Anda di halaman 1dari 9

Euthanasia

A. Sejarah Euthanasia

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata Eu
berarti baik, tanpa penderitaan dan thanatos berarti mati, maka dari itu dalam
mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, akan
tetapi untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang
menghadapi kematiannya. Dalam artiyang demikian itu euthanasia tidaklah
bertentangan dengan panggilan manusia untuk mempertahankan dan
memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi kesusilaan.
Artinya, dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang
bersangkutan menghendakinya.

Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit


yang tidak dapat disembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan
sekarat. Dalam situasi demikian, tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari
penderitaan ini dan tidak ingin diperpanjang hidupnya lagi atau dilain keadaan pada
pasien yang sudah tidak sadar, keluarga orang yang sakit tidak tega melihat pasien
penuh penderitaan menjelang ajalnya dan diminta kepada dokter untuk tidak
meneruskan pengobatan atau bila perlu memberikan obat yang mempercepat
kematian. Dari sinilah euthanasia muncul, yaitu melepas kehidupan seseorang agar
terbebas dari penderitaan, atau mati secara baik (mati enak) (Prakoso & Nirwanto,
1984).

Dalam sejarahnya, menurut Ilyas Efendi, pada zaman Romawi dan Mesir
Kuno euthanasia pernah dilakukan olehdokter Olympus terhadap diri Ratu Cleopatra
dari Mesir atas permintaan sangratu walaupun sebenarnya ia tidak sakit.Cleopatra
memiliki ambisi yang sangat besar untuk menaklukkan dan menguasai dunia, akan
tetapi ambisinya tidak tercapai karena orang yang diharapkannya
memperjuangkannya melalui senat, yaitu Yulius Caesar, mati terbunuh oleh
kelompok yang terdiri dari anak angkatnya sendiri yaitu Brutus. Orang Kedua yang
menggantikan Yulius Caesar yakni Markus Antonius, yang juga bertekuk lutut kepada
sang ratu, gagal pula meraih kemenangan dalam pertempuran, karena ia dikalahkan
oleh lawannya yaitu Oktavianus dan kemudian mati bunuh diri. Cleopatra yang
merasa kecewa dan putus asa akhirnya meminta kepada dokter Olympus untuk
melakukan euthanasia terhadap dirinya. Dengan patokan ular beracun yang disiapkan
oleh dokter Olympus, Cleopatra akhirnya pada usia 38 tahun meninggal dunia
(Efendi, 1989).

Euthanasia dalam dunia kedokteran merupakan sebuah usaha medis yang


dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran penyakit, setelah usaha-usaha
penyembuhan medis gagal menyelamatkan pasien. Tindakan euthanasia dilakukan
kepada pasien yang tidak memiliki harapan untuk sembuh secara medis, sehingga
kemungkinan bisa bertahan hidup sangat kecil, bahkan tidak ada sama sekali. Selain
itu euthanasia juga dilakukan untuk menghilangkan penderitaan panjang akibat
penyakit yang tidak bisa diobati. Dalam prakteknya tindakan euthanasia dilakukan
kepada pasien-pasien penderita penyakit akut dan menular. Usaha ini dilakukan
dengan memberikan suntikan mematikan, seperti halnya yang dilakukan dalam
hukuman mati. Pemberian suntik mati dilakukan setelah diagnose dokter dan
pemeriksaan medis intensif menunjukan keharusan untuk menghilangkan nyawa
pasien.

B. Jenis-Jenis Euthanasia
Euthanasia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, sesuai darimana sudut

Pandangnya atau cara melihatnya.

a) Euthanasia dilihat dari cara dilaksanakannya dapat dibedakan menjadi :


1. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah menghentikan atau mencabut segala tindakan
pengobatan yang sedang berlangsung untuk mempertahankan hidupnya.
Menurut kamus hukum, Euthanasia pasif adalah pihak dokter menghentikan
segala obat yang diberikan kepada pasien, kecuali obat untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atas permintaan pasien. Apabila petugas
medis/dokter membiarkan pasien meninggal atau pasien menolak untuk
diberikan pertolongan oleh dokter dengan cara menghentikan pemberian obat-
obatan bagi pasien, misalnya seperti memberhentikan alat bantu pernapasan
(alatrespirator) maka secara otomatis pasien meninggal. Cara yang dilakukan
oleh dokter tersebut merupakan euthanasia pasif.
2. Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara
medis melalui intervensi atau tindakan aktif oleh seorang petugas medis
(dokter), bertujuan untuk mengakhiri hidup pasien. Dengan kata lain,
Euthanasia aktif sengaja dilakukan untuk membuat pasien yang bersangkutan
meninggal, baik dengan cara memberikan obat bertakaran tinggi (over dosis)
atau menyuntikkan obat dengan dosis atau cara lain yang dapat mengakibatkan
kematian. Euthanasia dibagi lagi menjadi euthanasia aktif langsung (direct)
dan euthanasia aktif tidak langsung (indirect).

Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannya tindakan medik secara terarah


yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien atau memperpendek hidup
pasien. Jenis euthanasia ini biasa disebut 12 mercy killing. Contohnya, dokter
memberikan suntikan zat yang dapat segera mematikan pasien.
Euthanasia aktif tidak langsung adalah keadaan dimana doktera tau tenaga
medis melakukan tindakan medik tidak secara langsung untuk mengakhiri
hidup pasien, namun mengetahui adanya resiko yang dapat memperpendek
atau mengakhiri hidup pasien. Contohnya, mencabut oksigen atau alat bantu
kehidupan lainnya.

b) Ditinjau dari permintaan


Bagi pasien yang harapannya untuk sembuh sangat kecil biasanya mengajukan
permintaan kepada petugas medis untuk mengakhiri hidupnya agar pasien
tersebut tidak mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Berdasarkan hal
tersebut, maka Euthanasia dapat dibedakan menjadi :
1. Euthanasia voluntir

Euthanasia voluntir adalah euthanasia yang dilakukan oleh petugas medis


berdasarkan permintaan dari pasien sendiri. Permintaan ini dilakukan oleh
pasien dalam kondisi sadar dan berulang-ulang, tanpa tekanan dari
siapapun.Dengankata lain, pasien menginginkan dilakukannya euthanasia
secara sukarela karena berdasarkan permintaannya sendiri dan tanpa adanya
paksaan dari pihak manapun.

2. Euthanasia involuntir

Euthanasia involuntir ini dilakukan oleh petugas medis kepada pasien yang
sudah tidak sadar. Biasanya permintaan untuk dilakukannya euthanasia ini
berasal dari pihak ketiga yaitu keluarga pasien dengan berbagai alasan, antara
lain :biaya perawatan yang maha sehingga tidak bisa ditanggung lagi oleh
keluarga pasien, kasihan terhadap penderitaan pasien, dan beberapa alasan
lainnya.

C. Hukum Euthanasia

Secara naluriah, manusia selalu berupaya mempertahankan hidupnya. Begitu


pula tugas seorang dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang harus berupaya sebisa
mungkin mempertahankan hidup pasien. Hal ini menyebabkan kegiatan euthanasia
merupakan sesuatu yang sangat bertentangan. Kewajiban tersebut telah tercantum
dalam Declaration Of Genewa yang merupakan hasil musyawarah Ikatan Dokter se-
Dunia pada September 1948 yang mana intinya bahwa seorang dokter tidak akan
menggunakan pengetahuan medisnya untuk sesuatu yang bertentangan pada hukum
kemanusiaan. Ada serentet kodeetik dan sumpah yang harus dipegang teguh oleh para
tenaga medis sehingga euthanasia masih menjadi hal yang tabu.
Semua ini pun tidak lepas dari pertimbangan aspek keagamaan. Euthanasia
merupakan suatu hal yang rumit dan masih memerlukan kejelasan dalam masyarakat
terlebih dalam islam. Berdasarkan pengkajian MUI pada bulan Juni 1997 yang
diselenggarakan di Jakarta, ditarik kesimpulan bahwa euthanasia termasuk dalam
tindakan bunuh diri (Forum Keadilan No. 4, 29 April 2001:45). Walau pun dalam
Debat Publik Forum No. 19 Tahun IV, 01 Januari 1996, Ketua Komisi Fatwa MUI
Pusat, Ibrahim Husein, menyatakan bahwa ada kalanya euthanasia diperbolehkan
dalam islam kepada penderita AIDS jika memenuhi syarat seperti:
1. Tidak ada obat
2. Kondisi semakin parah
3. Permintaan pasien dan disetujui dokter
4. Ada peraturan perundangan yang memperbolehkan, namun Masjfuk Zuhdi
menyanggah pendapat tersebut karena hidup dan mati tetap hanyalah di tangan
Tuhan. Pendapat ini merujuk pada firman Allah SWT dalam Surat Al-Mulkayat 2
yang berbunyi; “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya dan Dia Maha Perkasa lagi
MahaPengampun”.

Kemudian jika ditinjau dari aspek hukum pidana dan hak asasi manusia di
Indonesia, euthanasia bertentangan dengan Pasal 344 dan 304 KUHP. Pasal 344
KUHP secara tegas menyatakan : “Barang siapa merampas nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”

Sementara Pasal 304 KUHP menyatakan: “Barang siapa dengan sengaja


menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut
hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan,
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.”

Dapat disimpulkan bahwa pembunuhan dengan sengaja membiarkan sengsara


dan atas permintaan korban sekali pun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Berbeda
dengan Belanda yang telah melegalkan praktik euthanasia. Tentu dalam
pelaksanaannya, euthanasia di Belanda melalui prosedur dan persyaratan yang harus
dipatuhi. Euthanasia di Belnda telah diperdebatkan selama beberapa decade oleh para
tenaga medis, spesialis hukum dan etika, dan parlemen nasional. Pada tanggal 10
April 2001 Belanda akhirnya menerbitkan undang-undang yang mengizinkan praktik
euthanasia dan baru berlaku secara efektif pada 1 april 2002. Hal ini menjadikan
Belanda sebagai Negara pertama di dunia yang melegalkan praktik euthanasia.

D. Dampak Positif dan negatif Euthanasia

a. Euthanasia Aktif (Positif)

Suatu peristiwa dimana seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya,


secara sengaja melakukan suatu tindakan untuk memperpendek atau
mengakhiri hidup seorang pasien. Seorang dokter melihat pasiennya dalam
keadaan penderitaan yang sangat berat, karena penyakitnya yang sulit
disembuhkan, dan menurut pendapat serta perkiraannya, penyakit tersebut
akan mengakibatkan kematian, dan karena rasa kasihan terhadap si penderita
ia melakukan penyuntikan untuk mempercepat kematiannya, maka perbuatan
itu disebut Euthanasia aktif. Dalam hal ini peranan dan tindakan dokter sangat
menentukan bagi mempercepat kematian si pasien, dan dia lah pelaku
Euthanasia tersebut.

Euthanasia aktif menurut Dr.Kartono Muhammad pernah dilakukan di


Indonesia, yaitu ketika seorang dokter harus memilih antara menyelamatkan
seorang ibu atau bayinya yang akan lahir, pada saat diketahui bahwa proses
kelahiran bayi itu bisa mengakibatkan hilangnya nyawa si ibu. Biasanya dalam
hal ini yang dipilih adalah menyelamatkan nyawa si ibu dengan
mengorbankan nyawa bayinya. Sedangkan Euthanasia aktif terhadap orang
dewasa belum pernah terjadi di Indonesia.

Aktif dibagi menjadi dua macam yaitu Euthanasia aktif secara


langsung dan Euthanasia aktif secara tidak langsung. Euthanasia aktif secara
langsung terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya melakukan suatu
tindakan medis, dengan maksud untuk meringankan penderitaan si pasien
sedemikian rupa, sehingga secara logis dapat di perkirakan bahwa kehidupan
si pasien diperpendek atau diakhiri. Sebaliknya Euthanasia aktif secara tidak
langsung terjadi apabila seorang dokter atau tenaga medis lainnya melakukan
tindakan medis untuk meringankan penderitaan si pasien tanpa bermaksud
untuk memperpendek atau mengakhiri hidupnya, meskipun disadari adanya
resiko bahwa tindakannya dapat memperpendek atau mengakhiri hidup si
pasien.

Euthanasia pula ada euthanasia atas permintaan dan Euthanasia tidak


atas permintaan. Yang dimaksud dengan Euthanasia atas permintaan adalah
tindakan Euthanasia yang dilakukan atas permintaan, persetujuan atau izin dari
keluarga pasien atau pasien itu sendiri. Sedangkan Euthanasia tidak atas
permintaan adalah Euthanasia yang dilakukan tanpa adanya permintaan atau
persetujuan pasien atau keluarganya.

b. Euthanasia Pasif ( Negatif )


Suatu keadaan dimana seorang dokter atau tenaga medis lainnya secara
sengaja tidak memberikan bantuan medis terhadap pasien yang dapat
memperpanjang hidupnya. Dalam hal ini bukan berarti tindakan perawatan
dihentikan sama sekali, melainkan tetap diberikan dengan maksud untuk
membantu pasien dalam fase hidupnya yang terakhir.

Euthanasia pasif yang dilakukan atas permintaan dapat dinamakan


“Auto Euthanasia”. Pengertian euthanasia pasif adalah suatu keadaan dimana
seorang pasien, dengan sadar menolak secara tegas untuk menerima perawatan
medis. Bahkan dalam hal ini ia menyadari bahwa sikapnya itu akan dapat
memperpendek atau mengakhiri hidupnya sendiri. Euthanasia pasif, dokter
tidak memberikan bantuan secara aktif bagi mempercepat proses kematian
pasien. Apabila seorang pasien menderita penyakit dalam stadium terminal,
yang menurut pendapat dokter tidak mungkin lagi disembuhkan, maka
kadang-kadang pihak keluarga, karena tidak tega melihat salah seorang
anggota keluarganya berlama-lama menderita di rumah sakit, lantas mereka
meminta kepada dokter untuk menghentikan pengobatan. Tindakan
penghentian pengobatan ini termasuk kepada Euthanasia pasif.

Euthanasia pasif banyak dilakukan di Indonesia atas permintaan


keluarga setelah mendengar penjelasan dan pertimbangan dari dokter, bahwa
pasien yang bersangkutan sudah sangat tidak mungkin disembuhkan. Biasanya
keluarga pasien memilih untuk membawa pulang pasien tersebut, dengan
harapan ia meninggal dengan tenang dilingkungan keluarganya.

Tujuan Euthanasia pasif adalah menghentikan penderitaan pasien,


sedangkan tujuan perawatan paliatif juga memberikan kenyamanan pasien
dalam menghadapi kematian. Jadi sebetulnya tindakan pada perawatan paliatif
sedikit banyak ada yang dapat digolongkan kedalam Euthanasia pasif, atau
bahkan Euthanasia aktif tidak langsung. Memang dalam hal pembicaraan
perawatan paliatif sangat ditekankan kualitas hidup dari pasien.
E. Contoh Kasus Euthanasia

Kasus Terri Schiavo

Terri Schiavo (usia 41 tahun) meninggal dunia di negara bagian Florida, 13


hari setelah Mahkamah Agung Amerika memberi izin mencabut pipa makanan
(feeding tube) yang selama ini memungkinkan pasien dalam koma ini masih dapat
hidup. Komanya mulai pada tahun 1990 saat Terri jatuh di rumahnya dan ditemukan
oleh suaminya, Michael Schiavo, dalam keadaan gagal jantung. Setelah ambulans tim
medis langsung dipanggil, Terri dapat diresusitasi lagi, tetapi karena cukup lama ia
tidak bernapas, ia mengalami kerusakan otak yang berat, akibat kekurangan oksigen.
Menurut kalangan medis, gagal jantung itu disebabkan oleh ketidakseimbangan unsur
potasium dalam tubuhnya. Oleh karena itu, dokternya kemudian dituduh malpraktek
dan harus membayar ganti rugi cukup besar karena dinilai lalai dalam tidak
menemukan kondisi yangmembahayakan ini pada pasiennya. Setelah Terri Schiavo
selama 8 tahun berada dalam keadaan koma, maka pada bulan Mei 1998suaminya
yang bernama Michael Schiavo mengajukan permohonan ke pengadilan agar pipa alat
bantu makanan pada istrinya bisa dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan
tenang, namun orang tua Terri Schiavo yaitu Robert dan Mary Schindler menyatakan
keberatan dan menempuh langkah hukum guna menentang niat menantu mereka
tersebut. Dua kali pipa makanan Terri dilepaskan dengan izin pengadilan, tetapi
sesudah beberapa hari harus dipasang kembali atas perintah hakim yang lebih tinggi.
Ketika akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh dilepaskan, maka
para pendukung keluarga Schindler melakukan upaya-upaya guna menggerakkan
Senat Amerika Serikat agar membuat undang-undang yang memerintahkan
pengadilan federal untuk meninjau kembali keputusan hakim tersebut. Undang-
undang ini langsung didukung oleh Dewan Perwakilan Amerika Serikat dan
ditandatangani oleh Presiden George Walker Bush. Tetapi, berdasarkan hukum di
Amerika kekuasaan kehakiman adalah independen, yang pada akhirnya ternyata
hakim federal membenarkan keputusan hakim terdahulu.
DAFTAR PUSTAKA

Pradjonggo, Tjandra Sridjaja. (2016). Suntik mati (euthanasia) ditinjau dari aspek hukum
pidana dan hak asasi manusia di indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. 1(1).

Suparta, E. 2019. Prospektif Pengaturan Euthanasia Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif


Hak Asasi Manusia. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 5(2), 76-85.

http://eprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-09012014112333.pdf

Pingkan K. Paulus, Kajian Euthanasia Menurut HAM (Studi Banding


HukumNasionalBelanda), https://media.neliti.com/media/publications/879-ID-kajian-
euthanasia-menurut-ham-studi-banding-hukum-nasional-belanda.pdf, diakses tanggal 12 Juni
2019.

Tjandra Sridirja Pradjonggo, Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana
dan Hak Asasi Manusia di Indonesia,
http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk/article/download/348/231, diakses tanggal 12 Juni
2019.

Universitas Sumatera Utara, Euthanasia Ditinjau dari Aspek Ilmu Kedokteran Indonesia,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63856/Chapter%20II.pdf?sequence=3
&isAllowed=y, diakses pada 12 Juni 2019

Arifin Rada, Euthanasia Dalam Perspektif Hukum Islam,


https://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201308321915161512/3.pdf, diakses pada 12 Juni 2019.

H.Sutarno, Hukum Kesehatan, Euthanasia, Keadilan dan hukum positif di Indonesia, Setara
Press, Malang, 2014, hlm.91. . Ahmad Wardi M, op.cit, hlm. 19.
http://repository.unpas.ac.id/28620/4/F.BAB%20II%20TINJAUAN%20EUTHANASIA.pdf
P. Saunders, William. “Euthanasia: Kasus Terri Schiavo: File://D/DOKUMEN/KASUS-
EUTHANASIA.htm. Diakses pada 12/6/2019

Anda mungkin juga menyukai