uji adalah creep dan thermal fatigue.

7
2. Analisis komposisi kimia
Hasil uji komposisi menunjukkan bahwa material pipa mempunyai paduan unsur
utama 99,1% Fe. Berdasarkan hasil uji komposisi kimia material pipa
mengandung beberapa unsur penting antara lain unsur C, P, S, Mn, Cr, dan Mo
[2].
Dimana pada pipa konveksi mengandung unsur chrom dan molibden yang relatif
rendah serta unsur karbon C sebesar 0,0711% yang rendah <0,3%, maka dengan
ini dapat dikategorikan material pipa tersebut adalah jenis baja dengan karbon
rendah dengan unsur Cr dan Mo yang tidak begitu signifikan. Adapun hasil
lengkap pengujian komposisi material pipa PDAM Semarang, Jawa Tengah
disajikan pada Tabel 1 [2].

Setelah dilakukan uji komposisi kimia pada benda uji diketahui benda uji
termasuk dalam golongan baja karbon rendah. Dengan kadar karbon < 0.25% C
yaitu 0.159% C dengan unsur paduan utamanya adalah mangan. Kadar karbon
yang kurang dari 0.25% pada hasil uji berada dibawah nilai maksimum yang
ditentukan ASTM A106
Sedangkan kadar mangan 0.773% pada hasil uji. kadar mangan pada hasil uji
masih dibawah nilai maksimum ASTM A106, mangan tidak memberikan
pengaruh yang sungguh-sungguh pada struktur, mangan dapat mencegah
penggrafitan dan menstabilkan sementit.

Sumber Data : Standard ASTM A 312, “Specification for Seamless Ferritic and
Austenitic Alloy Steel -Boiler, Superheater and Heat Exchanger Tube”

Dari hasil analisis komposisi kimia menunjukkan bahwa pipa economizer


terbuat dari baja karbon rendah, yang termasuk spesifikasi ASTM A106 Grade
B.
Hasil uji komposisi kimia menunjukan bahwa material pipa economizer tersebut
mendekati spesifikasi material standar ASTM A210. Hal ini bisa dilihat dari
hasil uji komposisi kimia, dimana kandungan karbonnya sebesar 0,195% C.
Kemudian hasil uji komposisi kimia ini bisa dibandingkan dan dianalisa
terhadap komposisi standar ASTM A210 Grade C sebagai berikut :
1. Unsur karbon (C) pada material pipa economizer (0,195 % C) sedangkan pada
standar ASTM A210 Grade C yaitu (0,27 %C) sehingga masih lebih rendah
0,075%. Hal ini mengakibatkan penurunan pada nilai kekerasan material
potongan pipa economizer yang terkena korosi.
2. Unsur silikon (Si) pada material economizer (0,221 % Si) sedangkan pada
material standar ASTM A210 Grade C (0,10 %Si), jadi unsur silicon (Si) pada

8
material economizer tinggi dibandingkan standarnya. Sehingga ketahanan
material terhadap scaling lebih kuat dan
rangsangan terbentuknya fasa ferit juga lebih kuat.
3. Sulfur (S) pada material economizer (0,0031 %S) sedangkan pada materail
standar ASTM A210 Grade C (0,035 %S), sehingga dengan rendahnya unsur
sulfur (S) pada material economizer menjadi berkurang sifat mampu pipa
economizer.
4. Unsur manganese (Mn) pada material economizer (0,92 %Mn) sedangkan
pada material standar ASTM A210 Grade C (0,29-1,06 %Mn), sehingga dengan
rendahnya unsur manganese (Mn) pada material economizer maka stabilitas
feritnya pada temperatur tinggi kurang.
5. Unsur phosphorus (P) pada material economizer (0,0078 %P) sedangkan pada
material standar ASTM A210 Grade C (0,035 %P), sehingga dengan rendahnya
unsur phosphorus (P) pada material economizer dapat menurunkan keuletan dari
material.
6. Selain itu pada material economizer juga terdapat unsur – unsur yang tidak
dimiliki oleh material standar ASTM A210 Grade C seperti Cr, Ni, Mo, Cu, Al,
V, W, Ti, Nb, B yang prosentasenya kurang dari 1 %, kemungkinan berasal dari
proses casting, machining atau fabrikasi. [3, 4, 5]

Dari hasil analisa komposisi kimia, diperoleh bahwa material pipa economizer
tersebut termasuk material standar baja karbon rendah tetapi kadar karbonnya
0,195 %C lebih rendah dari standar ASTM A210 Grade C yaitu 0,27 %C.

Dari hasil uji komposisi kimia dinyatakan bahwa material pipa adalah baja
karbon medium dengan paduan rendah. Kehadiran unsur Mn-Cr-Mo dalam
material sangat diperlukan untuk menahan gesekan serta tahan terhadap
lingkungan korosif. Dari data hasil uji komposisi kimia terbukti bahwa ketiga
unsur tsb relatif sangat kecil, dengan demikian material pipa akan rentan
terhadap serangan yang bersifat korosif. Sehingga kekuatan material akan
menurun akibat gesekan pada beban yang bekerja (beban puntir).

Hasil pengujian komposisi kimia menunjukkan bahwa material pipa yang


mengalami kegagalan merupakan jenis baja yang umum dipakai pada aplikasi
temperatur tinggi. Jenis material tersebut sesuai dengan komposisi kimianya
masuk dalam spesifikasi ASTM A 106 B.

3. Uji keras
Hasil dari data dapat diperoleh bahwa pada spesimen uji, pipa konveksi
yang terkorosi parah memiliki nilai kekerasan vickers yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai kekerasan vickers pada pipa konveksi yang
masih bagus dengan nilai standar ASTM a106 yang digunakan sebagai
acuan.

9
Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan pada spesimen pipa korosi dan pipa bagus dengan HV
penetrator diamond dengan beban 0,2 kgf. Masing-masing spesimen
mengalami 5 kali titik pengujian kekerasan sesuai ditunjukkan pada Gambar
5.

3.2.1 Pengujian Kekerasan Spesimen Pipa Korosi


Dari data hasil pengujian kekerasan Spesimen pipa korosi pada Gambar 6.
Gambar ini memperlihatkan hasil yang diperoleh dari pengujian kekerasan
pada tiap spesimen dengan 5 kali titik pengujian untuk setiap sampel. Nilai
rata rata kekerasan pada spesimen pipa korosi yaitu 142,48 lebih tinggi dari
pada nilai rata rata kekerasan spesimen bagus. Kekerasan semakin
meningkat diakibatkan oleh temperatur tinggi dari fluida yang mengalir di
dalam pipa.

3.2.2 Pengujian Kekerasan Spesimen Pipa Bagus


Dari data hasil pengujian kekerasan Spesimen pipa bagus pada Gambar 7.
Gambar ini memperlihatkan hasil yang diperoleh dari pengujian kekerasan
pada tiap spesimen dengan 5 kali titik pengujian untuk setiap sampel. Nilai
rata rata kekerasan pada spesimen pipa bagus yaitu 136,88 lebih rendah dari
pada nilai rata rata kekerasan spesimen korosi.

Hasil uji kekerasan pada dua lokasi dari sampel pipa konveksi (tabel 3)
menunjukkan bahwa perbandingan nilai kekerasan antara pipa di area rusak
(rupture area) dengan di area bagus mengindikasikan adanya perbedaan
yang cukup signifikan.

Berdasarkan hasil uji kekerasan terhadap material pipa konveksi (Tabel 1)


telah memenuhi standard material ASTM A 106 Grade B.

Standard ASTM A 213, “Specification for Seamless Ferritic and Austenitic


Alloy Steel - Boiler, Superheater and Heat Exchanger Tube”

Nilai kekerasan didaerah yang rusak berkisar antara 131,8 HV s/d 154 HV,
sedangkan nilai kekerasan pipa yang bagus adalah berkisar antara 131,8 HV
s/d 142,2 HV, hal ini menunjukkan bahwa tube yang rusak karena terserang
korosi nilai kekerasan atau kekuatannya lebih tinggi bila dibandingkan
dengan pipa yang bagus.

nilai kekerasan potongan pipa konveksi hampir merata, setelah dirata – rata
dari 5 titik hasil pengujian maka nilai kekerasan potongan pipa konveksi
adalah 142,48 HV. Sedangkan nilai kekerasan pada materail standar ASTM
A106 Grade b adalah 121-146 HV. Sehingga dari perbandingan tersebut

10
maka material potongan pipa konveksi yang terkena korosi nilai
kekerasannya relatif lebih mendekati nilai maksimum kekerasan material
standar ASTM A106 Grade b. Hal ini kemungkinan karena pengaruh dari
material economizer korosi yang tidak homogen atau komposisi kimia yang
kurang sesuai standar.

Ditinjau dari hasil pengujian kekerasan menunjukan bahwa material pipa


konveksi tersebut nilai kekerasan rata-ratanya adalah 142,48 HV, maka nilai
kekerasan sama dengan standar namun relative lebih mendekati nilai
maksimum dari nilai kekerasan material baja karbon standar ASTM A106
Grade b yaitu 121-146 HV.

Dari hasil pengujian (Gambar 11) ini didapatkan perbandingan nilai


kekerasan yang cukup signifikan, nilai kekerasan pada perbandingan
spesimen yang rusak dengan yang bagus. Dalam hal ini ditemukannya
fenomena pelunakan pada pipa yang kemungkinan terjadi akibat panas yang
berlebih pada saat beroperasi.

Dengan hasil data yang diperoleh dari uji kekerasan ini bisa ditarik hipotesa
bila suhu temper semakin tinggi maka baja akan mempunyai sifat kekerasan
dan kekuatan tarik yang semakin menurun, sedangkan keuletan dan
kekenyalan akan meningkat. [3]
Bisa juga diakibatkan karena pada saat operasi, pipa pada bagian luarnya
langsung bersentuhan dengan api, temperatur pipa naik dengan sangat cepat
dan mengakibatkan perbedaan yang cukup besar pada temperatur dalam
yang menyebabkan retaknya pipa pada bagian luar yang merambat kedalam.
[4]. Dari hasil uji kekerasan ini menunjukkan adanya pengurangan
kekerasan atau terjadi pelunakan. Pelunakan ini dapat terjadi karena adanya
perubahan butir dan/atau terjadinya perubahan fasa.

4. Struktur makro

5. Struktur mikro

6. Uji sem

7. Uji eds

8. Uji xrd

11

Anda mungkin juga menyukai