Refkas 1 KPD
Refkas 1 KPD
Disusun oleh :
Sindy Helda Putri
30101407330
Pembimbing :
dr. Nurzarit Aya Sofia, Sp.OG
I. IDENTITAS PASIEN
Nama penderita : Ny. S
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
No CM : 590XXX
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Alamat : Wonorejo
Tanggal Masuk : 04 November 2019
Ruangan : Mawar
II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga
pasien pada tanggal 04 November 2019 jam 17.00 WIB di bangsal Mawar
RSUD dr. H. Soewondo Kendal.
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh keluar air merembes dari jalan lahir.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G1P0A0 usia 23 tahun hamil 39 minggu datang dengan
keluhan keluar air dari jalan lahir sejak pukul 03.00 WIB. Cairan yang
keluar berwarna bening, tidak berbau, terdapat lendir, dan tidak ada
darah. Awalnya pasien sedang beristirahat namun tiba-tiba pasien
merasakan keluarnya cairan dari jalan lahir. Keluhan dirasakan hilang
timbul. Pasien mengaku merasa kenceng-kenceng namun masih jarang.
Pasien masih merasakan adanya gerakan janin. Keluha lain seperti
demam disangkal.
C. Riwayat Menstruasi
- Menarche : 6 tahun
- Siklus mestruasi : teratur, 28 hari
- Lama menstruasi : 7 hari
- Dismenore : (-)
D. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah yang pertama kali dengan suami yang sekarang. Usia
pernikahan ± 1,5 tahun.
E. Riwayat Obstetri
G1P0A0
HPHT : 30 – 01 - 2019
HPL : 07 – 11 – 2019
Usia kehamilan: 39 minggu
G1: Hamil ini
F. Riwayat ANC
Pemeriksaan kehamilan dilakukan di bidan. Pemeriksaan kehamilan
dilakukan 1 bulan sekali dan diberikan vitamin dan suplemen besi.
Tidak ada pesan khusus dari bidan mengenai keadaan kehamilannya.
Riwayat suntik TT (+)
G. Riwayat KB
Pasien tidak menggunakan KB sebelum kehamilan ini.
K. RIWAYAT GIZI
Selama kehamilan trimester awal pasien tidak ada gangguan nafsu
makan, ada mual dan muntah selama usia kehamilan trimester pertama
sampai pertengahan trimester kedua.
B. Status Internus
- Kepala : Mesocephale, rambut berwarna hitam, tidak
mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan, benjolan (-)
- Mata : Bentuk simetris, isokor, reflex cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-),sclera ikterik (-/-)
- Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-)
- Telinga : Discharge (-), bentuk normal
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah tidak ada
kelainan, uvula di tengah, faring tidak hiperemis mulut tidak tampak
kering
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : Simetris, tegang (+/+), hiperpigmentasi (+/+),
puting menonjol (+/+)
- Paru – paru
o Inspeksi : Hemithorax dekstra dan sinistra simetris
o Palpasi : Stemfremitus dekstra dan sinistra sama,
nyeri tekan (-)
o Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Redup, batas-batas jantung tidak dapat
ditentukan karena terhalang oleh
pembesaran pada mamae
Auskultasi : Suara jantung I dan II murni, regular,suara
tambahan (-)
- Abdomen
o Inspeksi : perut tampak membesar (membujur), striae
gravidarum (+), linea nigra (+), bekas
operasi (-)
o Auskultasi : bising usus (+)
o Perkusi : timpani (+), pekak sisi (-)
o Palpasi : kontraksi uterus (+), nyeri tekan(-)
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refil <2s <2s
Reflek Fisiologis +/+ +/+
Reflek Patologis -/- -/-
C. Status Obstetric
Abdomen:
- Inspeksi : Perut tampak membesar (membujur), striae
gravidarum (+), linea nigra (+), bekas operasi (-)
- Palpasi
Leopold I : teraba bagian janin besar, bulat dan lunak.
Leopold II : teraba tahanan memanjang di sebelah kiri
dan bagian kecil-kecil di sebelah kanan.
Leopold III: bagian bawah janin teraba bulat, besar, dan
keras.
Leopold IV : konvigurasi kedua telapak tangan
konvergen
TFU : 30 cm
TBJ : (30-12) x 155 = 2.790 gram
His : Adekuat namun jarang
- DJJ : 11-12-11 = 136x/mnt
Genitalia
Externa : lendir (-), darah (-), air ketuban (+), meconium (-),
luka parut (-), varices (-), oedem vagina (-). Anus
hemoroid (-)
Interna / Vagina Toucher
o Penipisan serviks : 10%
o Pembukaan : 1 cm
o Portio : lunak
o Kulit ketuban : (+)
o Bagian bawah janin : kepala
o Point of direction : ubun-ubun kecil kiri
o Hodge :I
o Sarung tangan : lendir (+), darah (-)
Inspikulo : Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Penunjang
04/11/2019 Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13,1 gr/dL 11,5 – 16,5
Hematokrit 39,9 % 35 – 49
Leukosit 19,7 103/µL 4,0 – 10,0
Trombosit 232 103/µL 150 – 500
E. Resume
Pasien G1P0A0 usia 23 tahun hamil 39 minggu datang dengan
keluhan keluar air dari jalan lahir sejak pukul 03.00 WIB. Cairan yang
keluar berwarna bening, tidak berbau, terdapat lendir, dan tidak ada
darah. Awalnya pasien sedang beristirahat namun tiba-tiba pasien
merasakan keluarnya cairan dari jalan lahir. Keluhan dirasakan hilang
timbul. Pasien mengaku merasa kenceng-kenceng namun masih jarang.
Pasien masih merasakan adanya gerakan janin. Keluha lain seperti
demam disangkal.
Riwayat Obstetri
G1P0A0
HPHT : 30 – 01 –2019
HPL : 07 – 11 – 2019
Usia kehamilan: 39 minggu
Genetalia:
Externa : lendir (-), darah (-), air ketuban (+), meconium (-),
luka parut (-), varices (-), oedem vagina (-). Anus
hemoroid (-)
Interna / Vagina Toucher
o Penipisan serviks : 10%
o Pembukaan : 1 cm
o Portio : lunak
o Kulit ketuban : (-)
o Bagian bawah janin : kepala
o Point of direction : ubun-ubun kecil kiri
o Hodge :I
o Sarung tangan : lendir (+), darah (-)
Inspikulo : Tidak dilakukan
F. DIAGNOSA
Pasien G1P0A0 hamil 39 minggu Pasien usia 23 tahun, janin tunggal, hidup
intrauterin, letak kepala, punggung kiri, dengan ketuban pecah dini pada
kehamilan aterm.
G. TATALAKSANA
Rawat inap
Pengawasan : KU, vital sign, PPV, his, DJJ
Observasi inpartu
Infus RL 20 tpm
Inj Ampicillin 1 gr
Bedrest total
H. EDUKASI
Memberitahu kondisi pasien kepada keluarga
Memberitahu pasien untuk istirahat total
I. PROGNOSIS
Kehamilan : dubia ad bonam
Persalinan : dubia ad bonam
Lampiran Follow Up Pasien
Senin, 4 Agustus 2019 Pukul 10.00 WIB
S Keluar cairan ketuban sejak pukul 03.00 WIB
O KU : Baik
Kesadaran : composmentis
TD : 120/70 mmHg, Nadi : 90 x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu : 36 °C.
VT : 1cm, KK (-), Preskep, Hodge I
DJJ: 136x/menit
A G1P0A0 usia 23 tahun hamil 39 minggu, janin tunggal, hidup
intrauterin, letak kepala, punggung kiri, dengan ketuban pecah dini
pada kehamilan aterm.
P Infus RL 20 tpm, ampicillin 1gr + induksi oksitosin
II. ETIOLOGI
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal
korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas daninhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan
inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease danmediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi
sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban
pecah dini, antara lain:
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bias menyebabkan
terjadinya KPD.
Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
Karen akelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh
beberapa ahli disepakati sebagai factor predisposisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang di dapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD
karena biasanya disertai infeksi.
Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membrane bagian bawah.
Keadaan social ekonomi
Faktor lain
- Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit
ketuban.
- Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
- Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
- Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
III. INSIDENSI
Insidensi KPD berkis arantara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang
menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak
terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang kurang bulan, yaitu
sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada
kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan
kurangbulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian
perinatal pada bayi yang kurang bulan.Pengelolaan KPD pada kehamilan
kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya prematuritas.
A. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang
akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi
inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh
netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang
diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3
pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan
dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus
dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin
dari membran fosfolipid. Respon imunologisterhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibatdalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah
asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan
langsung antara produksi prostaglandin dan ketuban pecah dini belum
diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai
mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui
mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan
aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat
ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana
dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal
berbau.
B. Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya
konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase
pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi
kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur
pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh seldesidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan denganefek
inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas
MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat
sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm. Peran
hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban
belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
V. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu
awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya
diagnosis yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin
mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau
keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat.
Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara:
d. Pemeriksaan penunjang
Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus
merah menjadi biru.
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000/mm3
kemungkinan ada infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan,
letakjanin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin
secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi
intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan
meningkat.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-
sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi
kematangan paru janin.
VII.PENATALAKSANAAN KPD
Konservatif
Rawat di rumah sakit.
Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
Tabel 2. Penatalaksanaan ketuban pecah dini.7
VIII. KOMPLIKASI
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota
badan janin, serta hipoplasia pulmonal.
DAFTAR PUSTAKA