Anda di halaman 1dari 9

PENGGUNAAN TANAH PEDESAAN

Mata Kuliah: Tata Guna dan Pengembangan Lahan

Prodi: Perencanaan Wilayah dan Kota

Yudistiro Prayoga

D1091181009

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2019
A. CIRI KHAS PENGGUNAAN TANAH PEDESAAN

Ciri khas dalam penggunaan tanah perdesaan yang dapat diketahui yaitu Lahan
yang digunakan sebagai permukiman penduduk masih sedikit dengan jarak
antarpermukiman berjauhan, lahannya kebanyakan untuk kegiatan pertanian, dan
rekreasi.

B. KLASIFIKASI PENGGUNAAN TANAH PEDESAAN

Pengklasifikasian penggunaan tanah perdesaan yang dapat diketahui yaitu diantaranya:

a) Tanah Perkampungan, adalah areal tanah yang digunakan untuk kelompok bangunan
padat ataupun jarang tempat tinggal penduduk untuk dimukimi secara menetap.
b) Tanah Industri, adalah tanah areal yang digunakan untuk kegiatan ekonomi berupa
proses pengolahan bahan-bahan baku menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau
setengah jadi menjadi barang jadi.
c) Tanah Pertambangan, adalah areal tanah yang dieksploitasi bagi pengambilan
bahanbahan galian yang dilakukan secara terbuka dan atau tertutup.
d) Tanah Persawahan, adalah areal tanah pertanian basah dan atau kering yang
digenangi air secara periodik dan atau terus menerus ditanami padi dan atau diselingi
dengan tanaman tebu, tembakau dan atau tanaman semusim lainnya.
e) Pertanian Tanah Kering Semusim, adalah areal pertanian yang tidak pernah diairi dan
mayoritas ditanami dengan tanaman umur pendek.
f) Tanah Kebun, adalah areal yang ditanami rupa-rupa jenis tanaman keras dan atau
tanaman semusim dan atau kombinasi tanaman keras dan semusim atau tanaman
buah-buahan serta tidak jelas mana yang menonjol.
g) Tanah Perkebunan, adalah areal tanah yang ditanami tanaman keras dengan satu
jenis tanaman.
h) Padang, adalah areal terbuka karena hanya ditumbuhi tanaman rendah dari keluarga
rumput dan semak rendah.
i) Hutan, adalah areal yang ditumbuhi oleh pepohonan yang tajuk pohonnya dapat
saling menutupi/bergesekan.
j) Perairan Darat, adalah areal tanah yang digenangi air, secara permanen baik buatan
maupun alami.
k) Tanah Terbuka, adalah areal yang tidak digarap karena tidak subur dan atau menjadi
tidak subur setelah digarap serta tidak ditumbuhi tanaman.
l) Lain-lain adalah areal tanah yang digunakan bagi prasarana seperti jalan dan sungai
serta saluran yang merupakan buatan manusia maupun alamiah.

C. EVOLUSI PENGGUNAAN TANAH DI INDONESIA

Penggunaan tanah di Indonesia pada saat ini hakikatnya adalah gambaran didalam
ruang dari gabungan hasil jenis usaha manusia, tingkat teknologi, dan jumlahnya.
Penggunaan tanah di Indonesia selalu berubah dari masa ke masa yang
dikarenakan semakin besar dan kompleksnya akan kebutuhan lahan untuk
kegiatan bermasyarakat. Perkembangan-perkembangan ini terbagi dalam 9 proses
perubahan.

1) Pada tahap pertama, manusia/masyarakat belum lagi ada di daerah yang


bersangkutan. Seluruh daerah masih tertutup hutan. Daerah-daerah yang
letaknya dibawah ketinggian 10 meter masih tertutup oleh rawa atau hutan
rawa.
2) Pada tahap kedua, manusia-manusia yang sudah mengenal cara bertani mulai
datang. Kehidupan mereka masih sederhana. Langkah pertama yang mereka
lakukan adalah membersihkan sebidang tanah kemudian mereka tugal dan
tanami. Usaha berladang telah mulai, nampaknya mereka itu akan mulai di
tempat-tempat dengan ketinggian sekitar 25 meter. Sebab ditempat itu mereka
masih dekat kepada air, dengan tidak perlu takut kebanjiran. Karena jumlah
mereka masih sedikit, sedang tanah masih cukup banyak, tidak ada yang
menghalangi mereka untuk pindah-pindah tempat dalam membuka tanah
perleadangan. Makin lama jumlah mereka semakin besar, dan akhirnya dirasa
perlu oleh mereka untuk mempunyai tempat tinggal tetap dan tempat bertani
yang tetap.
3) Pada tahap ketiga, sebagian daripada luasa lading telah berubah menjadi
persawahan. Dengan adanya persawahan itu, tempat-tempat tinggal merekapun
sudah menetap pula dalam bentuk perkampungan-perkampungan. Lambat laun
jumlah manusia makin bertambah dan perkampungan-perkampungan menjadi
lebih besar dan makin banyak jumlahnya. Sementara itu, merekapun telah
mengetahui cara-cara untuk “menertibkan sungai” sehingga tanaman mereka
tidak sepenuhnya hanya bergantung kepada hujan yang jatuh semusim sekali
sehingga kini dapat diusahakan untuk menghasilkan hasil pertanian lebih
sering lagi.
4) Pada tahap keempat, penggunaan tanah selain perswahan kini telah berubah
dan berkembang menjadi sejenis kebun campuran yang berarti sebidang tanah
yang ditanami dengan macam-macam buah-buahan atau umbi-umbian. Daerah
perladangan juga masih tampak, karena luas tanah masih memungkinkan.
Selain itu, dapat dikaetahui juga bahwa semua perkembangan perluasan daerah
pertanian memiliki kecenderungan untuk dilaksanakan keatas, maksudnya kea
rah pegunungan. Daerah hutan yang letaknya lebih rendah dan rawa yang lebih
dibawah lagi, masih tetap utuh.
5) Pada tahap kelima, perkembangannya telah menampakkan segi-segi baru.
Pertama-tama Nampak bahwa wilayah hutan pada daerah yang leih rendahtadi,
telah mulai digarap dan dijadikan area persawahan. Dengan demikian, jumlah
persawahan itu secara mutlak telah menjadi lebih luas. Pada taraf tahap ini,
dengan sendirinya telah dapat dibayangkan bahwa jumlah manusia telah
bertambah besar. Perkampungan makin bertambah banyak dan makin
bertambah besar pula. Dengan demikian, kebutuhan hidup terasa makin
menekan, sehingga tampak usaha untuk mengusahakan tanah yang lebih
intensif.
6) Pada tahap keenam, sebenarnya hanya menunjukkan bahwa segaa sesuatunya
masih berkembang seperti apa yang terdapat pada tahap kelima. Perbedaanya
hanya tampak pada jumlah ladang yang dimana pada tahap ini telah berkurang
yang diamana lambat laun cara bertani ladang tidak bisa lagi dapat
dipertahankan.
7) Pada tahap ketujuh dapat diketahui rupanya jumlah manusia yang mendiami
daerah tersebut tidak lagi memungkinkan adanya usaha pertanian yang
berpindah-pindah. Hal ini disebabkan oleh sempitnya ruang atau mungkin juga
karena keturunan mereka sudah tidak mengetahui lagi cara-cara yang demikian
itu. Tekanan kebutuhan yang menjadi faktor untuk memaksa mereka bergerak
lebih tinggi lagi dalam membuat tanah-tanah perkebunaan. Disamping itu,
telah pula nampak usaha-usaha kearah pengeringan rawa-rawa yang ada di tepi
patai.
8) Pada tahap kedelapan, tekanan jumlah manusia nampaknya telah sangat terasa,
kebun-kebun campuran mereka yang tadinya masih banyak mengandung
pohon-pohon kayu yang besar, sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan
kayu. Lambat laun dapat terlihat bahwa hutan yang ada di atas lereng
pegunungan telah mulai jarang penumbuhannya karena ditebangi. Demikian
hal serupa juga terjadi pada daerah sekitar pantai, tanah yang tadinya tidak
pernah dijamah karena selalu dilanda banjir terpaksa pula dihuni.
9) Pada tahap kesembilan, hutan yang baik jumlahnya sudah sangat terbatas serta
rawa yang tadinya terdapat ditepi pantai kini telah pula dikeringkan, sementara
itu tingkat penggunaan lahan untuk area permukiman, industri, komersial,
hingga pertambangan menggantikan penggunaan lahan sebelumnya yang
cenderung pada pertanian.

D. POLA PENGGUNAAN TANAH PEDESAAN

Pola penggunaan tanah pedesaan umumnya tergolong dalam dua penggunaan.


Yaitu penggunaan tanah untuk perkamupungan dan pengguanaan tanah untuk
kegiatan ekonomi.

Dalam penggunaan tanah untuk perkampungan, memiliki ketergantungan pada


kondisi fisik geografis setempat. Pada daerah pedataran memperlihatkan bentuk
perkampungan yang berbeda dibandingkan dengan bentuk perkampungan di
daerah perbukitan. Bentuk perkampungan di pedesaan pada prinsipnya mengikuti
pola persebaran desa yang dibedakan atas bentuk perkampungan linear, bentuk
perkampungan memusat, bentuk perkampungan memencar, dan bentuk
perkampungan mengelilingi fasilitas tertentu.

 Pada bentuk perkampungan linear, pola penggunaan tanah atau lahannya


cenderung memanjang mengikuti jalur transportasi ataupun kenampakan fisik
alam, seperti jalan raya, sungai, maupun garis pantai. Pola ini dimaksudkan
untuk mendekati prasarana transportasi.
 Pada bentuk perkampungan memusat, merupakan pola yang mengelompok,
dimana pola seperti ini dapat ditemui di area pegunungan yang difaktori oleh
adanya saling kekerabatan atau berasala dari satu keturunan.
 Pada bentuk perkampungan terpencar, pola ini biasanya dapat digambarkan
dengan sebuah rumah petaniyang terpencil namun memiliki kelengkapan alat
pertanian, termasuk kandang ternak, penggilingan hasil perkebunan atau
perswahan, dan gudang alat mesin lainnya.
 Pada bentuk perkampungan mengelilingi fasilitas tertentu, pola ini biasanya
dapat ditemukan di daerah dataran rendah yang dimana daerahnya terdapat
fasilitas-fasilitas umum yang biasanya dimanfaatkan oleh penduduk dalam
memenuhi kebetuhan sehari-harinya, seperti sumber mata air, danau, dan
fasilitas lainnya.

Dalam penggunaan tanah untuk kegiatan ekonomi, biasanya meliputi kegiatan


pertanian perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, dan perdagangan.
Namun, pola penggunaan tanah di pedesaan umumnya didominasi oleh kegiatan
pertanian.

E. KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA

Kawasan Lindung merupakan kawasan yang fungsi utamanya adalah


melindungi kelestarian fungsi sumber daya alam, sumber daya buatan serta nilai
budaya dan sejarah bangsa, seperti kawasan hutan lindung, hutan bakau dan
sebagainya. Kawasan ini harus dilindungi dari kegiatan produksi dan
kegiatan manusia lainnya yang dapat mengurangi/merusak fungsi
lingkungan, sementara kawasan budidaya merupakan kawasan yang kondisi
fisik dan potensi sumber daya alamnya dapat dan perlu dimanfaatkan
guna kepentingan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia
(termasuk permukiman) dan pembangunan. Kawasan budidaya antara lain
terdiri dari kawasan pertanian, perindustrian dan kawasan hutan produksi.

Adapun kriteria kawasan lindung yang dapat diketahui yaitu


a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang
mencakup kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, serta kawasan resapan
air.
b. Kawasan perlindungan setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar danau /waduk, dan kawasan sekitar mata air.
c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya yang mencakup kawasan suaka alam,
pantai berhutan bakau (mangrove), kawasan suaka alam laut dan perairan
lainnya, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam serta
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
d. Kawasan rawan bencana

Sementara itu, kriteria kawasan budidaya yang dapat diketahui yaitu


a. Kawasan hutan produksi yang mencakup kawasan hutan produksi terbatas,
kawasan hutan produksi tetap, dan kawasan hutan produksi konversi.
b. Kawasan pertanian yang mencakup kawasan tanaman pangan lahan basah,
kawasan tanaman pangan lahan kering, kawasan tanaman tahunan/perkebunan,
kawasan peternakan, dan kawasan perikanan.
c. Kawasan pertambangan
d. Kawasan perindustrian
e. Kawasan pariwisata
f. Kawasan permukiman

F. WILAYAH PESISIR

Sesuai yang termaktub didalam UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, wilayah pesisir didefinisikan sebagai
daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan
didarat dan laut. Dapat diketahui sebelumnya, wilayah pesisir Indonesia memiliki
beraneka ragam habitat/ekosistem yang produktif serta memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi. Dengan potensi sebesar ini, Indonesia memiliki sumber daya
perikanan dan kelautan yang besar. Dari sisi keanekaragaman hayati, Indonesia
dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati kelautan terbesar. Dengan potensi
yang sedemikian besarnya, hal ini memiliki arti penting dalam konteks
perekonomian bangsa terutama mengenai perencanaan dan pengelolaan yang
berkelanjutan dari wilayah pesisir dan laut. Dalam penggunaan lahannya, wilayah
pesisir cenderung berorientasi pada permukiman-permukiman yang terdapat di
garis pantai. Hal ini didorong karena sebagian besar masyarakat wilayah pesisir
memiliki mata pencaharian dari hasil kelutan.

G. TEORI DINAMIKA PENGGUNAAN TANAH PERTANIAN

Teori dinamika penggunaan tanah pertanian yang dapat diketahui yaitu mengenai
teori Von Thunen. Von Thunen menggambarkan suatu kecenderungan penggunaan
lahan dengan bentuk wilayah yang melingkar seputar kota.

Gambar I. Model Teori von Thunen

Von thunen memberi gambaran pola penggunaan lahan seperti terlihat pada
gambar diatas yang didasarkan pada economic rent, dimana setiap tipe
penggunaan lahan akan menghasilkan hasil bersih perunit areal yang berbeda-
beda, sehingga modelnya disusun berupa seri zone-zone konsentrik.

Gambar tersebut dibagi menjadi dua bagian (bagian A) yaitu setengah lingkaran
atas, merupakan zona-zona konsentris yang memenuhi asumsi-asumsi ideal
menurut model von Thunen, sedangkan setengah lingkaran dibawah (bagian B),
merupakan zona-zona nyata dimana terdapat sungai yang memotong bentang
lahan pertanian, dan terdapat sebuah kota kecil yang memiliki pasaran sendiri.
Zona-zona konsentris yang dibentuknya menggambarkan dinamika penggunaan
lahan sebagai berikut:
a. Zona kesatu yang paling mendekati kota/pasar, diusahakan penggunaan
lahannya dengan tanaman yang mudah rusak seperti sayuran dan kentang.
Jenis-jenis hasil pertanian tersebut membutuhkan tenaga kerja intensif dan
biaya transportasi tinggi.
b. Zona kedua penggunaan lahannya merupakan hutan dengan hasil kayu.
c. Zona ketiga menghasilkan biji-bijian seperti gandum, dengan hasil yang relatif
tahan lama dan ongkos transportasi murah.
d. Zona keempat merupakan lahan garapan dan rerumputan, yang ditekankan
pada hasil perahan seperti susu, mentega, dan keju.
e. Zona kelima untuk pertanian yang berubah-ubah, dua sampai tiga jenis
tanaman.
f. Zona keenam yang merupakan zona terakhir penggunaan lahannya berupa
rerumputan dan peternakan domba dan sapi.

REFERENSI

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121
BAGJA_WALUYA/GEOGRAFI_DESAKOTA/Pola_keruangan_desa.pdf

file:///C:/Users/USER/Downloads/PERATURAN-MENTERI-NEGARA-AGRARIA-
NOMOR-1-TAHUN-1997%20(2).pdf

http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_Silalahi_06.pdf

https://docplayer.info/67477305-Bab-vii-kawasan-lindung-dan-kawasan-budidaya.html

https://isnamardiyanaa.wordpress.com/2012/09/28/klasifikasi-bentuk-penggunaan-lahan/

http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_Silalahi_06.pdf

https://www.researchgate.net/publication/325119022_Pengelolaan_Wilayah_Pesisir_dan_Lau
t_di_Kabupaten_Rembang

Buku Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, penulis Ernan Rustiadi, dkk. Penerbit Yayasan
Pustaka Obor Indonesia

Anda mungkin juga menyukai