Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sipilis merupakan penyakit menular berbahaya. Penyebabnya kuman Treponema


Palledum. Penyebaran paling banyak melalui hubungan seksual. Perkembangan penyakit di
dalam tubuh melalui beberapa tahapan:

 Sipilis Primer (berlangsung antara 4-6 minggu)


 Sipilis Sekunder
 Sipilis Laten, biasanya tanpa gejala. Penderita biasanya merasakan bahwa tubuhnya
sudah sehat/sembuh. Padahal kuman masih ada dalam darah
 Sipilis Stadium Lanjut (setelah bertahun-tahun)

Sifilis yang mempunyai nama lain Great pox, lues venereum, dan morbus gallicus
merupakan suatu penyakit kronik dan bersifat sistemik yang disebabkan oleh Treponema
pallidum. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai
banyak penyakit, mempunyai masa laten, dapat ditularkan melalui kontak seksual dan dari
ibu ke janin. Penyakit ini juga mempunyai stadium remisi dan eksaserbasi. Di Indonesia
insidensinya 0,61% dengan penderita terbanyak adalah stadium laten, disusul stadium 1 yang
jarang, dan yang langka adalah sifilis stadium II. Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan
akuisita (dapatan). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum 2 tahun), lanjut
(setelah 2 tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut 2 cara, yaitu secara
klinis dan epidemiologik.

Menurut klinis sifilis dibagi menjadi 3 stadium: Stadium I, stadium II, dan stadium III.
Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi: Stadium dini menular (dalam dua tahun
sejak infeksi), terdiri atas stadium I (9-90 hari), stadium II (6 minggu-6 bulan atau 4-6 bulan
setelah muncul lesi primer, dan stadium laten dini (dalam 2 tahun infeksi). Stadium lanjut tak
menular (setelah dua tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut (lebih dari 2 tahun),
dan stadium III (3-20 tahun).

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit Sifilis ?
2. Bagaimana penyebaran penyakit Sifilis itu ?
3. Apa saja tanda-tanda dan gejala dari penyakit Sifilis ?
4. Apa saja klasifikasi penyakit Sifilis ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit Sifilis ?
6. Apa perbedaan VDRL dan TPHA ?

1.3. Manfaat
a. Dapat mengetahui apa penyakit Sifilis itu
b. Dapat mengetahui bagaimana cara penyebaran penyakit Sifilis
c. Dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala penyakit Sifilis
d. Dapat mengetahui klasifikasi penyakit Sifilis
e. Dapat mengetahui jenis pemeriksaan penunjang yang digunakan
f. Dapat mengetahui perbedaan VDRL dan TPHA

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ETIOLOGI SIFILIS

Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis bias
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya.
Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit
ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang
seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi,
dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya
dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus
dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis
kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan
terhadap janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi
sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga
kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.

2.2 PENYEBARAN PENYAKIT


2.2.1 Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan
salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang
sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue,
Treponema pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang
umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang
melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan
kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.

3
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum
bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti
lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem
peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.

2.2.2 Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat
tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis
kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat
terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati,
sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin.

2.2.3 Tanda dan gejala

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-
4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang
melalui 4 tahapan:

1. Fase Primer.

Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum,
bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya
penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker
berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi
suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah,
tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah
bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.

4
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan.
Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat
secara keseluruhan.

2. Fase Sekunder.

Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-
12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa
bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan
kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi
pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati
bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan
pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan
ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan
bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami
kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit
ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan,
mual, lelah, demam dan anemia.

3. Fase Laten.

Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten
dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau

5
berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang
luka yang infeksi kembali muncul .

4. Fase Tersier.

Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan
sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :

1) Sifilis tersier jinak

Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai
organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut.
Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah
pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa
terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin memburuk
di malam hari.

2) Sifilis kardiovaskuler.

Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau
kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.

3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati.
3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan
neurosifilis tabetik.

6
a. Neurosifilis meningovaskuler.

Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada
bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi yang buruk,
kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental,
kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia)
dan kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah,
menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai
kejang otot (paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan
peradangan sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian
terhadap kandung kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan
kendur (paralisa flasid).

b. Neurosifilis paretik.

Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap
sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami
demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan
yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan
ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan
kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan
akan kebesaran dan penurunan persepsi.

c. Neurosifilis tabetik.

Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang progresif,
yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada
tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah, terutama
dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil
mengentakkan kakinya.

7
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian
terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan
tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan
wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh,
terutama lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga
terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang,
sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan
pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi
penderita bisa mengalami cedera.

2.2.4 Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)

a. Kelainan kongenital dini


• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus

2.2.5 Klasifikasi

Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap

8
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.

a. Stadium Dini atau I (Primer)

Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum.
Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil
yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa
hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya
seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah
lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan
dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1
kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil,
putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu,
cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi

b. Stadium II (Sekunder)

Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh.
Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang
bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau
tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali
disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya
menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat
mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.

9
C. Sifilis Stadium III

Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma
umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma
dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar
mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru,
testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.

D. Sifilis Tersier

Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis
(pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10%
penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak
terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis
ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan
mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi
positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non
treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya
VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi
negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau
ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI.
Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan
dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis.

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan laboratorium berupa:

10
1. a pemeriksaan lapangan gelap (dark field).
Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh dari bagian
dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan
mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi.T pall berbentuk ramping, gerakan
lambat, dan angulasi. Harus hati-hati membedakannya denganTreponema lain yang ada di
daerah genitalia. Karena di dalam mulut banyak dijumpaiTreponema komensal, maka bahan
pemeriksaan dari rongga mulut tidak dapat digunakan.

b. Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton, sediaan diberi
antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi.
Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi hasil nonspesifik dan
kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.

2. Penentuan antibodi di dalam serum.


Pada waktu terjadi infeksiTreponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusia, atau pinta,
akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang
mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan juga
IgG, ialah :
a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.
b. Tes Wasserman
c. Tes Kahn
d. Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)

2.4 PERBEDAAN VDRL DAN TPHA

Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) / Serum atau Cerebrospinal Fluid (RPR)
merupakan satu-satunya pemeriksaan laboratorium untuk neunurosipilis yang disetujui oleh
Centers for Disease Control. Pemeriksaan VDRL serum bisa memberikan hasil negatif palsu
pada tahap late sipilis dan kurang sensitif dari RPR. Penyakit Pemeriksaan VDRL merupakan
pemeriksaan penyaring atau Skrining Test, dimana apabila VDRL positif maka akan
dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA (Trophonema Phalidum Heamaglutinasi). Hasil uji

11
serologi tergantung pada stadium penyakit misalnya pada infeksi primer hasil pemeriksaan
serologi biasanya menunnjukkan hasil non reaktif. Troponema palidum dapan ditemukan
pada chancre. Hasil serologi akan menunjukan positif 1-4 minggu setelah timbulnya chancre.
Dan pada infeksi sekunder hasil serelogi akan selalu pisitif dengan titer yang terus
meningkat. Pasien yang terinfeksi bakteri treponema akan membentuk antibody yang terjadi
sebagai reaksi bahan-bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-sel. Andibody tersebut
disebut regain.

12
BAB III

METODELOGI

3.1 Pemeriksaan VDRL

A. Tujuan pemeiksaan
Untuk mendeteksi adanya antibody nontreponema atau Reagin.

B. Meode pemeriksaan
Slide

C. Prinsip pemeriksaan
Adanya antibody pada serum pasien akan bereaksi dengan antigen yang menempel pada
eritrosit ayam kalkun atau domba membentuk flokulasi ( gumpalan) atau aglutinasi

D. Spesimen pemriksaan
Serum atau cairan otak

E. Alat dan bahan pemeriksaan


1. Slide pemeriksaan berlatar belakan putih
2. Mikroskop
3. Mikropipet
4. Tip kuning
5. Rotator
6. Timer
7. Batang pengaduk

E. Cara kerja
1. Kualitatif
a. Siapkan alat dan bahan yad dibutuhkan
b. Ke dalam lingkaran slide dipipet 50 ul serum
c. Tambahkan 50 ul atau 1 tetes antigen (reagen VDRL )
d. Homogenkan dengan batang pengaduk
e. Putar pada rotator kecepatan 100 rpm selama 4-8 menit

13
f. Amati ada tidaknya flokulasi

2. Kuantitatif
a. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
b. Lakukan pengenceran berseri pada slide dengan cara 50 ul serum + 50 ul saline
dihomogenkan kemudian hari campuran tersebut dipipet 50 ul dan diletakkan pada
lingkaran ke dua pada slide yang sama kemudian tambahkan 50 ul salin dan homogenkan
kembali lalu lakukan hal yang sam seperti pada lingkaran pertama sampai lingkaran
terakhir dima pada pengenceran terakhir hasil pengenceran dibuang sebanyak 50 ul. Maka
hasil pengenceran adalah 1/2 , 1/4 , 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128.
c. Kepada masing-masing pengenceran tambahkan 1 tetes ( 50 ul ) antigen VDRL (
reagen)
d. Kemudian dihomogenkan dan diputar dengan rotator kecepatan 100 rpm selam 5-8
menit
e. Amati ada tidaknya flokulasi setiap pengenceran dan tentukan titer pemeriksaannya
( yaitu pengenceran trerakhir yang masih menunjukkan flokulasi )

F. Interpretasi hasil
1. Kualitatif
Laporan hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif

a. REAKTIF : Bila tampak gumpalan sedang atau besar


b. REAKTIF LEMAH: Bila tampak gumpalan kecil-kecil
c. NON REAKTIF : Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan

14
2. Kuantitatif
Tentukan titernya ( amati pngenceran trakhir yang masih menunjukkan flokulasi )
misalnya 1/64

`
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Apabila specimen yang diterima adalah cairan otak maka specimen tersebut harus
disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm salam 5-10 menit
2. Apabila serumnya lipemik baiknya disentrifuge pada kecepatan tinggi yaitu 10000
rpm selama 10 menit
3. Serum yang lipemik dan lisis tidak boleh diperiksa
Treponema Pallidum Hemagglutination (TPHA) merupakan suatu pemeriksaan serologi
untuk sipilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal/primer)
sipiliS. Untuk skirining penyakit sipilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau
RPR apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai
konfirmasi.

3.2 Pemeriksaan TPHA


A. METODE
Hemaaglutinasi tidak langsung (indirek hemaaglutinasi) untuk mendeteksi
antibodi spesifik terhadap T.pallidum.

B. PRINSIP

Adanya antibody Treponema Palidum akan breaksi dengan antigen treponema


yang menempel pada eritrosit ayam kalkun/ domba sehingga terbentuk aglutinasi dari
eritrosit-eritrosit tersebut.

C. SPESIMEN
Serum atau cairan otak

D. ALAT DAN BAHAN


1. Mikroplate tipe U

15
2. Mikropipet 25 ul dan 100 ul
3. Automati vibrator
4. Reagen kit TPHA

E. LANGKAH KERJA
1. Prosedur Kualitatif
a. Teteskan masing-masing 1 tetes (25 ul) serum diluent ke lubang 1, 3, 4 dan 5 dan
untuk lubang ke-2 tambahkan r tetes ( 100 ul).
b. Teteskan 25 serum pada lobang 1 dan lakukan pengenceran sampai lubang ke-
5 dengan cara ambil 25 ul dari lobang pertama dan taruh ke lubang kedua.
Dihomogenkan lalu ambil masing-masing 25 ul dan di taroh di lobang ke tiga dank e
empat. Dari lobang ke empat diambil 25 ul dan di taruh ke dalam lobang ke lima. Paka
akan didapat pengenceran 1/2, 1/10, 1/20, 1/20 dan 1/40.
c. Tambahkan 75 ul sel control ke lobang tiga dan 73 un sel tes ke lobang 4 dan 5 ,
maka pengenceran terakhir 1/2 , 1/10,1/80, 1/80,1/160
d. Homogenkan pada mixer dan inkubasi pada suhu kamar selama 45-60 menit
e. Amati aglutinasi pada masing-masing lobang.

2. Prosedur Kuantitatif
Prosedurnya sama dengan prosedur kualitatif, hanya pada prosedur kuantitatif pada
pengenceran sampel di lobang ke lima dilanjutkan lagi sampai lubang ke Sembilan,
sehingga pengenceran akhir yang didapa setelah masing-masing ditambah 75 ul sel tes
menjadi 1/160, 1/1320, 1/640, 1/1280, 1/2560. Hasil dibaca sampai pengenceran
tertinggi yang masih aglutinasi.

16
F. INTERPRETASI HASIL
a. Lobang 1 dan 2 merupakan hasil tes yang menunjukkan positif
b. Lobang 3 merupakan control cell (sel yang tidak dilapisi denganantigen treponema
c. Lobang 4 merupakan tes sel ( sel yang dilapisi dengan antigen treponema)

G. HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI PEMERIKSAAN


a. Jangan menggunakan serum yang hemolysis karena dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan
b. Jika menggunakan cairan otak, harus disentrifuge dulu
c. Uji TPHA menunjukkan hasi rektif setelah 1-4 minggu setelah terbentuknya
chancre.

17
BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan
 Sipilis merupakan penyakit menular berbahaya. Penyebabnya kuman Treponema
Palledum.
 Penyebaran paling banyak melalui hubungan seksual. Perkembangan penyakit di
dalam tubuh melalui beberapa tahapan.
 Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum.
 Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta.Bakteri ini
berbentuk spiral.
 Terdapat empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum
pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan
Treponema pallidum endemicum.
 Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-
rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang
menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh
Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan.
 Pemeriksaan penunjang :
a. pemeriksaan lapangan gelap (dark field).
b. Penentuan antibodi di dalam serum.

18
DAFTAR PUSTAKA

artiasofftiyani.blogspot.com/2013/10/makalah-sifilis.html
http://armantonnynasution.blogspot.com/2013/02/cara-diagnosa-sifilis-metode-vdrl.html
http://maiabekti.blogspot.com/2011/11/makalah-sifilis.html

https://nillaaprianinaim.wordpress.com/2011/09/28/uji-tpha-uji-treponemal/

19

Anda mungkin juga menyukai