Anda di halaman 1dari 140

GAMBARAN PERILAKU HAND HYGIENE DAN DETERMINANNYA

PADA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP GEDUNG X


RUMAH SAKIT Y JAKARTA TAHUN 2017

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Disusun oleh

Rahfita Ferdinah

1112101000041

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2017
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2017

Rahfita Ferdinah

i
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

GAMBARAN PERILAKU HAND HYGIENE DAN DETERMINANNYA


PADA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP GEDUNG X
RUMAH SAKIT Y JAKARTA TAHUN 2017

Disusun Oleh :
Rahfita Ferdinah
1112101000041

Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi


Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Agustus 2017

Mengetahui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

ii
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Agustus 2017

Penguji I,

Dela Aristi, S.K.M., M.K.M

Penguji II,

Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, S.K.M., M.KKK

Penguji III,

Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK

iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Agustus 2017
Rahfita Ferdinah, NIM: 1112101000041
Gambaran Perilaku Hand Hygiene dan Determinannya pada Perawat di
Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2017
(XVIII + 97 halaman , 8 tabel, 5 gambar, 3 lampiran)

ABSTRAK

Hand hygiene atau kebersihan tangan merupakan salah satu hal penting
dalam mencegah dan mengendalikan infeksi rumah sakit terutama bagi perawat
yang bersentuhan secara langsung dengan pasien. Data kepatuhan perawat dalam
penerapan hand hygiene yang didapatkan dari komite PPIRS Rumah Sakit Y
Jakarta masih berada di bawah standar yang telah ditetapkan (≥ 85%) yaitu
sebesar 83,4% tahun 2015 dan 82,4% pada periode Januari-Juli 2016 sehingga
menyebabkan masih tingginya angka kejadian infeksi di Rumah Sakit Y pada
tahun 2016 semester 1 yaitu sebesar 2,43% (VAP) dan 2,11% (IDO).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku hand hygiene
pada perawat dan determinannya, yaitu usia, tingkat pendidikan, masa kerja,
pengetahuan, sikap, persepsi, pelatihan, fasilitas, serta pengawasan. Desain
penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan metode pengumpulan
data melalui lembar kuesioner dan observasi. Sampel pada penelitian ini
berjumlah 94 perawat dan dilakukan pada bulan Desember 2016-Februari 2017.
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum perilaku hand hygiene yang
kurang yaitu sebesar 55,3%, sedangkan perilaku kurang pada hand hygiene
dengan sabun dan air mengalir maupun dengan handrub berturut-turut yaitu
sebesar 61,7% dan 57,4%. Hasil uji crosstab menunjukkan bahwa perilaku kurang
sebagian besar dimiliki oleh perawat dengan usia dewasa awal, tingkat pendidikan
menengah, masa kerja ≥ 2 tahun, pengetahuan kurang, yang menyatakan fasilitas
tidak tersedia dan tidak adanya pengawasan. Perilaku kurang dalam penerapan
hand hygiene dengan sabun dan air mengalir ditemukan pada perawat yang
memiliki sikap negatif, sedangkan pada penerapan hand hygiene dengan handrub
ditemukan pada perawat yang memiliki persepsi positif.
Untuk meningkatkan perilaku baik dalam penerapan hand hygiene, rumah
sakit perlu untuk menambah agenda diskusi kelompok mengenai hand hygiene
pada kegiatan rapat yang dilakukan secara rutin dan berkala, membentuk petugas
khusus pengawasan secara langsung dan role model yang berasal dari kepala
perawat ruangan maupun perawat itu sendiri, termasuk memberikan sanksi yang
tegas kepada perawat yang tidak menerapkan hand hygiene sesuai prosedur, serta
menyebarkan leaflet atau poster terkait hand hygiene.

Kata Kunci :Infeksi Rumah Sakit, Kebersihan Tangan, Hand Hygiene,


Perilaku
Daftar Bacaan :79 (1990-2017)

iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH CONCENTRATION
Undergraduate Thesis, August 2017
Rahfita Ferdinah, ID Number: 1112101000041
Description of Hand Hygiene Behavior and Its Determinant among Nurse in
Inpatient Room Building X at Y Hospital Jakarta in 2017
(XVIII + 97 pages , 8 tables, 5 images, 3 attachments)

ABSTRACT

Hand hygiene is one of the important things in preventing and controlling


hospital infection, especially for nurses who in direct contact with patient. The
data of nurse compliance in hand hygiene implementation that obtained from
PPIRS committee at Y Hospital Jakarta is still below the established standard (≥
85%) that are 83,4% in 2015 and 82,4% in the period of January-July 2016
causing high incidence of infection in Y Hospital in 2016 semester 1 that are
equal to 2,43% (VAP) and 2,11% (IDO).
The purpose of this study was to determine the description of hand hygiene
behavior and its determinant among nurse, that are age, education level, years of
service, knowledge, attitude, perception, training, facilities, and supervision. This
study is a cross sectional study design that use a questionnaire and observation
sheet as a data sources. The samples of this study are 94 nurses and conducted in
Desember 2016-Februari 2017.
The result of this study shows that in general, bad behavior of hand hygiene
among nurses is 55,3%, while bad behavior of hand hygiene with soap and
running water or with handrub in a row are 61,7% and 57,4%. The result of
crosstab test shows that bad behavior is mostly owned by nurses with early adult
age, intermediate level of education, years of work ≥ 2 years, lack of knowledge,
stating that facilities are not available and the absence of supervision. Bad
behavior on the implementation of hand hygiene with soap and running water is
owned by nurses with a negative attitude, while on the implementation of hand
hygiene with handrub is owned by nurses with a positive perceptions.
To improve a good behavior on the implementation of hand hygiene,
hospital needs to adding an agenda of group discussions about hand hygiene at
regular and periodic meetings, forming a specific supervisor and role model from
nurse’s head or nurses itself, as well as provides strict sanctions to nurses who do
not apply hand hygiene according to the procedure, and distribute hand hygiene
related leaflets or posters.

Keywords : Hospital Acquired Infections, Hand Hygiene, Behavior


Reading List : 79 (1990-2017)

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI
Nama : Rahfita Ferdinah
Tempat/Tanggal Lahir: Jakarta/ 24 Februari 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Komp. Gardenia Estate Blok A5/ No. 12 A. RT 001/ RW
014, Ciputat, Tangerang Selatan. 15411
Telp : 0896-0857-2492
Email : ferdinahrahfita@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
a. 1999-2000 TK Islam Puspa Indah, Bukit Pamulang Indah
b. 2000-2006 SD Negeri Ciputat VII, Ciputat-Tangerang Selatan
c. 2006-2009 SMP Negeri 2 Ciputat, Ciputat-Tangerang Selatan
d. 2009-2012 SMA Negeri 4 Kota Tangerang Selatan, Pondok
Ranji-Tangerang Selatan
e. 2012-sekarang Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
PENGALAMAN ORGANISASI
2006-2009 Anggota Pramuka SMP Negeri 2 Ciputat
(sekarang SMP Negeri 3 Kota Tangerang Selatan)
2006-2009 Anggota Paskibra SMP Negeri 2 Ciputat
(sekarang SMP Negeri 3 Kota Tangerang Selatan)
2009-2010 Anggota Paskibra SMA Negeri 4 Kota Tangerang Selatan
2014-2015 Staf HRD Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Periode 2014/2015
2015-2016 Staf HRD Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Periode 2015/2016

vi
RIWAYAT KARIR
2007 Juara 3 Lomba Senam Pramuka dalam Acara Apresiasi Cinta Anak
Bangsa Tahun 2007 di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007 Juara Umum Pertama Tingkat SMP/Mts Lomba Baris-Berbaris Tingkat
SMP/Mts se-wilayah VI Kabupaten Tangerang
2007 Petugas Paskibra Sekolah Angkatan 2007 pada kegiatan Upacara HUT
Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-62 di Lapangan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2008 Petugas Paskibra Sekolah Angkatan 2008 pada kegiatan Upacara HUT
Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63 di Lapangan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2009 Petugas Paskibra Sekolah pada kegiatan Upacara HUT Kemerdekaan
Republik Indonesia yang ke-64 di SMAN 4 Kota Tangerang Selatan
2010 Peringkat II Kelas X Bilingual SMAN 4 Kota Tangerang Selatan
2010 Peserta Mata Lomba Kebumian pada Olimpiade Sains Tingkat Gugus 01
SMA Kota Tangerang Selatan
2010 Peserta Mata Lomba Kebumian pada Olimpiade Sains Tingkat Kota
Tangerang Selatan
2012 Peserta Orientasi Akademik dan Kebangsaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012
2012 Peserta Seminar Profesi “Towards Universal Health Coverage and
Equity” Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2013 Peserta dalam acara Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2013 : Go
Ahead To Attack Cigarette UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 Peserta Seminar Profesi “Detik-Detik Menyongsong Jaminan Kesehatan
Nasional 2014” Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2013 Peserta Seminar Profesi “Be Smart and Healthy with Social Media
Networking” Peminatan Promosi Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta

vii
2013 Peserta Seminar Profesi “Ribuan Anak Terancam HIV-AIDS, Let’s
Prevent Mother to Child Transmission” Peminatan Epidemiologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 Peserta Seminar Profesi “From Trash to Treasure” Peminatan Kesehatan
Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 Peserta Seminar Profesi “Gambaran Budaya K3 di Rumah Sakit Tahun
2013” Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2014 Peserta Workshop “Safety in The Process Industries”
2014 Peserta Training “SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No. 50 Tahun
2012” FSK3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 Peserta Seminar Profesi “Have Your Perfect Weight with a Proper Diet”
Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 Peserta Seminar Profesi “Climate Change and Mosquitos–An
Inconvenient Truth” Peminatan Kesehatan Lingkungan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2014 Peserta Seminar Profesi “Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana
Perlintasan Kereta Api Demi Stabilitas Transportasi Nasional” Peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 Peserta Seminar Profesi “Menstrual and Pre-Menstrual Syndrome:
Protect, Care and Attend Your (Pretty) Miss V” Peminatan Epidemiologi
UIN Jakarta
2014 Peserta Workshop “Ergonomics in The Work Place”
2015 Peserta Workshop “Management of Fire Safety” dan “Risk Assessment in
The Work Place”
2015 Peserta Pelatihan Keselamatan Konstruksi (Lifting Crane) FSK3 UIN
Jakarta
2015 Peserta Seminar Profesi “Combat The Neglected Tropical Disease
Towards a Filariasis-Free Country by 2020” Peminatan Kesehatan
Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 Peserta Seminar Profesi “Are You Selected Eater? Be Careful To Obesity!”
Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

viii
2016 Mahasiswa Magang di PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk Tangerang Mill
Periode Januari-Februari 2016
KEPANITIAAN
2009 Divisi Perlengkapan Panitia Lomba Paskibra SMA Negeri 4 Kota
Tangerang Selatan Tahun 2009
2012 Penyuluh Ketok 1000 Pintu “Aksi Tanggap Peduli Kesehatan Keluarga”
Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2012
2013 Divisi Konsumsi Panitia “Social Project FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013”
2014 Kelompok Panitia Pemungutan Suara Komisi Pemilihan Umum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014
2015 Badan Pengawas Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015
2015 Divisi PHD Panitia Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015 “Peduli
Keselamatan Berkendara: Aku dan Ojek Online Tertib Berlalu Lintas”
2016 Divisi Acara-Registrasi GEMAS (Gerakan Masyarakat Sehat) VI “Peduli
Kesehatan Gigi” Manggarai

ix
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Perilaku Hand
Hygiene dan Determinannya pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X
Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2017” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam proses
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dalam proses penyusunannya,
penulis mendapat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT atas segala nikmat, kasih sayang, serta karunia yang telah
diberikan.
2. Keluarga penulis khususnya papa, mama, serta adik-adik yang telah
melimpahkan doa, kasih sayang, dukungan serta semangatnya kepada
penulis.
3. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumatri, S.K.M., M.Kes selaku Dekan FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para dosen
Kesehatan Masyarakat atas segala ilmu yang telah diajarkan kepada
penulis.
5. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T., M.KKK, selaku pembimbing I dan dosen
peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang telah memberikan
ilmu serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
6. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS, selaku pembimbing II yang telah
memberikan ilmu serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi.
7. Bapak Ubay, Ibu Yunisar, Ibu Dewi, serta seluruh staf PPIRS dan perawat
ruang rawat inap Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta yang telah menerima
dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

x
8. Sahabat-sahabat penulis, Devina Koesnatasha Alvionita, Eka Ari Nuryanti,
S.K.M., dan Lilis Yuliarti yang selalu memberi dukungan dan
semangatnya, selalu berbagi suka dan duka selama masa kuliah hingga
tahap terakhir penulis menjadi mahasiswa.
9. Kawan seperjuangan Nova Elyanti, Elsya Ristia, S.K.M., Rr. Putri
Annisya A. P, S.K.M., Anis Rohmana Malik, S.K.M., kawan-kawan
Katiguys dan Kesmas 2012 lainnya, serta sahabat dugong yang sudah dan
masih berjuang dalam penyelesaian skripsinya, terimakasih atas dukungan
serta semangatnya selama ini kepada penulis.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, dengan doa dan harapan bahwa
segala kebaikan yang mereka berikan dapat bermanfaat bagi penulis. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
kelak dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis dan seluruh pembaca yang lain. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Juli 2017

Penulis

xi
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................... i


PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................x
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................5
1.3 Pertanyaan Penelitian ...................................................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian ..........................................................................................................7
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................................7
1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................................8
1.5.1 Manfaat untuk Rumah Sakit ..................................................................................8
1.5.2 Manfaat untuk Perawat ..........................................................................................8
1.5.3 Manfaat untuk Peneliti ...........................................................................................8
1.6 Ruang Lingkup .............................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................10
2.1 Infeksi Rumah Sakit ...................................................................................................10
2.1.1 Penyebab Infeksi Rumah Sakit ............................................................................12
2.1.2 Jenis-Jenis Infeksi Rumah Sakit ..........................................................................15
2.1.3 Rantai Penularan Infeksi Rumah Sakit ................................................................17
2.1.4 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit ...........................................20
2.2 Kewaspadaan Standar.................................................................................................22
2.3 Perilaku .......................................................................................................................29
2.4 Determinan Perilaku ...................................................................................................31
2.4.1 Usia ......................................................................................................................31

xii
2.4.2 Tingkat Pendidikan ..............................................................................................32
2.4.3 Masa Kerja ...........................................................................................................33
2.4.4 Pengetahuan .........................................................................................................33
2.4.5 Sikap ....................................................................................................................35
2.4.6 Persepsi ................................................................................................................36
2.4.7 Fasilitas ................................................................................................................37
2.4.8 Pelatihan...............................................................................................................38
2.4.9 Pengawasan ..........................................................................................................38
2.5 Kerangka Teori ...........................................................................................................39
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...............................40
3.1 Kerangka Konsep .......................................................................................................40
3.1 Definisi Operasional ...................................................................................................42
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...........................................................................44
4.1 Desain Penelitian ........................................................................................................44
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................................................44
4.3 Populasi dan Sampel ..................................................................................................44
4.4 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ...............................................45
4.4.1 Metode Pengumpulan Data ..................................................................................45
4.4.2 Instrumen Penelitian ............................................................................................46
4.5 Pengolahan Data .........................................................................................................46
4.5.1 Coding..................................................................................................................46
4.5.2 Editing..................................................................................................................50
4.5.3 Entry.....................................................................................................................50
4.5.4 Cleaning ...............................................................................................................50
4.6 Analisis Data ..............................................................................................................50
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Data .............................................................................50
BAB V HASIL .....................................................................................................................53
5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Y..............................................................................53
5.2 Gambaran Perilaku Hand Hygiene Perawat ...............................................................56
5.3 Gambaran Determinan Perilaku Hand Hygiene Perawat ...........................................57

xiii
5.4 Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir
Berdasarkan Faktor Determinannya pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung
X Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2017 .............................................................................59
5.5 Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan Faktor
Determinannya pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y
Jakarta Tahun 2017 ..........................................................................................................63
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................................67
6.1 Keterbatasan Penelitian ..............................................................................................67
6.2 Perilaku Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X
Rumah Sakit Y Jakarta .....................................................................................................67
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................90
7.1 Simpulan .....................................................................................................................90
7.2 Saran ...........................................................................................................................92
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................93
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ………………….............................. 42


Tabel 4.1 Jumlah Sampel Minimal Tiap Variabel …………………... 45
Tabel 4.2 Kode Variabel …………………….................................... 46
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Hand Hygiene pada Perawat 56
di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta
Tahun 2017 .....................................................................
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Hand Hygiene pada 56
Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y
Jakarta Tahun 2017 ..........................................................
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Determinan Perilaku Hand Hygiene 57
pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah
Sakit Y Jakarta Tahun 2017 .............................................
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun 60
dan Air Mengalir Berdasarkan Faktor Determinannya pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y
Jakarta Tahun 2017 .........................................................
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Perilaku Hand Hygiene dengan 63
Handrub Berdasarkan Faktor Determinannya pada Perawat
di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta
Tahun 2017 .....................................................................

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Lawrence Green ……………………………………….... 30


Gambar 2.2 Kerangka Teori ………………………………………… 39
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ………………………………………… 40

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Kuesioner Penelitian


Lampiran 2 Lembar Observasi Penelitian
Lampiran 3 Output Hasil Penelitian

xvii
DAFTAR ISTILAH

Akper : Akademi Keperawatan


APD : Alat Pelindung Diri
BSPO : Bedah Saraf Post Operasi
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
CEEBM : Center for Clinical Epidemiology & Evidence-Based Medicine
Ditjen : Direktorat Jenderal
DTT : Disinfeksi Tingkat Tinggi
ETO : Etilen Oksida
HAI : Hospital Acquired Infections
HAIs : Healthcare Associated Infections
HAP : Hospital Acquired Pneumonia
HCU : High Care Unit
HIPPII : Himpunan Perawat Pengendali Infeksi Indonesia
IAD : Infeksi Aliran Darah
ICTEC : Indonesian Clinical Training and Education Center
IDO : Infeksi Daerah Operasi
ILI : Influenza Like Illness
ILO : Infeksi Luka Operasi
IPD : Invasive Pneumococcal Disease
ISK : Infeksi Saluran Kemih
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut
PKIA : Pusat Kesehatan Ibu Anak
PPI : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PPIRS : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
SPK : Sekolah Perawat Kesehatan
VAP : Ventilator Associated Pneumonia
WHO : World Health Organization

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai tempat untuk pencarian pengobatan, juga memiliki


potensi sebagai sumber bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah
sakit (Menkes, 2007). Adanya berbagai potensi bahaya yang ada di rumah sakit
tersebut, maka rumah sakit dituntut untuk menjamin kesehatan dan keselamatan,
baik terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja, maupun masyarakat
sekitar. Salah satu potensi bahaya di rumah sakit yaitu adanya bahaya penyakit
infeksi yang biasanya disebut infeksi nosokomial atau kini dikenal dengan istilah
infeksi rumah sakit (Hospital Acquired Infections/HAI) atau infeksi yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan (Healthcare-associated Infections/HAIs).
Infeksi rumah sakit merupakan salah satu isu penting dalam aspek
keselamatan pasien yang perlu mendapat perhatian karena menjadi salah satu
penyebab meningkatnya angka morbiditas pasien yang dirawat di rumah sakit.
Hal tersebut berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Setiowati (2013), di mana
ketidakpedulian akan keselamatan pasien menyebabkan kerugian bagi pasien
dan pihak rumah sakit yang berdampak pada mutu rumah sakit. Dampak tersebut
dapat berupa biaya yang harus ditanggung pasien menjadi lebih besar, pasien
semakin lama dirawat di rumah sakit, dan terjadinya resistensi obat. Maka dari
itu, infeksi rumah sakit sebagai bagian dari aspek keselamatan pasien dan
petugas kesehatan merupakan salah satu isu yang penting untuk diperhatikan.
Infeksi rumah sakit atau infeksi yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama proses perawatan di
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang tidak ada atau dalam
masa inkubasi pada saat masuk ke fasilitas kesehatan, dan juga merupakan
infeksi akibat kerja pada staf fasilitas (Kemenkes RI, 2011). Infeksi rumah sakit
atau infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan itu sendiri dapat terjadi
dan telah menjadi perhatian di seluruh dunia, baik itu negara maju maupun
negara berkembang. Setiap saat, lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita komplikasi infeksi yang diperoleh di rumah sakit (WHO, 2002).

1
2

Dari hasil survei prevalensi yang dilakukan WHO di 55 rumah sakit dari
14 negara yang mewakili 4 kawasan WHO (Eropa, Timur Tengah, Asia
Tenggara, dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% dari pasien rumah
sakit mengalami infeksi nosokomial. Frekuensi tertinggi infeksi nosokomial
dilaporkan dari rumah sakit di Kawasan Timur Tengah dan Asia Tenggara
(masing-masing 11,8% dan 10,0%), dengan prevalensi 7,7% dan 9,0% masing-
masing di kawasan Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2002). Sementara itu, data
dari WHO juga didapatkan tahun 2005 di Itali diperoleh angka kejadian HAIs
sebesar 6,7%, tahun 2006 di UK sebesar 9% dan di Perancis sebesar 6,7-7,4%.
Begitu pula di Indonesia, dari 10 RSU Pendidikan yang mengadakan surveilans
aktif diperoleh angka kejadian HAIs sebesar 6-16% dengan rata-rata 9,8%
(Ditjen Yankes, 2017).
Pada seminar sehari Patient Safety dan Pencegahan Pengendalian Infeksi
di Jakarta, Menteri Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa kejadian infeksi
nosokomial terus meningkat dari 1% di beberapa Negara Eropa dan Amerika,
sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika, maka dari itu infeksi
nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia (Depkes, 2011).
Rumah Sakit Y Jakarta merupakan rumah sakit bertaraf internasional dan
termasuk dalam klasifikasi rumah sakit kelas A dengan fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik lebih banyak dibandingkan rumah sakit dengan klasifikasi
kelas B, C, dan D sehingga setiap hari Rumah Sakit Y dipadati oleh banyaknya
jumlah pasien yang masuk serta pengunjung. Berdasarkan data yang dilaporkan
oleh komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) di
Rumah Sakit Y, khususnya di gedung X, ditemukan kasus infeksi rumah sakit
jenis IAD, plebitis, dan ISK tertinggi pada tahun 2010 yaitu masing-masing
sebesar 4,08%, 2,51%, dan 19,12%.
Infeksi jenis HAP juga ditemukan dengan kasus tertinggi pada tahun 2010
dan 2011 yaitu sebesar 1,81% dan 1,97%, jenis VAP tertinggi pada tahun 2011
(21,02%), 2013 (3,29%), dan masih ditemukan pada tahun 2016 semester 1 yaitu
sebesar 2,43%. Sementara untuk kasus dekubitus, angka kejadian tertinggi
terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 2,93% dan angka kejadian IDO tertinggi
pada tahun 2014 yaitu sebesar 2,00% yang kemudian mengalami peningkatan
3

hingga tahun 2016 semester 1 menjadi 2,11%. Angka kejadian infeksi rumah
sakit tersebut masih berada di atas standar kejadian infeksi rumah sakit untuk
jenis pelayanan rawat inap, yaitu sebesar  1,5% berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 129 tahun 2008 mengenai Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit.
Petugas kesehatan, khususnya perawat, sebagai pemberi pelayanan
kesehatan di rumah sakit, merupakan orang-orang yang berhubungan secara
langsung dengan pasien sehingga memiliki peran yang besar dalam rantai
penularan terjadinya infeksi. Pentingnya peran perawat dalam terjadinya infeksi
rumah sakit tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bady, dkk
(2007) di IRNA I RSUP Dr. Sardjito. Penelitian tersebut mendapatkan hasil
bahwa kinerja SDM perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial sangat baik
(85,96%) sehingga kontribusi perawat dalam menyebabkan infeksi nosokomial
rendah/kecil. Sedangkan dalam penelitian lain yang dilakukan di RS Roemani
Semarang oleh Kasmad (2010), ditemukan bahwa kejadian infeksi nosokomial
saluran kemih yang mendapatkan perawatan kateter dengan kualitas yang kurang
sebesar 83,33%. Hal itu menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas
perawatan kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran kemih dengan p
value (0,029). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Prastika (2012) di RSUD
Majalaya juga didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tindakan
pemasangan infus yang tidak memperhatikan prinsip sterilitas dengan kejadian
flebitis dengan p value (0,031). Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian di
ruang rawat inap RSUD Tugurejo Semarang oleh Triwidyawati (2013) dengan p
value (0,000).
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa
tindakan yang dilakukan oleh petugas kesehatan selama melakukan perawatan
kepada pasien memiliki pengaruh terhadap terjadinya infeksi rumah sakit. Salah
satu upaya untuk mengendalikan infeksi rumah sakit yaitu memutus rantai
penularan infeksi dengan menerapkan kewaspadaan isolasi (isolation
precautions) di mana kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasarkan transmisi.
4

Kewaspadaan standar merupakan kewaspadaan yang terpenting dan


dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dalam
rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Kewaspadaan standar
ini merupakan gabungan dari kewaspadaan universal (universal precautions)
dan body substance isolation (Kemenkes RI, 2011). Penerapan kewaspadaan
universal sebagai bagian dari kewaspadaan standar penting dilakukan. Hal
tersebut didukung oleh Nurulhuda dkk (2013) dalam penelitiannya yang
didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penerapan universal
precautions dengan proses penyembuhan luka operasi (p value 0,023). Penelitian
tersebut juga mendapatkan hasil bahwa penerapan seluruh prosedur universal
precautions memiliki peluang 5,4 kali untuk mencegah terjadinya tanda dan
gejala infeksi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Fauzia dkk (2014) didapatkan hasil
bahwa sebesar 36% perawat di Rumah Sakit X melaksanakan hand hygiene
sesuai dengan SOP. Hasil tersebut masuk dalam kategori cukup namun masih
kurang dari 50%, padahal menurut WHO, kepatuhan cuci tangan sebagai salah
satu bentuk pencegahan terhadap terjadinya infeksi harus lebih dari 50%.
Penerapan kewaspadaan standar di Rumah Sakit Y sendiri, dari sebelas
item yang ada pada pedoman PPI dari Kemenkes tahun 2011, hanya dua item
yang diawasi langsung oleh pihak PPIRS, yaitu kepatuhan penerapan hand
hygiene dan penggunaan APD yang telah berjalan dari tahun 2011. Kepatuhan
penerapan hand hygiene pada petugas kesehatan, khususnya di gedung X pada
tahun 2015 masih berada di bawah target yang ditetapkan oleh Rumah Sakit Y
(≥ 85%), yaitu sebesar 83,4%, sementara pada periode Januari-Juli 2016,
kepatuhan petugas dalam penerapan hand hygiene juga masih di bawah target,
yaitu sebesar 82,4%. Untuk kepatuhan petugas dalam pemakaian APD selama
tahun 2015 di gedung X mencapai 84,9%, di mana angka ini masih berada di
bawah target (≥ 95%), begitu juga pada periode Januari-Juni 2016, kepatuhan
petugas dalam pemakaian APD sebesar 88%.
Selain hand hygiene dan pemakaian APD, dua item lainnya dalam
kewaspadaan standar (peralatan perawatan pesien dan pemrosesan peralatan
pasien dan penatalaksanaan linen) pengawasannya juga dilakukan oleh pihak
5

PPIRS dan baru dijalankan pada tahun 2016, namun kelengkapan data tidak
tersedia sehingga tidak dapat dilihat angka kepatuhan penerapan kedua item
tersebut. Sementara tujuh item sisanya (pengendalian lingkungan, pengelolaan
limbah, kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan, penempatan
pasien, hygiene respirasi/etika batuk, praktek menyuntik aman, praktek untuk
lumbal pungsi) tidak ada pengawasan langsung dari pihak PPIRS sehingga tidak
ada data terkait ketujuh item kewaspadaan standar tersebut.
Angka kepatuhan penerapan kewaspadaan standar di Rumah Sakit Y yang
masih di bawah standar tersebut menunjukkan masih rendahnya perilaku
penerapan kewaspadaan standar oleh perawat. Perilaku itu sendiri dipengaruhi
oleh beberapa faktor pembentuknya, seperti dalam penelitian yang dilakukan
oleh Ningsih (2013) didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan
dan motivasi dengan perilaku pencegahan infeksi rumah sakit dengan p value
masing-masing sebesar 0,002 dan 0,006, begitu pula dengan penelitian yang
dilakukan oleh Setiyawati (2008), Khoidrudin dkk (2011), Mada dkk (2013),
Yanti (2014), Abdullah, Sidin, & Andi Pasinringi (2014), Salawati dkk (2014),
Handojo (2015), dan Marnita (2015). Pada penelitian Ambasari (2013) juga
ditemukan ada hubungan antara pelatihan, sarana dan prasarana, serta dukungan
supervisi dalam pencegahan infeksi rumah sakit dengan p value masing-masing
sebesar 0,001; 0,000 dan 0,000.
Berdasarkan data yang menunjukkan bahwa masih tingginya angka
kejadian infeksi rumah sakit dan masih rendahnya angka kepatuhan penerapan
hand hygiene perawat di gedung X Rumah Sakit Y, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut bagaimana gambaran perilaku hand hygiene dan
determinannya pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y
Jakarta tahun 2017, mengingat gedung X merupakan gedung rawat inap yang
setiap harinya menampung banyak pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Jika dilihat berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,


kejadian infeksi rumah sakit yang ditemukan di Rumah Sakit Y pada semester
1 tahun 2016 masih tergolong dalam kejadian infeksi yang cukup tinggi, begitu
6

pula angka kepatuhan penerapan hand hygiene yang masih berada di bawah
target yang ditetapkan oleh Rumah Sakit Y (≥ 85%), yaitu 82,4%. Tindakan
keperawatan, termasuk tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang
dilakukan oleh petugas kesehatan, memiliki peran penting dalam mencegah
terjadinya infeksi rumah sakit. Sehingga berdasarkan data tersebut, perlu
diketahui bagaimana gambaran perilaku hand hygiene dan determinannya pada
perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta yang berperan
dalam terjadinya infeksi. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk menganalisis
bagaimana pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit
Y sehingga outcome yang didapat yaitu menurunnya angka morbiditas dan
mortalitas pasien yang dirawat akibat infeksi rumah sakit atau infeksi yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene pada perawat di ruang rawat


inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017?
2. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan usia pada perawat
di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017?
3. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan tingkat pendidikan
pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun
2017?
4. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan masa kerja pada
perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017?
5. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan pengetahuan pada
perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017?
6. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan sikap pada
perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017?
7. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan persepsi pada
perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017?
8. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan fasilitas pada
perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017?
7

9. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan pelatihan pada


perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017?
10. Bagaimana gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan pengawasan pada
perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene dan


determinannya pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah
Sakit Y Jakarta tahun 2017.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene pada perawat di


ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017.
2. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan usia
pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta
tahun 2017.
3. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan tingkat
pendidikan pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah
Sakit Y Jakarta tahun 2017.
4. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan masa
kerja pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y
Jakarta tahun 2017.
5. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan
pengetahuan pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah
Sakit Y Jakarta tahun 2017.
6. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan sikap
pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta
tahun 2017.
8

7. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan


persepsi pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit
Y Jakarta tahun 2017.
8. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan fasilitas
pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta
tahun 2017.
9. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan
pelatihan pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit
Y Jakarta tahun 2017.
10. Diketahuinya gambaran perilaku hand hygiene berdasarkan
pengawasan pada perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah
Sakit Y Jakarta tahun 2017.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat untuk Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam


peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan evaluasi dari program
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit.

1.5.2 Manfaat untuk Perawat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam


penerapan kewaspadaan standar, khususnya hand hygiene dan
menambah wawasan mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit.

1.5.3 Manfaat untuk Peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan


dan pengetahuan mengenai infeksi rumah sakit dan cara pencegahan
serta pengendaliannya, juga dapat menjadi bahan masukan untuk
penelitian lebih lanjut.
9

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku hand


hygiene dan determinannya pada perawat di ruang rawat inap gedung X
Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017 yang akan diteliti oleh mahasiswa
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan
Desember 2016-Februari 2017.
Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan data dari PPIRS, ditemukan
masih tingginya angka kejadian infeksi rumah sakit dan angka kepatuhan
hand hygiene khususnya di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y
Jakarta yang masih di bawah target yang telah ditetapkan oleh pihak PPIRS
Rumah Sakit Y, sehingga perlu diketahui bagaimana gambaran perilaku hand
hygiene dan determinannya pada perawat di ruang rawat inap gedung X
Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017 yang berperan dalam terjadinya infeksi
rumah sakit tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional karena dilakukan pada satu waktu.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh peneliti dari pengisian kuesioner oleh responden, yaitu perawat dan
pengisian lembar observasi oleh peneliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Rumah Sakit

Rumah sakit, sebagai unit pelayanan medis di mana di dalamnya


terdapat berbagai macam peralatan medis yang sederhana maupun modern,
sebagai tempat bertemu dan berinteraksi baik secara langsung maupun tidak
langsung antara tenaga kesehatan dengan pasien yang datang atau sedang
dirawat dengan berbagai jenis penyakit. Kondisi yang padat seperti itu terjadi
setiap hari, dan jika ditambah dengan sanitasi lingkungan rumah sakit yang
buruk maka dapat menimbulkan risiko terjadinya cross infection atau infeksi
silang antara tenaga kesehatan dengan pasien yang sedang dirawat.
Saat pasien sedang dirawat di rumah sakit, mereka memiliki daya tahan
tubuh yang lemah sehingga dapat mempermudah terjadinya infeksi silang
tersebut. Infeksi yang terjadi pada pasien yang sedang dalam proses
perawatan di rumah sakit dikenal dengan istilah infeksi nosokomial atau kini
disebut dengan infeksi rumah sakit (Hospital Acquired Infections) atau infeksi
yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan (Healthcare-associated
Infections).
Infeksi rumah sakit adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama
proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak
ada atau dalam masa inkubasi pada saat masuk ke fasilitas kesehatan, dan
juga merupakan infeksi akibat kerja pada staf fasilitas (Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik, 2008). Infeksi rumah sakit merupakan jenis infeksi
yang tidak ada atau tidak sedang dalam masa inkubasi saat pasien dirawat di
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan dalam rentang waktu 48 jam
setelah perawatan (Breathnach, 2013).
Dalam Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit
(Depkes, 2001), infeksi nosokomial didefinisikan sebagai suatu kondisi lokal
atau sistemik:
(1) Sebagai akibat dari reaksi tubuh terhadap adanya kuman infeksius
atau toksinnya;

10
11

(2) Yang tidak ada atau tidak dalam masa inkubasi pada waktu masuk
rumah sakit.
Suatu infeksi pada penderita dapat dikatakan sebagai infeksi
nosokomial bila memenuhi beberapa kriteria berikut: (Hasbullah, 1993)
a. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak
didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut;
b. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang
dalam inkubasi dari infeksi tersebut;
c. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurang-
kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai perawatan;
d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya;
e. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda
infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika
dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta
belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Baik di negara maju maupun negara berkembang, infeksi rumah sakit
masih menjadi masalah karena merupakan salah satu penyebab tingginya
angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit. Infeksi rumah sakit pertama
kali dikenal pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan sejak tahun 1950 sudah
mulai diteliti lebih mendalam di berbagai negara, terutama di Amerika Serikat
dan Eropa. Angka infeksi rumah sakit yang tercatat di beberapa negara
berkisar antara 3,3% - 9,2% di mana hal itu berarti sekian persen pasien yang
sedang dirawat mengalami infeksi rumah sakit dan dapat terjadi secara akut
ataupun kronis (Darmadi, 2008).
Infeksi rumah sakit dapat dijadikan sebagai tolak ukur mutu pelayanan
rumah sakit, di mana jika angka kejadian infeksi di suatu rumah sakit tinggi
maka izin operasional rumah sakit tersebut dapat dicabut. Infeksi ini diyakini
akan menjadi lebih penting sebagai masalah kesehatan masyarakat seiring
dengan meningkatnya dampak ekonomi dan manusia sebagai akibat dari
peningkatan populasi, kepadatan penduduk, serta meningkatnya jumlah orang
dengan kekebalan tubuh yang rendah yang disebabkan oleh usia, penyakit,
dan perawatan/pengobatan (Akpochafor, 2015).
12

2.1.1 Penyebab Infeksi Rumah Sakit

Terdapat dua kelompok patogen yang merupakan penyebab utama


terjadinya infeksi rumah sakit, yaitu Staphylococcus aureus dan
organisme gram-negatif (Davey, 2005). Berikut penjelasannya:
a. Infeksi Staphylococcus aureus, yang biasanya berhubungan
dengan pemasangan selang infus. Gejala akut yang biasa
ditimbulkan berupa demam tinggi dan kekakuan. Tingkat
mortalitas akibat infeksi yang ditimbulkan oleh patogen ini
yaitu sebanyak 20-30%.
b. Organisme gram-negatif, khususnya Eschericia coli,
Pseudomonas dan Klebsiella sp. Organisme ini biasanya
berasal dari saluran kemih atau gastrointestinal. Gejala yang
ditimbulkan akibat patogen ini dapat berupa demam,
menggigil, hipotensi, bahkan tanda-tanda kelainan mental
(seperti kebingungan dan delirium). Di antara bakteremia
gram-negatif, 25% - 40% berhubungan dengan syok, di mana
tingkat kematiannya dapat mencapai 25%.
Faktor-faktor penting penyebab terjadinya infeksi rumah sakit
adalah sebagai berikut: (Davey, 2005)
a. Pasien rawat inap memiliki penyakit yang menyebabkan
sistem imun mereka relatif kurang efektif;
b. Pemberian antibiotik khusus untuk organisme tertentu saja,
khususnya organisme gram-negatif yang resisten, seperti
Pseudomonas sp. dan Candida sp.;
c. Prosedur dan perawatan yang dilakukan di rumah sakit
mempengaruhi pertahanan alami tubuh terhadap infeksi,
seperti pemasangan infus.
Sementara menurut WHO (2002), faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya infeksi rumah sakit adalah sebagai berikut:
a. Agen mikroba
Pasien memiliki risiko yang tinggi untuk terkena
mikroorganisme selama perawatan di rumah sakit. Kontak
13

antara pasien dengan mikroorganisme tidak dengan sendirinya


mengakibatkan perkembangan penyakit klinis, tetapi
tergantung pada karakteristik mikroorganisme itu sendiri,
seperti resistensi agen antimikroba, virulensi intrinsik, serta
jumlah bakteri infektif. Infeksi rumah sakit, selain disebabkan
oleh mikroorganisme dari orang lain di rumah sakit (infeksi
silang), juga dapat disebabkan oleh flora pasien itu sendiri
(infeksi endogen), sementara beberapa organisme dapat berasal
dari objek atau zat lain yang sudah terkontaminasi dari pasien
lainnya.
Sebelum dikenalnya praktik hygiene dasar dan antibiotik
dalam praktik medis, kebanyakan infeksi rumah sakit terjadi
karena patogen dari luar (foodborne dan airborne disease,
tetanus, dan sebagainya) atau disebabkan oleh mikroorganisme
yang tidak ada dalam flora normal pasien (seperti diphtheria
dan tuberculosis). Tetapi dengan berkembangnya terapi
antibiotik infeksi bakteri telah menurunkan angka kematian
akibat berbagai penyakit infeksi.
b. Kerentanan pasien
Faktor-faktor dalam diri pasien yang mempengaruhi
terjadinya infeksi di antaranya usia, status kekebalan, penyakit
yang mendasari, serta intervensi diagnostik dan terapeutik.
Pasien dengan penyakit kronis seperti tumor ganas, leukemia,
diabetes melitus, gagal ginjal, serta AIDS memiliki tingkat
kerentanan yang tinggi terhadap infeksi dengan patogen
oportunistik.
Organisme yang biasanya tidak berbahaya, misal flora
normal dalam tubuh, dapat menjadi patogen ketika kekebalan
tubuh terganggu. Prosedur diagnosis modern seperti biopsi,
pemeriksaan endoskopi, kateterisasi, serta prosedur bedah
dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
14

c. Faktor lingkungan
Rumah sakit sebagai tempat bertemu antara pasien yang
terinfeksi dengan pasien lain maupun tenaga kesehatan lainnya
dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi rumah sakit.
Pasien yang telah terinfeksi dapat menjadi sumber infeksi
selanjutnya. Padatnya kondisi di rumah sakit, frekuensi
perpindahan pasien dari satu unit ke unit lainnya, serta
tingginya kerentanan pasien terhadap infeksi dalam satu area
memiliki kontribusi yang sama dengan meningkatnya kejadian
infeksi rumah sakit. Mikroba dapat mengkontaminasi benda,
peralatan, dan bahan lainnya yang kemudian kontak dengan
bagian tubuh pasien yang rentan.
d. Resistensi bakteri
Meluasnya penggunaan antimikroba untuk terapi atau
profilaksis merupakan penentu utama munculnya resistensi
yang menyebabkan agen antimikroba menjadi kurang efektif.
Saat ini, sudah banyak virus dan bakteri, seperti pneumococci,
staphylococci, enterococci, dan tuberculosis, yang tahan
terhadap sebagian besar atau semua antimikroba yang
sebelumnya efektif ketika diberikan kepada pasien yang
terinfeksi.
Darmadi (2008) mengungkapkan faktor-faktor luar yang
mempengaruhi terjadinya infeksi rumah sakit adalah sebagai berikut:
a. Petugas pelayanan medis, yaitu dokter, perawat, bidan, tenaga
laboratorium.
b. Peralatan dan material medis, seperti jarum, kateter, respirator,
kain, kassa.
c. Lingkungan, dapat berupa lingkungan internal dan eksternal.
Lingkungan internal di antaranya ruangan/bangsal perawatan,
kamar bersalin, dan kamar bedah. Lingkungan eksternal di
antaranya halaman rumah sakit, tempat pembuangan
sampah/pengolahan limbah.
15

d. Makanan/minuman, yaitu hidangan yang disajikan setiap saat


kepada penderita.
e. Penderita lain, di mana keberadaan penderita lain dalam satu
kamar/ruangan/bangsal perawatan dapat menjadi sumber
penularan.
f. Pengunjung/keluarga, di mana keberadaan tamu/keluarga dapat
menjadi sumber penularan.
Selain faktor-faktor yang berasal dari luar tersebut, faktor lain yang
juga berperan dalam terjadinya infeksi rumah sakit adalah sebagai
berikut: (Darmadi, 2008)
a. Faktor-faktor yang ada pada diri penderita (instrinsic factors)
seperti usia, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko
terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai penyakit
dasar (multipatologi) beserta komplikasinya;
b. Faktor keperawatan, seperti lamanya hari perawatan (length of
stay), menurunnya standar pelayanan perawatan, serta
padatnya penderita dalam satu ruangan; dan
c. Faktor mikroba patogen, seperti tingkat kemampuan invasi
serta tingkat kemampuan merusak jaringan, lamanya
pemaparan (length of exposure) antara sumber penularan
(reservoir) dengan penderita.

2.1.2 Jenis-Jenis Infeksi Rumah Sakit

Menurut WHO (2002), jenis/tipe infeksi rumah sakit yaitu:


a. Infeksi Luka Operasi (ILO)/Infeksi Daerah Operasi
Infeksi luka operasi memiliki kriteria yaitu setiap keluarnya
purulen, abses, atau selulitis yang menyebar di lokasi
pembedahan selama sebulan setelah operasi. Pada Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit (Depkes,
2001), faktor risiko terjadinya ILO yaitu tingkat kontaminasi
luka, faktor pejamu (usia ekstrem, obesitas, adanya infeksi
perioperatif, penggunaan kortikosteroid, DM, malnutrisi berat),
16

faktur pada lokasi luka (pencukuran daerah operasi, devitalisasi


jaringan, benda asing, suplai darah yang buruk ke daerah
operasi, lokasi luka yang mudah tercemar), lama perawatan, dan
lama operasi.
b. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih memiliki kriteria yaitu kultur urin
positif (satu atau dua jenis) dengan setidaknya 105 bakteri/ml,
dengan atau tanpa gejala klinis. Pada Pedoman Pengendalian
Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit (Depkes, 2001), infeksi
saluran kemih terdiri dari beberapa jenis, yaitu ISK
simptomatik, ISK asimptomatik, dan jenis ISK lainnya. Faktor
risiko terjadinya ISK yaitu adanya kateterisasi menetap (cara
pemasangan kateter, lama pemasangan, kualitas perawatan
kateter), kerentanan pasien (usia), decubitus, dan pasca
persalinan.
c. Infeksi saluran pernapasan/pneumonia
Infeksi saluran pernapasan memiliki kriteria yaitu gejala
respirasi dengan setidaknya dua atau lebih tanda-tanda berikut
yang muncul selama perawatan, yaitu batuk, sputum purulen,
infiltrat baru pada chest radiograph yang konsisten dengan
infeksi. Pada Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di
Rumah Sakit (Depkes, 2001), faktor risiko terjadinya pneumonia
ini yaitu instrumentasi saluran nafas, tindakan operasi, kondisi
yang mudah menyebabkan aspirasi, usia tua, obesitas, penyakit
obstruksi paru menahun, tes fungsi paru abnormal, intubasi
dalam waktu lama, dan gangguan fungsi imunologi.
d. Infeksi kateter intravaskular/aliran darah primer
Infeksi kateter intravaskular memiliki kriteria yaitu adanya
inflamasi, lymphangitis atau keluarnya purulen pada sisipan
bagian kateter. Pada Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial
di Rumah Sakit (Depkes, 2001), faktor risiko terjadinya jenis
infeksi ini yaitu pemasangan kateter intravena yang berkaitan
17

dengan jenis kanula, metode pemasangan, dan lama pemasangan


kanula; serta kerentanan pasien terhadap infeksi.
e. Septicaemia
Septicaemia memiliki kriteria yaitu demam atau kekakuan
dan setidaknya satu kultur darah positif.
Jenis infeksi rumah sakit lainnya berdasarkan letak infeksi menurut
Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit (Depkes,
2001), di antaranya osteomyelitis, sendi atau bursa, ruang discus, infeksi
intrakranial, meningitis atau ventrikulitis, abses spinal tanpa meningitis,
infeksi arterial atau venous, endocarditis, myocarditis atau pericarditis,
mediastinitis, conjunctivitis, mata (selain conjunctivitis), telinga dan
mastoid, rongga mulut, sinusitis, gastroenteritis, infeksi traktus
digestivus, hepatitis, intraabdominal, necrotizing enterocolitis,
bronchitis, endometritis, episiotomi, infeksi pada saluran reproduksi,
kulit, jaringan lunak, ulcus decubitus, disseminated infection, luka
bakar, omphalitis, pustulosis anak, dan circumcition neonatus.

2.1.3 Rantai Penularan Infeksi Rumah Sakit

Rantai penularan pada penyakit infeksi merupakan proses


berpindah atau menyebarnya mikroba patogen dari sumber penularan
(reservoir) ke pejamu melalui mekanisme penularan. Untuk
memutuskan rantai penularan infeksi, maka perlu untuk mengetahui
komponen dari rantai penularan itu sendiri, yaitu agen infeksi, reservoir,
pintu keluar (portal of exit), transmisi (cara penularan), pintu masuk
(portal of entry), dan pejamu (host) yang suseptibel. Penjelasan dari
keenam komponen rantai penularan penyakit infeksi tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Agen infeksi atau sumber penularan
Agen infeksi adalah suatu mikroorganisme, berupa
bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit, yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi. Terdapat tiga faktor pada
agen penyebab yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi,
18

yaitu patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis) (Kemenkes,


2011). Sumber penularan dalam rantai penularan dapat
diputuskan dengan cara mengeliminasi, membuang,
menjauhkan, atau memasang barrier (Darmadi, 2008).
b. Reservoir
Reservoir atau tempat di mana agen infeksi dapat
hidup, tumbuh, berkembang biak, dan siap ditularkan,
biasanya adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah,
air, dan bahan-bahan organik lainnya. Terutama pada orang
sehat, reservoir yang paling umum adalah permukaan kulit,
selaput lendir saluran napas atas, usus, dan vagina (Depkes,
2011).
c. Pintu keluar (portal of exit)
Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan di mana agen
infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar ini dapat
melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit dan membran mukosa,
transplasenta, darah serta cairan tubuh lainnya (Depkes,
2011).
d. Transmisi
Transmisi atau cara penularan adalah mekanisme
transpor agen infeksi dari reservoir ke pejamu yang
suseptibel. Ada beberapa cara penularan, yaitu melalui
kontak langsung atau tidak langsung, droplet, airborne,
makanan, minuman/air, darah, dan vektor (serangga atau
binatang pengerat) (Depkes, 2011).
e. Pintu masuk (portal of entry)
Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat di mana
agen infeksi masuk ke pejamu yang suseptibel. Pintu masuk
ini dapat melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang
tidak utuh (luka) (Depkes, 2011).
19

f. Pejamu (host) yang suseptibel


Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak
memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen
infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau penyakit.
Terdapat faktor khusus yang mempengaruhi kondisi pejamu
sehingga rentan terhadap agen infeksi, yaitu umur, status gizi,
status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma atau pembedahan, pengobatan dengan imunosuresan,
sedangkan faktor yang mungkin mempengaruhi adalah jenis
kelamin, etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup,
pekerjaan, dan herediter (Depkes, 2011). Pejamu dalam rantai
penularan ini dapat diputuskan dengan cara memperpendek
waktu pemaparan, serta memasang barrier atau melakukan
isolasi (Darmadi, 2008).
Proses terjadinya infeksi rumah sakit melalui tiga tahapan, yaitu:
(Darmadi, 2008).
a. Tahap I
Pada tahap ini, mikroba bergerak menuju tempat yang
menguntungkan (pejamu/penderita) melalui penularan
langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung melalui
droplet nuclei yang berasal dari petugas,
keluarga/pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan
lainnya adalah melalui transfusi darah. Sementara pada
penularan tidak langsung yaitu melalui vehicle-borne
(penyebaran mikroba melalui benda mati), vector-borne,
food-borne, water-borne, dan air-borne.
b. Tahap II
Pada tahap ini, patogen melakukan invasi ke
jaringan/organ pejamu dengan cara mencari akses masuk
untuk masing-masing penyakit, seperti adanya kerusakan/lesi
kulit atau mukosa dari rongga hidung, mulut, orificium
urethrae, dan lainnya.
20

c. Tahap III
Pada tahap ini, setelah mikroba memperoleh akses
masuk, mikroba patogen dengan segera melakukan invasi dan
mencari jaringan yang sesuai yang selanjutnya melakukan
multiplikasi/berkembang biak disertai dengan tindakan
destruktif terhadap jaringan hingga terjadilah infeksi yang
mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan
fisiologis jaringan pada penderita.

2.1.4 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

Ancaman terjadinya infeksi rumah sakit pada pasien yang sedang


dalam perawatan dapat terjadi setiap saat. Hal tersebut patut untuk
diwaspadai sehingga petugas kesehatan harus mengetahui dan
menguasai standar kerja tentang bagaimana cara pencegahan infeksi
dengan mengetahui dan mengenal sumber-sumber penularannya. Setiap
program pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit merupakan
fokus perhatian dari tiap fasilitas pelayanan dan harus didukung oleh
direktur rumah sakit dan pemerintah.
Tujuan utama dari program pengendalian infeksi rumah sakit ini
adalah untuk mengurangi risiko terjadinya endemi dan epidemi
nosokomial, baik pada pasien, petugas kesehatan, maupun pengunjung.
Program ini dilakukan guna terciptanya kondisi lingkungan rumah sakit
yang memenuhi persyaratan agar menjamin pencegahan infeksi rumah
sakit dan membantu proses pengobatan serta penyembuhan pasien,
sehingga rumah sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan, cakupan
dan efisiensi (Depkes, 2001). Pencegahan dan pengendalian infeksi
rumah sakit ini juga diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak melakukan tindakan sesuai dengan standar/prosedur yang telah
ditetapkan (Depkes, 2006).
21

Sama hal-nya dengan penyakit infeksi lain, infeksi rumah sakit


dapat pula dicegah dan dikendalikan dengan memperhatikan tiga sikap
pokok berikut ini: (Darmadi, 2008)
a. Kesadaran dan rasa tanggung jawab para petugas (medical
provider) bahwa dirinya dapat menjadi sumber penularan
atau media perantara dalam setiap prosedur dan tindakan
medis (diagnosis dan terapi), sehingga dapat menimbulkan
terjadinya infeksi rumah sakit;
b. Selalu ingat akan metode mengeliminasi mikroba patogen
melalui tindakan aseptik, disinfeksi, dan sterilisasi;
c. Di setiap unit pelayanan perawatan dan unit tindakan medis,
khususnya kamar operasi dan kamar bersalin, harus terjaga
mutu sanitasinya.
Program pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit adalah
untuk mengendalikan perkembangbiakan mikroba patogen dengan
mengeliminasi reservoir mikroba yang akan kontak dengan pasien, baik
secara langsung maupun tidak langsung, serta mencegah penyebaran
mikroba patogen dengan mencegah berpindahnya mikroba patogen
melalui perilaku atau kebiasaan petugas medis terkait dengan layanan
medis atau layanan keperawatan kepada pasien (Darmadi, 2008).
Berdasarkan Kemenkes RI (2011), terdapat empat strategi dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit, yaitu:
a. Peningkatan daya tahan pejamu
Peningkatan daya tahan pejamu dapat dilakukan dengan
pemberian imunisasi aktif atau pasif. Promosi kesehatan juga
dapat dilakukan terutama mengenai cakupan nutrisi yang
adekuat sebagai langkah peningkatan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode
fisik maupun kimiawi. Metode fisik dapat berupa pemanasan
(pasteurisasi atau sterilisasi), sedangkan metode kimiawi
dapat berupa klorinasi air dan disinfeksi.
22

c. Memutus rantai penularan


Untuk memutus rantai penularan, telah disusun suatu
tindakan pencegahan yang disebut kewaspadaan isolasi
(isolation precaution). Kewaspadaan isolasi ini terdiri dari
dua pilar, yaitu kewaspadaan standar (standard precaution)
dan kewaspadaan berdasarkan transmisi (transmission-based
precaution) atau kewaspadaan berdasarkan cara penularan.
Penerapan dua pilar kewaspadaan isolasi tersebut dapat
dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi antara
keduanya.
d. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas
kesehatan
Tindakan pencegahan ini terutama berkaitan dengan
pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan
cairan tubuh lainnya yang sering terjadi akibat luka tusuk
jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Beberapa penyakit
yang perlu mendapat perhatian di antaranya hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV.
Dari keempat strategi pencegahan dan pengendalian infeksi
rumah sakit yang telah dijelaskan sebelumnya, tindakan memutus rantai
penularan merupakan cara yang paling mudah dilakukan untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, walaupun hasilnya akan sangat
bergantung kepada kepatuhan petugas dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan.

2.2 Kewaspadaan Standar

Petugas kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit,


merupakan orang-orang yang berhubungan secara langsung dengan pasien.
Hal tersebut menempatkan perawat berada dalam posisi penting untuk
meningkatkan keselamatan pasien karena kedekatannya yang melekat kepada
pasien. Posisi ini membutuhkan wawasan yang luas bagi perawat untuk
23

mengidentifikasi masalah dalam sistem kesehatan dan menjadi bagian dari


solusi keselamatan pasien.
Perawat memiliki peran besar sebagai media perantara sekaligus
sumber penularan dalam risiko terjadinya infeksi rumah sakit. Risiko infeksi
rumah sakit semakin tinggi apabila petugas kesehatan tidak melakukan
pekerjaan dengan tepat sehingga perlu diperhatikan tindakan yang diambil
dalam pelayanan kesehatan yang mereka berikan dengan menerapkan
prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.
Salah satu upaya untuk mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah
sakit (Hospital Acquired Infections) yaitu prosedur kewaspadaan standar.
Kewaspadaan standar sebagai bagian dari kewaspadaan isolasi bersama
dengan kewaspadaan berdasarkan transmisi ditujukan untuk pelayanan
kepada semua pasien. Kewaspadaan standar dirancang untuk mengurangi
risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber
infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui yang kemudian
diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dalam rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (Kemenkes RI, 2011).
Kewaspadaan standar yang dibuat untuk mencegah transmisi silang
sebelum diagnosis ditegakkan atau hasil pemeriksaan laboratorium belum ada
merupakan gabungan dari kewaspadaan universal dan body substance
isolation yang telah ada sebelumnya. Kewaspadaan universal (universal
precautions) merupakan kewaspadaan yang bersifat umum dan dapat
diterapkan kepada semua pasien tanpa memandang status diagnosisnya
(Depkes, 2010). Pelaksanaan kewaspadaan universal ini merupakan langkah
penting untuk menjaga sarana kesehatan sebagai tempat untuk pencarian
pengobatan dan penyembuhan, bukan menjadi sumber infeksi. Peran penting
dari pimpinan, tenaga kesehatan, serta pasien dan keluarganya dibutuhkan
untuk mendukung kewaspadaan universal ini agar dapat terlaksana secara
maksimal. Penerapan kewaspadaan universal didasarkan pada keyakinan
bahwa darah dan cairan tubuh sangat berpotensi dalam menularkan penyakit,
baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan, sehingga prosedur
24

ini juga dianggap sebagai pendukung program K3 bagi petugas kesehatan


(Depkes, 2010).
Terdapat tiga prinsip utama dalam prosedur kewaspadaan universal
pelayanan kesehatan, yaitu menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi
ruangan, dan sterilisasi peralatan kesehatan. Ketiga prinsip utama tersebut
kemudian dijabarkan menjadi sebelas kegiatan pokok yang termasuk dalam
kewaspadaan standar, di antaranya yaitu kebersihan tangan/hand hygiene,
Alat Pelindung Diri (APD), peralatan perawatan pasien, pengendalian
lingkungan, pengelolaan limbah, pemrosesan peralatan pasien dan
penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan,
penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk, praktek menyuntik yang
aman, dan praktek untuk lumbal pungsi (Kemenkes RI, 2011).

2.2.1 Kebersihan tangan/hand hygiene


Kebersihan tangan merupakan hal paling penting untuk mencegah
penyebaran infeksi yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan
semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh
mikoorganisme pada kulit, di mana mikroorganisme ini diperoleh dari
kontak dengan pasien dan lingkungan (Kemenkes RI, 2011).
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan
tangan, di antaranya:
1) Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien agar tangan
terhindar kontaminasi patogen dari dan ke permukaan.
2) Bila tangan jelas terlihat kotor, mengandung bahan berprotein,
cairan tubuh, lakukan cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dengan air mengalir.
3) Bila tangan tidak jelas terlihat kotor, dekontaminasi dengan
alkohol handrub.
4) Melakukan cuci tangan sebelum kontak langsung dengan
pasien dan pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan.
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan
sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun telah menggunakan
25

sarung tangan atau alat pelindung lain. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan
sehingga dapat mengurangi penyebaran infeksi dan lingkungan tetap
terjaga.
Cuci tangan harus dilakukan pada saat diperkirakan adanya
kemungkinan terjadi perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum
melakukan suatu tindakan perawatan yang seharusnya dilakukan secara
bersih, dan setelah melakukan tindakan perawatan yang kemungkinan
terjadi pencemaran. Menurut WHO (2009), terdapat lima indikasi
kebersihan tangan yang kemudian dikembangkan oleh Komite PPIRS
Rumah Sakit Y (2015) menjadi sebagai berikut:
1) Kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir apabila
terlihat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh
lainnya, atau setelah menggunakan toilet.
2) Apabila terbukti atau dicurigai kuat memiliki kontak dengan
patogen yang kemungkinan membentuk spora.
3) Penggunaan handrub berbasis alkohol dipilih untuk antiseptik
tangan rutin pada semua situasi dan bila tangan tidak terlihat
kotor.
4) Dilakukan kebersihan tangan pada kondisi berikut: sebelum
dan sesudah menyentuh pasien; sebelum melakukan tindakan
invasif untuk perawatan pasien, tidak peduli apakah
menggunakan sarung tangan atau tidak; setelah kontak dengan
cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit yang tidak
intak, atau merawat luka; apabila berpindah dari area tubuh
yang terkontaminasi ke area tubuh lain selama perawatan pada
pasien yang sama; setelah kontak dengan permukaan benda
mati dan objek termasuk peralatan medis; setelah melepas
sarung tangan steril.
5) Sebelum menangani obat-obatan atau menyiapkan makanan.
26

Keefektifan kegiatan cuci tangan ini juga harus didukung dengan


sarana cuci tangan yang memadai. Sarana tersebut yaitu: (Kemenkes
RI, 2011)
1) Air mengalir
Air mengalir merupakan sarana utama untuk cuci tangan
disertai dengan saluran pembuangan atau bak penampungan
yang memadai. Air mengalir dapat melepaskan
mikroorganisme dari tangan karena gesekan mekanis atau
kimiawi saat cuci tangan. Air mengalir tersebut dapat berupa
kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara
mengguyur dengan gayung tidak dianjurkan karena memiliki
risiko kontaminasi yang cukup besar, baik melalui gagang
gayung maupun dari percikan air bekas cucian yang dapat
kembali ke bak penampungan air bersih.
2) Sabun
Sabun yang digunakan dalam proses mencuci tangan
tidak dapat membunuh mikroorganisme tetapi hanya
menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan
jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga
mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah
terbawa oleh air. Namun, meskipun jumlah mikroorganisme
dapat berkurang, cuci tangan dalam frekuensi yang sering
dapat membuat lapisan lemak kulit menghilang dan membuat
kulit menjadi kering dan pecah-pecah.
3) Larutan antiseptik
Larutan antiseptik atau antimikroba topikal digunakan
untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme
pada kulit. Tingkat efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada
kulit setelah pemakaian antiseptik tergantung oleh keragaman
jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing
individu.
27

Pemilihan antiseptik yang digunakan perlu


mempertimbangkan beberapa kriteria, di antaranya:
a) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak
mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram
negatif, virus lipofilik, bacillus dan tuberculosis,
fungi, endospora).
b) Efektivitas, kecepatan aktivitas awal, dan efek residu,
aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam
pertumbuhan.
c) Tidak mengakibatkan iritasi kulit dan alergi.
d) Dapat diterima secara visual maupun estetik.
4) Lap tangan yang bersih dan kering
Ada sebelas langkah yang diadaptasi dari WHO guidelines on
hand hygiene in health care : first global patient safety challenge tahun
2009 dalam prosedur standar membersihkan tangan dengan sabun dan
air mengalir yang harus dilakukan kira-kira dalam waktu satu menit,
yaitu sebagai berikut:
1) Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih;
2) Tuangkan 3-5 cc sabun cair untuk menyabuni seluruh
permukaan tangan;
3) Ratakan dengan kedua telapak tangan;
4) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya;
5) Gosok kedua telapak dan sela-sela jari;
6) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci;
7) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan
dan lakukan sebaliknya;
8) Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri
dan sebaliknya;
9) Bilas kedua tangan dengan air mengalir;
10) Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel
sampai benar-benar kering;
28

11) Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk


menutup kran
Jika tidak terdapat fasilitas air mengalir untuk mencuci tangan,
maka dapat dipertimbangkan untuk menggunakan larutan berbasis
alkohol tanpa air (handrub antiseptic). Penggunaan handrub ini akan
lebih efektif dalam penurunan jumlah flora tangan awal pada tangan
yang bersih, dapat melindungi dan melembutkan kulit karena berisi
emolien seperti gliserin, glisol propelin, atau sorbitol.
Teknik untuk menggosok tangan dengan handrub antiseptic
adalah sebagai berikut: (WHO, 2009)
1) Tuangan handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup
seluruh permukaan tangan dan jari-jari (kira-kira 3-5 cc atau
satu sendok teh);
2) Gosokkan kedua telapak tangan;
3) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya;
4) Gosok kedua telapak dan sela-sela jari;
5) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci;
6) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan
dan lakukan sebaliknya;
7) Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri
dan sebaliknya;
8) Diamkan tangan hingga kering.
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kebersihan tangan
dengan menggunakan handrub antiseptic adalah kurang lebih 20-30
detik (WHO, 2009). Perlu diperhatikan bahwa penggunaan handrub
antiseptic ini tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga
jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan
tubuh maka harus mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
terlebih dahulu. Selain itu, jika telah menggunakan handrub antiseptic
5-10 kali maka tetap diperlukan untuk mencuci tangan dengan sabun
dan air mengalir untuk mengurangi penumpukan emolien pada tangan.
29

2.3 Perilaku

Perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang


merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Jika dilihat dari
pandangan biologis, perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas dari
organisme yang bersangkutan sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku
manusia pada dasarnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.
Kemudian jika dibuat dalam kerangka analisis, perilaku adalah apa yang
dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang diamati secara langsung
maupun secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2003).
Seorang ahli psikologi, yaitu Skinner (1938), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar) (Zubaedah, 2009). Hal serupa juga disampaikan oleh
Sunaryo (2004) bahwa dari perspektif psikologi, perilaku manusia adalah
aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung. Sementara perilaku dalam ranah
kesehatan dikenal istilah perilaku kesehatan (health behavior), yaitu suatu
respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-
sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan)
seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan
(Notoatmodjo, 2010). Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua
aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak
dapat diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan, di mana pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau
melindungi diri dari penyakit atau masalah kesehatan lain, meningkatkan
kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah
kesehatan.
Banyak teori yang digunakan untuk menentukan determinan perilaku,
salah satunya adalah teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010). Teori
Lawrence Green ini menjelaskan bahwa perilaku ditentukan berdasarkan tiga
faktor utama seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1, yaitu:
1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,
30

antara lain karakteristik individu (usia, jenis kelamin, tingkat


pendidikan, masa kerja), pengetahuan, sikap, persepsi, keyakinan,
kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.
2) Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi terbentuknya perilaku atau
tindakan, seperti pelatihan, sarana dan prasarana.
3) Faktor penguat (reinforcing factors), yaitu faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perilaku, seperti pengawasan,
peraturan, dan undang-undang.

Faktor Predisposisi:
a. Karakteristik individu (usia,
jenis kelamin, tingkat
pendidikan, masa kerja)
b. Pengetahuan
c. Sikap
d. Persepsi
e. Keyakinan
f. Nilai-nilai dan tradisi

Perilaku
Faktor Pemungkin:
a. Fasilitas
b. Pelatihan

Faktor Penguat:
a. Peraturan dan undang-undang
b. Pengawasan

Sumber : Notoatmodjo, 2010


Gambar 2.1 Teori Lawrence Green

Berdasarkan teori Green tersebut, Notoatmodjo (2010) menyimpulkan


bahwa terdapat dua faktor utama untuk terbentuknya perilaku seseorang,
yaitu:
a. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berada dalam diri
individu itu sendiri, dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi,
pengetahuan, keyakinan, keinginan, niat, fantasi, dan sugesti.
31

b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri
individu tersebut, seperti fasilitas, lingkungan, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik. Faktor eksternal yang paling besar peranannya
adalah faktor sosial dan budaya di mana seseorang tersebut berada.
Faktor sosial sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi
terbentuknya perilaku seseorang di antaranya struktur sosial, pranata
sosial, dan permasalahan-permasalahan sosial lainnya, sementara
faktor budaya yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang
di antaranya nilai-nilai, adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan
masyarakat, dan tradisi.

2.4 Determinan Perilaku

Perilaku seseorang terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa


determinan pembentuk perilaku, di antaranya:
2.4.1 Usia
Sugono (1990) mengemukakan secara umum bahwa usia
merupakan lama waktu seseorang untuk hidup atau ada di dunia (sejak
dilahirkan). Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Begitu juga dengan berjalannya perkembangan hidup, di
mana semakin tua seseorang akan semakin bijaksana dan semakin
banyak hal yang dikerjakan sehingga dapat menambah pengetahuannya
(Notoatmodjo, 2003).
Ada batas usia produktif seseorang yang memungkinkan bertahan
dengan kekuatan pekerjaannya, adapula terjadi penurunan kemampuan
dalam menghasilkan pekerjaan seiring dengan bertambahnya usia.
Kematangan individu dengan pertambahan usia berhubungan erat
dengan kemampuan analisis terhadap permasalahan atau fenomena
yang ditemukan (Pancaningrum, 2011). Hal tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi usia, semakin mampu menunjukkan kematangan
32

jiwa dan semakin dapat berpikir rasional, semakin bijaksana, serta


mampu mengendalikan emosi dan semakin terbuka terhadap pandangan
orang lain.
Oleh karena itu, setiap individu dengan periode usia yang berbeda
memiliki perkembangan yang berbeda, sehingga mereka dapat menilai
atau merespon sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda pula. Usia
juga menentukan kemampuan seseorang untuk bekerja, termasuk
bagaimana orang tersebut merespon stimulus (Handayani, 2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2009) dan
Damanik (2012) didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara usia
dengan ketaatan dalam penerapan hand hygiene pada petugas
kesehatan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa petugas kesehatan
dengan rentang usia dewasa awal (18-40 tahun) lebih banyak tidak taat
dalam melakukan hand hygiene, sehingga diperoleh pula bahwa petugas
kesehatan pada rentang usia dewasa madya (>40-60 tahun) mempunyai
peluang 0,94 kali untuk taat melakukan hand hygiene dibandingkan
dengan petugas kesehatan pada rentang usia dewasa awal.
2.4.2 Tingkat Pendidikan
Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada
proses mengajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu
dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi
mengerti. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan di
mana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi maka orang
tersebut akan semakin luas pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan juga mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan
sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin
mengerti dan memahami tentang suatu ilmu serta akan berpengaruh
pada perilakunya (Setiyawati, 2008). Tingkat pendidikan juga
mempengaruhi pengetahuan dan penerimaan seseorang terhadap suatu
informasi (Handojo, 2015).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati (2008) diperoleh
hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
33

pendidikan dengan perilaku kepatuhan perawat dalam pencegahan


infeksi luka operasi dengan p value 0,076. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Damanik (2012) dan Setiawati (2009) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara ketaatan dalam
penerapan hand hygiene dengan tingkat pendidikan petugas kesehatan,
di mana petugas kesehatan dengan tingkat pendidikan tinggi (DIII, S1,
S2/spesialis) lebih taat dengan peluang 1,06 kali dibandingkan dengan
petugas kesehatan yang berpendidikan rendah (SPK).
2.4.3 Masa Kerja
Masa kerja mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap
pekerjaan dan lingkungan tempat ia bekerja. Masa kerja dapat membuat
seseorang memahami tugas-tugas suatu pekerjaan sehingga dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik, di mana semakin lama ia
bekerja maka semakin banyak pengalamannya dan akan lebih terampil
dalam mengerjakan pekerjaannya (Handoko, 2009).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuniari (2012) didapatkan
hasil bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku
penerapan pencegahan infeksi rumah sakit sehingga tidak ada jaminan
bahwa petugas yang lebih lama bekerja dapat dikatakan lebih produktif
dibandingkan dengan petugas yang belum senior. Penelitian tersebut
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati (2008)
dengan p value sebesar 0,111. Sementara dalam penelitian yang
dilakukan oleh Damanik (2012) didapatkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara masa kerja (p=0,026) dengan kepatuhan petugas
kesehatan melakukan hand hygiene, di mana petugas kesehatan dengan
masa kerja ≥ 2 tahun lebih patuh dalam melakukan hand hygiene
dengan perolehan sebanyak 26 (44,8%) petugas kesehatan.
2.4.4 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris, khususnya mata dan telinga, terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior), di mana perilaku yang
34

didasari oleh pengetahuan umumnya akan bersifat langgeng (Sunaryo,


2004). Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012) adalah hasil tahu dan
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu.
Pengetahuan meliputi pemahaman tentang tugas dan tanggung
jawab dalam bekerja, memiliki pengetahuan di bidang yang
berhubungan dengan peraturan, prosedur dan keahlian teknis, dapat
menggunakan informasi, material, peralatan dan teknik dengan tepat
dan benar, serta mampu mengikuti perkembangan peraturan, prosedur
dan teknik terbaru dalam keperawatan (Pancaningrum, 2011).
Pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu: (Notoatmodjo,
2012)
1) Tahu (know) : mengingat kembali (recall) suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan
pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur tahu dapat
melalui proses menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
dan menyatakan.
2) Memahami (comprehension): kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui. Orang yang telah paham
terhadap objek harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, dan meramalkan.
3) Aplikasi (application): kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi/kondisi riil
(sebenarnya).
4) Analisis (analysis): kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih
dalam struktur organisasi tersebut, misal dapat membedakan,
memisahkan, dan mengelompokkan.
5) Sintesis (synthesis): kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru, misal dapat menyusun, merencanakan,
meringkaskan, dan menyesuaikan.
35

6) Evaluasi (evaluation): kemampuan untuk melakukan justifikasi


atau penilaian terhadap materi atau objek.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyanita &
Listiowati (2014) dan Yanti (2014), penelitian yang dilakukan oleh
Mada, Susilo & Nekada (2013) juga mengungkapkan bahwa
pengetahuan perawat yang baik berhubungan dengan asuhan
keperawatan yang aman. Di mana peningkatan pengetahuan perawat
tentang keselamatan pasien akan berdampak pada peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) menunjukkan
bahwa pengetahuan berhubungan dengan kepatuhan perawat terhadap
kewaspadaan standar, begitu pula penelitian yang dilakukan oleh
Setiawati (2009), Abdullah (2012), Yuniari (2012), Ningsih (2013),
Nurkhasanah dan Sujianto (2013), Marnita (2015), dan Khoidrudin
(2015). Penelitian lain juga dilakukan oleh Damanik (2012), Widyanita
(2014), dan Indri (2016) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan (p=0,000) dengan kepatuhan petugas
kesehatan melakukan hand hygiene.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian
yang dilakukan oleh Rahmawati dan Susanti (2014) menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan perawat
tentang pencegahan infeksi nosokomial dengan pelaksanaan cuci tangan
dengan nilai taraf signifikan () sebesar 0,246.
2.4.5 Sikap
Sikap merupakan suatu cara bereaksi terhadap perangsang
tertentu, di mana pada dasarnya, proses pembentukan sikap berawal
dari lingkungan keluarga kemudian interaksi dengan lingkungan
masyarakat (Azhari, 2004). Sikap menurut Notoatmodjo (2012)
merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
stimulus atau objek, sehingga sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau
perilaku.
36

Terdapat empat tingkatan sikap yaitu: (Notoatmodjo, 2012)


1) Menerima (receiving): diartikan bahwa orang (subjek) mau
menerima dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek).
2) Merespons (responding): memberikan jawaban terhadap
pertanyaan yang diberikan mengenai objek.
3) Menghargai (valuing): mengajak orang lain atau
mendiskusikan dengan orang lain tentang objek.
4) Bertanggung jawab (responsible): bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati (2008), Yuniari
(2012) dan Khoidrudin (2015) ditemukan bahwa sikap memiliki
hubungan terhadap perilaku penerapan pencegahan dan pengendalian
infeksi rumah sakit. Sementara pada penelitian Yuliana (2012),
Rahmawati dan Susanti (2014), Sudrajat (2015) dan Marnita (2015)
ditemukan tidak ada hubungan antara sikap dengan penerapan
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit.
2.4.6 Persepsi
Persepsi menurut Supratman dan Mahadian (2016) adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Sunaryo (2004) juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses
diterimanya rangsang melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian
sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati
tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun dalam diri
individu. Dari beberapa pengertian mengenai persepsi yang telah
dijabarkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah
tanggapan atau pendapat seseorang tentang suatu objek yang sangat
menentukan perilakunya terhadap objek tersebut, di mana persepsi
seseorang terhadap rangsangan atau stimulus yang diterimanya akan
berbeda satu sama lainnya (Supratman dan Mahadian, 2016).
37

Persepsi dapat terjadi jika terpenuhinya syarat-syarat berikut:


(Sunaryo, 2004)
1) Adanya objek : Objek  stimulus  alat indra (reseptor).
2) Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan
persepsi.
3) Adanya alat indra sebagai reseptor/penerima stimulus.
4) Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak,
kemudian dari otak akan dibawa melalui saraf motoris sebagai
alat untuk mengadakan respon.
Sementara itu, diperlukan tiga proses untuk terbentuknya suatu
persepsi, yaitu: (Sunaryo, 2004)
1) Proses fisik (kealaman) : objek  stimulus  reseptor/alat
indra
2) Proses fisiologis : stimulus  saraf sensoris  otak
3) Proses psikologis : proses dalam otak sehingga individu
menyadari stimulus yang diterima
2.4.7 Fasilitas
Menurut teori Green (1980), perilaku seseorang dipengaruhi oleh
faktor pemungkin, seperti fasilitas atau sarana dan prasarana yang
disediakan di tempat kerja (Notoatmodjo, 2010). Tanpa adanya sumber
daya yang memadai, seseorang tidak akan mampu menerapkan suatu
perilaku dengan baik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) ditemukan
bahwa terdapat hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan
kepatuhan perawat terhadap kewaspadaan standar, begitu pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Putri (2011), Yuniari (2012),
Nurkhasanah dan Sujianto (2013), Yanti (2014) dan Khoidrudin (2015).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Indri (2016) juga menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara fasilitas dengan
pelaksanaan langkah-langkah hand hygiene perawat. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2012) yang menunjukkan
38

bahwa tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan hand


hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung.
2.4.8 Pelatihan
Pelatihan dalam teori Green (1980) termasuk dalam faktor
pemungkin dalam terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo,
2010). Pelatihan tersebut merupakan salah satu media untuk
memperoleh informasi dan keterampilan perawat, terutama terkait
penerapan kewaspadaan standar. Hal tersebut didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Ambasari (2013) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara pelatihan dengan pencegahan infeksi nosokomial
plebitis dengan p value sebesar 0,001, begitu pula dengan penelitian
yang dilakukan oleh Putri (2011), Yuliana (2012), Nurkhasanah dan
Sujianto (2013).
2.4.9 Pengawasan
Pengawasan dalan teori Green (1980) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo,
2010). Pengawasan adalah fungsi administratif untuk memastikan
bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
sebelumnya (Nurdin, 2007). Sistem pengawasan ini digunakan untuk
mengarahkan dan memberi dukungan kepada pekerja sehingga mereka
dapat melaksanakan fungsinya secara efektif. Pengawasan berfungsi
sebagai media komunikasi standar kepada pekerja secara efektif,
termasuk memantau kinerja dan memberikan umpan balik serta
dukungan sesuai dengan yang dibutuhkan (Al-Assaf, 2009).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2014), ditemukan
bahwa tidak ada hubungan antara efektivitas fungsi pengawasan kepala
ruangan dengan kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian
infeksi rumah sakit dengan p value sebesar 0,285. Hasil penelitian
tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2012)
dengan p value sebesar 0,329. Berbanding terbalik dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sudrajat (2015) yang dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengawasan dari supervisi
39

terhadap kepatuhan perawat dalam pelaksanaan hand hygiene dengan p


value sebesar 0,001.

2.5 Kerangka Teori

Berdasarkan pemaparan tinjauan pustaka, dapat diketahui bahwa peran


petugas kesehatan dalam melaksanakan prosedur pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya sangat
penting dalam mencegah terjadinya kejadian infeksi rumah sakit atau infeksi
yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Berdasarkan teori determinan
pembentukan perilaku dari Green (1980), serta prosedur kewaspadaan standar
untuk pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit yang dikeluarkan
oleh Kemenkes RI (2011), dapat digambarkan kerangka teori dalam
penelitian ini seperti pada gambar 2.2.

Faktor Predisposisi:
a. Karakteristik
individu (usia, jenis
kelamin, tingkat
pendidikan, masa
kerja) Perilaku Penerapan Kewaspadaan
b. Pengetahuan Standar:
c. Sikap 1. Kebersihan Tangan/Hand Hygiene
d. Persepsi 2. Alat Pelindung Diri (APD)
e. Keyakinan 3. Peralatan Perawatan Pasien
f. Nilai-nilai, tradisi 4. Pengendalian Lingkungan
5. Pengelolaan Limbah
6. Pemrosesan Peralatan Pasien dan
Faktor Pemungkin: Penatalaksanaan Linen
a. Fasilitas 7. Kesehatan Karyawan/Perlindungan
b. Pelatihan Petugas Kesehatan
8. Penempatan Pasien
9. Hygiene Resirasi/Etika Batuk
Faktor Penguat: 10. Praktek Menyuntik yang Aman
a. Peraturan dan 11. Praktek untuk Lumbal Pungsi
undang-undang
b. Pengawasan

Sumber: Green, 1980 (Notoatmodjo, 2010), Kemenkes RI (2011).

Gambar 2.2 Kerangka Teori


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya dapat


ditarik kesimpulan variabel-variabel apa saja yang akan diteliti dalam
penelitian ini, yaitu usia, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap
dan persepsi tentang hand hygiene serta fasilitas, pelatihan, pengawasan, dan
perilaku penerapan hand hygiene. Adapun kerangka konsep penelitian ini
seperti pada gambar 3.1.

Faktor Determinan:
a. Usia
b. Tingkat pendidikan
c. Masa kerja
d. Pengetahuan tentang Perilaku Penerapan
hand hygiene Hand Hygiene
e. Sikap tentang hand a. Sabun dan Air
hygiene Mengalir
f. Persepsi tentang hand b. Handrub
hygiene
g. Fasilitas
h. Pelatihan
i. Pengawasan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, di


antaranya jenis kelamin, keyakinan, nilai-nilai dan tradisi, serta peraturan dan
perundang-undangan. Variabel jenis kelamin tidak diteliti karena responden,
yaitu perawat, mayoritas memiliki jenis kelamin perempuan sehingga tidak
bervariasi. Sementara variabel keyakinan, nilai-nilai, dan tradisi tidak diteliti
karena variabel tersebut sulit untuk diukur. Variabel peraturan dan
perundang-undangan juga tidak diteliti karena variabel ini dianggap
homogen, di mana semua responden mendapatkan perlakuan yang sama dari
tempat kerja.

40
41

Selain terdapat beberapa variabel terkait faktor pembentukkan perilaku


yang tidak diteliti, penelitian ini juga dilakukan hanya fokus pada satu item
dalam kewaspadaan standar, yaitu hand hygiene karena disesuaikan dengan
program prioritas dari pihak PPIRS Rumah Sakit Y sendiri dan berdasarkan
data yang diperoleh dari PPIRS Rumah Sakit Y angka kepatuhan penerapan
hand hygiene masih berada di bawah target (≥ 85%) yang ditetapkan oleh
PPIRS Rumah Sakit Y.
42

3.1 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala
1. Perilaku Kegiatan/tindakan responden terkait Pengisian Lembar 1. Baik, jika skor jawaban > Ordinal
hand hygiene penerapan hand hygiene sesuai prosedur lembar observasi 12,75 (median)
di tempat kerjanya observasi oleh 0. Kurang, jika skor jawaban 
peneliti 12,75 (median)
Perilaku Kegiatan/tindakan responden terkait Pengisian Lembar 1. Baik, jika skor jawaban >8 Ordinal
hand hygiene penerapan hand hygiene dengan sabun lembar observasi (median)
dengan dan air mengalir sesuai prosedur di observasi oleh 0. Kurang, jika skor jawaban 8
tempat kerjanya
sabun dan air peneliti (median)
mengalir
Perilaku Kegiatan/tindakan responden terkait Pengisian Lembar 1. Baik, jika skor jawaban >4,75 Ordinal
hand hygiene penerapan hand hygiene dengan handrub lembar observasi (median)
dengan sesuai prosedur di tempat kerjanya observasi oleh 0. Kurang, jika skor jawaban
handrub peneliti 4,75 (median)
2. Usia Lamanya waktu hidup responden dihitung Pengisian Kuesioner 1. Usia dewasa awal (18-40) Ordinal
mulai dari tanggal lahir sampai ulang kuesioner oleh (Damanik, 2012)
tahun terakhir saat penelitian dilakukan responden 2. Usia dewasa madya (> 40)
(Damanik, 2012)
3. Tingkat Pendidikan formal terakhir yang Pengisian Kuesioner 1. Menengah Ordinal
pendidikan dijalankan oleh responden kuesioner oleh 2. Tinggi
responden
4. Masa kerja Lamanya responden telah bekerja Pengisian Kuesioner 1. < 2 tahun (Damanik, 2012) Ordinal
dihitung dari pertama kali bekerja hingga kuesioner oleh 2. ≥ 2 tahun (Damanik, 2012)
43

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala


penelitian dilakukan responden
5. Pengetahuan Hal yang diketahui dan dipahami Pengisian Kuesioner 1. Baik, jika skor jawaban >34 Ordinal
tentang hand responden mengenai hand hygiene kuesioner oleh (median)
hygiene responden 0. Kurang, jika skor jawaban
34 (median)
6. Sikap Ungkapan perasaan, keyakinan, dan Pengisian Kuesioner 1. Positif, jika skor jawaban Ordinal
tentang hand kecenderungan responden untuk kuesioner oleh >62,5 (median)
hygiene melakukan suatu tindakan dalam responden 0. Negatif, jika skor jawaban
penerapan hand hygiene 62,5 (median)
7. Persepsi Pendapat/pandangan responden tentang Pengisian Kuesioner 1. Positif, jika skor jawaban >39 Ordinal
tentang hand penerapan hand hygiene kuesioner oleh (median)
hygiene responden 0. Negatif, jika skor jawaban
39 (median)
8. Fasilitas Ketersediaan fasilitas pendukung yang Pengisian Kuesioner 1. Tersedia, jika skor jawaban Ordinal
dibutuhkan responden dalam menerapkan kuesioner oleh >11 (median)
hand hygiene responden 0. Tidak tersedia, jika skor
jawaban 11 (median)
9. Pelatihan Kegiatan yang pernah dilakukan oleh Pengisian Kuesioner 1. Ya Ordinal
responden untuk menambah keterampilan kuesioner oleh 0. Tidak
dan pengetahuan terkait hand hygiene responden
10. Pengawasan Kegiatan pemantauan yang dilakukan Pengisian Kuesioner 1.Ya, jika skor jawaban >7 Ordinal
oleh pihak PPIRS atau kepala ruang kuesioner oleh (median)
terhadap responden terkait penerapan responden 0.Tidak, jika skor jawaban 7
hand hygiene (median)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini merupakan desain


penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu dengan jenis penelitian cross sectional
karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku hand
hygiene dan determinannya pada perawat di ruang rawat inap gedung X
Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y


Jakarta dan dilakukan pada bulan Desember 2016-Februari 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi target dari penelitian ini yaitu perawat di ruang rawat inap
gedung X Rumah Sakit Y Jakarta yang berinteraksi langsung dengan pasien
dan berpotensi sebagai perantara dalam kejadian infeksi rumah sakit.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode probability sampling, yaitu
simple random sampling karena seluruh perawat memiliki potensi yang sama
sebagai perantara kejadian infeksi rumah sakit. Penentuan besar sampel
dihitung dengan menggunakan rumus estimasi proporsi sebagai berikut:

Keterangan:
n = besar sampel
Zα = CI (derajat kepercayaan) 95% (1,96)
p = probabilitas dari penelitian terdahulu
d = presisi/ketepatan = 10%

44
45

Berdasarkan rumus perhitungan besar sampel tersebut didapatkan besar


sampel minimal pada penelitian ini yaitu sebanyak 85 responden. Namun,
untuk mencegah terjadinya kekurangan sampel, maka peneliti menambahkan
jumlah sampel sehingga jumlah besar sampel dalam penelitian ini menjadi 94.
Penentuan besar sampel minimal ditentukan berdasarkan hasil perhitungan
besar sampel pada beberapa variabel yang diteliti. Perhitungan besar sampel
menggunakan nilai p variabel independen dari hasil penelitian sebelumnya.
Adapun besar sampel minimal pada tiap-tiap variabel dijelaskan dalam tabel
4.1.
Tabel 4.1 Jumlah Sampel Minimal Tiap Variabel
Variabel Penelitian P N
Sebelumnya
Pengetahuan Damanik (2012) 0,672 84,67
Sikap Sudrajat (2015) 0,189 58,88
Pengawasan Damanik (2012) 0,155 50,31

4.4 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

4.4.1 Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data
primer. Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah
pengisian kuesioner yang diberikan kepada responden, yaitu perawat
yang bertugas di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta.
Kuesioner digunakan untuk memperoleh data mengenai faktor
determinan perilaku perawat dalam penerapan hand hygiene yang
terdiri dari usia, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap,
persepsi, fasilitas, pelatihan, serta pengawasan.
Pengumpulan data primer juga dilakukan dengan pengisian
lembar observasi kepada perawat yang dilakukan oleh peneliti.
Pengisian lembar observasi ini dilakukan untuk memperoleh data
mengenai perilaku perawat dalam penerapan hand hygiene di tempat
kerjanya.
46

4.4.2 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
lembar kuesioner dan lembar observasi. Lembar kuesioner yang
digunakan berupa daftar pernyataan dengan total 75 pernyataan yang
mencakup nama responden, usia, masa kerja, tingkat pendidikan,
pelatihan, pengetahuan tentang hand hygiene 18 pernyataan, sikap
tentang hand hygiene 23 pernyataan, persepsi tentang hand hygiene 16
pernyataan, fasilitas terkait hand hygiene 5 pernyataan, dan pengawasan
terkait hand hygiene 8 pernyataan. Sementara lembar observasi
digunakan untuk mengukur variabel perilaku hand hygiene sebanyak 18
pernyataan.

4.5 Pengolahan Data

4.5.1 Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka/bilangan atau sebaliknya, yaitu dengan
pengklasifikasian data dengan memberikan kode pada data yang telah
dikumpulkan. Rincian kode masing-masing variabel dijelaskan dalam
tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kode Variabel

Variabel Kode
Identitas responden A1-A3
Usia A4
Masa kerja A5
Tingkat Pendidikan A6
Pelatihan A7

Pengetahuan tentang hand hygiene B1-B18


Sikap tentang hand hygiene C1-C23
Persepsi tentang hand hygiene D1-D16
Fasilitas terkait hand hygiene E1-E5
Pengawasan terkait hand hygiene F1-F8
Perilaku hand hygiene G1-G18
47

Perhitungan pada masing-masing variabel dilakukan dengan cara


menjumlah skor pernyataan pada variabel terkait. Kemudian hasil skor
diinterpretasikan ke dalam masing-masing kategori berdasarkan nilai
mean atau median. Penentuan penggunaan nilai mean atau median
dilakukan berdasarkan uji normalitas data, jika data berdistribusi
normal, cut off point yang digunakan adalah mean, sedangkan untuk
data yang tidak berdistribusi normal, cut off point yang digunakan
adalah median. Berikut adalah penjelasan mengenai variabel, skoring,
dan hasil ukur pada penelitian ini:
a. Perilaku hand hygiene
Pada variabel ini, terdapat 18 pernyataan (G1-G18)
dengan dua skala jawaban: ya (1 poin) dan tidak (0 poin).
Sementara hasil ukur pada variabel ini yaitu (1) baik jika skor
jawaban > 12,75 (median), dan (0) kurang jika skor jawaban 
12,75 (median). Perilaku hand hygiene selanjutnya
dikategorikan menjadi penerapan hand hygiene dengan sabun
dan air mengalir, dan penerapan hand hygiene dengan
handrub.
Pada kategori perilaku hand hygiene dengan sabun dan air
mengalir, terdapat 11 pernyataan (G1-G11), sementara untuk
kategori perilaku hand hygiene dengan handrub terdapat 7
pernyataan (G12-G18). Kategori perilaku hand hygiene
tersebut memiliki dua skala jawaban, yaitu ya (1 poin) dan
tidak (0 poin). Untuk kategori perilaku hand hygiene dengan
sabun dan air mengalir, hasil ukurnya yaitu (1) baik jika skor
jawaban > 8 (median), dan (0) kurang jika skor jawaban  8
(median), sedangkan untuk kategori perilaku hand hygiene
dengan handrub, hasil ukurnya yaitu (1) baik jika skor jawaban
> 4,75 (median), dan (0) kurang jika skor jawaban  4,75
(median).
48

b. Usia
Pada variabel ini, skala jawabannya yaitu dalam satuan
tahun. Kemudian dikategorikan menjadi dua, yaitu usia dewasa
awal (18-40 tahun) dan usia dewasa madya (>40 tahun).
c. Tingkat pendidikan
Pada variabel ini, hasil ukurnya yaitu (1) menengah (DIII
Keperawatan/Akper) dan (2) tinggi (S1 Keperawatan).
d. Masa kerja
Pada variabel ini, skala jawabannya yaitu dalam satuan
tahun. Kemudian dikategorikan menjadi dua, yaitu masa kerja
< 2 tahun dan masa kerja ≥ 2 tahun.
e. Pengetahuan tentang hand hygiene
Pada variabel ini, terdapat 18 pernyataan (B1-B18) dengan
dua skala jawaban: benar (2 poin), dan salah (1 poin).
Sementara hasil ukur pada variabel ini yaitu (1) baik jika skor
jawaban > 34 (median) dan (0) kurang jika skor jawaban  34
(median).
f. Sikap tentang hand hygiene
Pada variabel ini, terdapat 23 pernyataan (C1-C23) dengan
empat skala jawaban: sangat setuju (3 poin), setuju (2 poin),
tidak setuju (1 poin), dan sangat tidak setuju (0 poin).
Sementara hasil ukur pada variabel ini yaitu (1) positif jika
skor jawaban > 62,5 (median) dan (0) negatif jika skor
jawaban  62,5 (median).
g. Persepsi tentang hand hygiene
Pada variabel ini, terdapat 16 pernyataan (D1-D16)
dengan empat skala jawaban: sangat setuju (3 poin), setuju (2
poin), tidak setuju (1 poin), dan sangat tidak setuju (0 poin).
Sementara hasil ukur pada variabel ini yaitu (1) positif jika
skor jawaban > 39 (median) dan (0) negatif jika skor jawaban 
39 (median).
49

h. Fasilitas
Pada variabel ini, terdapat 5 pernyataan (E1-E5) dengan
empat skala jawaban: sangat setuju (3 poin), setuju (2 poin),
tidak setuju (1 poin), dan sangat tidak setuju (0 poin).
Sementara hasil ukur pada variabel ini yaitu (1) tersedia jika
skor jawaban > 11 (median), dan (0) tidak tersedia jika skor
jawaban  11 (median).
i. Pelatihan
Pada variabel ini, hasil ukurnya yaitu (1) ya dan (0) tidak.
j. Pengawasan
Pada variabel ini, terdapat 8 pernyataan (F1-F8) dengan
dua skala jawaban: ya (1 poin) dan tidak (0 poin). Sementara
hasil ukur pada variabel ini yaitu (1) ya jika skor jawaban > 7
(median), dan (0) tidak jika skor jawaban  7 (median).

Pada variabel pengetahuan, terdapat dua pernyataan negatif, yaitu


pada kode variabel B7 dan B8, untuk variabel sikap terdapat tiga
pernyataan negatif, yaitu pada kode variabel C1, C4, dan C5, sementara
pada variabel persepsi, terdapat tiga pernyataan negatif, yaitu pada kode
variabel D6, D15, dan D16. Pada variabel fasilitas terdapat satu
pernyataan negatif yaitu dengan kode variabel E1, dan untuk variabel
pengawasan terdapat satu pernyataan negatif yaitu pada kode variabel
F4.
Pernyataan negatif tersebut selanjutnya dalam proses analisis data
akan dilakukan recode sesuai dengan jawaban yang benar, yaitu untuk
variabel pengetahuan, jika responden mengisi jawaban pada kolom
benar akan mendapat skor 1, dan jika mengisi jawaban pada kolom
salah akan mendapat skor 2. Sementara pada variabel sikap, persepsi
dan fasilitas, jika mengisi jawaban pada kolom sangat tidak setuju akan
mendapat skor 3, pada kolom tidak setuju akan mendapat skor 2, pada
kolom setuju akan mendapat skor 1, dan pada kolom sangat setuju akan
mendapat skor 0. Sementara pada variabel pengawasan, jika responden
50

mengisi jawaban pada kolom ya akan mendapat skor 0, dan jika


mengisi jawaban pada kolom tidak akan mendapat skor 1.

4.5.2 Editing
Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian
lembar kuesioner, apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah
lengkap, jelas, relevan, dan konsisten, yaitu dengan cara mengukur,
mengurutkan, mengelompokkan dan mengoreksi data yang telah
terkumpul.

4.5.3 Entry
Entry merupakan kegiatan memasukkan data ke dalam program
komputer untuk analisis data setelah semua isian kuesioner terisi penuh
dan benar, dan juga sudah melewati proses pengkodean.

4.5.4 Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang
sudah di entry, bertujuan untuk mengetahui apakah ada data yang
belum di entry atau ada kesalahan saat mengentry data.

4.6 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis


univariat, karena sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu memberikan
gambaran perilaku hand hygiene dan determinannya pada perawat di ruang
rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017, di mana variabel-
variabel yang diteliti yaitu usia, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan,
sikap dan persepsi tentang hand hygiene serta fasilitas, pengawasan,
pelatihan, dan perilaku hand hygiene.

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Data

A. Uji Validitas Data


Uji validitas data merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen yang digunakan dalam sebuah
51

penelitian (Ambasari, 2013). Suatu instrumen dikatakan valid apabila


mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari
variabel yang diteliti secara tepat.
Uji validitas pada variabel dengan jenis pernyataan skala likert
(variabel sikap, persepsi, dan fasilitas) dapat dilakukan dengan
membandingkan nilai korelasi atau r hitung variabel dengan r tabel. Jika r
hitung > r tabel, maka variabel tersebut dinyatakan valid. Sementara jika r
hitung < r tabel maka variabel tersebut dinyatakan tidak valid. Nilai r tabel
yang digunakan untuk uji validitas penelitian ini yaitu 0,3388 dengan
jumlah sampel 34 orang. Berdasarkan hasil uji validitas kuesioner
penelitian ini, didapatkan dari 44 pernyataan pada kuesioner terdapat 12
pernyataan yang tidak valid (empat pernyataan pada variabel sikap dan
delapan pernyataan pada variabel persepsi), kemudian pernyataan yang
tidak valid tersebut dilakukan modifikasi pernyataan sehingga pernyataan
dapat lebih mudah dipahami.
Uji validitas pada variabel dengan jenis pernyataan skala guttman
(variabel pengetahuan, pengawasan, dan pelatihan) dilakukan dengan
validitas isi. Validitas isi ini dilakukan dengan melihat tanggapan
responden saat menjawab kuesioner. Kuesioner dinyatakan valid apabila
responden dapat langsung menjawab dan memahami maksud pernyataan
kuesioner, juga durasi waktu responden dalam menjawab kuesioner sesuai
dengan estimasi waktu yang ditetapkan oleh peneliti. Berdasarkan hasil uji
validitas kuesioner penelitian ini, seluruh pernyataan pada variabel
pengetahuan, pengawasan, dan pelatihan dinyatakan telah valid.

B. Uji Reliabilitas Data


Uji reliabilitas data merupakan suatu uji instrumen yang digunakan
untuk menyatakan tingkat kepercayaan instrumen sehingga dapat
digunakan sebagai alat pengumpul data (Ambasari, 2013). Instrumen yang
sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang
konsisten bila dilakukan berulang kali (Arifin, 2012).
Instrumen dapat dikatakan reliabel jika nilai r hasil (nilai cronbach
alpha) > r tabel. Berdasarkan hasil uji reliabilitas, diketahui bahwa seluruh
52

variabel memiliki nilai r hasil > r tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sudah reliabel.
BAB V
HASIL

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Y Jakarta

Rumah Sakit Y Jakarta merupakan salah satu rumah sakit kelas A milik
Kementerian Kesehatan RI. Visi rumah sakit ini yaitu menciptakan
pengalaman istimewa untuk semua melalui Academic Health System, dengan
misi yaitu:
1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
2. Menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan lulusan unggul,
berbasis riset dalam rumah sakit bertaraf internasional.
3. Melaksanakan penelitian kedokteran dan penelitian pendidikan
kedokteran bertaraf internasional, lintas disiplin untuk mengatasi dan
mengantisipasi masalah kesehatan di masa depan.
4. Berperan aktif membantu pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam bidang pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian
kesehatan.
5. Menyelenggarakan tata kelola organisasi yang terintegrasi, efektif,
efisien, dan akuntabel, sehingga terwujud pertumbuhan finansial
serta manajemen yang handal.
Rumah Sakit Y Jakarta ini memiliki 24 departemen, yaitu departemen
medik kesehatan anak, patologi anatomik, medik gigi dan mulut, radiologi,
forensik & medikolegal, rehabilitas medis, medik orthopaedi dan
traumatologi, urologi, ilmu penyakit dalam, medik ilmu bedah, bedah saraf,
akupuntur, THT, neurologi, medik ilmu kesehatan jiwa, farmakologi klinik,
medik anestesi, patologi klinik, medik kebidanan dan kandungan, radioterapi,
kulit dan kelamin, gizi klinik, mata, serta mikrobiologi klinik.
Di rumah sakit ini terdapat pula delapan instalasi pelayanan, yaitu
instalasi gawat darurat, gizi, PKRS, bedah pusat, farmasi, sterilisasi pusat,
administrasi logistik, pelatihan & simulasi klinik (ICTEC), serta 12 unit
pelayanan, di antaranya yaitu unit pelayanan terpadu Kencana,

53
54

PKIA Kiara, unit rawat jalan terpadu, unit rawat inap terpadu gedung X, unit
pelayanan jantung terpadu, unit rekam medik dan administrasi rawat inap,
unit admisi, unit pelayanan bedah sehari, unit pelayanan transfusi darah, unit
CEEBM (Center for Clinical Epidemiology & Evidence–Based Medicine),
unit pelayanan laboratorium terpadu, dan unit pelayanan terpadu teknologi
kedokteran sel punca RSY – FKUI.
Salah satu unit pelayanan yang ada di Rumah Sakit Y Jakarta yaitu unit
rawat inap terpadu gedung X. Unit ini merupakan unit rawat inap yang
diresmikan pada tanggal 8 Mei 2008 dengan kapasitas tempat tidur sebanyak
900 tempat tidur dan terdiri dari 169 kamar rawat, menjadikan gedung X
sebagai unit rawat inap terbesar di Indonesia dengan sasaran pasar terbesar
yaitu pasien Jaminan Kesehatan Nasional.
Pelayanan rawat inap yang diterapkan di gedung X ini meliputi:
a. Inpatient services, termasuk di antaranya yaitu ruang rawat dewasa
(obstetri dan ginekologi, bedah termasuk transpalant hati dan ginjal,
penyakit dalam, THT, kulit dan kelamin, isolasi imunitas menurun,
isolasi airborne disease, neurologi, bedah saraf, dan ruang stroke)
dan ruang rawat anak.
b. Ruang rawat High Care Unit, termasuk di antaranya ruang rawat
high care unit dewasa dan ruang rawat high care unit bedah saraf
post operasi (BSPO).
c. Penunjang aktif proses inti unit kerja pelayanan yaitu pelayanan
farmasi, gizi, dan patologi klinik.
Gedung X terdiri dari 8 lantai dengan masing-masing pembagian lokasi
ruangan di tiap lantai adalah sebagai berikut:
a. Lantai 1: lobi utama (ruang kasir dan penjamin, ruang discharge
planner), zona A (ruang rawat anak) dan zona B (ruang rawat khusus
VVIP).
b. Lantai 2: zona A (ruang rawat transisi anak, onkologi obsgin) dan
zona B (ruang kemoterapi obsgin, ruang rawat ginekologi, ruang
rawat gabung, ruang rawat kangoroo mother care).
c. Lantai 3: ruang rawat VVIP, VIP, kelas 1, dan ruang kemoterapi.
55

d. Lantai 4: ruang rawat bedah, ruang rawat ortopedi, ruang rawat


urologi, ruang rawat fast track.
e. Lantai 5: ruang rawat neurologi, ruang rawat bedah saraf, ruang high
care unit bedah saraf post operasi (BSPO), ruang rawat stroke unit.
f. Lantai 6: ruang rawat High Care Unit (HCU), ruang rawat kardiologi,
ruang rawat kelas 1.
g. Lantai 7: ruang rawat IPD, ruang rawat dermatologi dan venerologi,
dan ruang rawat THT.
h. Lantai 8: ruang rawat hematoonkologi medik IPD, dan ruang rawat
geriatri.
Ruang rawat di gedung X ini dibedakan menjadi empat kelas berdasarkan
fasilitas yang disediakan di tiap-tiap ruang rawat, yaitu:
a. Fasilitas kelas 3 (6 tempat tidur/kamar) dengan rincian fasilitas yaitu
AC, penerangan yang cukup, gordyn penyekat, nurse call, kamar
mandi di dalam+shower, bed side cabinet, over bed table, outlet
oxygen dan suction dinding, wastafel, tempat sampah infeksius dan
non infeksius.
b. Fasilitas kelas 1 (4 tempat tidur/kamar) dengan rincian fasilitas yaitu
AC, penerangan yang cukup, gordyn penyekat, nurse call, kamar
mandi di dalam+shower, bed side cabinet, over bed table, outlet
oxygen dan suction dinding, wastafel, tempat sampah infeksius dan
non infeksius, dan televisi.
c. Fasilitas kelas VIP (2 tempat tidur/kamar) dengan rincian fasilitas
yaitu AC, penerangan yang cukup, gordyn penyekat, nurse call,
kamar mandi di dalam+shower, bed side cabinet, over bed table,
outlet oxygen dan suction dinding, wastafel, tempat sampah infeksius
dan non infeksius, televisi, dispenser, dan kulkas.
d. Fasilitas kelas VVIP (1 tempat tidur/kamar) dengan rincian fasilitas
yaitu AC, penerangan yang cukup, gordyn privasi, nurse call, kamar
mandi di dalam+shower, bed side cabinet, over bed table, outlet
oxygen dan suction dinding, wastafel, tempat sampah infeksius dan
56

non infeksius, televisi kabel indovision, dispenser, kulkas, dan sofa


bed.
Kepatuhan penerapan hand hygiene pada perawat di gedung X
merupakan tanggung jawab dari bagian Komite PPIRS. Dalam pelaksanaan
penerapan hand hygiene tersebut guna memenuhi angka kepatuhan yang telah
ditentukan oleh Komite PPIRS, fasilitas pendukung penerapan hand hygiene
telah disediakan di gedung X. Untuk penerapan hand hygiene dengan sabun
dan air mengalir, disediakan sebanyak 201 wastafel beserta sabun dan tissue
yang berada di tiap nurse station dan kamar rawat pasien. Sementara
penyediaan fasilitas handrub yaitu sebanyak 1101 handrub yang berada di
tiap nurse station, samping pintu kamar rawat pasien, dan ujung tempat tidur
rawat pasien.

5.2 Gambaran Perilaku Hand Hygiene Perawat

Gambaran perilaku hand hygiene pada perawat didapatkan berdasarkan


hasil observasi oleh peneliti. Hasil distribusi frekuensi perilaku penerapan
hand hygiene perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta
tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.1 dan tabel 5.2.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2017
Variabel Mean Median Min – Max Std. Deviasi
Perilaku Hand
12,91 12,75 9,5-16 1,339
Hygiene

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Hand Hygiene pada Perawat di Ruang
Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2017
Variabel Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 42 44,7
Perilaku Hand Hygiene
Kurang 52 55,3
Perilaku Hand Hygiene Baik 36 38,3
dengan Sabun dan Air
Kurang 58 61,7
Mengalir pada Perawat
Perilaku Hand Hygiene Baik 40 42,6
dengan Handrub pada
Kurang 54 57,4
Perawat
Total 94 100
57

Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa rata-rata perilaku hand hygiene


perawat di ruang rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta yaitu 12,91,
dengan nilai median sebesar 12,75 dan nilai standar deviasi sebesar 1,339.
Diketahui pula bahwa skor terendah perilaku penerapan hand hygiene
perawat yaitu 9,5 dan skor tertinggi yaitu 16.
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa perilaku hand hygiene perawat
yang baik yaitu sebanyak 42 (44,7%) perawat, sedangkan perilaku yang
kurang sebanyak 52 (55,3%) perawat. Berdasarkan kategori perilaku
penerapan hand hygiene, perawat yang memiliki perilaku hand hygiene
dengan sabun dan air mengalir yang baik sebanyak 36 (38,3%) perawat,
sedangkan perilaku yang kurang sebanyak 58 (61,7%) perawat. Sementara
perawat yang memiliki perilaku hand hygiene dengan handrub yang baik
sebanyak 40 (42,6%) perawat, dan perilaku yang kurang sebanyak 54 (57,4%)
perawat.

5.3 Gambaran Determinan Perilaku Hand Hygiene Perawat

Pada penelitian ini, determinan perilaku hand hygiene pada perawat


yang diteliti di antaranya yaitu usia, tingkat pendidikan, masa kerja,
pengetahuan, sikap, persepsi, fasilitas, pelatihan, dan pengawasan. Hasil
distribusi determinan tersebut dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Determinan Perilaku Hand Hygiene pada Perawat di Ruang
Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2017
No Variabel Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Dewasa Madya 29 30,9
Usia
Dewasa Awal 65 69,1
2. Tinggi 12 12,8
Tingkat Pendidikan
Menengah 82 87,2
3. ≥ 2 Tahun 79 84
Masa Kerja
< 2 Tahun 15 16
4. Baik 20 21,3
Pengetahuan
Kurang 74 78,7
5. Positif 47 50
Sikap
Negatif 47 50
6. Positif 45 47,9
Persepsi
Negatif 49 52,1
7. Fasilitas Tersedia 37 39,4
58

No Variabel Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)


Tidak Tersedia 57 60,6
8. Ya 93 98,9
Pelatihan
Tidak 1 1,1
9. Ya 6 6,4
Pengawasan
Tidak 88 93,6
Total 94 100

1. Gambaran Usia Perawat


Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa perawat dengan usia
dewasa awal (18-40 tahun) yaitu sebanyak 65 (69,1%) perawat, sedangkan
perawat dengan usia dewasa madya (≥ 40 tahun) yaitu sebanyak 29
(30,9%) perawat.

2. Gambaran Tingkat Pendidikan Perawat


Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa perawat dengan
tingkat pendidikan menengah (D3 Keperawatan atau Akper) yaitu
sebanyak 82 (87,2%) perawat, sedangkan perawat dengan tingkat
pendidikan tinggi (S1 Keperawatan) yaitu sebanyak 12 (12,8%) perawat.

3. Gambaran Masa Kerja Perawat


Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa perawat dengan masa
kerja < 2 tahun yaitu sebanyak 15 (16%) perawat, sedangkan perawat
dengan masa kerja ≥ 2 tahun yaitu sebanyak 79 (84%) perawat.

4. Gambaran Pengetahuan Perawat tentang Hand Hygiene


Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa perawat dengan
tingkat pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 20 (21,3%) perawat,
sedangkan perawat dengan tingkat pengetahuan yang kurang yaitu
sebanyak 74 (78,7%) perawat.

5. Gambaran Sikap Perawat tentang Hand Hygiene


Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa perawat dengan
sikap positif dan negatif terhadap penerapan hand hygiene memiliki hasil
yang sama, yaitu sebanyak 47 (50%) perawat.
59

6. Gambaran Persepsi Perawat tentang Hand Hygiene


Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa perawat yang
memiliki persepsi positif terhadap penerapan hand hygiene yaitu sebanyak
45 (47,9%) perawat, sedangkan perawat yang memiliki persepsi negatif
terhadap penerapan hand hygiene yaitu sebanyak 49 (52,1%) perawat.

7. Gambaran Fasilitas terkait Penerapan Hand Hygiene


Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa ketersediaan fasilitas
pendukung penerapan hand hygiene dinyatakan tersedia oleh sebanyak 37
(39,4%) perawat, sedangkan ketersediaan fasilitas pendukung penerapan
hand hygiene dinyatakan tidak tersedia oleh sebanyak 57 (60,6%) perawat.

8. Gambaran Pelatihan terkait Hand Hygiene


Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 93 (98,9%)
perawat telah mendapatkan pelatihan terkait hand hygiene di tempat
kerjanya, sedangkan 1 (1,1%) perawat belum pernah mendapatkan
pelatihan terkait hand hygiene di tempat kerjanya.

9. Gambaran Pengawasan terkait Penerapan Hand Hygiene


Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 6 (6,4%)
perawat menyatakan adanya pengawasan terkait penerapan hand hygiene
di tempat kerjanya, sedangkan sebanyak 88 (93,6%) perawat menyatakan
tidak adanya pengawasan terkait penerapan hand hygiene di tempat
kerjanya.

5.4 Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir
Berdasarkan Faktor Determinannya pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2017

Perilaku hand hygiene dengan sabun dan air mengalir merupakan


kegiatan/tindakan perawat terkait penerapan hand hygiene dengan
menggunakan sabun dan air mengalir sesuai pada prosedur yang ada di
tempat kerjanya. Faktor determinan pada perilaku penerapan hand hygiene ini
yaitu usia, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap, persepsi,
60

fasilitas, pelatihan, dan pengawasan terkait penerapan hand hygiene. Hasil


distribusi perilaku hand hygiene dengan sabun dan air mengalir berdasarkan
faktor determinannya tersebut dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir
Berdasarkan Faktor Determinannya pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah
Sakit Y Jakarta Tahun 2017
Perilaku Hand Hygiene dengan
Sabun dan Air Mengalir
No. Variabel Kategori
Baik Kurang
N % N %
Dewasa Madya 15 41,7 14 24,1
1. Usia
Dewasa Awal 21 58,3 44 75,9
Tingkat Tinggi 8 22,2 4 6,9
2.
Pendidikan Menengah 28 77,8 54 93,1
≥ 2 Tahun 29 80,6 50 86,2
3. Masa Kerja
< 2 Tahun 7 19,4 8 13,8
Baik 4 11,1 16 27,6
4. Pengetahuan
Kurang 32 88,9 42 72,4
Positif 19 52,8 28 48,3
5. Sikap
Negatif 17 47,2 30 51,7
Positif 16 44,4 29 50
6. Persepsi
Negatif 20 55,6 29 50
Tersedia 15 41,7 22 37,9
7. Fasilitas
Tidak Tersedia 21 58,3 36 62,1
Ya 35 97,2 58 100
8. Pelatihan
Tidak 1 2,8 0 0
Ya 2 5,6 4 6,9
9. Pengawasan
Tidak 34 94,4 54 93,1
61

1. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir


Berdasarkan Usia Perawat
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa perawat dengan usia
dewasa madya (≥ 40 tahun) yang memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 15
(41,7%) perawat, sedangkan perawat dengan usia dewasa awal (18-40
tahun) yang memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 21 (58,3%) perawat.

2. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir


Berdasarkan Tingkat Pendidikan Perawat
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa perawat dengan
tingkat pendidikan tinggi (S1 Keperawatan) yang memiliki perilaku baik
yaitu sebanyak 8 (22,2%) perawat, sedangkan perawat dengan tingkat
pendidikan menengah (D3 Keperawatan atau Akper) yang memiliki
perilaku baik yaitu sebanyak 28 (77,8%) perawat.

3. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir


Berdasarkan Masa Kerja Perawat
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa perawat dengan masa
kerja ≥ 2 tahun yang memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 29 (80,6%)
perawat, sedangkan perawat dengan masa kerja < 2 tahun yang memiliki
perilaku baik yaitu sebanyak 7 (19,4%) perawat.

4. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir


Berdasarkan Pengetahuan Perawat tentang Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa perawat dengan
tingkat pengetahuan yang baik dan memiliki perilaku baik yaitu sebanyak
4 (11,1%) perawat, sedangkan perawat dengan tingkat pengetahuan yang
kurang dan memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 32 (88,9%) perawat.

5. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir


Berdasarkan Sikap Perawat tentang Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa perawat dengan
sikap positif terhadap penerapan hand hygiene dan memiliki perilaku baik
62

yaitu sebanyak 19 (52,8%) perawat, sedangkan perawat dengan sikap


negatif terhadap penerapan hand hygiene dan memiliki perilaku baik yaitu
sebanyak 17 (47,2%) perawat.

6. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir


Berdasarkan Persepsi Perawat tentang Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa perawat yang
memiliki persepsi positif terhadap penerapan hand hygiene dan memiliki
perilaku baik yaitu sebanyak 16 (44,4%) perawat, sedangkan perawat yang
memiliki persepsi negatif terhadap penerapan hand hygiene dan memiliki
perilaku baik yaitu sebanyak 20 (55,6%) perawat.

7. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir


Berdasarkan Fasilitas terkait Penerapan Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa perawat yang
menyatakan ketersediaan fasilitas pendukung penerapan hand hygiene
tersedia dan memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 15 (41,7%) perawat,
sedangkan perawat yang menyatakan ketersediaan fasilitas pendukung
penerapan hand hygiene tidak tersedia dan memiliki perilaku baik yaitu
sebanyak 21 (58,3%) perawat.

8. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir


Berdasarkan Pelatihan terkait Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa sebanyak 35 (97,2%)
perawat yang telah mendapatkan pelatihan terkait hand hygiene di tempat
kerjanya memiliki perilaku baik, sedangkan 1 (2,8%) perawat yang belum
pernah mendapatkan pelatihan terkait hand hygiene di tempat kerjanya
memiliki perilaku baik.

9. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Sabun dan Air Mengalir


Berdasarkan Pengawasan terkait Penerapan Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa sebanyak 2 (5,6%)
perawat yang menyatakan adanya pengawasan terkait penerapan hand
hygiene di tempat kerjanya memiliki perilaku yang baik, sedangkan
63

sebanyak 34 (94,4%) perawat yang menyatakan tidak adanya pengawasan


terkait penerapan hand hygiene di tempat kerjanya memiliki perilaku yang
baik.

5.5 Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan Faktor


Determinannya pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit
Y Jakarta Tahun 2017

Perilaku hand hygiene dengan handrub merupakan kegiatan/tindakan


perawat terkait penerapan hand hygiene dengan menggunakan handrub
antiseptik sesuai pada prosedur yang ada di tempat kerjanya. Faktor
determinan pada perilaku penerapan hand hygiene ini yaitu usia, tingkat
pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap, persepsi, fasilitas, pelatihan, dan
pengawasan terkait penerapan hand hygiene. Hasil distribusi perilaku hand
hygiene dengan handrub berdasarkan faktor determinannya tersebut dapat
dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan Faktor
Determinannya pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta
Tahun 2017
Perilaku Hand Hygiene dengan
Handrub
No. Variabel Kategori
Baik Kurang
N % N %
Dewasa Madya 13 32,5 16 29,6
1. Usia
Dewasa Awal 27 67,5 38 70,4
Tingkat Tinggi 8 20 4 7,4
2.
Pendidikan Menengah 32 80 50 92,6
≥ 2 Tahun 35 87,5 44 81,5
3. Masa Kerja
< 2 Tahun 5 12,5 10 18,5
Baik 9 22,5 11 20,4
4. Pengetahuan
Kurang 31 77,5 43 79,6
5. Sikap Positif 20 50 27 50
64

Perilaku Hand Hygiene dengan


Handrub
No. Variabel Kategori
Baik Kurang
N % N %
Negatif 20 50 27 50
Positif 17 42,7 28 51,9
6. Persepsi
Negatif 23 57,5 26 48,1
Tersedia 15 37,5 22 40,7
7. Fasilitas
Tidak Tersedia 25 62,5 32 59,3
Ya 39 97,5 54 100
8. Pelatihan
Tidak 1 2,5 0 0
Ya 4 10 2 3,7
9. Pengawasan
Tidak 36 90 52 96,3

1. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan


Usia Perawat
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa perawat dengan usia
dewasa madya (≥ 40 tahun) yang memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 13
(32,5%) perawat, sedangkan perawat dengan usia dewasa awal (18-40
tahun) yang memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 27 (67,5%) perawat.

2. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan


Tingkat Pendidikan Perawat
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa perawat dengan
tingkat pendidikan tinggi (S1 Keperawatan) yang memiliki perilaku baik
yaitu sebanyak 8 (20%) perawat, sedangkan perawat dengan tingkat
pendidikan menengah (D3 Keperawatan atau Akper) yang memiliki
perilaku baik yaitu sebanyak 32 (80%) perawat.
65

3. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan


Masa Kerja Perawat
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa perawat dengan masa
kerja ≥ 2 tahun yang memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 35 (87,5%)
perawat, sedangkan perawat dengan masa kerja < 2 tahun yang memiliki
perilaku baik yaitu sebanyak 5 (12,5%) perawat.

4. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan


Pengetahuan Perawat tentang Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa perawat dengan
tingkat pengetahuan yang baik dan memiliki perilaku baik yaitu sebanyak
9 (22,5%) perawat, sedangkan perawat dengan tingkat pengetahuan yang
kurang dan memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 31 (77,5%) perawat.

5. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan


Sikap Perawat tentang Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa perawat dengan
sikap positif terhadap penerapan hand hygiene dan memiliki perilaku baik
yaitu sebanyak 20 (50%) perawat, begitu pula pada perawat dengan sikap
negatif terhadap penerapan hand hygiene dan memiliki perilaku baik yaitu
sebanyak 20 (50%) perawat.

6. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan


Persepsi Perawat tentang Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa perawat yang
memiliki persepsi positif terhadap penerapan hand hygiene dan memiliki
perilaku baik yaitu sebanyak 17 (42,7%) perawat, sedangkan perawat yang
memiliki persepsi negatif terhadap penerapan hand hygiene dan memiliki
perilaku baik yaitu sebanyak 23 (57,5%) perawat.

7. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan


Fasilitas terkait Penerapan Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa perawat yang
menyatakan ketersediaan fasilitas pendukung penerapan hand hygiene
66

tersedia dan memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 15 (37,5%) perawat,


sedangkan perawat yang menyatakan ketersediaan fasilitas pendukung
penerapan hand hygiene tidak tersedia dan memiliki perilaku baik yaitu
sebanyak 25 (62,5%) perawat.

8. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan


Pelatihan terkait Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa sebanyak 39 (97,5%)
perawat yang telah mendapatkan pelatihan terkait hand hygiene di tempat
kerjanya memiliki perilaku baik, sedangkan 1 (2,5%) perawat yang belum
pernah mendapatkan pelatihan terkait hand hygiene di tempat kerjanya
memiliki perilaku baik.

9. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dengan Handrub Berdasarkan


Pengawasan terkait Penerapan Hand Hygiene
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa sebanyak 4 (10%)
perawat yang menyatakan adanya pengawasan terkait penerapan hand
hygiene di tempat kerjanya memiliki perilaku yang baik, sedangkan
sebanyak 36 (90%) perawat yang menyatakan tidak adanya pengawasan
terkait penerapan hand hygiene di tempat kerjanya memiliki perilaku yang
baik.
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat


mempengaruhi hasil penelitian. Adapun keterbatasan penelitian ini, yaitu:
1. Distribusi kuesioner di beberapa unit pelayanan rawat inap tidak
dilakukan secara langsung oleh peneliti kepada responden sehingga
kurang maksimal dalam proses penyampaian tujuan penelitian dan
dikhawatirkan terdapat bias informasi pada saat pengisian
kuesioner.
2. Pelaksanaan observasi di sebagian besar unit pelayanan rawat inap
dilakukan hanya saat perawat berada di nurse station, yaitu
sebelum dan setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak
dengan lingkungan sekitar pasien, sehingga observasi tidak dapat
dilakukan saat sebelum perawat melakukan tindakan asepsis dan
setelah terkena cairan tubuh pasien.

6.2 Perilaku Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X
Rumah Sakit Y Jakarta

Kejadian infeksi rumah sakit merupakan salah satu indikator mutu dari
suatu fasilitas pelayanan kesehatan. Tingginya angka kejadian infeksi rumah
sakit dapat menurunkan citra dan mutu pelayanan rumah sakit, sehingga
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit sangatlah penting untuk
dilakukan guna meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit
maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit dapat dilakukan
dengan menerapkan kewaspadaan standar yang tidak terlepas dari peran
masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu pimpinan, staf
administrasi, pemberi pelayanan kesehatan, maupun pengguna jasa termasuk
pasien dan pengunjung. Pemberi pelayanan kesehatan, khususnya perawat,
tentu memiliki peran yang penting terhadap pencegahan dan pengendalian

67
68

infeksi karena perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang
berhubungan langsung dengan pasien dan bahan infeksius di ruang rawat
(Darmadi, 2008).
Perilaku perawat dalam menerapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi rumah sakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti yang
disebutkan dalam teori Green (1980) bahwa faktor-faktor pembentuk perilaku
antara lain faktor predisposisi (karakteristik individu, pengetahuan, sikap,
persepsi, keyakinan, nilai-nilai, tradisi), faktor pemungkin (fasilitas,
pelatihan), dan faktor penguat (peraturan perundang-undangan, pengawasan).
Hand hygiene merupakan salah satu hal penting dalam mencegah dan
mengendalikan penyebaran infeksi rumah sakit dengan cara menghilangkan
semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme
pada kulit yang diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan
(Kemenkes RI, 2011). Hand hygiene atau kebersihan tangan dilakukan baik
sebelum maupun sesudah perawat melakukan tindakan perawatan sehingga
kemungkinan terjadinya perpindahan mikroorganisme melalui tangan dapat
diantisipasi.
Kepatuhan perawat dalam menerapkan hand hygiene besar peranannya
dalam menekan kejadian infeksi rumah sakit. Angka kepatuhan perawat yang
didapatkan dari komite PPIRS dalam menerapkan hand hygiene di Gedung X
Rumah Sakit Y Jakarta masih berada di bawah target yang telah ditetapkan (≥
85%), yaitu sebesar 83,4% sehingga berpengaruh pula pada masih tingginya
angka kejadian infeksi rumah sakit di Rumah Sakit Y Jakarta. Rendahnya
kepatuhan perawat dalam penerapan hand hygiene dapat menggambarkan
bagaimana perilaku perawat dalam menerapkan hand hygiene di lingkungan
kerjanya.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa masih banyak perawat
yang memiliki perilaku kurang dalam penerapan hand hygiene yaitu sebanyak
52 perawat (55,3%). Sementara itu, berdasarkan jenisnya, perilaku hand
hygiene dibagi menjadi dua, yaitu hand hygiene dengan sabun dan air
mengalir, dan hand hygiene dengan menggunakan handrub. Perilaku perawat
yang kurang masih ditunjukkan dalam penerapan dari kedua jenis hand
69

hygiene tersebut, di mana untuk perilaku hand hygiene dengan sabun dan air
mengalir persentase kategori kurang yang didapatkan sebesar 61,7% (58
perawat), sedangkan perilaku hand hygiene dengan handrub yaitu sebesar
57,4% (54 perawat). Hasil penelitian ini dapat menunjukkan bahwa masih
banyak perawat yang memiliki perilaku kurang dalam penerapan hand
hygiene, bahkan hasilnya masih jauh berada di bawah angka kepatuhan yang
dilaporkan oleh komite PPIRS, sehingga hal ini dapat menjadi faktor
penyebab masih tingginya angka kejadian infeksi rumah sakit di Rumah Sakit
Y Jakarta.
Rendahnya perilaku hand hygiene menurut Maryanti (2014) dapat
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang pentingnya kebersihan
tangan di kalangan petugas kesehatan, khususnya perawat, kurangnya
kewaspadaan terhadap risiko yang dapat terjadi selama proses perawatan
pasien, salahnya pemahaman petugas kesehatan mengenai hal-hal seperti
penggunaan sarung tangan yang dapat menggantikan tindakan cuci tangan,
tidak tersedianya fasilitas penunjang pelaksanaan hand hygiene, serta
kurangnya peran pihak tertentu seperti rekan sejawat dan atasan terhadap
pelaksanaan hand hygiene.
Ambasari (2013) menyatakan bahwa hand hygiene merupakan pilar dari
pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga bila tidak dilakukan
menyebabkan terjadinya perpindahan mikroorganisme dari manusia ke
manusia atau ke benda. Dari hasil wawancaranya dengan ketua komite
pencegahan dan pengendalian infeksi RSUD Al Ihsan pada awal tahun 2013
didapatkan informasi bahwa sebenarnya tidak mudah bagi perawat di ruangan
menerapkan kewaspadaan standar, alasannya adalah kurangnya kesadaran diri
petugas kesehatan dalam melakukan cuci tangan, terutama lima momen dan
sarana handrub dan hand wash yang tidak merata, di mana idealnya adalah
satu kamar pasien ada satu handrub/hand wash.
Dalam penelitian Khoidrudin (2009) juga didapatkan mayoritas perawat
(60%) belum melakukan tindakan pencegahan dengan baik. Hal ini
menunjukan bahwa perawat belum mampu melakukan hal yang berkaitan
dengan keselamatan dan keamanan kerja di rumah sakit, padahal salah satu
70

upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan adalah dengan


memprioritaskan pengendalian infeksi.
Perilaku individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat
adanya rangsangan (stimulus) baik dari dalam dirinya sendiri (internal)
maupun dari luar individu (eksternal). Salah satu rangsangan pembentuk
perilaku dari internal adalah pemahaman manfaat tindakan hand hygiene itu
sendiri, di mana pemahaman manfaat ini dapat menimbulkan penguatan yang
positif ataupun negatif dalam melakukan praktik hand hygiene di area
pelayanan kesehatan. Selain itu, perasaan terampil dan mampu melakukan
hand hygiene juga turut mendorong perawat untuk melakukan praktik hand
hygiene lebih sering (Setiawati, 2009).
Pada hasil penelitian ini, diketahui bahwa perawat paling banyak
memiliki perilaku kurang pada jenis hand hygiene dengan sabun dan air
mengalir dibandingkan jenis hand hygiene dengan handrub. Hal ini
disebabkan karena letak fasilitas wastafel yang terbatas, yaitu hanya ada pada
nurse station dan dekat toilet pasien sehingga lebih banyak perawat yang
memilih melakukan hand hygiene dengan handrub karena fasilitas handrub
yang disediakan lebih terjangkau.
Pada beberapa praktik hand hygiene juga masih ditemukan beberapa
perawat yang melakukan cuci tangan belum memenuhi standar waktu yang
direkomendasikan. Walaupun waktu yang digunakan masih kurang, namun
perawat meyakini bahwa mereka sudah mencuci tangan dengan hati-hati.
Kondisi ini dapat ditemukan pada area yang tingkat ketergantungan pasiennya
tinggi sehingga dalam bekerja perawat memiliki kesibukan yang tinggi pula.
Walau demikian, pada prinsipnya jika mencuci tangan dengan cepat tidak
akan mempunyai dampak yang signifikan dalam membersihkan flora
sementara, sehingga perilaku tersebut pada akhirnya tetap saja akan
menyebabkan terjadinya infeksi rumah sakit terus meningkat (Setiawati,
2009). Perilaku ketaatan terhadap hand hygiene dari perawat ini diharapkan
dapat membuat perubahan pada diri perawat itu sendiri agar senantiasa
mempertahankan dan meningkatkan perilaku hand hygiene sebagaimana
71

mestinya, sehingga hasil akhirnya dapat menurunkan angka kejadian infeksi


di rumah sakit.
Berdasarkan masih rendahnya perilaku perawat, baik pada hand
hygiene dengan sabun dan air mengalir maupun dengan handrub, maka perlu
adanya penanganan terkait hal tersebut. Perilaku timbul karena adanya suatu
rangsangan internal dan eksternal. Rangsangan internal maupun eksternal
dipengaruhi oleh pemahaman manfaat serta perasaan terampil dan mampu
dalam melakukan tindakan hand hygiene. Untuk memberikan pemahaman
manfaat yang positif terhadap perilaku hand hygiene dan meningkatkan
keterampilan serta kemampuan perawat dalam menerapkan hand hygiene
perlu adanya kontribusi dari pihak manajemen serta rekan sesama perawat di
lingkungan perawat itu sendiri.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman manfaat
yang positif, keterampilan serta kemampuan perawat dalam menerapkan hand
hygiene adalah melalui diskusi kelompok maupun penyebaran informasi antar
rekan sejawat terkait hand hygiene melalui media promosi kesehatan seperti
leaflet dan poster. Diskusi kelompok merupakan salah satu bentuk promosi
kesehatan yang memiliki tujuan untuk memperluas pandangan seseorang
terhadap suatu topik, di mana tiap-tiap orang memiliki kesempatan untuk
saling mengemukakan pendapat secara demokratis (Maulana, 2009).
Diskusi kelompok, khususnya terkait hand hygiene, dapat dilakukan
dengan menambah agenda pada rapat rutin yang dilakukan di masing-masing
nurse station, penambahan agenda diskusi pada kegiatan rutin yang sudah
dilakukan di rumah sakit akan lebih efektif dibandingkan jika kembali
membuat program diskusi kelompok khusus terkait hand hygiene mengingat
jam kerja dan kesibukan masing-masing perawat setiap harinya.
Selain diskusi kelompok, media lain yang dapat digunakan untuk
menyebar informasi yaitu menggunakan leaflet/brosur dan poster. Leaflet dan
poster merupakan media yang berisi pesan-pesan atau informasi kesehatan
melalui tulisan, gambar, maupun kombinasi keduanya (Maulana, 2009).
Teknik ini sering digunakan untuk mencapai sasaran sebanyak mungkin
dalam waktu yang singkat dan mampu mengubah persepsi, sikap, dan
72

perilaku seseorang dalam waktu yang panjang (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Penggunaan media informasi ini bermanfaat untuk mengatasi berbagai
hambatan dalam pemahaman perawat mengenai hand hygiene, selain itu
penggunaannya pun dapat meningkatkan minat perawat sehingga perawat
terangsang untuk meneruskan pesan yang diperolehnya tersebut kepada
perawat lain. Dalam pelaksanaannya diperlukan koordinasi manajemen,
terutama pihak PPIRS dengan kepala perawat yang bertanggung jawab di
tiap-tiap nurse station untuk mengadakan diskusi-diskusi ringan serta
meningkatkan penyebaran informasi terkait penerapan hand hygiene sesuai
dengan standar melalui media leaflet/brosur maupun poster yang khusus
diperuntukkan kepada perawat di nurse station tersebut, mengingat selama ini
di gedung X Rumah Sakit Y penyebaran poster kesehatan hanya difokuskan
kepada pasien dan pengunjung rumah sakit saja.
Pengawasan terhadap kepatuhan perilaku hand hygiene juga penting
untuk dilakukan guna menyadarkan perawat bahwa mereka memiliki
tanggung jawab kepada tiap-tiap pasien yang ada di rumah sakit. Pengawasan
ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan budaya kepatuhan mencuci
tangan, sehingga observasi kepada perawat mengenai kepatuhan dalam hand
hygiene secara rutin dan menyeluruh dapat dijadikan bagian dari program
pencegahan infeksi di rumah sakit. WHO telah menetapkan lima momen yang
harus perawat lakukan dalam menerapkan hand hygiene, yaitu sebelum
kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah berisiko terkena
cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan
lingkungan sekitar pasien. Penerapan kelima momen tersebut dapat dijadikan
standar dalam menetapkan angka kepatuhan hand hygiene perawat (Elizabeth,
2017).
Talbot (2015) menyatakan bahwa angka kepatuhan hand hygiene yang
didapatkan dari hasil observasi dapat dijadikan acuan untuk menentukan area
mana yang perlu untuk ditingkatkan pengawasannya sehingga dapat
mencapai target angka kepatuhan yang telah ditetapkan oleh pihak rumah
sakit. Angka kepatuhan hand hygiene perawat dapat meningkat jika dalam
lingkungan kerja tersebut memiliki peran pemimpin yang kuat, tim perawat
73

yang dapat bekerja sama dengan baik, serta komunikasi yang baik antara
pengawas dan perawat pelaksana (Talbot, 2015). Pengawasan terhadap
kepatuhan hand hygiene perawat penting sebagai evaluasi program
pencegahan infeksi di rumah sakit, di mana WHO sendiri telah
merekomendasikan metode observasi secara langsung dengan menggunakan
lima momen hand hygiene (Elizabeth., dkk, 2017).
Hasil observasi pada penelitian ini masih memiliki keterbatasan
mengingat proses pelaksanaannya yang tidak dilakukan hingga pada ruang
rawat pasien, sehingga hasil yang didapatkan belum cukup menggambarkan
perilaku perawat terhadap penerapan hand hygiene langsung pada saat akan
bersentuhan atau melakukan tindakan kepada pasien. Oleh karena itu,
diharapkan pada peneliti selanjutnya kegiatan observasi dapat dilakukan
sesuai dengan lima momen hand hygiene, terutama saat perawat akan
bersentuhan atau memberikan tindakan keperawatan langsung kepada pasien.

6.2.1 Perilaku Hand Hygiene Berdasarkan Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap daya


tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Semakin meningkatnya usia seseorang
diharapkan juga psikologis dan kedewasaannya ikut meningkat sehingga
mampu menunjukkan kematangan dalam berfikir dan bertindak, serta
pengambilan keputusan yang semakin bijak (Septiani, 2016).
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner,
didapatkan bahwa perawat dengan usia dewasa awal lebih banyak dari usia
dewasa madya, yaitu sebesar 69,1% (65 perawat). Pada jenis hand hygiene
dengan sabun dan air mengalir, perilaku kurang lebih banyak dimiliki oleh
perawat dengan usia dewasa awal yaitu sebesar 75,9% (44 perawat), begitu
pula pada jenis hand hygiene dengan handrub, perilaku kurang diperoleh dari
perawat pada usia dewasa awal yaitu sebesar 70,4% (38 perawat). Hal ini
menunjukkan bahwa perawat pada usia dewasa awal cenderung memiliki
perilaku yang kurang dalam melaksanakan hand hygiene.
74

Hasil penelitian ini didukung dengan pernyataan yang dikemukakan


oleh Pancaningrum (2011), yaitu di mana kematangan individu dengan
pertambahan usia berhubungan erat dengan kemampuan analisis terhadap
permasalahan atau fenomena yang ditemukan. Sehingga hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi usia, semakin mampu menunjukkan
kematangan jiwa dan semakin dapat berpikir rasional, semakin bijaksana,
serta mampu mengendalikan emosi dan semakin terbuka terhadap pandangan
orang lain. Usia juga menentukan kemampuan seseorang untuk bekerja,
termasuk bagaimana orang tersebut merespon stimulus (Handayani, 2014).
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Setiawati (2009) dan Damanik (2012) yang menunjukkan bahwa petugas
kesehatan dengan rentang usia dewasa awal (18-40 tahun) lebih banyak tidak
taat dalam melakukan hand hygiene, sehingga diperoleh bahwa petugas
kesehatan pada rentang usia dewasa madya (>40-60 tahun) mempunyai
peluang 0,94 kali untuk taat melakukan hand hygiene dibandingkan dengan
petugas kesehatan pada rentang usia dewasa awal.
Pada penelitian ini, dari 65 perawat dengan usia dewasa awal
ditemukan sebanyak 44 perawat yang memiliki perilaku kurang pada hand
hygiene jenis sabun dan air mengalir, serta sebanyak 38 perawat pada hand
hygiene jenis handrub. Namun, ditemukan pula perawat dengan usia dewasa
awal yang memiliki perilaku baik terhadap penerapan hand hygiene. Hal ini
dipengaruhi karena perawat dengan usia dewasa awal tersebut memiliki masa
kerja yang lebih lama ( ≥ 2 tahun) dan memiliki persepsi yang positif
terhadap penerapan hand hygiene, terutama pada jenis hand hygiene dengan
sabun dan air mengalir.
Kecenderungan perawat usia dewasa awal memiliki perilaku kurang
dipengaruhi oleh masih rendahnya kesadaran dan kematangan dalam berfikir
dan bertindaknya seorang perawat terhadap penerapan hand hygiene. Robin
(1996 dalam Pancaningrum, 2011) juga menjelaskan bahwa usia yang lebih
muda dianggap memiliki sedikit pengalaman dan keterampilan sehingga tidak
terampil dalam melakukan tindakan pencegahan infeksi rumah sakit.
75

Oleh karena itu, perlu adanya penanganan terhadap perawat usia


dewasa awal yang memiliki perilaku kurang agar dapat meningkatkan
pengetahuan serta keterampilannya dalam menerapkan hand hygiene, begitu
pula dengan perawat usia dewasa madya yang masih ditemukan memiliki
perilaku kurang dalam penerapan hand hygiene. Program pelatihan dan
pendidikan, termasuk seminar edukasi dan diskusi mengenai hand hygiene,
dapat dilakukan guna meningkatkan pengetahuan serta keterampilan
(Pancaningrum, 2011), sehingga baik itu pada perawat usia dewasa awal
maupun dewasa madya dapat menerapkan hand hygiene sesuai dengan
standar dan terus-menerus dilakukan selama perawat berada di lingkungan
pasien, terutama saat akan melakukan tindakan keperawatan kepada pasien.

6.2.2 Perilaku Hand Hygiene Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan pengetahuan,


di mana diharapkan seseorang dengan pendidikan yang tinggi maka orang
tersebut akan semakin luas pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003). Maka dari
itu, seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki kecenderungan
untuk melakukan pekerjaannya secara efektif sesuai dengan keterampilan dan
pengetahuan yang diperolehnya dari masa pendidikan.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa perawat dengan tingkat
pendidikan menengah lebih banyak dari perawat dengan tingkat pendidikan
tinggi, yaitu sebesar 87,2% (82 perawat). Pada jenis hand hygiene dengan
sabun dan air mengalir, perilaku kurang diperoleh dari perawat dengan
tingkat pendidikan menengah yaitu sebesar 93,1% (54 perawat). Sedangkan
pada jenis hand hygiene dengan handrub, perilaku kurang juga diperoleh dari
perawat dengan tingkat pendidikan menengah yaitu sebesar 92,6% (50
perawat). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah dapat
mempengaruhi rendahnya perilaku seseorang, dalam hal ini perilaku terkait
hand hygiene.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan yang
dimiliki juga akan semakin banyak serta tidak akan menghambat
perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenalnya
76

(Nursalam, 2008). Pendidikan juga mempengaruhi seseorang dalam


mengambil keputusan sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin mengerti dan memahami pula tentang suatu ilmu serta akan
berpengaruh pada perilakunya (Setiyawati, 2008). Handojo (2015) juga
menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dan
penerimaan seseorang terhadap suatu informasi.
Pada penelitian ini, perawat dengan perilaku kurang cenderung
memiliki tingkat pendidikan menengah, baik itu pada hand hygiene jenis
sabun dan air mengalir maupun jenis handrub. Namun, ditemukan pula
perawat dengan tingkat pendidikan menengah yang memiliki perilaku hand
hygiene yang baik, hal ini dikarenakan perawat tersebut memiliki masa kerja
yang lebih lama dan memiliki sikap yang positif terhadap penerapan hand
hygiene.
Oleh karena masih banyaknya perawat dengan tingkat pendidikan
menengah yang memiliki perilaku penerapan hand hygiene yang kurang,
maka perlu adanya peningkatan pemahaman perawat terutama mengenai
hand hygiene melalui kegiatan seminar maupun diskusi antar rekan sejawat.
Seperti yang diungkapkan oleh Widiyatun (1999) bahwa pengetahuan dapat
diperoleh melalui pendidikan formal ataupun informal, di mana salah satunya
adalah melalui seminar edukasi dan diskusi terkait hand hygiene secara rutin.

6.2.3 Perilaku Hand Hygiene Berdasarkan Masa Kerja

Lama kerja seseorang diketahui dapat mempengaruhi perilakunya.


Perawat yang sudah bekerja lebih dari satu tahun cenderung memiliki
perilaku yang baik dibandingkan dengan perawat dengan lama kerja kurang
dari satu tahun (Damanik, 2012). Menurut Saragih dan Rampea (2011) dalam
Ningsih (2013), masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang
betah dalam sebuah organisasi yang disebabkan karena telah beradaptasi
dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman dalam
bekerja.
Pancaningrum (2011) juga menjelaskan bahwa semakin sering individu
melakukan suatu pekerjaan yang sama maka akan semakin terampil pula ia
77

dalam melakukan pekerjaannya. Masa kerja dapat membuat seseorang


memahami tugas-tugas suatu pekerjaan sehingga dapat melaksanakan
pekerjaannya dengan baik, di mana semakin lama ia bekerja maka semakin
banyak pengalamannya dan akan lebih terampil dalam mengerjakan
pekerjaannya (Handoko, 2009).
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa perawat dengan masa kerja ≥ 2
tahun lebih banyak dari perawat dengan masa kerja < 2 tahun, yaitu sebesar
84% (79 perawat). Pada jenis hand hygiene dengan sabun dan air mengalir,
perilaku kurang lebih banyak diperoleh dari perawat dengan masa kerja ≥ 2
tahun yaitu sebesar 86,2% (50 perawat). Sedangkan pada jenis hand hygiene
dengan handrub, perilaku kurang juga diperoleh dari perawat dengan masa
kerja ≥ 2 tahun yaitu sebesar 81,5% (44 perawat). Hal ini menunjukkan
bahwa perawat dengan masa kerja ≥ 2 tahun cenderung berperilaku kurang
dalam penerapan hand hygiene.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa
semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin berpengalaman sehingga
tingkat prestasi dan kecakapannya akan semakin tinggi, dan prestasi yang
tinggi tersebut didapat dari perilaku yang baik. Sebagian besar perawat yang
memiliki masa kerja ≥ 2 tahun tersebut cenderung memiliki sikap negatif dan
pengetahuan yang kurang terhadap penerapan hand hygiene. Keterkaitan
antar faktor pembentuk perilaku individu menyebabkan meskipun masa kerja
perawat tersebut lebih lama, tidak menutup kemungkinan ia akan berperilaku
kurang baik, terutama jika pengetahuannya kurang dan sikapnya terhadap
penerapan hand hygiene negatif.
Maka dari itu, baik untuk perawat dengan masa kerja ≥ 2 tahun maupun
perawat dengan masa kerja < 2 tahun perlu untuk melakukan diskusi-diskusi
ringan secara rutin dan berkala terkait hand hygiene sehingga informasi yang
diterima, baik itu yang berasal dari pengetahuan secara umum perawat
maupun dari pelatihan yang telah diikuti, mampu diserap dan dipahami
kembali dengan baik oleh perawat.
78

6.2.4 Perilaku Hand Hygiene Berdasarkan Pengetahuan

Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan


pembentuk tindakan seseorang, sementara Setiawati (2009) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pencegahan infeksi rumah sakit.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa perawat dengan tingkat
pengetahuan kurang lebih banyak dari perawat dengan tingkat pengetahuan
baik, yaitu sebesar 78,7% (74 perawat). Pada jenis hand hygiene dengan
sabun dan air mengalir, perilaku kurang baik lebih banyak diperoleh dari
perawat dengan tingkat pengetahuan kurang yaitu sebesar 72,4% (42
perawat). Sedangkan pada jenis hand hygiene dengan handrub, perilaku
kurang juga diperoleh dari perawat dengan tingkat pengetahuan yang kurang
yaitu sebesar 79,6% (43 perawat). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
perawat yang berpengetahuan kurang terutama mengenai hand hygiene
memiliki perilaku yang kurang pula terhadap penerapan hand hygiene.
Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (2009)
dan Yuniari (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara pengetahuan dengan ketaatan petugas kesehatan melakukan upaya
pencegahan infeksi nosokomial melalui hand hygiene.
Berbeda dengan penelitian Khoidrudin (2009) yang menemukan bahwa
sebagian besar responden mempunyai pengetahuan cukup baik (42,5%).
Perawat mampu mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari
berkaitan dengan tindakan pencegahan universal. Selain itu, perawat juga
mampu menjelaskan secara benar tentang tindakan pencegahan universal
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
Perawat juga mampu melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi tentang tindakan pencegahan universal.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
79

terbentuknya tindakan seseorang, dari pengalaman dan penelitian terbukti


bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
Pendapat lain yang memperkuat hasil penelitian ini yang menyatakan
bahwa perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan sebagai faktor predisposisi,
jika pengetahuan baik diharapkan pada akhirnya praktiknya juga baik
(Notoatmodjo, 2003). Secara teoritis perubahan perilaku seseorang dalam
mengadopsi perilaku baru umumnya mengikuti tahap-tahap proses perubahan
yang meliputi pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik
(practice).
Pengetahuan seseorang diperoleh melalui pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, kerabat
dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu
sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut (Notoatmodjo,
2003). Pengetahuan dasar perawat mengenai infeksi rumah sakit termasuk di
dalamnya mengenai hand hygiene dapat menjadi sebuah kesadaran dan
menumbuhkan komitmen untuk melakukan tindakan hand hygiene sesuai
dengan standar. Hal ini juga dinyatakan oleh WHO (2002) bahwa kurangnya
pengetahuan tentang hand hygiene merupakan salah satu hambatan untuk
melakukan hand hygiene sesuai dengan yang direkomendasikan.
Penelitian ini menyimpulkan masih kurangnya pengetahuan perawat
mengenai hand hygiene dapat menyebabkan kurangnya pula perilaku perawat
dalam melaksanakan tindakan hand hygiene. Namun demikian, ditemukan
pula perawat dengan pengetahuan yang kurang memiliki perilaku hand
hygiene yang baik. Hal ini mungkin dikarenakan masa kerja perawat tersebut
cenderung lebih lama sehingga sudah lebih sering dan sudah terbiasa untuk
melakukan hand hygiene meskipun sikap dan persepsi perawat tersebut
mayoritas negatif.
Adanya kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan perawat selain
melalui jalur pendidikan formal perlu untuk dilakukan. Salah satu cara untuk
menambah pengetahuan tersebut adalah dengan rutin mengikuti pelatihan
maupun melakukan diskusi antara perawat di mana dengan melakukan
80

komunikasi dua arah tersebut dapat secara efektif memberikan informasi dan
pesan kesehatan yang berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian infeksi
rumah sakit, khususnya hand hygiene.
Di Rumah Sakit Y sendiri, kegiatan pelatihan sudah dilakukan dari
pihak Diklat kepada sebagian besar perawat, namun diketahui bahwa perawat
hanya mengikuti pelatihan satu kali sejak perawat tersebut masuk sampai
penelitian ini dilakukan. Maka dari itu, kegiatan diskusi antar perawat terkait
hand hygiene dirasa lebih efektif terutama jika dilaksanakan secara rutin dan
berkelanjutan, baik itu untuk perawat lama maupun baru. Sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Yuniari (2012) bahwa kegiatan pelatihan serta diskusi guna
menambah pengetahuan perawat tidak dapat dilakukan dalam waktu yang
singkat, tetapi harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan, dengan
demikian pengetahuan tetap akan menjadi kontrol terhadap seseorang untuk
berperilaku baik.
Penggunaan media promosi juga dapat meningkatkan pemahaman
seseorang terhadap suatu informasi. Media informasi yang menggunakan alat-
alat visual seperti leaflet/brosur dan poster diketahui dapat mempermudah
seseorang dalam menerima informasi, yang mana pengetahuan mampu
disalurkan melalui indra penglihatan yaitu kurang lebih 75%-87% sehingga
pengertian serta pemahaman yang diperoleh dapat diterima dengan baik dan
lebih lama tersimpan dalam ingatan (Maulana, 2009).

6.2.5 Perilaku Hand Hygiene Berdasarkan Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau


objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan
adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004).
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa perawat yang memiliki sikap
negatif sama besarnya dengan perawat yang memiliki sikap positif, yaitu
sebesar 50% (47 perawat). Pada jenis hand hygiene dengan sabun dan air
mengalir, perilaku kurang baik diperoleh dari perawat yang memiliki sikap
81

negatif terhadap pelaksanaan hand hygiene yaitu sebesar 51,7% (30 perawat).
Sedangkan pada jenis hand hygiene dengan handrub, perawat yang memiliki
sikap negatif dan sikap positif memiliki jumlah yang sama memiliki perilaku
kurang baik, yaitu sebesar 50% (27 perawat). Hal ini menunjukkan bahwa
perawat yang memiliki sikap negatif terhadap perilaku penerapan hand
hygiene cenderung memiliki perilaku yang rendah dalam menerapkan hand
hygiene.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khoidrudin
(2009), di mana sebagian besar sikap responden terhadap penerapan prosedur
tindakan pencegahan universal adalah cukup baik (45%) sehingga responden
telah mampu menerima terhadap stimulus yang ada dan mampu merespon
terhadap penerapan prosedur pencegahan universal yang dimanifestasikan
dalam perilaku yang tertutup. Hasil analisis statistik dengan uji chi-square
diperoleh nilai x2 sebesar 11,635 dengan nilai p sebesar 0,003. Hal ini berarti
ada hubungan antara sikap perawat terhadap penerapan prosedur tindakan
pencegahan universal terhadap perilaku perawat dalam menjalankan prosedur
tindakan pencegahan universal di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr.Kariadi
Semarang, karena p value (0,003) lebih kecil dari 0,05. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudrajat, dkk (2015) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap dengan kepatuhan perawat dalam
melaksanakan hand hygiene sebelum tindakan keperawatan dengan p value
0,053.
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa
perilaku atau praktik seseorang timbul disebabkan oleh beberapa faktor yang
salah satunya adalah sikap yang dimiliki oleh orang tersebut. Sikap
merupakan reaksi yang tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka. Sikap merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi atau berespon
terhadap objek atau stimulus, di mana sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap juga diliputi oleh emosi yang timbul pada saat melakukan suatu
tindakan, serta lingkungan di mana tindakan tersebut dilakukan. Pengaruhnya
dapat bersifat positif atau negatif. Perilaku yang berpengaruh positif akan
82

sering diulangi, sedangkan perilaku yang berpengaruh negatif akan cenderung


untuk dikurangi atau dibatasi. Dengan demikian, diketahuinya sikap
seseorang terhadap suatu keadaan maka akan didapatkan gambaran perilaku
yang ditampilkan orang tersebut.
Perubahan sikap dipengaruhi oleh informasi yang diterima dan dimiliki
oleh individu, pandangan atau penilaian terhadap suatu objek, dan
pengalaman seseorang. Oleh karena itu, perlu adanya petugas khusus yang
menjamin terlaksananya hand hygiene sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan, baik itu dari pihak perawat sendiri, kepala perawat, maupun dari
pihak PPIRS.
Peran pengawasan oleh petugas tersebut penting untuk mempengaruhi
stimulus individu sebelum akhirnya terbentuk respon individu terhadap objek
yang diterima sehingga individu tersebut semakin mengerti dan paham akan
pentingnya penerapan hand hygiene guna mencegah dan mengendalikan
infeksi rumah sakit. Faktor tekanan dalam proses pengawasan berupa
pemberian sanksi yang tegas kepada perawat yang tidak menerapkan hand
hygiene sesuai prosedur juga perlu untuk dilakukan. Tekanan berupa sanksi
ini digunakan untuk merubah pandangan atau penilaian perawat terhadap
penerapan hand hygiene sehingga dapat meningkatkan perubahan sikap
perawat terhadap hand hygiene ke arah yang lebih baik lagi.

6.2.6 Perilaku Hand Hygiene Berdasarkan Persepsi

Persepsi adalah tanggapan atau pendapat seseorang tentang suatu objek


yang sangat menentukan perilakunya terhadap objek tersebut, di mana
persepsi seseorang terhadap rangsangan atau stimulus yang diterimanya akan
berbeda satu sama lainnya (Supratman dan Mahadian, 2016). Sunaryo (2004)
menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses diterimanya rangsang melalui
pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu
mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik
yang ada di luar maupun dalam diri individu, hingga akhirnya terbentuklah
suatu respon individu terhadap objek atau stimulus yang diterimanya.
83

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa perawat dengan persepsi negatif


lebih banyak dari perawat dengan persepsi positif, yaitu sebesar 52,1% (49
perawat). Pada jenis hand hygiene dengan sabun dan air mengalir, perilaku
kurang memiliki hasil yang sama antara perawat dengan persepsi positif
maupun negatif, yaitu sebesar 50% (29 perawat). Sementara pada jenis hand
hygiene dengan handrub, perilaku kurang lebih banyak diperoleh dari
perawat dengan persepsi yang positif yaitu sebesar 51,9% (28 perawat). Hal
ini menunjukkan bahwa persepsi positif perawat mengenai hand hygiene
tidak selalu menyebabkan perilaku perawat tersebut baik dalam menerapkan
hand hygiene.
Secara teori, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nurkhasanah dan Sujianto (2013) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara persepsi dengan kepatuhan perawat dalam
penerapan kewaspadaan universal, yang artinya persepsi yang positif
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk perawat patuh terhadap
penerapan kewaspadaan universal. Namun, perlu pula diperhatikan
keterkaitan persepsi seseorang terhadap perilaku yang juga dipengaruhi oleh
faktor individu lainnya, baik faktor internal maupun eksternal individu,
sehingga persepsi yang positif belum tentu menghasilkan perilaku yang baik.
Seperti yang didapatkan dalam penelitian ini, pada beberapa perawat
yang memiliki persepsi positif ternyata memiliki sikap yang negatif terhadap
penerapan hand hygiene sehingga perilaku yang terlihat adalah perilaku yang
kurang baik terhadap penerapan hand hygiene. Peran rekan sejawat serta
atasan di tempat kerja merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk
respon seseorang terhadap suatu stimulus. Penunjukkan role model dalam
penerapan hand hygiene sesuai dengan prosedur dapat mempengaruhi
pandangan serta keyakinan perawat lainnya terhadap hand hygiene.
Role model ini bertujuan untuk memberikan pandangan yang lebih luas
terhadap suatu perilaku baru di mana peran ini lebih menekankan pada proses
belajar dengan cara mengobservasi, mempraktikan, menirukan, dan membagi
pengalaman tersebut (Efendi dan Makhfudli, 2009). Sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap
84

pembentukan persepsi seseorang, baik itu berupa persepsi positif maupun


negatif terhadap pelaksanaan hand hygiene.

6.2.7 Perilaku Hand Hygiene Berdasarkan Fasilitas

Fasilitas yang disediakan di tempat kerja merupakan salah satu faktor


pemungkin yang mempengaruhi pembentukan perilaku seseorang (Green,
1980 dalam Notoatmodjo, 2010). Tanpa adanya sumber daya yang memadai,
seseorang tidak akan mampu menerapkan suatu perilaku dengan baik.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebanyak 57 perawat (60,6%)
menyatakan bahwa secara keseluruhan fasilitas penunjang hand hygiene tidak
tersedia. Pada jenis hand hygiene dengan sabun dan air mengalir, perilaku
kurang lebih banyak diperoleh dari perawat yang menyatakan bahwa fasilitas
tidak tersedia, yaitu sebesar 62,1% (36 perawat). Sedangkan pada jenis hand
hygiene dengan handrub, perilaku kurang juga diperoleh dari perawat yang
menyatakan bahwa fasilitas tidak tersedia, yaitu sebesar 59,3% (32 perawat).
Hal ini menujukkan bahwa sebagian besar perawat yang memiliki perilaku
kurang terhadap penerapan hand hygiene menyatakan bahwa fasilitas yang
ada di tempat kerjanya tidak tersedia. Ketidaktersediaan pada hasil ini
dimaksudkan pada sulitnya keterjangkauan fasilitas terutama wastafel untuk
tindakan cuci tangan.
Hal tersebut didapatkan berdasarkan item pada kuesioner variabel
fasilitas, di mana hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa masih banyak
perawat yang menyatakan setuju jika fasilitas cuci tangan yang ada di
ruangan sulit untuk dijangkau yaitu sebesar 58,5% (perawat). Sedangkan
untuk item lainnya, berturut-turut perawat menyatakan bahwa air mengalir,
sabun, lap kering, dan handrub selalu tersedia di ruangan dengan persentase
52,1%, 58,5%, 36,2%, dan 54,3%.
Hasil per item tersebut sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan
peneliti, yaitu didapatkan bahwa wastafel yang tersedia hanya terletak di tiap-
tiap nurse station, yang mana letaknya cukup jauh dengan ruang rawat pasien
dan hanya ada satu wastafel di dalam ruang rawat dekat dengan toilet pasien.
Sementara untuk ketersediaan fasilitas lainnya, di masing-masing nurse
85

station sudah di lengkapi tissue dan sabun cuci tangan. Persediaan tissue yang
dibutuhkan jika habis letaknya pun tidak jauh dari posisi wastafel tersebut.
Sementara untuk handrub, sudah tersedia pada masing-masing troli yang ada
di nurse station yang ditujukan untuk tiap perawat yang akan memeriksa
pasien di ruang rawatnya. Ketersediaan handrub di sisi dinding pintu masuk
ruang rawat pasien dan di tiap-tiap ujung sisi tempat tidur pasien juga selalu
tersedia dilengkapi dengan kontak yang dapat dihubungi jika handrub
tersebut telah habis.
Ketersediaan sarana dan prasarana kerja mempengaruhi kinerja pegawai
dalam melakukan tindakan hand hygiene. Ketersediaan sarana dan prasarana
mencuci tangan yang cukup dan terjangkau memiliki peranan yang sangat
penting untuk meningkatkan ketaatan pelaksanaan mencuci tangan menjadi
optimal sesuai dengan standar. Berdasarkan hasil observasi, didapatkan
bahwa perawat lebih sering melakukan tindakan hand hygiene dengan
menggunakan handrub dibandingkan dengan menggunakan air mengalir dan
sabun. Hal ini disebabkan karena letak ketersediaan handrub yang berada di
sisi tempat tidur pasien lebih terjangkau dibandingkan dengan wastafel yang
hanya disediakan di beberapa titik saja, sehingga tidak dapat dipungkiri jika
pelaksanaan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir masih rendah
dibandingkan dengan melakukan kebersihan tangan dengan handrub.
Berdasarkan hasil analisis chi-square pada penelitian yang dilakukan
oleh Ambasari (2013) menunjukkan variabel ketersediaan sarana dan
prasarana mempunyai korelasi tinggi dengan tindakan pencegahan infeksi
nosokomial plebitis, sehingga dapat diasumsikan bila sarana tidak memadai
infeksi nosokomial dapat terjadi sehingga mempengaruhi perilaku perawat
asosiasi dalam melakukan tindakan pemasangan infus dan kebersihan tangan,
hal ini sesuai dengan hipotesa awal yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara dukungan manajemen (sarana dan prasarana) dengan pencegahan
infeksi nosokomial plebitis.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bady, Kusnanto
& Handono (2007) didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara fasilitas RS dengan kinerja SDM dalam pengendalian infeksi
86

nosokomial (r = 0,184 dan p = 0,100). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh


Setiawati (2009) mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, ketersediaan fasilitas dengan ketaatan petugas
kesehatan melakukan upaya pencegahan infeksi nosokomial melalui hand
hygiene. Sarana dan prasarana kerja merupakan salah satu faktor yang
mendukung individu dalam bekerja. Tanpa sarana atau perlengkapan kerja
yang memadai pegawai tidak dapat melakukan pekerjaannya (Simanjuntak,
2005).

6.2.8 Perilaku Hand Hygiene Berdasarkan Pelatihan

Pelatihan dalam teori Green (1980) termasuk dalam faktor pemungkin


dalam terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010), di mana
pelatihan tersebut merupakan salah satu media untuk memperoleh informasi
dan keterampilan perawat, terutama terkait penerapan kewaspadaan standar.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebanyak 93 perawat (98,9%)
telah mendapatkan pelatihan terkait hand hygiene. Pada jenis hand hygiene
dengan sabun dan air mengalir, perilaku kurang diperoleh oleh perawat yang
telah mendapatkan pelatihan, yaitu sebesar 100% (58 perawat). Sedangkan
pada jenis hand hygiene dengan handrub, perilaku kurang juga diperoleh oleh
perawat yang telah mendapatkan pelatihan, yaitu sebesar 100% (54 perawat).
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang telah mendapatkan
pelatihan memiliki perilaku yang kurang terhadap penerapan hand hygiene.
Keadaan ini turut dipengaruhi oleh masih banyaknya perawat yang memiliki
pengetahuan terkait hand hygiene yang kurang, serta memiliki sikap dan
persepsi yang negatif terhadap penerapan hand hygiene meskipun ia telah
mendapatkan pelatihan.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan hasil analisis pada penelitian
yang dilakukan oleh Ambasari (2013) yang menunjukkan pelatihan
mempunyai hubungan dengan tindakan pencegahan infeksi nosokomial
plebitis, sebanyak 20 orang (60,6%) memiliki kinerja kurang dalam
pencegahan infeksi nosokomial, jadi dalam hal ini ada pengaruh bila
pelatihan pencegahan infeksi tidak dilakukan dapat mempengaruhi perilaku
87

perawat asosiasi dalam melakukan tindakan pemasangan infus dan kebersihan


tangan, hal ini sesuai dengan hipotesa awal yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara kompetensi (pelatihan) dengan pencegahan infeksi
nosokomial plebitis. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan
oleh Bady, Kusnanto & Handono (2007) yang menyatakan terdapat hubungan
yang bermakna antara pelatihan dengan kinerja SDM dalam pengendalian
infeksi nosokomial (r = 0,233 dan p = 0,045).
Pelatihan diharapkan dapat mencapai hasil yang lebih baik dari
sebelumnya terutama dalam meningkatkan perilaku yang lebih baik dari
pegawai (Ambasari, 2013). Pelatihan tidak saja diperuntukkan bagi pegawai
baru namun perlu juga diberikan pada pegawai lama untuk dapat terus
meningkatkan keterampilan serta sebagai penyegaran pengetahuan,
mengingat ilmu tentang infeksi rumah sakit berkembang dengan cepat
sehingga bila tidak sering mengikuti seminar, workshop dan pelatihan
dikhawatirkan akan ketinggalan informasi terkini mengenai teori atau
penelitian pencegahan infeksi.
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang
telah mengikuti pelatihan masih memiliki perilaku kurang terhadap penerapan
hand hygiene dapat dijadikan gambaran bahwa pelatihan yang telah
dilaksanakan belum cukup efektif dalam meningkatkan perilaku hand hygiene
sesuai dengan prosedur. Maka dari itu, diharapkan pihak rumah sakit lebih
mengutamakan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan secara rutin dan
berkelanjutan, seperti diskusi antar rekan sesama perawat maupun dengan
kepala perawat, guna tercapainya efektifitas suatu kegiatan untuk
meningkatkan perilaku hand hygiene perawat.

6.2.9 Perilaku Hand Hygiene Berdasarkan Pengawasan

Pengawasan adalah fungsi administratif untuk memastikan bahwa apa


yang dikerjakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya
(Nurdin, 2007). Sistem pengawasan ini digunakan untuk mengarahkan dan
memberi dukungan kepada pekerja sehingga mereka dapat melaksanakan
fungsinya secara efektif. Pengawasan juga berfungsi sebagai media
88

komunikasi standar kepada pekerja secara efektif, termasuk memantau kinerja


dan memberikan umpan balik serta dukungan sesuai dengan yang dibutuhkan
(Al-Assaf, 2009).
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebanyak 88 perawat (93,6%)
menyatakan tidak adanya pengawasan terhadap pelaksanaan hand hygiene di
tempat kerjanya. Pada jenis hand hygiene dengan sabun dan air mengalir,
perawat yang memiliki perilaku kurang diperoleh oleh perawat yang
menyatakan tidak ada pengawasan terhadap pelaksanaan hand hygiene, yaitu
sebesar 93,1% (54 perawat). Sedangkan pada jenis hand hygiene dengan
handrub, perawat yang memiliki perilaku kurang juga diperoleh oleh perawat
yang menyatakan tidak adanya pengawasan terhadap pelaksanaan hand
hygiene, yaitu sebesar 96,3% (52 perawat). Sehingga hal ini menunjukkan
bahwa pengawasan terhadap penerapan hand hygiene yang tidak
dilaksanakan dapat menyebabkan perilaku perawat masih kurang dalam
penerapan hand hygiene.
Namun, pada hasil ini ditemukan pula perawat yang menyatakan bahwa
tidak adanya pengawasan terhadap penerapan hand hygiene tetapi memiliki
perilaku yang baik, hal ini disebabkan karena perawat tersebut mempunyai
sikap dan persepsi yang positif terhadap penerapan hand hygiene, sehingga
meskipun tidak ada pengawasan, perawat yang bersangkutan tetap
menerapkan hand hygiene sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sudrajat (2015) yang dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pengawasan dari supervisi terhadap kepatuhan perawat dalam
pelaksanaan hand hygiene dengan p value sebesar 0,001. Berbanding terbalik
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2014), ditemukan bahwa
tidak ada hubungan antara efektivitas fungsi pengawasan kepala ruangan
dengan kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi rumah sakit
dengan p value sebesar 0,285. Hasil penelitian tersebut didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2012) dengan p value sebesar
0,329.
89

Pengawasan oleh pihak PPIRS yang tidak rutin dan tidak secara berkala
dilakukan menyeluruh kepada semua perawat mengakibatkan rendahnya
angka kepatuhan pelaksanaan hand hygiene sehingga angka kejadian infeksi
rumah sakit pun masih berada di atas standar kejadian infeksi yang telah
ditetapkan baik oleh Kemenkes RI maupun pihak Rumah Sakit Y Jakarta itu
sendiri. Beban kerja petugas PPIRS Rumah Sakit Y Jakarta juga
mempengaruhi kinerja pengawasan terhadap penerapan hand hygiene,
sehingga adanya pembagian wewenang dan tugas pengawasan yang jelas
kepada staf tertentu perlu untuk dilakukan.
Pembentukan petugas khusus pengawasan yang dapat berasal dari
masing-masing kepala perawat di ruangan maupun perawat itu sendiri dapat
dijadikan masukan guna terlaksananya pengawasan terhadap perawat
terutama di lingkungan kerja tertentu terkait penerapan hand hygiene dengan
baik, serta mampu memberikan umpan balik yang maksimal tanpa
mengganggu tugas serta tanggung jawab pekerjaan yang lainnya.
Pengawasan secara langsung dan adanya teguran serta motivasi yang
diberikan akan mempengaruhi kepatuhan perawat dalam menerapkan hand
hygiene (Saragih., dkk, 2015). Dalam meningkatkan motivasi kerja, pengawas
memiliki fungsi sebagai model (Marquis dan Huston, 2009). Sebagai model
yang dimaksud yaitu seseorang yang dapat menjadi contoh dan panutan
tentang perilakunya, sehingga dapat memacu anggota unit kerja untuk
berkontribusi secara aktif dan positif agar tujuan organisasi tercapai.
Menurut Lairing., dkk (2009), semakin baik pengawasan kepada
perawat maka semakin baik pula kinerja perawat, di mana frekuensi dan
kualitas pengawasan yang dilakukan menjadi sangat penting mengingat
pelaksanaan pengawasan merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang
dapat meningkatkan kinerja individu.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 94 perawat ruang


rawat inap gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017 dapat disimpulkan
bahwa:
1. Perawat yang memiliki perilaku kurang dalam penerapan hand
hygiene berjumlah 52 perawat (55,3%). Sedangkan berdasarkan
jenisnya, perilaku perawat yang kurang dalam penerapan hand
hygiene dengan sabun dan air mengalir yaitu sebanyak 58 perawat
(61,7%), dan perilaku perawat yang kurang dalam penerapan hand
hygiene dengan handrub yaitu sebanyak 54 perawat (57,4%).
2. Perilaku kurang dalam penerapan hand hygiene dengan sabun dan
air mengalir maupun dengan handrub dimiliki oleh perawat usia
dewasa awal yaitu masing-masing sebanyak 44 perawat (75,9%)
dan 38 perawat (70,4%).
3. Perilaku kurang dalam penerapan hand hygiene dengan sabun dan
air mengalir maupun dengan handrub dimiliki oleh perawat dengan
tingkat pendidikan menengah yaitu masing-masing sebanyak 54
perawat (93,1%) dan 50 perawat (92,6%).
4. Perilaku kurang dalam penerapan hand hygiene dengan sabun dan
air mengalir maupun dengan handrub dimiliki oleh perawat dengan
masa kerja ≥ 2 tahun yaitu masing-masing sebanyak 50 perawat
(86,2%) dan 44 perawat (81,5%).
5. Perilaku kurang dalam penerapan hand hygiene dengan sabun dan
air mengalir maupun dengan handrub dimiliki oleh perawat dengan
tingkat pengetahuan kurang yaitu masing-masing sebanyak 42
perawat (72,4%) dan 43 perawat (79,6%).

90
91

6. Perilaku kurang dalam penerapan hand hygiene dengan sabun dan


air mengalir dimiliki oleh perawat dengan sikap yang negatif yaitu
sebanyak 30 perawat (51,7%), sedangkan perilaku kurang dalam
penerapan hand hygiene dengan handrub diperoleh hasil yang sama
oleh perawat dengan sikap yang positif dan negatif yaitu sebanyak
27 perawat (50%).
7. Perilaku baik dalam penerapan hand hygiene dengan sabun dan air
mengalir maupun dengan handrub dimiliki oleh perawat dengan
persepsi yang negatif yaitu masing-masing sebanyak 20 perawat
(55,6%) dan 23 perawat (57,5%).
8. Perilaku kurang dalam penerapan hand hygiene dengan sabun dan
air mengalir dimiliki oleh perawat yang menyatakan bahwa fasilitas
penerapan hand hygiene tidak tersedia yaitu sebanyak 36 perawat
(62,1%), sedangkan dalam penerapan hand hygiene dengan
handrub perilaku baik dimiliki oleh perawat yang menyatakan
bahwa fasilitas di tempat kerjanya tidak tersedia yaitu sebanyak 25
perawat (62,5%).
9. Sebanyak 58 perawat (100%) yang telah mengikuti pelatihan
memiliki perilaku kurang dalam penerapan hand hygiene dengan
sabun dan air mengalir, begitu pula sebanyak 54 perawat (100%)
yang telah mengikuti pelatihan juga memiliki perilaku kurang
dalam penerapan hand hygiene dengan handrub.
10. Perilaku baik dalam penerapan hand hygiene dengan sabun dan air
mengalir dimiliki oleh perawat yang menyatakan bahwa tidak
adanya pengawasan dalam penerapan hand hygiene yaitu sebanyak
34 perawat (94,4%), sedangkan dalam penerapan hand hygiene
dengan handrub perilaku kurang dimiliki oleh perawat yang
menyatakan bahwa tidak adanya pengawasan dalam penerapan
hand hygiene yaitu sebanyak 52 perawat (96,3%).
92

7.2 Saran

Berdasarkan simpulan dari penelitian ini, maka peneliti mengajukan


saran untuk dipertimbangkan yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
a. Menambahkan agenda diskusi kelompok terkait hand hygiene
pada kegiatan rapat secara rutin dan berkala.
b. Membentuk petugas khusus, baik dari kepala perawat maupun
perawat lain di ruangan, untuk mengawasi pelaksanaan
penerapan hand hygiene secara langsung agar sesuai dengan
prosedur, serta memberi sanksi yang tegas terhadap
pelaksanaan penerapan hand hygiene secara rutin.
c. Menunjuk role model untuk penerapan hand hygiene sesuai
dengan prosedur pada masing-masing nurse station yang
berasal dari perawat ruangan.
d. Menyebarkan leaflet/brosur atau poster terkait hand hygiene.
2. Bagi Perawat
Menerapkan hand hygiene sesuai dengan prosedur sebagai
langkah pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit, serta
memberi contoh yang baik bagi rekan sejawatnya terkait penerapan
hand hygiene di tempat kerja.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Distribusi kuesioner penelitian dilakukan secara langsung
oleh peneliti sehingga maksimal dalam proses penyampaian
tujuan penelitian serta mengurangi bias informasi pada saat
pengisian kuesioner.
b. Melakukan observasi terhadap penerapan hand hygiene
berdasarkan lima momen hand hygiene, terutama saat
sebelum perawat melakukan tindakan asepsis dan setelah
terkena cairan tubuh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, K., Sidin, A. I., & Andi Pasinringi, S. (2014). Hubungan Pengetahuan,
Motivasi, dan Supervisi dengan Kinerja Pencegahan Infeksi Nosokomial
di RSUD Haji Makassar.
Akpochafor, M. O., Eze, C. U., Adeneye, S. O., & Ajekigbe, A. T. (2015).
Assessment Of Ultrasound Equipment As A Possible Source Of
Nosocomial Infection In Lagos State Hospitals And Radio-Diagnostic
Centres. Radiography, 21(2), 154-159. Doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.radi.2014.09.008.
Al-Assaf, A. F. (2009). Mutu Pelayanan Kesehatan: Perspektif Internasional.
Jakarta: EGC.
Alkaff, Raihana Nadra dan Minsarnawati. (2012). Psikologi Kesehatan Bagi
Praktisi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ambasari, Wulan Novita. (2013). Hubungan Faktor-Faktor yang
Melatarbelakangi Kinerja Perawat Asosiasi dengan Pencegahan Infeksi
Nosokomial Plebitis di Ruang Inap Zumar, Zaitun II Bedah, Zaitun III
Kebidanan RSUD Al Ihsan Bandung. Jurnal Kesehatan STIKES Budi
Luhur Cimahi Volume 7 No. 2, Juli 2014.
Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Posdaka.
Azhari, Akyas. (2004). Psikologi: Umum dan Perkembangan. Jakarta: Penerbit
Teraju.
Bady, A. M. (2007). Analisis Kinerja Sumber Daya Manusia (Perawat) dalam
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Irna I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Universitas Gadjah Mada. Retrieved from http://www.infodiknas.com/wp-
content/uploads/2014/11/ANALISIS-KINERJA-PERAWAT-DALAM-
PENGENDALIAN-INFEKSI-NOSOKOMIAL-DI-IRNA.pdf.
Breathnach, Aodhan S. (2013). Nosocomial Infection and Infection Control.
Medicine 41:11.
CDC. (2008). Guideline for Disinfection and Sterilization in Healthcare
Facilities.
Damanik, Sri Melfa., dkk. (2012). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit
Immanuel Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.
Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya.
Davey, P. (2005). At A Glance Medicine.
Depkes. (2001). Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit.
Depkes. (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety).
Depkes. (2010). Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan
Kesehatan.
Depkes. (2011). Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial
Merupakan Unsur Patient Safety.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. (2008). Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

93
94

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. (2017). Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi di RSJS Magelang. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(Online), diakses dari http://yankes.kemkes.go.id/read-persiapan-menuju-
akreditasi-internsional---1381.html pada tanggal 24 Agustus 2017 pukul
12.24.
Efendi, Ferry., Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori
dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Elizabeth., Sydney., Cyrus. (2017). Chapter 8 Interventions to Improve Hand
Hygiene Compliance: Brief Update Review. (Online) diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK133371/ pada tanggal 24
September 2017.
Fauzia, Neila., Ansyori, Anis., & Hariyanto, Tuti. (2014). Kepatuhan Standar
Prosedur Operasional Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1,
2014.
Handayani, Meliana., dkk. (2014). Determinan Kepatuhan Perawat di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar. Bagian Manajemen
Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Handojo, Ludy Hammami. (2015). Pengetahuan Perawat tentang Infeksi
Nosokomial di Ruang D2 dan D3 Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan
Surabaya. Adi Husada Nursing Journal, 1.
Handoko, T. H. (2000). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
Haryanti, L., Pudjiadi, A. H., Irfan, E., Thayeb, A., Amir, I., & Hegar, B. (2013).
Prevalens dan Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi Pasca-bedah. Sari
Pediatri, 15, 207-212.
Hasbullah, H. Thamrin. (1993). Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS
Persahabatan, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran, 82, 8-12.
Himpunan Perawat Pengendali Infeksi Indonesia (HIPPII). (2013). Pemrosesan
Peralatan Perawatan Pasien. Yogyakarta.
Indri, Patricia. (2016). Hubungan Faktor Perilaku dengan Pelaksanaan Langkah-
Langkah Hand Hygiene Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Rasidin
Padang Tahun 2016. Diploma Thesis, Universitas Andalas.
Kasmad, K., Sujianto, U., & Hidayati, W. (2010). Hubungan Antara Kualitas
Perawatan Kateter Dengan Kejadian Infeksi Nosokomial Saluran Kemih.
Nurse Media Journal of Nursing, 1(1).
Kemenkes RI. (2011). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
Khoidrudin, Afip., dkk. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Perawat dalam Menerapkan Prosedur Tindakan Pencegahan Universal di
Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Keperawatan
FIKKES Vol. 4 No.1, Maret 2011.
Komite PPIRS. (2015). Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit di Rumah Sakit Y Jakarta Edisi 5.
Lairing, Parida., Irfan., Elly L. Sjattar. (2009). Pengaruh Fungsi Pengarahan
Kepala Ruangan terhadap Kepatuhan Perawat Pelaksana Menjalankan
Patient Safety: Five Moment Hand Hygiene di Ruang Keperawatan
Intensif RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Konsentrasi
95

Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan, Program Studi Magister


Keperawatan Universitas Hasanuddin.
Mada, M. D., dkk. (2013). Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi
Nosokomial dengan Penerapan Prinsip Steril pada Pemasangan Infus di
RS Kristen Lende Moripa, Sumba Barat. Medika Respati, 8(1).
Marnita, Miftahul Jannah. (2015). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan
terhadap Penerapan Universal Precaution di RSU PKU Muhammaddiyah
Yogyakarta. Program Studi Bidan Pendidik Jenjang D IV Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Yogyakarta.
Marquis, Bessie L., Carol J. Huston. (2009). Leadership Roles and Management
Functions in Nursing : Theory and Application 6th Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Maryanti, Yurika. (2014). Kepatuhan Tenaga Kesehatan dalam Menjalankan
Kebersihan Tangan di Unit Perawatan Intensif Anak Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo. Tesis Fakultas Kedokteran Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia.
Maulana, Heri D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
Menkes. (2007). Kepmenkes RI Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah
Sakit.
Menkes. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Ningsih, Evie Wulan. (2013). Hubunan Antara Tingkat Pengetahuan dan
Motivasi Perawat dengan Perilaku Pencegahan Infeksi Nosokomial di
Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nurdin, Diding. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2: Ilmu Pendidikan
Praktis. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI.
Nurkhasanah dan Sujianto, Untung. (2013). Kepatuhan Perawat dalam
Penerapan Kewaspadaan Universal di Rumah Sakit Dokter Kariadi
Semarang Tahun 2013. Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa
Tengah 2014.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurulhuda, Uun., Mumpuni., & Suharyanto, Toto. (2013). Analisis Hubungan
Kepatuhan Perawat terhadap Penerapan Metode Universal Precaution
dengan Penyembuhan Luka Operasi. Jurnal Health Quality Vol. 4 No. 1,
November 2013, Hal. 1-76.
96

Pancaningrum, Dian. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap dalam Pencegahan Infeksi
Nosokomial di RS Haji Jakarta Tahun 2011. Tesis Fakultas Ilmu
Keperawatan Program Magister Keperawatan Universitas Indonesia,
Depok.
PPIRS Rumah Sakit Y. (2015). Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit Edisi 5 Tahun 2015. Rumah Sakit Y Jakarta.
Prastika, D. (2012). Kejadian Flebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Majalaya.
Students e-Journal, 1(1), 32.
Putri, Aulia. (2011). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Penerapan Prinsip Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) oleh
Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun
2010. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Padang.
Rahayu, BM. Siti., Alviona, Dionisia Weni., dan Saragih Sr. Sofia Gusnia N.
(2014). Hubungan Efektivitas Fungsi Pengawasan Kepala Ruangan
dengan Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi
Nosokomial di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung.
Rahmawati, Rita dan Susanti, Mey. (2014). Pengetahuan dan Sikap Perawat
Pencegahan Infeksi Nosokomial dalam Pelaksanaan Cuci Tangan.
Journals of Ners Community Vol. 5 No. 2, November 2014.
Salawati, L., Taufik, N. H., & Putra, A. (2014). Analisis Tindakan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di
Ruang ICU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala, 14(3), 128-134.
Saragih, Sr. Sofia Gusnia N., B. M. Siti Rahayu., Dionisia Weni Alvionita.
(2015). Hubungan Efektivitas Fungsi Pengawasan Kepala Ruangan
dengan Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi
Nosokomial di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. Jurnal Kesehatan
"Caring and Enthusiasm" No. 1 Vol. 4 Desember 2015.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2012). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali
Pers.
Septiani, Dewiayu. (2016). Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hand
Hygiene Perawat di Bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping
Sleman. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogayakarta.
Setiawati.. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketaatan Petugas
Kesehatan Melakukan Hand Hygiene dalam Mencegah Infeksi
Nosokomial di Ruang Perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Anak
Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Depok.
Setiowati, D., dkk. (2013). Kepemimpinan Efektif Head Nurse Meningkatkan
Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Makara Journal of Health
Research, 17(2), 55-60.
Setiyawati, Wiwik. (2008). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Kepatuhan Perawat dalam pencegahan Infeksi Luka Operasi di Ruang
Rawat Inap RSUD DR. Moewardi Surakarta. 87-92.
97

Sudrajat, Fedi., Purwanti, Ery., dan Nurlaila. (2015). Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Hand
Hygiene Sebelum Tindakan Keperawatan di RSUD Dr. Soedirman
Kebumen. Program STudi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah. Gombong.
Sugono, Dendi. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat. Jakarta: PT Gramedia.
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Supratman, Lucy Pujadari dan Adi Bayu Mahadian. (2016). Psikologi
Komunikasi. Yogyakarta: Deepublish.
Talbot, Thomas. (2015). Going Beyond Hand Hygiene Compliance. (Online)
diakses dari
http://www.ihi.org/communities/blogs/_layouts/15/ihi/community/blog/ite
mview.aspx?List=0f316db6-7f8a-430f-a63a-ed7602d1366a&ID=49 pada
tanggal 24 September 2017.
Triwidyawati, D. (2013). Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Menjalankan
SOP Pemasangan Infus dengan Kejadian Phlebitis. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan, 1(3).
Walgito, Bimo. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
WHO. (2002). Prevention of Hospital-acquired Infections A Practical Guide 2nd
Edition.
WHO. (2007). Standard Precautions in Health Care.
WHO. (2009). WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global
Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care.
Widayatun, R. T. (1999). Ilmu Perilaku M.A 104 “Buku Pegangan Mahasiswa
AKPER”. Jakarta: CV Sagung Seto.
Widyanita, Anietya dan Ekorini Listiowati. (2014). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Hand Hygiene dengan Kepatuhan Pelaksanaan Hand
Hygiene pada Peserta Program Pendidikan Profesi Dokter. Jurnal
Biomedika Volume 6 Nomor 1, Februari 2014.
Yanti, Lia Fitri. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perawat
terhadap Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Inap Kelas II
dan III RSAU dr. Ernawan Antariksa Tahun 2013. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Vol. 6 No. 1, Januari 2014.
Yuliana, Citra. (2012). Kepatuhan Perawat terhadap Kewaspadaan Standar di
RSKO Jakarta Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Indonesia.
Yuniari, Eka. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Penerapan Kewaspadaan Universal pada Pertolongan Persalinan oleh
Bidan di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Badung
Provinsi Bali Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program
Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas
Universitas Indonesia. Depok.
Zubaedah, Siti. (2009). Evaluasi Implementasi Program Observasi Keselamatan
di Service Department PT Trakindo Utama (PTTU) Cabang Jakarta
Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Departemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Universitas Indonesia. Depok.
Lampiran 1 LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

NRM :
Rumah Sakit Y Jakarta Nama :
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir :
(Mohon diisi atau tempelkan stiker jika ada)

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN (FORMULIR


INFORMED CONSENT)
Peneliti Utama : Rahfita Ferdinah
Pemberi Informasi :
Penerima Informasi
Nama Subyek :
Tanggal Lahir (Umur) :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Telp (Hp) :

JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI


1. Judul Penelitian Gambaran Perilaku Hand Hygiene dan Determinannya
pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah
Sakit Y Jakarta Tahun 2017.
2. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran perilaku hand hygiene
dan determinannya pada perawat di ruang rawat inap
Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017.
3. Cara dan Prosedur Yth. Bapak/Ibu/Saudara perawat.
Penelitian Pada saat ini Saya sedang mengadakan penelitian
untuk mendapatkan gambaran perilaku hand hygiene
dan determinannya pada perawat di ruang rawat inap
Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta tahun 2017.
Penelitian ini dilakukan kepada beberapa perawat di
Gedung X yang akan dipilih oleh peneliti.
Apabila perawat berpartisipasi dalam penelitian ini,
maka perawat diminta untuk mengisi kuesioner yang
diberikan oleh peneliti.
Partisipasi perawat dalam penelitian ini akan
dirahasiakan dan semua informasi yang didapat dari
penelitian ini dijaga kerahasiaannya.
Selain itu, keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara dalam
penelitian bersifat sukarela (tidak ada paksaan).
Bapak/Ibu/Saudara berhak untuk menolak apakah akan
berpartisipasi atau tidak namun tidak mengganggu
pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Y.
4. Jumlah Subjek 94 perawat
5. Waktu Penelitian Desember 2016-Februari 2017
6. Manfaat Penelitian Dapat menjadi masukan dalam penerapan hand
termasuk manfaat bagi hygiene dan menambah wawasan mengenai
subyek penelitian pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit.
7. Risiko dan efek samping Tidak ada
dalam penelitian
8. Ketidaknyamanan Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi
JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI
subyek penelitian
9. Kompensasi bila terjadi Tidak ada
efek samping
10. Alternatif penanganan Tidak ada
11. Penjagaan kerahasiaan Pencatatan dilakukan dengan koding inisial
data
12. Biaya yang ditanggung Tidak ada
oleh subjek
13. Insentif bagi subyek Souvenir
14. Nama dan alamat Rahfita Ferdinah
peneliti serta nomor Komp. Gardenia Estate Blok A5/12A. Ciputat.
telepon yang dapat 0896-0857-2492
dihubungi

Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 dan 2 mengenai penelitian yang


akan dilakukan oleh Rahfita Ferdinah dengan judul: Gambaran Perilaku Hand
Hygiene dan Determinannya pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah
Sakit Y Jakarta Tahun 2017, informasi tersebut telah Saya pahami dengan baik.
Dengan menandatangani formulir ini, Saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam
penelitian di atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun. Apabila suatu
waktu Saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, Saya berhak membatalkan
persetujuan ini.

_________________________ _________________________________
Tanda Tangan Subyek atau cap jempol Tanggal
_________________________
Nama Subyek

_________________________
Tanda Tangan Saksi/ Wali Tanggal
_________________________
Nama Saksi/ Wali
Ket: Tanda tangan saksi/ wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan kesadaran,
mengalami gangguan jiwa, dan berusia dibawah 18 tahun.

Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai maksud
penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan ketidaknyamanan
potensial yang mungkin timbul (penjelasan terperinci sesuai dengan hal yang Saya tandai
di atas). Saya juga telah menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait penelitian dengan
sebaik-baiknya.

_________________________
______________________
Tanda Tangan Peneliti Tanggal
________________________
Nama Peneliti
Petunjuk pengisian kuesioner:
1. Isilah kuesioner penelitian ini dengan jujur dan sesuai dengan kondisi Anda.
2. Beri tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi Anda.
3. Kolom kode diisi oleh peneliti.
A. Identitas Responden Kode
A1 No. Responden (diisi oleh peneliti)
A2 Nama Responden
A3 No. Hp
A4 Usia Tahun
A5 Masa Kerja Tahun
A6 Tingkat Pendidikan (1) DIII (2) S1/S2
Keperawatan Keperawatan
A7 Apakah Anda pernah mengikuti (1) Ya (0) Tidak
pelatihan tentang hand hygiene?

Jawaban
No Pernyataan (2) (1) Kode
Benar Salah
B. Pengetahuan tentang Hand Hygiene
B1 Perawat merupakan salah satu unsur yang dapat menyebarkan infeksi 2 1
dari satu pasien ke pasien lain, ke petugas kesehatan lain, pengunjung,
dan lingkungan
B2 Kebersihan tangan bertujuan untuk menghilangkan semua kotoran dan 2 1
debris serta menghambat dan membunuh mikroorganisme pada kulit
B3 Mencuci tangan harus dengan air mengalir dan sabun 2 1
B4 Sabun biasa digunakan untuk melepas mikroorganisme dari tangan 2 1
secara mekanik
B5 Sabun antiseptik (antimikroba) dapat membunuh atau menghambat 2 1
pertumbuhan dari hampir sebagian besar mikroorganisme
B6 Kebersihan tangan merupakan hal yang paling penting untuk 2 1
mencegah penyebaran infeksi
B7 Sebaiknya menggunakan handrub berbasis alkohol jika tangan terlihat 2 1
kotor
B8 Handrub berbasis alkohol dapat digunakan setelah menyentuh kulit 2 1
yang tidak utuh, darah, atau cairan tubuh
B9 Dibutuhkan waktu sekitar 40-60 detik untuk mencuci tangan dengan 2 1
sabun dan air mengalir
B10 Jika tangan terlihat kotor atau terkontaminasi oleh darah dan cairan 2 1
tubuh, maka harus mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun
B11 Setelah pemakaian handrub antiseptik berulang (5-10 kali), maka 2 1
diperlukan mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun
B12 Untuk menjaga kebersihan tangan, maka perlu diperhatikan bahwa 2 1
kuku harus tetap pendek
B13 Pemakaian sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci 2 1
tangan atau pemakaian handrub antiseptic
B14 Sebelum menggunakan sarung tangan perlu untuk melakukan 2 1
kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun atau handrub
antiseptic
B15 Setelah menggunakan sarung tangan perlu untuk melakukan 2 1
kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun atau handrub
antiseptik
Jawaban
No Pernyataan (2) (1) Kode
Benar Salah
B16 Sebelum melakukan tindakan invasif untuk perawatan pasien, perawat 2 1
harus melakukan kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun
atau handrub antiseptic
B17 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun harus dilakukan setelah 2 1
kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit
yang tidak utuh, atau merawat luka pasien
B18 Apabila berpindah dari area tubuh yang terkontaminasi ke area tubuh 2 1
lainnya selama perawatan pada pasien yang sama maka harus
melakukan kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun

Jawaban Kode
(0) (1) (2) (3)
No Pernyataan Sangat Tidak Setuju Sangat
Tidak Setuju Setuju
Setuju
C. Sikap tentang Hand Hygiene
C1 Saya melakukan cuci tangan dengan air 0 1 2 3
mengalir dan sabun dalam waktu kurang dari 40
detik
C2 Saya melakukan dekontaminasi dengan handrub 0 1 2 3
antiseptik selama 20-30 detik
C3 Saya akan melakukan kebersihan tangan segera 0 1 2 3
setelah melakukan tindakan keperawatan
C4 Jika saya sudah menggunakan handrub 0 1 2 3
antiseptik berulang-ulang maka Saya tidak perlu
untuk mencuci tangan
C5 Jika Saya sudah menggunakan sarung tangan 0 1 2 3
maka tidak perlu mencuci tangan setelah
melakukan tindakan keperawatan
Saya selalu melakukan langkah-langkah berikut saat mencuci tangan dengan air dan sabun:
C6 Membasahi tangan dengan air mengalir yang 0 1 2 3
bersih
C7 Menuangkan 3-5cc sabun cair untuk menyabuni 0 1 2 3
seluruh permukaan tangan
C8 Meratakan sabun dengan kedua telapak tangan 0 1 2 3
C9 Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan 0 1 2 3
kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
C10 Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela 0 1 2 3
jari
C11 Mengunci jari-jari sisi dalam dari kedua tangan 0 1 2 3
C12 Menggosok ibu jari kiri berputar dalam 0 1 2 3
genggaman tangan kanan dan sebaliknya
C13 Menggosok dengan memutar ujung-ujung jari di 0 1 2 3
telapak tangan kiri dan sebaliknya
C14 Membilas kedua tangan dengan air mengalir 0 1 2 3
C15 Mengeringkan tangan dengan handuk sekali pakai 0 1 2 3
atau tissue towel sampai benar-benar kering
Jawaban Kode
(0) (1) (2) (3)
No Pernyataan Sangat Tidak Setuju Sangat
Tidak Setuju Setuju
Setuju
C16 Menggunakan handuk sekali pakai atau tissue 0 1 2 3
towel untuk menutup kran air
Saya selalu melakukan langkah-langkah berikut saat melakukan dekontaminasi dengan handrub
antiseptik (handrub berbasis alkohol)
C17 Menuangkan handrub berbasis alkohol untuk 0 1 2 3
dapat mencakup seluruh permukaan tangan dan
jari (kira-kira satu sendok teh/3-5cc)
C18 Meratakan handrub antiseptik dengan kedua 0 1 2 3
telapak tangan
C19 Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan 0 1 2 3
kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya
C20 Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela 0 1 2 3
jari
C21 Mengunci jari-jari sisi dalam dari kedua tangan 0 1 2 3
C22 Menggosok ibu jari kiri berputar dalam 0 1 2 3
genggaman tangan kanan dan sebaliknya
C23 Menggosok dengan memutar ujung-ujung jari di 0 1 2 3
telapak tangan kiri dan sebaliknya
D. Persepsi tentang Hand Hygiene
D1 Menurut Saya, bila tangan tampak kotor, 0 1 2 3
mengandung bahan protein, atau cairan tubuh
pasien harus mencuci tangan dengan air mengalir
dan sabun
D2 Menurut Saya, jika tangan tidak kotor cukup 0 1 2 3
dekontaminasi dengan handrub antiseptik saja
D3 Menurut Saya, setelah tiba di tempat kerja harus 0 1 2 3
mencuci tangan atau melakukan dekontaminasi
dengan handrub antiseptik
D4 Menurut Saya, sebelum kontak langsung dengan 0 1 2 3
pasien saya harus mencuci tangan atau melakukan
dekontaminasi dengan handrub antiseptik
D5 Menurut Saya, sebelum memakai sarung tangan 0 1 2 3
untuk melakukan pemeriksaan klinis dan tindakan
invasif, saya harus mencuci tangan atau
melakukan dekontaminasi dengan handrub
antiseptik
D6 Menurut saya, mencuci tangan tidak perlu 0 1 2 3
dilakukan jika Saya akan melakukan tindakan
invasif dengan menggunakan sarung tangan
D7 Menurut Saya, sebelum mempersiapkan/ 0 1 2 3
menyediakan obat-obatan, Saya harus mencuci
tangan atau menggunakan handrub antiseptik
D8 Menurut Saya, sebelum meninggalkan rumah 0 1 2 3
sakit, Saya harus mencuci tangan atau melakukan
dekontaminasi dengan handrub antiseptik
Jawaban Kode
(0) (1) (2) (3)
No Pernyataan Sangat Tidak Setuju Sangat
Tidak Setuju Setuju
Setuju
D9 Menurut Saya, jika tangan terkontaminasi saat 0 1 2 3
melakukan prosedur tertentu pada pasien yang
sama, maka Saya harus mencuci tangan
D10 Menurut Saya, setelah kontak dengan pasien, 0 1 2 3
Saya harus mencuci tangan atau melakukan
dekontaminasi dengan handrub antiseptik
D11 Menurut Saya, setelah melepas sarung tangan 0 1 2 3
atau APD lainnya harus mencuci tangan atau
menggunakan handrub antiseptik
D12 Menurut Saya, setelah kontak dengan darah, 0 1 2 3
cairan tubuh, sekresi, eksudat luka dan peralatan
yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi
dengan darah atau cairan tubuh pasien, Saya
harus mencuci tangan dengan air mengalir dan
sabun
D13 Menurut Saya, setelah menggunakan toilet harus 0 1 2 3
mencuci tangan atau melakukan dekontaminasi
dengan handrub antiseptik
D14 Menurut Saya, setelah kontak dengan permukaan 0 1 2 3
benda mati atau objek lainnya (termasuk
peralatan medis), Saya harus mencuci tangan atau
melakukan dekontaminasi dengan handrub
antiseptik
D15 Menurut Saya, tidak masalah jika Saya 0 1 2 3
menggunakan sabun dan handrub antiseptik
secara bersamaan
D16 Menurut Saya, melakukan cuci tangan sesuai 0 1 2 3
dengan prosedur dapat membuang waktu dan
menghambat Saya untuk menyelesaikan
pekerjaan Saya
E. Fasilitas terkait Penerapan Hand Hygiene
E1 Menurut Saya, fasilitas cuci tangan yang ada di 0 1 2 3
ruangan sulit untuk dijangkau
E2 Menurut Saya, air mengalir untuk keperluan cuci 0 1 2 3
tangan selalu tersedia di ruangan
E3 Menurut Saya, sabun untuk keperluan cuci tangan 0 1 2 3
selalu tersedia di ruangan
E4 Menurut Saya, lap kering untuk keperluan cuci 0 1 2 3
tangan selalu tersedia di ruangan
E5 Menurut Saya, handrub antiseptik untuk 0 1 2 3
keperluan kebersihan tangan perawat selalu
tersedia di ruangan
Jawaban
No Pernyataan (0) Kode
(1) Ya
Tidak
F. Pengawasan terkait Penerapan Hand Hygiene
F1 Pihak PPIRS atau kepala ruang melakukan pengawasan 1 0
langsung dalam pelaksanaan kebersihan tangan perawat
F2 Pihak PPIRS atau kepala ruang melakukan pengawasan secara 1 0
rutin terhadap pelaksanaan kebersihan tangan perawat
F3 Pihak PPIRS atau kepala ruang melakukan pengawasan 1 0
langsung terhadap fasilitas cuci tangan di ruangan
F4 Pihak PPIRS atau kepala ruang memberikan pemberitahuan 1 0
kepada perawat terlebih dahulu sebelum melakukan
pengawasan dalam pelaksanaan kebersihan tangan
F5 Pihak PPIRS atau kepala ruang melakukan upaya perbaikan 1 0
kepatuhan cuci tangan perawat dengan memberikan sanksi
F6 Saat melakukan pengawasan, pihak PPIRS atau kepala ruang 1 0
memberikan teguran atau sanksi jika perawat tidak melakukan
tindakan cuci tangan sesuai dengan prosedur
F7 Rumah Sakit menetapkan sanksi bagi perawat yang tidak 1 0
melaksanakan kebersihan tangan/hand hygiene sesuai prosedur
F8 Adanya pengawasan dari pihak PPIRS atau kepala ruang dapat 1 0
meningkatkan motivasi Saya untuk patuh dalam melakukan
keersihan tangan/hand hygiene sesuai dengan prosedur

“Terimakasih Atas Kesediaan Anda Mengisi Kuesioner Penelitian Ini”


Lampiran 2 LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN
No/Nama Responden :
Shift :
Ket. Pengisian : Ya ( √ ), Tidak ( X )

Waktu Observasi Ke-


No. Pernyataan
1 2 3 4
G. Perilaku Penerapan Hand Hygiene
Saat melakukan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, responden melakukan langkah-langkah
berikut:
G1 Membasahi tangan dengan air mengalir yang bersih
G2 Menuangkan 3-5cc sabun cair untuk menyabuni seluruh permukaan
tangan
G3 Meratakan sabun dengan kedua telapak tangan
G4 Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya
G5 Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
G6 Mengunci jari-jari sisi dalam dari kedua tangan
G7 Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan
dan sebaliknya
G8 Menggosok dengan memutar ujung-ujung jari di telapak tangan kiri
dan sebaliknya
G9 Membilas kedua tangan dengan air mengalir
G10 Mengeringkan tangan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel
sampai benar-benar kering
G11 Menggunakan handuk sekali pakai/tissue towel untuk menutup kran
air
Saat melakukan kebersihan tangan dengan handrub antiseptik, responden melakukan langkah-langkah
berikut:
G12 Menuangkan handrub antiseptik untuk dapat mencakup seluruh
permukaan tangan dan jari (kira-kira satu sendok teh/3-5cc)
G13 Meratakan handrub antiseptik dengan kedua telapak tangan
G14 Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya
G15 Menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
G16 Mengunci jari-jari sisi dalam dari kedua tangan
G17 Menggosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan
dan sebaliknya
G18 Menggosok dengan memutar ujung-ujung jari di telapak tangan kiri
dan sebaliknya
Lampiran 3 OUTPUT HASIL PENELITIAN
OUTPUT USIA
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
A4_Usia .110 94 .007 .947 94 .001
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptives
Statistic Std. Error
A4_Usia Mean 34.93 1.106
95% Confidence Interval for Lower Bound 32.73
Mean Upper Bound 37.12
5% Trimmed Mean 34.47
Median 33.00
Variance 114.951
Std. Deviation 10.722
Minimum 20
Maximum 68
Range 48
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Usia Dewasa Awal 65 69.1 69.1 69.1
Usia Dewasa Madya 29 30.9 30.9 100.0
Total 94 100.0 100.0

OUTPUT MASA KERJA


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
A5_Masa_Kerja .145 94 .000 .905 94 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptives
Statistic Std. Error
A5_Masa_Kerja Mean 12.90 1.034
95% Confidence Interval for Lower Bound 10.85
Mean Upper Bound 14.96
5% Trimmed Mean 12.48
Median 10.00
Variance 100.453
Std. Deviation 10.023
Minimum 1
Maximum 35
Range 34
Masa_Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid < 2 Tahun 15 16.0 16.0 16.0
> 2 Tahun 79 84.0 84.0 100.0
Total 94 100.0 100.0
OUTPUT TINGKAT PENDIDIKAN
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
A6_Tingkat_Pendidikan .521 94 .000 .392 94 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptives
Statistic Std. Error
A6_Tingkat_Pendidikan Mean 1.13 .035
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.06
Mean Upper Bound 1.20
5% Trimmed Mean 1.09
Median 1.00
Variance .113
Std. Deviation .335
Minimum 1
Maximum 2
Range 1
A6_Tingkat_Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Menengah 82 87.2 87.2 87.2
Tinggi 12 12.8 12.8 100.0
Total 94 100.0 100.0

OUTPUT PELATIHAN
Descriptives
Statistic Std. Error
A7_Pelatihan Mean .99 .011
95% Confidence Interval for Lower Bound .97
Mean Upper Bound 1.01
5% Trimmed Mean 1.00
Median 1.00
Variance .011
Std. Deviation .103
Minimum 0
Maximum 1
Range 1
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
A7_Pelatihan .530 94 .000 .079 94 .000
a. Lilliefors Significance Correction
A7_Pelatihan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 1 1.1 1.1 1.1
Ya 93 98.9 98.9 100.0
Total 94 100.0 100.0
OUTPUT PENGETAHUAN
Descriptives
Statistic Std. Error
skoring_pengetahuan Mean 33.73 .117
95% Confidence Interval for Lower Bound 33.50
Mean Upper Bound 33.97
5% Trimmed Mean 33.80
Median 34.00
Variance 1.294
Std. Deviation 1.138
Minimum 30
Maximum 36
Range 6
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
skoring_pengetahuan .252 94 .000 .876 94 .000
a. Lilliefors Significance Correction
pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang 74 78.7 78.7 78.7
Baik 20 21.3 21.3 100.0
Total 94 100.0 100.0

OUTPUT SIKAP
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
skoring_sikap .251 94 .000 .807 94 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptives
Statistic Std. Error
skoring_sikap Mean 57.23 .947
95% Confidence Interval for Lower Bound 55.35
Mean Upper Bound 59.12
5% Trimmed Mean 57.46
Median 62.50
Variance 84.375
Std. Deviation 9.186
Minimum 42
Maximum 68
Range 26
sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Negatif 47 50.0 50.0 50.0
Positif 47 50.0 50.0 100.0
Total 94 100.0 100.0
OUTPUT PERSEPSI
Descriptives
Statistic Std. Error
skoring_persepsi Mean 38.65 .556
95% Confidence Interval for Lower Bound 37.55
Mean Upper Bound 39.75
5% Trimmed Mean 38.67
Median 39.00
Variance 29.026
Std. Deviation 5.388
Minimum 29
Maximum 48
Range 19
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
skoring_persepsi .137 94 .000 .952 94 .002
a. Lilliefors Significance Correction
persepsi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Negatif 49 52.1 52.1 52.1
Positif 45 47.9 47.9 100.0
Total 94 100.0 100.0

OUTPUT FASILITAS
Descriptives
Statistic Std. Error
skoring_fasilitas Mean 10.89 .225
95% Confidence Interval for Lower Bound 10.45
Mean Upper Bound 11.34
5% Trimmed Mean 10.86
Median 11.00
Variance 4.763
Std. Deviation 2.182
Minimum 7
Maximum 15
Range 8
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
skoring_fasilitas .148 94 .000 .950 94 .001
a. Lilliefors Significance Correction
fasilitas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak Tersedia 57 60.6 60.6 60.6
Tersedia 37 39.4 39.4 100.0
Total 94 100.0 100.0
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
E1_NEW Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 3 3.2 3.2 3.2
1 6 6.4 6.4 9.6
2 55 58.5 58.5 68.1
3 30 31.9 31.9 100.0
Total 94 100.0 100.0
E2 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 2 2.1 2.1 2.1
2 43 45.7 45.7 47.9
3 49 52.1 52.1 100.0
Total 94 100.0 100.0
E3 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 13 13.8 13.8 13.8
2 55 58.5 58.5 72.3
3 26 27.7 27.7 100.0
Total 94 100.0 100.0
E4 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 7 7.4 7.4 7.4
1 34 36.2 36.2 43.6
2 34 36.2 36.2 79.8
3 19 20.2 20.2 100.0
Total 94 100.0 100.0
E5 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 3 3.2 3.2 3.2
2 51 54.3 54.3 57.4
3 40 42.6 42.6 100.0
Total 94 100.0 100.0
OUTPUT PENGAWASAN
Descriptives
Statistic Std. Error
skoring_pengawasan Mean 6.21 .130
95% Confidence Interval for Lower Bound 5.95
Mean Upper Bound 6.47
5% Trimmed Mean 6.31
Median 7.00
Variance 1.589
Std. Deviation 1.260
Minimum 1
Maximum 8
Range 7
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
skoring_pengawasan .287 94 .000 .824 94 .000
Descriptives
Statistic Std. Error
skoring_pengawasan Mean 6.21 .130
95% Confidence Interval for Lower Bound 5.95
Mean Upper Bound 6.47
5% Trimmed Mean 6.31
Median 7.00
Variance 1.589
Std. Deviation 1.260
Minimum 1
Maximum 8
Range 7
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
skoring_pengawasan .287 94 .000 .824 94 .000
a. Lilliefors Significance Correction
pengawasan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 88 93.6 93.6 93.6
Ya 6 6.4 6.4 100.0
Total 94 100.0 100.0

OUTPUT PERILAKU HAND HYGIENE


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
skoring_hand_hygiene 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
skoring_hand_hygiene Mean 12.9176 .13813
95% Confidence Interval for Lower Bound 12.6433
Mean Upper Bound 13.1919
5% Trimmed Mean 12.8874
Median 12.7500
Variance 1.794
Std. Deviation 1.33923
Minimum 9.50
Maximum 16.00
Range 6.50
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
skoring_hand_hygiene .115 94 .004 .957 94 .004
a. Lilliefors Significance Correction
Perilaku_HandHygiene
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang 52 55.3 55.3 55.3
Baik 42 44.7 44.7 100.0
Total 94 100.0 100.0

OUTPUT PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN SABUN DAN AIR MENGALIR


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
skoring_cuci_tangan 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
skoring_cuci_tangan Mean 8.0426 .08921
95% Confidence Interval for Lower Bound 7.8654
Mean Upper Bound 8.2197
5% Trimmed Mean 8.0284
Median 8.0000
Variance .748
Std. Deviation .86497
Minimum 5.25
Maximum 10.25
Range 5.00
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
skoring_cuci_tangan .137 94 .000 .965 94 .013
a. Lilliefors Significance Correction

Perilaku_HandHygiene_Sabun_AirMengalir
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang 58 61.7 61.7 61.7
Baik 36 38.3 38.3 100.0
Total 94 100.0 100.0

OUTPUT PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN HANDRUB


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
skoring_handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
skoring_handrub Mean 4.8750 .07903
95% Confidence Interval for Lower Bound 4.7181
Mean Upper Bound 5.0319
5% Trimmed Mean 4.8422
Median 4.7500
Variance .587
Std. Deviation .76618
Minimum 2.25
Maximum 7.00
Range 4.75
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
skoring_handrub .139 94 .000 .936 94 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang 54 57.4 57.4 57.4
Baik 40 42.6 42.6 100.0
Total 94 100.0 100.0

OUTPUT PERILAKU SABUN DAN AIR MENGALIR DENGAN DETERMINANNYA


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Usia * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir
Kurang Baik Total
Usia Dewasa Awal Count 44 21 65
% within Usia 67.7% 32.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 75.9% 58.3% 69.1%
DanAirMengallir
Dewasa Madya Count 14 15 29
% within Usia 48.3% 51.7% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 24.1% 41.7% 30.9%
DanAirMengallir
Total Count 58 36 94
% within Usia 61.7% 38.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 100.0% 100.0% 100.0%
DanAirMengallir
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat_Pendidikan * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Tingkat_Pendidikan * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAir
Mengallir
Kurang Baik Total
Tingkat_Pendidikan Menengah Count 54 28 82
% within Tingkat_Pendidikan 65.9% 34.1% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 93.1% 77.8% 87.2%
DanAirMengallir
Tinggi Count 4 8 12
% within Tingkat_Pendidikan 33.3% 66.7% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 6.9% 22.2% 12.8%
DanAirMengallir
Total Count 58 36 94
% within Tingkat_Pendidikan 61.7% 38.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 100.0% 100.0% 100.0%
DanAirMengallir
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Masa_Kerja * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Masa_Kerja * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir
Kurang Baik Total
Masa_Kerja < 2 Tahun Count 8 7 15
% within Masa_Kerja 53.3% 46.7% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 13.8% 19.4% 16.0%
DanAirMengallir
> 2 Tahun Count 50 29 79
% within Masa_Kerja 63.3% 36.7% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 86.2% 80.6% 84.0%
DanAirMengallir
Total Count 58 36 94
% within Masa_Kerja 61.7% 38.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 100.0% 100.0% 100.0%
DanAirMengallir
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan *
94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir
Pengetahuan * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir
Kurang Baik Total
Pengetahuan Kurang Count 42 32 74
% within Pengetahuan 56.8% 43.2% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 72.4% 88.9% 78.7%
DanAirMengallir
Baik Count 16 4 20
% within Pengetahuan 80.0% 20.0% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 27.6% 11.1% 21.3%
DanAirMengallir
Total Count 58 36 94
% within Pengetahuan 61.7% 38.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 100.0% 100.0% 100.0%
DanAirMengallir
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sikap * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Sikap * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir
Kurang Baik Total
Sikap Negatif Count 30 17 47
% within Sikap 63.8% 36.2% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 51.7% 47.2% 50.0%
DanAirMengallir
Positif Count 28 19 47
% within Sikap 59.6% 40.4% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 48.3% 52.8% 50.0%
DanAirMengallir
Total Count 58 36 94
% within Sikap 61.7% 38.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 100.0% 100.0% 100.0%
DanAirMengallir
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Persepsi * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Persepsi * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Total
Kurang Baik
Persepsi Negatif Count 29 20 49
% within Persepsi 59.2% 40.8% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 50.0% 55.6% 52.1%
DanAirMengallir
Positif Count 29 16 45
% within Persepsi 64.4% 35.6% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 50.0% 44.4% 47.9%
DanAirMengallir
Total Count 58 36 94
% within Persepsi 61.7% 38.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 100.0% 100.0% 100.0%
DanAirMengallir
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Fasilitas * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Fasilitas * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir
Kurang Baik Total
Fasilitas Tidak Tersedia Count 36 21 57
% within Fasilitas 63.2% 36.8% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 62.1% 58.3% 60.6%
DanAirMengallir
Tersedia Count 22 15 37
% within Fasilitas 59.5% 40.5% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 37.9% 41.7% 39.4%
DanAirMengallir
Total Count 58 36 94
% within Fasilitas 61.7% 38.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_Sabun 100.0% 100.0% 100.0%
DanAirMengallir
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pelatihan * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Pelatihan * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir
Kurang Baik Total
Pelatihan Tidak Count 0 1 1
% within Pelatihan .0% 100.0% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_SabunDan .0% 2.8% 1.1%
AirMengallir
Ya Count 58 35 93
% within Pelatihan 62.4% 37.6% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_SabunDan 100.0% 97.2% 98.9%
AirMengallir
Total Count 58 36 94
% within Pelatihan 61.7% 38.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_SabunDan 100.0% 100.0% 100.0%
AirMengallir
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengawasan * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Pengawasan * Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAirMengallir Total
Kurang Baik
Pengawasan Tidak Count 54 34 88
% within Pengawasan 61.4% 38.6% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAir 93.1% 94.4% 93.6%
Mengallir
Ya Count 4 2 6
% within Pengawasan 66.7% 33.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAir 6.9% 5.6% 6.4%
Mengallir
Total Count 58 36 94
% within Pengawasan 61.7% 38.3% 100.0%
% within
Perilaku_HandHygiene_SabunDanAir 100.0% 100.0% 100.0%
Mengallir

OUTPUT PERILAKU HAND HYGIENE DENGAN HANDRUB DAN DETERMINANNYA


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia * Perilaku_HandHygiene_Handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Usia * Perilaku_HandHygiene_Handrub Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Kurang Baik Total
Usia Dewasa Awal Count 38 27 65
% within Usia 58.5% 41.5% 100.0%
% within
70.4% 67.5% 69.1%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Dewasa Madya Count 16 13 29
% within Usia 55.2% 44.8% 100.0%
% within
29.6% 32.5% 30.9%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Total Count 54 40 94
% within Usia 57.4% 42.6% 100.0%
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat_Pendidikan * Perilaku_HandHygiene_Handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Tingkat_Pendidikan * Perilaku_HandHygiene_Handrub Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Kurang Baik Total
Tingkat_Pendidikan Menengah Count 50 32 82
% within Tingkat_Pendidikan 61.0% 39.0% 100.0%
% within
92.6% 80.0% 87.2%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Tinggi Count 4 8 12
% within Tingkat_Pendidikan 33.3% 66.7% 100.0%
% within
7.4% 20.0% 12.8%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Total Count 54 40 94
% within Tingkat_Pendidikan 57.4% 42.6% 100.0%
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Masa_Kerja * Perilaku_HandHygiene_Handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Masa_Kerja * Perilaku_HandHygiene_Handrub Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Kurang Baik Total
Masa_Kerja < 2 Tahun Count 10 5 15
% within Masa_Kerja 66.7% 33.3% 100.0%
% within
18.5% 12.5% 16.0%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
> 2 Tahun Count 44 35 79
% within Masa_Kerja 55.7% 44.3% 100.0%
% within
81.5% 87.5% 84.0%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Total Count 54 40 94
% within Masa_Kerja 57.4% 42.6% 100.0%
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * Perilaku_HandHygiene_Handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Pengetahuan * Perilaku_HandHygiene_Handrub Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_Handrub Total
Kurang Baik
Pengetahuan Kurang Count 43 31 74
% within Pengetahuan 58.1% 41.9% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 79.6% 77.5% 78.7%
Baik Count 11 9 20
% within Pengetahuan 55.0% 45.0% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 20.4% 22.5% 21.3%
Total Count 54 40 94
% within Pengetahuan 57.4% 42.6% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 100.0% 100.0% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sikap * Perilaku_HandHygiene_Handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Sikap * Perilaku_HandHygiene_Handrub Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Kurang Baik Total
Sikap Negatif Count 27 20 47
% within Sikap 57.4% 42.6% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 50.0% 50.0% 50.0%
Positif Count 27 20 47
% within Sikap 57.4% 42.6% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 50.0% 50.0% 50.0%
Total Count 54 40 94
% within Sikap 57.4% 42.6% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 100.0% 100.0% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Persepsi * Perilaku_HandHygiene_Handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Persepsi * Perilaku_HandHygiene_Handrub Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Kurang Baik Total
Persepsi Negatif Count 26 23 49
% within Persepsi 53.1% 46.9% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 48.1% 57.5% 52.1%
Positif Count 28 17 45
% within Persepsi 62.2% 37.8% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 51.9% 42.5% 47.9%
Total Count 54 40 94
% within Persepsi 57.4% 42.6% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 100.0% 100.0% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Fasilitas * Perilaku_HandHygiene_Handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Fasilitas * Perilaku_HandHygiene_Handrub Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Kurang Baik Total
Fasilitas Tidak Tersedia Count 32 25 57
% within Fasilitas 56.1% 43.9% 100.0%
% within
59.3% 62.5% 60.6%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Tersedia Count 22 15 37
% within Fasilitas 59.5% 40.5% 100.0%
% within
40.7% 37.5% 39.4%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Total Count 54 40 94
% within Fasilitas 57.4% 42.6% 100.0%
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pelatihan * Perilaku_HandHygiene_Handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%
Pelatihan * Perilaku_HandHygiene_Handrub Crosstabulation
Perilaku_HandHygiene_Handrub Total
Kurang Baik
Pelatihan Tidak Count 0 1 1
% within Pelatihan .0% 100.0% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub .0% 2.5% 1.1%
Ya Count 54 39 93
% within Pelatihan 58.1% 41.9% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 100.0% 97.5% 98.9%
Total Count 54 40 94
% within Pelatihan 57.4% 42.6% 100.0%
% within Perilaku_HandHygiene_Handrub 100.0% 100.0% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengawasan * Perilaku_HandHygiene_Handrub 94 100.0% 0 .0% 94 100.0%

Pengawasan * Perilaku_HandHygiene_Handrub Crosstabulation


Perilaku_HandHygiene_Handrub Total
Kurang Baik
Pengawasan Tidak Count 52 36 88
% within Pengawasan 59.1% 40.9% 100.0%
% within
96.3% 90.0% 93.6%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Ya Count 2 4 6
% within Pengawasan 33.3% 66.7% 100.0%
% within
3.7% 10.0% 6.4%
Perilaku_HandHygiene_Handrub
Total Count 54 40 94
% within Pengawasan 57.4% 42.6% 100.0%
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Perilaku_HandHygiene_Handrub

Anda mungkin juga menyukai