Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DINUL ISLAM
Tiga istilah yang dikenal tentang agama, yaitu: agama, religi dan din.
Secara etimologi, kata agama berasal dari bahasa Sangsekerta, yang berasal dari
akar kata gam artinya pergi. Kemudian akar kata gam tersebut mendapat awalan a
dan akhiran a, maka terbentuklah kata agama artinya jalan. Maksudnya, jalan
untuk mencapai kebahagiaan.
Di samping itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa kata agama berasal
dari bahasa Sangsekerta yang akar katanya adalah a dan gama. A artinya tidak dan
gama artinya kacau. Jadi, agama artinya tidak kacau atau teratur. Maksudnya,
agama adalah peraturan yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan yang
dihadapi dalam hidupnya, bahkan menjelang matinya.
1
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada agama dan religi terdapat empat
unsur penting, yaitu:
1) Tata pengakuan atau kepercayaan terhadap adanya Yang Agung,
2) Tata hubungan atau tata penyembahan terhadap yang Agung itu dalam bentuk
ritus, kultus dan pemujaan,
3) Tata kaidah/doktrin, sehingga muncul balasan berupa kebahagiaan bagi yang
berbuat baik/jujur, dan kesengsaraan bagi yang berbuat buruk/jahat, 4) tata
sikap terhadap dunia, yang menghadapi dunia ini kadang-kadang sangat
terpengaruh (involved) sebagaimana golongan materialisme atau
menyingkir/menjauhi/uzlah (isolated) dari dunia, sebagaimana golongan
spiritualisme.
Kalimat Din dalam Bahasa Arab berasal dari kata دان – يدين – ديناArtinya :
“agama, jalan hidup, peraturan atau undang-undang”
Kata Islam dalam Bahasa Arab berasal dari kata اسلم – يسلم – اسلمااArtinya :
tunduk, menyerah, patuh selamat dan damai.
Oleh karena itu, dalam din terdapat empat unsur penting, yaitu: 1) tata
pengakuan terhadap adanya Yang Agung dalam bentuk iman kepada Allah, 2) tata
hubungan terhadap Yang Agung tersebut dalam bentuk ibadah kepada Allah, 3)
tata kaidah/doktrin yang mengatur tata pengakuan dan tata penyembahan tersebut
yang terdapat dalam al-Qur`an dan Sunnah Nabi, 4) tata sikap terhadap dunia
dalam bentuk taqwa, yakni mempergunakan dunia sebagai jenjang untuk
mencapai kebahagiaan akhirat.
Sedangkan menurut terminologi, din adalah peraturan Tuhan yang
membimbing manusia yang berakal dengan kehendaknya sendiri untuk
kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Berdasarkan pengertian din tersebut, maka din itu memiliki empat ciri, yaitu: 1)
din adalah peraturan Tuhan, 2) din hanya diperuntukkan bagi manusia yang
berakal, sesuai hadis Nabi yang berbunyi: al-din huwa al-aqlu la dina liman la
aqla lahu, artinya: agama ialah akal tidak ada agama bagi orang yang tidak
berakal, 3) din harus dipeluk atas dasar kehendak sendiri, firman Allah: la ikraha
fi al-din, artinya: tidak ada paksaaan untuk memeluk din (agama), 4) din bertujuan
rangkap, yakni kebahagiaan dan kesejahteraan dunia akhirat.
2
Adapun arti Islam menurut istilah adalah senantiasa tunduk, patuh dan
menyerah kepadaAllah lahir maupun bathin dengan melaksanakan perintah-
perintahNya dan menjauhi segala larangannya. Islam juga dapat berarti
keselamatan dan kedamaian, karena orang yang telah masuk Islam akan selamat
dan damai di dunia maupun di akhirat.
Dinul Islam yang arti sederhananya “Agama Islam” adalah agama yang ajarannya
sangat sempurna karena datang langsung dari Allah SWT.
Dinul Islam dibawa dan diajarkan oleh para Nabi dan Rasul, sejak Nabi Adam AS,
hingga Nabi Muhammad SAW. Sebagai nabi terakhir. Bersumber dari kitab-kitab
Allah dan sunnah para Nabi yang bersangkutan.
Dinul Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Bersumber pada Al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW Oleh karena itu Dinul Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW. Merupakan Din (Agama) yang paling lengkap serta
satu-satunya agama yang di ridhoi Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Ali Imran ayat 19
Terjemahnya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.”
Dalam Alquran disebutkan dalam surat Ali Imran ayat: 85 yang berbunyi :
3
Terjemahnya:
“Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi.”
Islam itu bisa diibaratkan jalan tol yang lempang dan lurus, di dalamnya
terdapat rambu rambu, tanda-tanda serta jalur-jalur sebanyak aspek kehidupan
manusia yang harus dipatuhi pengguna jalan itu sebagai kenyamanan dan
keselamatan, di kanan-kiri jalan itu dipagari oleh Al-Quran dan As-Sunnah.
Berpikir, bersikap dan berbuat sesuai dengan ajaran Islam, tidak menabrak pagar
Quran-Sunnah. Apalagi keluar dari keduanya. Selama pemikiran, sikap dan
perbuatannya tidak menyimpang atau keluar jalur Al-Quran dan Sunnah, selama
itu pula pemikiran, sikap dan perbuatan mereka dapat disebut sebagai Islami.
Sebagai agama wahyu terakhir, agama Islam merupakan satu sistem
akidah dan syari’ah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia
dalam berbagai hubungan. Ruang lingkupnya lebih luas dari ruang lingkup agama
Nasrani yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Agama Islam
tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat
termasuk dengan diri manusia itu sendiri tetapi juga dengan alam sekitarnya.
Menurut wilfred Cantwell Smith, dibandingkan dengan agama-agama lain,
agama Islam adalah sui generis sesuai dengan wataknya, mempunyai corak dan
sifat tersendiri dalam jenisnya), karena dalam banyak hal agama Islam berbeda
dengan agama lain. Sebagai contoh sederhana akan kita bahas di bawah ini;
Berbeda dengan agama-agama lain yang nama-nya dihubungkan dengan
manusia yang mendirikan atau yang menyampaikan agama itu atau dengan tempat
lahir agama yang bersangkutan seperti agama Budha (Budhism), agama Kristen
(Christianity) atau agama Yahudi (Judaism), nama agama yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad ini tidak dihubungkan dengan namanya atau nama tempat
agama itu mula-mula tumbuh dan berkembang. Seperti agama-agama tersebut di
atas. Juga namanya tidak diberikan oleh para penganutnya atau orang lain
kemudian hari. Menurut Wilfred nama Islam yang diberikan kepada agama yang
4
disampaikan kepada Nabi Muhammad itu adalah nama yang diberikan oleh Allah
sendiri melalui wahyu-Nya yang kini dapat dibaca dalam Al-Quran.
Orang yang mengaku beragama Islam atau yang secara bebas memilih
untuk menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, disebut muslim.
Seorang muslim yang benar adalah orang yang menerima petunjuk Tuhan dan
menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan Ilahi. Artinya seorang muslim (yang
benar) adalah orang yang melalui akal bebasnya, mengikuti petunjuk Tuhan. (S.H.
Nasr, 1981: 11). Makna ini berlaku untuk semua yang menerima dan patuh kepada
hukum-hukum Tuhan yang tidak terbantah itu.
Di dalam ajaran Islam, apa yang disebut Natural Law di dunia barat itu
dinamakan sunnatullah. Namun isinya berbeda, karena Sunnatullah menurut
ajaran Islam, adalah ketentuan atau hukum-hukum Allah yang berlaku untuk alam
semesta. Adanya sunatullah mengatur alam semesta itu menyebabkan ketertiban
hubungan antara benda-benda di alam raya. Di dalam al-Quran banyak ayat-ayat
yang menunjukkan ada dan berlakunya Sunnatullah atas alam semesta, termasuk
manusia di dalamnya.
5
diketahui ciri-ciri masing-masing agama tersebut, adalah sebagai berikut;
6
yang dilakukan oleh akal yang
terbatas kemampuannya dan
terikat pada pengalaman
pengetahuan manusia.
5 Sistem hubungan manusia denganSistem hubungan manusia dengan Tuhan
Allah, dalam agama wahyu,berasal dari akal berdasarkan
ditentukan oleh Allah sendirikepercayaan (yang berisi anggapan) dan
denga penjelasan lebih lanjut olehpengetahuan serta pengalaman manusia
Rasulnya. Sistem hubungan iniyang senantiasa berubah atau bertambah.
tetap tidak berubah bagaimanapun
dahsyatnya perubahan karena
perkembangan budaya, ilmu
pengetahuan dan tekhnologi.
6 Konsep ketuhanan ialahKonsep ketuhanan karena disusun oleh
monoteisme murni sebagaimanaakal manusia, berkembang sesuai dengan
yang disebutkan dalam ajaranperkembangan akal manusia mulai dari
agama langit itu. dinamisme sampai kepada monoteisme
tidak murni atau monoteisme terbatas.
7 Dasar-dasar ajaran be./rsifatDasar-dasar bersifat relatif karena
mutlak berlaku bagi seluruhditujukan kepada manusia dalam
ummat manusia. masyarakat tertentu yang belum tentu
sesuai dengan masyarakat lain.
8 Sistem nilai ditentukan oleh AllahNilai-nilai ditentukan oleh manusia
sendiri yang diselaraskan dengansesuai dengan cita-cita, pengalaman serta
ukuran dan hakikat kemanusiaan.penghayatan masyarakat yang
Yang bernilai baik diwajibkanmenganutnya. Nilai-nilai itu mungkin
untuk dilaksanakan agar manusiasesuai untuk suatu masyarakat pada
mmperoleh keselamatan dansuatu masa tertentu, mungkin juga harus
kebahagiaan, dan yang bernilaidiubah lagi disuatu masyarakat pada
buruk dilarang (ditinggalkan)masa yang lain.
untuk mencegah kecelakaan dan
penderitaan manusia di dunia ini
dan diakhirat kelak.
7
9 Menyebut sesuatu tentang alamHal-hal yang disebut tentang alam sering
yang kemudian dibuktikandibuktikan kekeliruannya oleh sains.
kebenarannya oleh ilmu
pengetahuan (sains) modern.
10 Melalui agama wahyu AllahPembentukan manusia menurut agama
memberi petunjuk, pedoman,budaya disandarkan kepada pengalaman
tuntunan, dan peringatan kepadadan penghayatan masyarakat
manusia dalam pembentukan insanpenganutnya yang belum tentu diakui
kamil, yaitu manusia sempurna,oleh masyarakat lain yang berbeda cita-
manusia baik yang bersih daricita, pengalaman dan penghayatannya.
noda dan dosa.
1. Fitrah Manusia
8
% # ‹ | «! # # }¨¨#
Ž = Ÿ Ÿ ƒ‰ , = «!# š Œ !# Š) #
» Ž & ¨¨# Ÿ = ƒ
Terjemahnya:
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrah itu.” (QS.Al-rum :
30).
Setiap ciptaan Allah mempunyai fitrahnya sendiri-sendiri jangankan Allah
sedang manusia saya membuat sesuatu itu dengan fitrahnya sendiri-sendiri.
Kesimpulannya bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama
adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi
yang beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, pengambangan dan
seterusnya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
9
Terjemahnya:
“Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu (termasuk manusia) telah kami ciptakan dengan
ukuran (batas) tertentu.” (Q.S. Al-Qomar: 49).
Untuk mengatasi kelemahan-kelemana dirinya itu dan keluar dari
kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan wahyu akan
agama.
3. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena
manusia dalam kehidupan senantiasa menghadapi berbagai tantangan baik dari
dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa
nafsu dan bisikan syetan sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan
upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin
memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya,
tenaga, dan pikiran yang dimanipestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan
yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari keluhan.
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
mereka gunakan agar orang mengikuti keininannya, berbagai bentuk budaya,
hiburan, obat-obatan terlarang dan sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu
upaya untuk mengatasinya dan membentengi manusia adalah dengan mengejar
mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu
saat ini semakin meningkat sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi
penting.
Didalam buku Metodelogi Studi Islam Abuddin Nata menjelaskan ada tiga
alasan yang sangat melatar belakangi kenapa manusia perlu atau butuh kepada
Agama. Alasan-alasan tersebut kami uraikan sebagai berikut :
1) Latar Belakang Fitrah Manusia
Kenyataan bahwa manusia memiliki Fitra keagamaan tersebut buat
pertama kalinya ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah
kebutuhan Fitri Manusia. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah
yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karenanya ketika
10
datangnya wahyu tuhan yang menyeru agar manusia beragama, maka seruan
tersebut amat sejalan dengan fitranya itu Firman Allah SWT dala Al-Qur’an Surat
Al-Rum ayat 30 tersebut di atas.
Sebenarnya manusia sejak kecil telah diberikan potensi fitrah beragama
oleh Allah. Mengenai potensi yang diberikan oleh Allah kepada Manusia dapat
kita jumpai dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 172.
Œ ) ‹{& •/‘ .` / Š# ` ‘ ƒ‘ Œ ‰-
& #’ & & // ( (#% ’/ !‰ &
(#) ƒ »Š)# ¯) ¨ ` #‹» ,#»
Terjemahnya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-
orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara
fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal ini
sedemikian jalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu haditsnya yang
mengatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi
beragama) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi
yahudi, Nasrani atau Majusi.
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama
ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Manusia Primitif yang
kepadanya tidak pernah datang informasi mengenal tuhan, ternyata mereka
mempercayai adanya tuhan sekalipun terbatas daya khayalnya. Selanjutnya,
keyakinan-keyakinan tersebut dikenal dengan istilah Dinamisme, Animisme, dan
Politeisme -lebih lanjut lihat Harun Nasution dalam Islam Ditinjau Dari Berbagai
Aspeknya-, ini semua membuktikan bahwa manusia mempunyai potensi bertuhan.
Lebih lanjut, Murthada Muthahhari menyebutkan bahwa setidaknya ada 5
Hipotesis yang diajukan mengenai pertumbuhan agama pada manusia. Yaitu
Agama produk rasa takut, Agama adalah produk kebodohan, agama sebagai
11
motivasi keterikatan manusia dan pendambaannya kepada keadilandan
keteraturan, dan Marxisme.
§™ ; ‘ ) §>
Terjemahnya:
“(7) dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). (8) Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”
Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk yang terhebat dan
tertinggi dari segala makhluk yang ada di alam ini, akan tetapi mereka mempunyai
kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan tersebut. Selanjutnya
dikatakan bahwa manusia menjadi lemah karena di dalam dirinya ada hawa nafsu
yang lebih cenderung mengajak kepada kejahatan, sesudah itu ada lagi iblis yang
selalu berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan kebaikan. Manusia
hanya dapat melawan musuh-musuh ini hanya dengan senjata agama.
Allah menciptakan manusia dan berfirman “bahwa manusia itu telah
diciptakan-nya dengan batas-batas tertentu dan dalam keadaan lemah. Dalam QS.
Al-Qomar : 49.
) ¨. >« » )= ‘‰)/ ¯
Terjemahnya :
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”
Dalam literatur Teologi Islam kita jumpai pandangan kaum mu’tazilah
yang rasionalis, karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam memperkuat
argumentasinya dari pada wahyu. Namun demikian mereka sepakat bahwa
12
manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang mengetahui yang
baik dan yang buruk tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui
oleh akal. Dalam hubungan inilah, kaum mu’tazilah mewajibkan pada Tuhan
agar menurunkan wahyu dengan tujuan agar kekurangan yang dimiliki akal dapat
dilengkapi dengan informasi yang datang dari wahyu (agama). Dengan
demikian, Mu’tazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia
memerlukan wahyu.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dirinya itu dan keluar dari
kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali melalui petunjuk wahyu
dan agama.
3) Tantangan Manusia
13
upaya untuk mengatasinya dan membentengi manusia adalah dengan mengejar
mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu
saat ini semakin meningkat sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi
penting.
Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Secara naluri, manusia mengakui
kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia
mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan
meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat
membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia
perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu:
a. Faktor Kondisi Manusia
b. Faktor Status Manusia
c. Faktor Struktur Dasar Kepribadian
14
manusia yang membinatang ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih jahat dan lebih
buas dari pada binatang buas sendiri.
Tanpa moral kehidupan akan kacau balau, tidak saja kehidupan
perseorangan tetapi juga kehidupan masyarakat dan negara, sebab soal baik buruk
atau halal haram tidak lagi dipedulikan orang. Dan kalau halal haram tidak lagi
dihiraukan. Ini namanya sudah maehiavellisme. Machiavellisme adalah doktrin
machiavelli “tujuan menghalalkan cara kalau betul ini yang terjadi, biasa saja
kemudian bangsa dan negara hancur binasa.
Ahmad Syauqi, 1868 – 1932 seorang penyair Arab mengatakan “bahwa
keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh akhlak, jika akhlak telah lenyap, akan
lenyap pulalah bangsa itu”.
Dalam kehidupan seringkali moral melebihi peranan ilmu, sebab ilmu adakalanya
merugikan. “kemajuan ilmu dan teknologi mendorong manusia kepada
kebiadapan”
Demikian pula dikatakan oleh Prof. Dr. Alexis Carrel seorang sarjana
Amerika penerima hadiah nobel 1948 “moral dapat digali dan diperoleh dalam
agama, karena agama adalah sumber moral paling teguh. Nabi Muhammad Saw di
utus tidak lain juga untuk membawa misi moral, yaitu untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia”
W.M. Dixo dalam “The Human Situation” menulis “ Agama betul atau
salah dengan ajarannya percaya kepada Tuhan dan kehidupan akherat yang akan
datang, adalah dalam keseluruhannya kalau tidak satu-satunya peling sedikit kita
boleh percaya, merupakan dasar yang paling kecil bagi moral”.
Dari tulisan W.M. Dixon di atas ini dapat diketahui bahwa agama
merupakan sumber dan dasar (paling kuat) bagi moral, karena agama
menganjurkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akherat. Pendapat Dixon
ini memang betul. Kalau orang betul beriman bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan
yang ada itu maha mengetahui kepada tiap orang sesuai dengan amal yang
dikerjakannya, maka keimanan seperti ini merupakan sumber yang tidak kering-
keringnya bagi moral. Itulah sebabnya ditegaskan oleh Rasulullah Saw. Yang
artinya : ”Orang mukmin yang paling sempurna imanya ialah orang mukmin yang
paling baik akhlaqnya” (Riwayat Tirmizi).
15
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya agama dalam
kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh manusia, karena
agama bersumber dari agama. Dan agama menjadi sumber moral, karena agama
menganjurkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akherat, dan selain itu karena
adanya perintah dan larangan dalam agama.
16
Ayat Ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan
pencurian yang dilakukan Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di
rumah seorang Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh
bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. hal Ini diajukan oleh kerabat-
kerabat Thu'mah kepada nabi s.a.w. dan mereka meminta agar nabi membela
Thu'mah dan menghukum orang-orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa
yang mencuri barang itu ialah Thu'mah, nabi sendiri hampir-hampir membenarkan
tuduhan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi.
d. Agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik dikala suka maupun
di kala duka
Hidup manusia di dunia yang pana ini kadang-kadang suka tapi kadang-
kadang juga duka. Maklumlah dunia bukanlah surga, tetapi juga bukan neraka.
Jika dunia itu surga, tentulah hanya kegembiraan yang ada, dan jika dunia itu
17
neraka tentulah hanya penderitaan yang terjadi. Kenyataan yang menunjukan
bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan duka yang silih berganti.
Firman Allah Swt yang artinya :
Terjemahnya:
“Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian, dan engkau kami coba dengan yang
buruk dan dengan yang baik sebagai ujian.” (al-Ambiya, 35).
Dalam masyarakat dapat dilihat seringkali orang salah mengambil sikap
menghadapi cobaan suka dan duka ini. Misalnya dikala suka, orang mabuk
kepayang da lupa daratan. Bermacam karunia Tuhan yang ada padanya tidak
mengantarkan dia kepada kebaikan tetapi malah membuat manusia jahat. (Shaleh,
2005: 45)
Berdasarkan uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa sikap yang
salah juga sering dilakukan orang sewaktu di rundung duka. Misalnya orang
hanyut dalam himpitan kesedihan yang berkepanjangan. Dari sikap yang keliru
seperti itu dapat timbul gangguan kejiwaan seperti lesu, murung, malas, kurang
gairah hidup, putus asa dan merasa tidak berguna bagi orang lain.
18
walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (Qs. at-Taubah:33).
Juga firman-Nya:
Terjemahnya:
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
hak agar Dia menangkan agama itu terhadap semua agama. Dan cukuplah allah
sebagai saksi.”(Qs. al-Fath [48]: 28).
19
Terjemahnya:
“(Tetapi) karena mereka melanggar janji mereka, Kami kutuk mereka, dan Kami
jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah)
dari tempat-tempatnya, dan mereka sengaja melupakan sebagian dari apa yang
mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan
melihart kekhianatan mereka kecuali sedikit dari mereka (yang tidak berkhianat)
…” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 13).
Terjemahnya:
“Dan Kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Qs. Saba [34]: 28).
Juga fiman-Nya:
Terjemahnya:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (Qs. al-Ahzab [33]:
40).
20
Kedua, risalah-risalah Rasul terdahulu hanya memecahkan beberapa
bagian tertentu dari persoalan kehidupan manusia seperti akidah, ibadah,
hubungan laki-laki dan wanita atau persoalan makanan. Sedangkan syariat Islam
hadir untuk memecahkan seluruh aspek kehidupan manusia, baik interaksi
manusia dengan Tuhan nya, hubungan dia dengan dirinya sendiri, dan
interaksinya dengan orang lain.
Syariah Islam mengandung hukum-hukum Islam terhadap masalah-
masalah aqidah dan ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT
al Khalik, Sang Pencipta, agar jelas keyakinan manusia kepada-Nya dan agar
benar tatacara beribadah kepada-Nya. Syariah Islam juga mengandung hukum-
hukum Allah SWT tentang akhlak, pakaian, dan makanan yang mengatur
hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Juga syariah Islam mengandung
hukum-hukum muamalah seperti jual beli, sewa menyewa, akad perusahaan, dan
berbagai masalah ekonomi baik mikro maupun makro; hukum-hukum berkaitan
dengan masalah politik ketatanegaraan serta pertahanan dan keamanan; hukum-
hukum yang berkaitan dengan sanksi-sanksi atas pelanggaran hukum dan tata cara
peradilan; yang kesemuanya itu mengatur hubungan manusia yang satu dengan
manusia lainnya dalam pergaulan di masyarakat. Kelengkapan syariah Islam itu
ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
Terjemahnya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan nikmat-Ku, dan telah Kuridlai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs.
al-Mâ’idah [5]: 3).
Ketiga, mukjizat para rasul terdahulu bersifat temporal, akan berhenti dan
lenyap bersamaan dengan wafatnya rasul tersebut. Misalnya, mukjizat tongkat
nabi Musa, tongkat itu hilang ditelan bumi. Tongkat yang memiliki berbagai
keistimewaan itu tidak ditemukan lagi hari ini. Demikian juga mukjizat
kemampuan menghidupkan orang mati yang dimiliki Nabi Isa, hilang bersama
hilangnya Nabi tersebut dari muka bumi. Mukjizat Nabi Sulaiman berupa
21
kemampuannya menundukan burung, jin dan angin, juga telah sirna tiada muncul
kembali. Serta mukjizat unta betinanya Nabi Shalih yang menghasilkan susu yang
melimpah ruah pun musnah tak bisa diperbaharui. Sedangkan mukjizat Nabi
Muhammad saw bersifat kekal dan abadi sampai Hari Kiamat. Mukjizat itu al-
Qur’an al-Karim yang menantang manusia untuk membuat yang serupa
dengannya. Kitab al-Qur’an yang kita baca hari ini adalah al-Qur’an yang
dibacakan dan disampaikan oleh Rasulullah Saw 15 abad yang lalu. Dan jutaan
kitab al-Qur’an yang tersebar di seluruh penjuru duani dan ada dari masa ke
massa adalah duplikasi tanpa penambahan dan pengurangan dari al-Qur’an yang
diterima oleh para sahabat dari beliau Saw di Makkah dan Madinah saat beliau
Saw masih hidup dan mendapatkan wahyu dari langit. Inilah satu-satunya kitab
yang dijanjikan oleh Allah untuk dipelihara (dijaga) seperti dalam firman-Nya:
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan Kami pulalah yang
akan menjaganya.” (Qs. al-Hijr [15]: 9).
22
Demikianlah, apa yang dianggap baik sebagian manusia kadang-kadang
dianggap buruk oleh yang lain. Disisi lain tidak mungkin secara bersamaan
mereka rela dengan aturan yang dibuat orang lain. Bahkan golongan yang tidak
ridha tadi bila berhasil memegang tampuk pemerintahan, niscaya mereka akan
mengganti sistem yang tadinya dibuat oleh orang yang sebelumnya- sesuai dengan
apa yang mereka sepakati dan inginkan.
Sebab lain yang menjadikan aturan buatan manusia tidak sempurna dan
tidak layak untuk mengatur manusia secara keseluruhan, adalah tidak adanya
pemahaman dari manusia pembuat aturan itu tentang perbedaan karakter masing-
masing individu yang hidup dalam masyarakat. Mereka juga tidak memahami
perkara-perkara apa saja yang akan muncul dan berkembang di masa yang akan
datang. Boleh jadi apa yang dianggap manusia hari ini baik, besok sudah berubah
dianggap buruk. Boleh jadi apa yang dianggap manusia hari ini buruk, suatu
ketika nanti mereka menganggapnya baik. Bahkan boleh jadi apa yang dianggap
manusia hari ini buruk, sebenarnya hakikatnya baik, tapi manusia tidak
mengetahui hakikat itu. Demikian pula sebaliknya. Allah SWT menjelaskan
keterbatasan anggapan manusia itu dalam firman-Nya:
Terjemahnya:
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang
kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. al-Baqarah [2]: 216).
Sebagai contoh misalnya arus besar (mainstream) manusia hari ini adalah
mendewa-dewakan sistem demokrasi sebagai sistem kehidupan dan sistem
kenegaraan yang terbaik di seluruh dunia. Mereka mengadopsi suara terbanyak
sebagai cara yang terbaik dalam memutuskan berbagai persoalan. Bahkan mereka
menganggap suara rakyat adalah suara Tuhan. Padahal Allah SWT, Tuhan yang
sebenarnya, yang telah menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan,
berfirman:
23
Terjemahnya:
Dan jika kamu menuruti kebanyakan manusia di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”
(Qs. al-An’âm [6]: 116).
24
BAB II
SUMBER AL-ISLAM
Dalam agama samawi sumber ajarannya mutlak dari Tuhan yang bersifat
doktrin dan tidak mungkin adanya campur tangan manusia. Adanya campur
tangan manusia di dalam penetapan serta pencetusan sumber ajaran, berarti
menghilngkan kemurnian ajaran itu sendiri, kebenarannya pun patut
dipertanyakan.
Yang dimaksud sumber dalam sajian ini adalah sumber hukum, norma,
nilai dan atau ajaran Islam (untuk selanjutnya dibaca sumber Al-Islam). Adapun
sumber utama al-Islam adalah Alquran kemudian as-Sunnah. Sedangkan hasil
Ijetihad dapat pula dijadikan sumber al-Islam. Namun Ijetihad bukan sumber
utama al-Islam sebab dia adalah metodologi memahami substansi al-Islam yang
terkandung dalam Alquran dan as-Sunnah. Untuk lebih jelasnya dibawah ini
dibicarakan masing-masing sumber al-Islam
A. Alquran
Alquran secara harfiah berarti “bacaan”
Terjemahnya:
“(17)Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. (18)Apabila kami Telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.”
Memang Alquran diturunkan untuk dibaca, difahami kemudian diamalkan.
Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta
petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah
kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang
diturunkan melalui para rasul.
25
Alquran adalah firman Allah SWT, yang merupakan mukjizat, yang
diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir dengan perantaraan Malaikat Jibril
yang tertulis di dalam mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir
yang diperintahkan membacanya, yang dimulai dengan surat Al fatihah dan
ditutup dengan Surat Annas.
Alquran adalah lafal berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang disampaikan kepada kita secara mutawatir, yang
diperintahkan membacanya yang menantang setiap orang (untuk menyusun
walaupun) dengan (membuat) surat yang terpendek dari pada surat-surat yang ada
di dalamnya.
Alquran diperintahkan untuk dibaca (selain dipelajari dan diamalkan)
karena membaca Alquran merupakan ibadah.
Alquran ditulis di dalam mushaf, bahwa Alquran ini ditulis sejak masa turun
(Nabi Muhammad SAW). Karena selalu ditulis inilah Alquran juga disebut
“Alkitab”. Dewasa ini mushaf Alquran disebut “Mushaf Usmani” karena
penulisannya mengikuti metode usman Bin Affan.
1. Memberitahu sesuatu dengan cara yang tidak jelas atau samar-samar dan
segera.
3. Segala yang disampaikan secara rahsia kepada pihak lain supaya dapat
diketahuinya.
26
5. Segala apa yang disampaikan oleh Allah secara rahsia kepada makhluknya baik
manusia dan binatang.
1. Segala apa yang disampaikan oleh Allah secara rahsia kepada nabi dan rasul-
Nya, seperti Al-Qur’an dan hadis.
2. Wahyu membawa pengertian yang lebih umum dan lebih luas daripada
pengertian al-Qur’an. Hal itu kerana al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad, tapi tidak semua wahyu itu, berupa Al-
Qur’an. Dimana ada yang berupa hadis, kitab Zabur, Taurat dan Injil adalah
juga wahyu Allah.
Nabi Muhammad sebagai salah seorang rasul (pesuruh) Allah Taala juga
menerima wahyu yang disampaikan melalui perantaraan malaikat Jibril. Wahyu
pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW ialah Surah Al-‘Alaq: 1-5
yang berbunyi:
.
Terjemahnya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
27
Beberapa Cara Wahyu Turun
Allah SWT menurunkan Al-Qur'an dengan perantaraan malaikat jibril
sebagai pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua
hira pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia / berumur 41
tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun
yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3.
Alquran turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik
beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat
dan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan.
Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih
mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama al-
quran diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22
hari.
Selanjutnya ada beberapa cara wahyu diturunkan sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Aisyah berikut:
Al-Haris bin Hisyam telah bertanya kepada Rasula Llah, dan dia berkata:
Ya Rasula Llah, bagaimana wahyu mendatangi kamu?. Maka berkata Rasulu Llah:
«Kadangkala ia mendatangi saya seperti dengungan loceng, dan ia adalah yang
paling berat ke atas saya, maka ia pun terputus daripada saya, dan saya telah ingat
daripadanya apa yang dia katakan. Dan kadangkala satu mala’ikat menyerupakan
untuk saya sebagai seorang lelaki, maka dia berkata-kata kepada saya, dan saya
ingat apa yang dia katakan». Berkata `A’isyah: Dan sesungguhnya saya telah
melihatnya, turun ke atasnya wahyu, pada suatu hari yang sangat sejuk, maka ia
pun putus daripadanya, dan sesungguhnya dahinya benar-benar mengalirkan
peluh. [Al-Bukhariy]
28
Berdasarkan hadits tersebut di atas maka cara wahyu turun sebagai
berikut:
Wahyu Allah ta’ala turun kepada Nabi saw melalui mimpi. Yakni, mimpi
yang benar (ru’ya shadiqah). Dengan tiba-tiba dalam tidur Nabi saw, bilau
bermimpi secara mendadak. Dan, mimpi itu benar adanya. Mengenai wahyu
disampaikan melalui mimpi. Pernah juga dialami oleh Nabi Ibrahim as. Ketika
Nabi Ibrahim as menerima perintah untuk menyembelih Nabi Isma`il as. Biasanya
wahyu yang turun melalui mimpi mengandung perintah (amar).
Wahyu Allah swt langsung masuk ke dalam hati Nabi saw. Nabi saw
bersabda, “Ruh kudus [malaikat Jibril] memasukkan pengertian ke dalam lubuk
hatiku. Bahwa, seorang manusia tidak akan mati sebelum ia menerima semua
yang telah ditetapkan baginya. Karena itu hendaklah kalian bertakwa kepada
Allah, dan carilah rizeki dengan jalan yang baik. Janganlah sekali-kali kelambatan
datangnya rizeki membuat kalian mencarinya dengan jalan maksiat [durhaka
terhadap Allah]. Apa yang ada pada Allah hanya dapat diperoleh dengan cara
berbakti dan taat kepada-Nya.” (Siratul Musthafa Shallallahu ‘alaihi wa sallama,
2008).
29
Keempat. Suara Lonceng.
Nabi saw pernah melihat malaikat Jibril as dalam bentuk aslinya. Guna
menyampaikan wahyu Allah ta’ala. Seperti saat diufuk depan Gua Hira dan ketika
di Sidratul Muntaha. Malaikat Jibril as langsung mengajarkan kepada Nabi saw
mengenai wahyu yang diembannya. Lebih jelasnya silahkan renungkan surat an-
najm ayat ke 1-14.
Wahyu langsung disampaikan oleh Allah ta’ala kepada Nabi saw. Yaitu,
saat Nabi saw diperintahkan menunaikan isra` dan mi’raj. Tidak melalui mimpi.
Tidak melalui perantara. Benar-benar dijumpai Nabi saw dengan mata kepada
beliau saw. Namun bagimanapun Nabi saw belum pernah selama hidupnya
berjumpa langsung dengan-Nya.
Memang mirip dengan cara yang ke-6. Ini terjadi tidak dalam keadaan
tertidur. Melainkan dalam keadaan terjaga. Tempatnya adalah bumi. Ini yang
membedakan penerimaan wahyu Allah ta’ala kepada Nabi saw, selain ada yang
diterima di Sidratul Muntaha ada yang diterima langsung di bumi.
30
Sejarah Pembukaan Mushaf Al Qur'an
31
Selepas dibincang dengan teliti, atas alasan maslahah dan menyedari
bahawa ia adalah satu wasilah yang paling agung untuk memudahkan
menghafaznya serta mengelakkan daripada hilang dan luput, maka Saidina Abu
Bakar bersetuju untuk mengumpulkan ayat al-Quran itu. Maka dipanggil beberapa
huffaz dan penulis wahyu zaman Nabi s.a.w yang masih hidup antaranya Zaid bin
Thabit bagi meneruskan usaha penulisan al-Quran.
Semuanya ditulis dengan teratur seperti yang Allah wahyukan. Di samping itu ada
beberapa sahabat yang menulis sendiri beberapa juz dan surah yang mereka hafal
dari Rasulullah s.a.w. dan akhirnya terhimpun menjadi satu mushaf diikat kemas,
tersusun turutan ayatnya sebagaimana yang ditetapkan oleh Rasulallah SAW.
Mashaf ini kemudiannya diserahkan kepada Saidina Abu Bakar. Selepas
kewafatannya, diserahkan pula kepada Saidina Umar al-Khattab.
Selepas beliau wafat, mashaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah, isteri Rasulullah
s.a.w yang juga anak Saidina Umar sehingga ke saat pengumpulan dan
penyusunan Al-Quran pada zaman Khalifah Usman.
32
Pada masa Umar bin Khattab tidak ada lagi kegiatan dalam rangka
mengumpulkan A1-Qur'an oleh karena itu pada masa ini Khalifah Umar menitik
beratkan kegiatannya pada penyiaran agama Islam.
Pada masa Khalifah Usman bin Affan wilayah kekuasaan Islam sudah
semakin luas, oleh sebab itu semakin beraneka ragam pula bangsa-bangsa bukan
Arab yang memeluk Agama Islam. Maka timbul lagi persoalan yang berhubungan
dengan kitab suci Al-Qur'an Salah seorang sahabat yang bernama Hudzaifah ibnu
Yaman yang baru pulang dari pertempuran. melaporkan kepada Khalifah Usman
bahwa timbul perbedaan pendapat tentang qiraat (bacaan) Al-Qur'an di kalangan
kaum muslimin, bahwa setiap kabilah mengaku bacaannya adalah Yang paling
baik dibanding bacaan kabilah yang lain.
Hudzaifah mengusulkan kepada khalifah agar segera diambil
kebijaksanaan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut, sebelum terjadi
pertengkaran tentang kitab suci Al Qur'an di antara mereka seperti yang terjadi
pada orana Yahudi dan Nasrani tentang Taurat dan Injil. Usul itu segera diterima
Khalifah Usman segera mengirim utusan untuk meminta mushaf kepada Hafsah
yang disimpan di rumahnya untuk disalin (diperbanyak). Untuk memperbanyak
mushaf ini kembli khalifah Usman menunjuk Zaid sebagai ketuanya dengan
anggota-anggotanya Abdullah bin Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin
Harits.
Setelah selesai memperbanyak mushaf, maka Usman menyerahkan
kembali mushaf yang asli kepada Hafsah. Kemudian lima mushaf lainnya dikirim
kepada penguasa di Mekah, Kuffah, Basrah dan Suriah, dan salah satunya
dipegang oleh Khalifah Usman bin Affan sendiri.
Demikianlah sejak saat itu mushaf Al Qur'an tersebut dinamai mushaf al
Imam atau lebih dikenal dengan mushhaf Usmany, karena disalin pada masa
khalifah Usman bin Affan.
Mukjizat Alquran
1. Pengertian
33
Kata mukjizat berasal dari kata bahasa Arab yang berarti melemahkan, dari
kata ‘ajaza (lemah). Dalam aqidah Islam mukjizat dimaknakan sebagai suatu
peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan yang digunakan untuk mendukung
kerasulan seorang rasul, sekaligus melamahkan lawan-lawan para rasul.
Pengertian ini terkait dengan kehadiran seorang nabi atau rasul. Nabi dan
rasul di dalam menyampaikan ajarannya selalu mendapatkan tantangan dari
masyarakatnya. Misalnya, ajarannya dianggap obrolan bohong, bahkan dianggap
sebagai tipu daya (sihir).
Kemudian ada pula istilah irhasat dan khawariq, irhasat adalah pertanda
yang terjadi untuk menunjukkan tanda kelahiran seorang nabi (sebelum kenabian).
Sedankan khawariq adalah kejadian yang terjadi dalam keadaan yang luar biasa.
34
Demikian juga pada zaman Muhammad, trend yang sedang berkembang
adalah ilmu sastra. Maka disaat itulah dirunkan Al-Qur'an sebagai mukjizat
Muhammad. Nabi yang pada saat itu tidak bisa membaca dan menulis tapi bisa
menunjukkan Al-Quran yang diyakini oleh umat Muslim, memiliki nilai sastra
tinggi, tidak hanya dari cara pemilihan kata-kata tapi juga kedalaman makna yang
terkandung di dalamnya sehingga Al-Quran dapat terus digunakan sebagai
rujukan hukum yang tertinggi sejak zaman masa hidup nabi sampai nanti di akhir
zaman.
35
Muhammad berupa Isra dan Mi'raj, membelah bulan untuk membuktikan
kenabiannya terhadap orang Yahudi, bertasbihnya kerikil di tangannya, batang
kurma yang menangis, pemberitaan Muhammad tentang peristiwa-peristiwa
masa depan ataupun masa lampau, tetapi mukjizat yang terbesar adalah Al-
Qur’an.
2. Bentuk mukjizat
1. Ilmu, seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang sudah terjadi ataupun
yang akan terjadi, umpamanya pengabaran Isa kepada kaumnya tentang apa
yang mereka makan dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka.
Sebagaimana pengabaran Muhammad tentang fitnah-fitnah atau tanda-tanda
hari kiamat yang bakal terjadi, sebagaimana banyak dijelaskan dalam hadits-
hadits.
2. Kemampuan dan kekuatan, seperti mengubah tongkat menjadi ular besar, yakni
mukjizat Musa yang diutus kepada Firaun dan kaumnya. Kemudian
penyembuhan penyakit kulit, buta, serta menghidupkan orang-orang yang
sudah mati, yang kesemuanya adalah mukjizat Isa. Juga terbelahnya bulan
menjadi dua yang merupakan salah satu mikjizat Muhammad.
3. Kecukupan, misalnya perlindungan bagi Muhammad dari orang-orang yang
menginginkan kejahatan kepadanya. Hal ini sering terjadi, ketika di Makah
sewaktu malam hijrah, ketika di dalam gua, lalu dalam perjalanan ke Madinah
ketika bertemu dengan Suraqah bin Malik, lalu di Madinah ketika orang-orang
Yahudi ingin menculiknya dan lain-lain. Contoh-contoh ini yang diyakini oleh
umat Muslim menunjukan bahwa Allah mencukupi rasul-Nya dengan
perlindungan, sehingga tidak membutuhkan lagi perlindungan makhluk lain.
Dari tiga jenis mukjizat para nabi di atas jelaslah bahwa pada hakekatnya
bertujuan untuk membenarkan kerasulan para rasul, dengan kemapuanya melebihi
kemampuan masyarakatnya. Masyarakatnya tidak berdaya (‘ajaza) menantang
para rasul, sehingga mereka menerima kebenaran ajaran yang dibawa para rasul.
36
Para nabi memiliki mukjizat yang berbeda sesuai dengan kondisi
masyaraktnya. Musa, karena masyarakatnya sangat ahli dalam ilmu sihir, maka
mukjizatnya ialah kemampuan mengubah tongkat menjadi ular besar, yang
mampu menelan semua ular yang dimunculkan para penyihir Fir’aun. Isa, karena
masyarakatnya ahli di bidang pengobatan, mukjizatnya ialah kemampuan
menyembuhkan orang buta sehingga mampu melihat kembali. Sedangkan
Muhammad, karena masyarakatnya ahli dalam bidang sastra, maka mukjizatnya
ialah Al-Qur’an, yang melebihi sastra Arab gubahan para sastrawan yang
dianggap tidak ada yang mampu menyaingi Al-Qur’an ketika itu. Bagaimana
canggihnya kemampuan sastrawan Arab, namun mereka tidak mampu (tidak
berdaya) menyamai al-Qur’an.
2. Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari
pengertian "fuqaha" ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau
37
dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam
ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima butir rukum islam.
Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di
bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu
menjalankannya.
3. Akhlaq / Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang
terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah.
Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah
untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang
diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.
4. Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau perintah
kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan
hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam
islam berdasarkan Alqur'an ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat,
mu'amalat, munakahat, faraidh dan jihad.
a. Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada
manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa'id. Tadzkir juga
bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan
balasan berupa nikmat surga jannah atau waa'ad. Di samping itu ada pula
gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan
kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
b. Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah
Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik
yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang
mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang
baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain ikibar.
c. Dorongan Untuk Berpikir
38
Di dalam al-qur'an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang
memerlukan pemikiran menusia untuk mendapatkan manfaat dan juga
membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta.
Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman
serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran
adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang
diturunkan melalui para rasul.
39
saw dengan sabdanya, “Aku tinggalkan kepada kamu sekalian dua hal, jika kamu
berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan sesat selama-
lamanya, yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul saw.” (H.R. At-Tirmizi
Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang sesat itu orang
meninggalkan ajaran al-Qur’an dan As-Sunnah. Namun sayangnya, selama ini
kebanyakan umat Islam telah meninggalkan al-Qur’an. Al-Qur’an tidak mendapat
perhatian dan tidak dibaca untuk diamalkan sebagaimana mereka sibuk membaca
bacaan lain selainnya. Selama ini kita mampu membaca surat kabar, majalah dan
buku setiap hari, namun kita tidak mampu membaca al-Qur’an.
Kita mampu membaca dan mengkhatamkan surat kabar yang jumlah kata
atau hurufnya hampir sama dengan 1 juz al-Qur’an dalam waktu belasan menit,
namun kita tidak mampu membaca beberapa halaman dari al-Qur’an. Begitu pula
kita mampu membaca majalah yang tebalnya seperempat atau sepertiga al-Qur’an
dalam waktu beberapa jam, namun giliranya membaca al-Qur’an kita tidak
mampu membaca beberapa juz dalam waktu yang sama. Bahkan kita mampu
membaca dan mengkhatamkan buku novel, komik dan roman yang tebalnya sama
dengan al-Qur’an dalam waktu seminggu, namun kita tidak mampu
mengkhatamkan al-Qur’an dalam waktu yang sama, bahkan sebulan sekalipun.
Inilah kondisi iman kita saat ini yang sangat lemah dan kritis.
Sejatinya kita bercermin kepada kehidupan orang-orang yang shalih.
Mereka menjadikan al-Qur’an sebagai buku bacaan hariannya. Mereka tidak
pernah bosan dan kenyang dengan al-Qur’an, sebagaimana diungkapkan oleh
Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, “Kalau hati kita bersih, maka kita tidak
pernah kenyang dengan al-Qur’an.” Karena dengan senantiasa membaca al-
Qur’an, kita akan mendapatkan banyak kebaikan.
Asy syahid Sayyid Quthub mengatakan dalam muqaddimah tafsirnya,
“Hidup dalam naungan al-Qur’an adalah nikmat. Nikmat yang hanya diketahui
oleh siapa yang telah merasakannya. Nikmat yang akan menambah usia,
memberkahi dan menyucikannya.” Sungguh banyak keutamaan dan keuntungan
yang diperoleh bagi orang yang membaca al-Qur’an. Keuntungan tersebut tidak
dimiliki oleh bacaan lainnya seperti surat kabar, majalah dan buku.
Diantara keutamaan dan keuntungan orang yang membaca al-Qur’an yaitu;
40
Pertama: orang yang membaca Al-Qur’an akan mendapatkan syafaat
(pertolongan) pada hari Kiamat nantinya berdasarkan sabda Rasulullah saw
bersabda:”Bacalah al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat
nanti memberi syafaat bagi orang yang membacanya.”(H. R. Muslim). Tentunya
tidak hanya sekedar membaca, juga mengamalkannya. Namun demikian, tanpa
membaca al-Qur’an maka tidak mungkin kita mengamalkannya. Selain Rasulllah
saw, tidak seorangpun yang mampu memberikan pertolongan kepada seseorang
pada hari hisab, kecuali al-Qur’an yang dibaca selama ia hidup di dunia.
Kedua, Rasulullah saw menegaskan bahwa orang yang terbaik di antara manusia
adalah orang yang mau mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an, sesuai dengan
sabdanya, ”Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan yang
mengajarkannya” (H.R. Bukhari). Oleh karena itu, orang yang terbaik di dunia ini
bukanlah orang yang punya memiliki harta yang melimpah, jabatan maupun
pangkat yang tinggi. Namun, disisi Allah Swt orang terbaik itu adalah orang yang
mau belajar al-Qur’an dan mengajarkan kepada orang lain.
Ketiga, orang yang pandai membaca Al-Qur’an akan disediakan tempat yang
paling istimewa di surga bersama para malaikat yang suci. Sedangkan orang yang
membaca terbata-bata (belum pandai), maka ia akan diberi dua pahala yaitu
pahala mau belajar dan kesungguhan membaca, sesuai dengan sabda Rasulullah
saw, ”Orang yang pandai membaca Al-Qur’an akan ditempatkan bersama
kelompok para Malaikat yang mulia dan terpuji. Adapun orang yang terbata-bata
dan sulit membacanya akan mendapat dua pahala.” (H.R Bukhari & Muslim).
Keempat, kejayaan suatu umat Islam itu dengan membaca al-Qur’an dan
mengamalkannya. Namun sebaliknya, musibah yang menimpa umat ini
disebabkan karena sikap acuh tak acuh kepada al-Qur’an dan meninggalkannya.
Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya Allah Swt meninggikan (derajat)
ummat manusia ini dengan Al-Qur’an dan membinasakannya pula dengan Al-
Qur’an” (H.R Muslim). Inilah rahasia mengapa generasi awal umat Islam
(generasi sahabat, tabi’in dan tabi’itabi’in) menjadi generasi terbaik umat ini
sebagaimana dinyatakan oleh Rasul saw. Mengapa demikian?
Jawabannya adalah karena mereka mengamalkan al-Qur’an dan sunnah
Rasul saw. Maka Islampun berjaya pada masa-masa mereka, sehingga tersebar
41
keseluruh penjuru dunia. Namun, setelah generasi tersebut sampai saat ini umat
Islam meninggalkan al-Qur’an sehingga umat Islam menjadi lemah dan hina
karena dijajah oleh orang kafir, bahkan dizalimi dan dibunuh seenaknya oleh
orang kafir akibat meninggalkan al-Qur’an.
Kelima, orang yang membaca dan mendengar Al-Qur’an akan mendapatkan
sakinah, rahmah, doa malaikat dan pujian dari Allah. Nabi saw bersabda:
”Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah Allah (masjid) untuk
membaca Kitabullah (al-Qur’an) dan mempelajarinya, melainkan ketenangan
jiwa bagi mereka, mereka diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat, dan
Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan para Malaikat yang ada di sisi-
Nya.” (H.R Muslim).
Memang, membaca dan mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an menentramkan
hati kita sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Swt, ““...Ingatlah, hanya
dengan zikir (mengingat) Allah hati menjadi tenang”. (Q.S Ar-Ra’d: 28). Al-
Qur’an merupakan zikir yang paling afdhal (utama). Oleh karena itu, ketenangan
tidaklah diperoleh dengan harta yang banyak, pangkat dan jabatan, namun
diperoleh dengan sejauh mana interaksi kita dengan al-Qur’an.
Keenam, mendapat pahala yang berlipat ganda. Rasulullah Saw
bersabda: ”Barangsiapa yang membaca satu huruf Kitabullah maka ia mendapat
satu kebaikan, dan satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku
tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, tapi alif itu satu huruf (H.R at-
Tirmizi) Membaca “alif lam mim” saja kita mendapatkan pahala sebanyak 30
kebaikan, maka bagaimana dengan membaca sejumah ayat-ayat yang dalam satu
halaman al-Qur’an? Bahkan berapa jumlah pahala yang kita peroleh bila kita
mampu membaca 1 juz dengan jumlah huruf ribuan atau ratusan ribu? Tentu
pahalanya sangat banyak, bahkan kita tidak sanggup menghitungnya.
Demikianlah berbagai keutamaan dan keuntungan bagi orang yang
membaca dan mempelajari al-Qur’an pada bulan-bulan biasa. Maka, terlebih lagi
pada bulan Ramadhan sebagai bulan al-Qur’an?! Tentu, pahalanya berlipat ganda
dibandingkan dengan bulan-bulan biasa. Maka, sangatlah rugi bagi orang-orang
yang tidak mau membaca dan mempelajari al-Qur’an, terlebih lagi di bulan
42
Ramadhan yang dilipat gandakan pahala padanya. Dan keutamaan-keutamaan
tersebut tidak dimiliki oleh bacaan lainnya selain al-Qur’an.
B. AL-HADITS
1. Pengertian Hadits
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui yaitu hadis, sunnah, atsar, dan
khabar. Jumhur ulama menyamakan arti hadis dan sunnah, atau dengan kata lain
keduanya merupakan kata sinonim (muradif). Hanya saja istilah hadis lebih sering
digunakan oleh ulama hadis. Sedangkan ulama ushul fiqh lebih banyak
menggunakan istilah sunnah. Nabi sendiri menamakan ucapannya dengan sebutan
al-hadis untuk membedakan antara ucapan yang berasal dari beliau sendiri dengan
yang lain. Berikut ini uraian dari beberapa istilah di atas:
1. Hadits menurut bahasa mempunyai tiga makna:
Baru (jadid), lawan dari terdahulu (qadim).
2. Dekat ( qorib ), tidak lama lagi terjadi, lawan dari jauh ( ba’id ).
3. Berita ( khabar ), sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang
kepada orang lainnya. Hadits yang bermakna khabar ini dihubungkan dengan
kata tahdis yang berarti riwayat, ikhbar ( mangkhabarkan ). Maka hadits dan
khabar menurut bahasa adalah dua kata yang sama.
Hadits menurut istilah para ahli hadits bahwasannya hadits itu sinonim
dari sunnah, yang dimaksud disini adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Rosul
SAW sebelum atau sesudah diutus menjadi nabi. Akan tetapi mayoritas hadits itu
diartikan dengan sesuatu yang diriwayatkan dari Rosul SAW setelah kenabian
baik dari perkataan, perbuatan dan penetapannya. Dalam definisi ini sunnah lebih
umum dari hadits.
Menurut Hafidz Hasan Al Masudi, hadits adalah sesuatu yang disandarkan
kepada nabi SAW baik perkataannya, perbuatnnya, penetapannya atau sifatnya.
2. Pengertian Sunnah
43
Sunnah menurut bahasa adalah cara atau jalan yang biasa ditempuh, baik
terpuji maupun tercela. Sedangkan sunnah menurut istilah, ada beberapa
perpedaan pendapat antara lain:
Sunnah menurut istilah para ahli hadits: Setiap sesuatu yang diriwayatkan
dari Rosul SAW dari perkataan, perbuatan dan penetapan, sifat atau perjalanan
nabi baik sebelum atau sesudah diutus menjadi Rosul. Dalam definisi ini sunnah
adalah sinonim dari hadits.
Sunnah menurut istilah ulama ushul fiqih: Setiap sesuatu yang bersumber
dari nabi SAW selain Al- Qur’an, dari perkataan, perbuatan, penetapan yang biasa
dijadikan dalil dalam hokum syar’i.
Sunnah menurut istilah ahli fiqih: Setiap sesuatu yang ditetapkan dari nabi
SAW yang bukan merupakan bab fardlu atau wajib.
3. Pengertian Khabar
Menurut bahasa, khabar artinya warta atau berita yang disampaikan dari
seseorang ke orang lain. Khabar menurut istilah ahli hadits yaitu segala sesuatu
yang disandarkan atau berasal dari nabi SAW atau dari yang selain nabi SAW.
Karena itu khabar dikatakan lebih umum dari hadits. Dan khabar lebih patut
dijadikan sinonimnya hadits dari pada sunnah.
Karena itu, sebagian ulama’ berpendapat bahwa khabar itu mencakup
segala sesuatu yang datang dari selain nabi SAW, sedangkan hadits khusus untuk
segala sesuatu yang berasal dari nabi SAW.
4. Pengertian Atsar
Menurut bahasa, atsar artinya bekas atau sisa sesuatu. Sedangkan menurut
istilah ada beberapa pendapat, antara lain:
1. Atsar adalah sinonim dari khabar sunnah dan hadits.
2. Atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada salaf dari sahabat dan tabi’in.
3. Atsar adalah al marfu’ ( hadits yang sanadnya sampai kepada Rasulullah ), al
mauquf ( hadits yang sanadnya hanya sampai kepada sahabat dan tabi’in ).
4. Atsar adalah hadits mauquf ( ini merupakan pendapat ahli fiqih khurasan ).
5. Klasifikasi Hadits
44
Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni
shahih, hasan, da'if dan maudu'.
a. Sanadnya bersambung;
b. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah,
berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat
ingatannya.
c. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak
ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.
Dalam agama Islam, hadits atau sunnah Nabi mempunyai kedudukan dan
peranan yang sangat penting, yaitu sebagai sumber atau landasan pokok yang
kedua bagi ajaran Islam, landasan pertama adalah Alquran.
45
2. Menetapkan ketetntuan atau hukum yang belum disebutkan dalam Alquran
sebagaimana dimaksudkan dalam firman Allah.
C. Ijtihad
1. Pengertian Ijtihad
Dari segi bahasa Ijtihad adalah mengerjakan sesuatu dengan segala
kesungguhan. Sedangkan menurut istilah Ijtihad adalah mengerahkan segala
potensi dan kemampuan untuk menetapkan hukum-hukum syariat.
Imam Mahdi mendefinisikan ijtihad sebagai berikut: Ijtihad adalah mencurahkan
segala kemampuan untuk mencari hukum syara’ yang bersifat zhanni sampai
dirinya merasa tak mampu mencari tambahan kemampuan.
Harun Nasution mengatakan bahwa kata ijtihad dilihat dari bahasa Arab
adalah dari kata al-jahdu dannal-juhdu. kata tersebut di atas berarti “daya upaya”
atau usaha keras.
Dengan demikian, konsepsi ini mempunyai pengertian bahwa ijtihad
berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu, dalam kaitan ini,
pengertian ijtihad secara istilah bahwa kata al-jahdu dan al-juhdu adalah usaha
maksimal dalam melahirkan hukum-hukum syari’at dari dasar-dasarnya melalui
pemikiran dan penelitian.
Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat
Nabi. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan
pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitabullah dan Sunnah
Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas
(ma’qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari
hikmah syari’ah- yang terkenal dengan “mashlahat.”
Ijtihad juga bisa berati pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli
fiqh atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu
hukum syara’ (hukum Islam).
Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Pelaku Ijetihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
b. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang
berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan
hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi,
46
c. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.
2. Syarat-syarat Mujtahid
a. Mengetahui segala ayat dan sunnah yang berhubungan dengan hukum.
b. Mengetahui masalah-masalah yang telah di ijma’kan oleh para ahlinya
c. Mengetahui Nasikh dan Mansukh.
d. Mengetahui bahasa arab dan ilmu-ilmunya secara sempurna.
e. Mengetahui ushul fiqh
f. Mengetahui rahasia-rahasia tasyrie’ (Asrarusyayari’ah).
g. Menghetahui kaidah-kaidah ushul fiqh
h. Mengetahui seluk beluk qiyas.
3. Macam-macam Ijtihad
a. Ijma’
1) Pengertian Ijma’
Ijma’ ialah kesepakatan mujtahid umat Islam tentang hukum syara’
dari peristiwa yang terjadi setelah Rasul wafat
2) Macam-macam Ijma’
Dari segi cara terjadinya :
1. Ijma’ bayani yaitu mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas dan
tegas, baik berupa ucapan maupun tulisan
2. Ijma’ Sukuti yaitu para mujtahid seluruh aau sebagian tidak menyatakan
pendapat dengan jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja terhadap
suatu kesatuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid,
Dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu ijma’ dibagi kepada :
1. Ijma’ Qathi’ yaitu hukum yang dihasilkan ijma’. Diyakini benar
terjadinya tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dengan hasil ijm’
berbeda
2. Ijma’ Dhanni yaitu hukum yang dihasilkan ijma’ iu masih ada
kemungkinan lain.
47
5. Ijma’ ulama Kufah yang dilakukan oleh ulama-ulama Kufah
b. Qiyas
1) pengertian Qiyas
Secara Etimologi Qiyas menurut arti bahasa arab ialah penyamaan
,membandingkan atau pengukuran, menyamakan sesuatu dengan yang lain.
Secara Terminologi
Menurut ulama ushul Qiyas berarti menerangkan hukum sesuatu yang
tidak ad nashnya dalam Al-Qur’an dan Hadist dengan cara
membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan
nash.
Imam Jalaluddin Al-mahalli mendefinisikan Qiyas ialah
mengembalikan masalah furu’ (cabang) pada masalah pokok, karena suatu
illat yang mempersatukan keduanya (cabang dan pokok) di dalam hukum.
Dengan demikian Qias yaitu menyamakan,membandingkan atau
menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar
nashnya dengan yang telah ditetapkan hukunya berdasarkan nas
2) Rukun Qiyas
a. Al-ashlu (pokok).
Sumber hukum yang berupa nash-nash yang menjelaskan tentang
hukum, atau wilayah tempat sumber hukum.Yaitu masalah yang menjadi
ukuran atau tempat yang menyerupakan. Para fuqaha mendefinisikan al-
ashlu sebagai objek qiyâs, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan
kepadanya (al-maqîs ‘alaihi), dan musyabbah bih (tempat menyerupakan),
juga diartikan sebagai pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan
hukumnya berdasar nash.
Imam Al-Amidi dalam al-Mathbu’ mengatakan bahwa al-ashlu adalah
sesuatu yang bercabang, yang bisa diketahui (hukumnya) sendiri. Contoh,
pengharaman ganja sebagai qiyâs dari minuman keras adalah
48
keharamannya, karena suatu bentuk dasar tidak boleh terlepas dan selalu
dibutuhkan Dengan demiklian maka al-aslu adalah objek qiyâs, dimana
suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya.
b. Al-far’u (cabang).
yaitu sesuatu yang tidak ada ketentuan nash. Fara' yang berarti
cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak
ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara' disebut juga maqis (yang
diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang
dibandingkan).
c. Al- Hukum
Al- Hukum adalah hukum yang dipergunakan Qiyas untuk
memperluas hukum dari asal ke far’ (cabang). Yaitu hukum dari ashal yang
telah ditetapkan berdasar nash dan hukum itu pula yang akan ditetapkan
pada fara' seandainya ada persamaan 'illatnya.
d. Al-‘illah (sifat)
Illat alah alasan serupa antara asal dan far’ ( cabang)., yaitu suatu sifat
yang terdapat pada ashl, dengan adanya sifat itulah , ashl mempunyai suatu
hukum. Dan dengan sifat itu pula, terdapat cabang disamakan dengan
hukum ashl.
49
Antara minum narkotik dan minum khamr ada persamaan ‘illat, yaitu
sama-sama berakibat memabukkan para peminumnya, sehingga dapat merusak
akal. Berdasarkan persamaan ‘illat itu, ditetapkanlah hukum minum narkotik yaitu
haram, sebagaimana haramnya minum khamr.
1. Segala minuman yang memabukkan ialah Far’un/Cabang, artinya yang
diQiyaskan.
2. Khamr dan Arak ialah yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan
/mengiyaskan hukum, artinya Ashal/Pokok.
3. Mabuk merusak akal ialah ‘Ilat penghubung / penyebab.
4. Hukum, Segala minuman yang memabukan hukumnya haram.
3) Macam-macam Qiyas
a. Qiyas al-Aulawi. Yaitu yang tujuan penetapan yang menjadi ‘illat hukum
terwujud dalam kasus furu’ lebih kuat dari ‘illat hukum dalam hukum asal.
50
tua. Atau qiyas yang illatnya mewajibkan adanya hukum, dan yang disamakan
atau yang dibandingkan (mulhaq) mempunyai hukum yang lebih utama daripada
yang dibandingi (mulhaq bih). Seperti haramnya hukum mengucapkan kata “ah”
kepada kedua orang tua berdasarkan firman Allah SWTtersebut di atas.
b. Qiyas al-Musawi. Yaitu qiyas yang illatnya mewajibkan adanya hukum, dan
illat hukum yang ada pada yang dibandingkan / mulhaq, sama dengan illat hukum
yang ada pada mulhaq bih. Atau Suatu qiyas yang illatnya yang mewajibkan
hukum, atau mengqiyaskan sesuatu pada sesuatu yang keduanya bersamaan dalam
keputusan menerima hukum tersebut”.
Contoh: menjual harta anak yatim adalah suatu peristiwa yang perlu ditetapkan
hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasarnya. Peristiwa
itu disebut sebagai fara’ (cabang). Untuk menetapkan hukumnya dicari suatu
peristiwa lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash yang illatnya sama
dengan peristiwa pertama. Peristiwa kedua ini telah ditetapkan hukumnya
berdasar nash yaitu haram (hukum ashlu) berdasar firman Allah SWT:
Terjemahnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (Q.S an-Nisa’: 10).
Persamaan illat antar kedua peristiwa ini, ialah sama-sama berakibat
berkurang atau habisnya hartanya anak yatim. Karena itu ditetapkanlah hukum
menjual harta anak yatim sama dengan memakan harta anak yatim yaitu sama-
sama haram.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
51
Ashlu, ialah memakan harta anak yatim
Far’u, ialah menjual harta anak yatim
Hukum ashlu, ialah haram
Illat, ialah mengurangi atau menghabiskan harta anak yatim.
Karena itu ditetapkan pulalah haram hukumnya menjual harta anak yatim.
Dari kedua peristwa ini nampak hukum yang ditetapkan pada ashal sama
pantasnya dengan hukum yang ditetapkan pada far’u.
c. Qiyas al-Adwani. Yaitu qiyas yang illat hukum yang ada pada yang
dibandingkan / mulhaq, lebih rendah dibandingkan dengan illat hukum yang ada
pada mulhaq bih.
d. Qiyas Dilalah. Yaitu qiyas di mana illat yang ada pada mulhaq / yang
disamakan, menunjukan hukum, tetapi tidak mewajibkan hukum padanya.
52
persamaan aspek antara masalah yang ada nashnya dengan masalah yang tidak
ada nashnya. Metode ini kemudian dikenal dengan nama qiyas.
Contoh Qiyas:
Sebagai contoh dari pentingnya qiyas di kemudian hari adalah dalam
masalah zakat fithr. Kita tahu bahwa semua hadits dari Nabi Muhammad SAW
menyebutkan bahwa membayar zakat fitrah itu hanya dengan kurma atau gandum.
Tidak ada diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah membayar zakat fithr
dengan beras.
Lewat qiyas seperti yang dilakukan oleh Abu Hanifah, maka dicari 'illat
dari zakat ini, bukan realitasnya. Kesimpulannya, yang perlu dikeluarkan dari
zakat fithr ini adalahquuth baladih, yaitu makanan pokok yang dimakan oleh
suatu bangsa. Sehingga di mana pun di dunia ini, orang boleh membayar zakat
fitrh dengan makanan pokok yang berlaku di masyarakat masing-masing.
Walaupun tidak ada satu pun hadits dan teladan dari Nabi Muhammad
SAW yang menyebutkan bahwa beliau berzakat dengan beras. Kalau seandainya
kita tidak mau menggunakan qiyas, maka bangsa Indonesia tidak sah ketika
membayar zakat dengan beras. Contoh lain : Menurut Imam Abu Hanifah,
perempuan boleh menjadi hakim di pengadilan yang tugas khususnya menangani
perkara perdata, bukan perkara pidana. Alasannya karena perempuan tidak boleh
menjadi saksi pidana. Dengan demikian, metode ijtihad yang digunakan adalah
qiyas dengan menjadikan kesaksian sebagai al-ashl dan menjadikan hukum
perempuan sebagai far’u.
c. Ihtisan
1) Pengertian Istihsan
Menurut bahasa, istihsan berarti menganggap baik atau mencari yang
baik.
Menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan hukum yang telah
ditetapkan kepada hukum yang lainnya, pada suatu peristiwa atau kejadian
yang ditetapkan berdasar dalil syara
Jadi singkatnya, istihsan adalah tindakan meninggalkan satu hukum
kepada hukum lainnya disebabkan karena ada suatu dalil syara` yang
mengharuskan untuk meninggalkannya.
53
Misal yang paling sering dikemukakan adalah peristiwa
ditinggalkannya hukum potong tangan bagi pencuri di zaman khalifah
Umar bin Al-Khattab ra. Padahal seharusnya pencuri harus dipotong
tangannya. Itu adalah suatu hukum asal. Namun kemudian hukum ini
ditinggalkan kepada hukum lainnya, berupa tidak memotong tangan
pencuri. Ini adalah hukum berikutnya, dengan suatu dalil tertentu yang
menguatkannya.
54
satu lingkungan mazhab tertentu maupun dari berbagai mazhab.
55
BAB III
MISI DAN CAKUPAN ISLAM
Tujuan merupakan akhir sebuah harapan atau capaian suatu aktifitas yang
telah direncanakan. Adanya rencana melakukan aktifitas karena adanya tujuan
tertentu. Aktifitas merupakan manipestasi suatu rencana dan tujuan. Dengan
demikian tujuan berfungsi sebagai pengarah dan pendorong sebuah aktifitas.
Mengetahui tujuan atau misi Islam minimal akan mendorong dan mengarahkan
sikap seseorang terhadap Islam.
Ilustrasi di atas tidak berbeda dengan apa yang ditetapkan Allah dalam
menciptakan manusia dan alam sekitarnya. Alam yang nampak teratur sedemikian
rupa mustahi tanpa ada tujuan, perencanaan serta sistem kerja profesional yang
terprogram. Jadi kehadiran Islam tidak bisa terlepas dari misi dan tujuan tertentu.
Yang hendak kita bicarakan adalah misi dan tujuan kehadiran Islam di
bumi ini. Misi tersebut dapat kita pahami dari t5ujuan hidup manusia dalam
perspektif Islam. Untuk mengetahui tujuan hidup manusia dapat dilihat dari fungsi
serta tugas hidup manusia atau aktifitasnya.
A. Tugas Manusia
Terjemahnya:
56
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."( QS. Al-Baqarah:
30).
Salah satu penjelasan Tuhan teantang mengapa la menciptakan manusia
adalah Tuhan ingin mengadakan Khalifah. Dengan tugas-tugas tertentu. Tugas
tertentu itu antara lain:
1. Untuk memakmurkan bumi
Terjemahnya:
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain
Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya[726], Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian
bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya)
lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
57
Terjemahnya:
“Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka,
dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku
dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah
orang-orang yang fasik.”
Kata Shaleh berasal dari kata shaluha, yashluhu artinya tepat, sesuai
dan baik. Jadi hamba yang shaleh artinya hamba yang baik dan tepat, yakni
memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugasnya secara
baik.
58
bermanfaat bagi diri dan lingkungannya yang pada akhirnya bisa
melaksanakan fungsi yang sebenarnya yakni memakmurkan bumi.
Sebaliknya orang yang tidak kokoh mental spintualnya, maka segala yang
ada pada dirinya tidak bermanfaat, bahkan akan membuat kemudharatan
bagi yang lain.
59
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am: 165).
Dalam ayat tersebut Allah menyampaikan penegasan bahwa ia akan
menjadikan (manusia sebagai) "khalifah" di muka bumi. Khalifah bermakna
pengganti atau pengemban amanh karena manusia telah menyanggupinya.
Terhadap hal itu Malaikat seakan mempertanyakan: "Apakah Engkau akan
membuat khalifah di bumi, makhluk yang selalu berbuat kerusakan dan
senantiasa menumpahkan darah di bumi, padahal kami para Malaikat
senantiasa bertasbih dengan puji-pujian terhadapmu dan selalu mensucikan
asma-Mu".
Pertanyaan malaikat yang seperti itu sama sekali tidak bisa diartikan
sebagai protes kepada Allah, mengapa manusia yang dijadikan khalifah
padahal menurut malaikat manusia adalah makhluk yang selalu berbuat
rusak di bumi, menumpahkan darah. Mengapa yang dijadikan khalifah
manusia, bukan Malaikat yang menyatakan diri selalu bertasbih dan
mensucikan Allah, kalau kita rangkaikan surat al-Baqarah ayat 30 dengan
surat Al-Ahzab ayat: 72, maka sama sekali ucapan malaikat yang seperti itu
tidak merupakan protes kepada Allah. Sebab malaikat tahu betul bahwa
yang menyanggupi untuk mengemban amanat Allah adalah manusia.
Malaikat sama sekali tidak sanggup mengemban amanat itu. Maka, kalau
kemudian Allah menetapkan manusia sebagai khalifah-Nya di bumi,
pengemban amanah-Nya di bumi, itu adalah hal yang logis, benar, dan
wajar.
Tegasnya, ucapan malaikat yang seperti itu sama sekali tidak boleh
diartikan sebagai protes atas pengangkatan Tuhan terhadap manusia
sebagai khalifah.
Di samping itu, Allah telah menjelaskan di antara sifat esensial
malaikat itu adalah makhluk yang tidak pemah membantah dan hanya
mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya . Dalam
hal ini Allah berfirman sebagai berikut: (QS. Al-Tahrim: 6)
60
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”
Ayat itu bisa memperjelas bahwa ucapan malaikat (yang sepei itu)
justru bisa diartikan memang atas perintah Allah. Jadi seakan-akan hal itu
sudah diskenarioi oleh Allah skenario itulah yang harus diperhatikan dan
dikaji oleh manusia. Skenario itu mengandung pelajaran bagi manusia
tentang apa yang harus dilaksanakan dalam mengamalkan amanat Allah.
Sebagai khalifah, yaitu harus senantiasa bertasbih dengan memuji
Allah dan mensucikan nama-Nya, serta mewujudkan kemakmuran dan
tertib di bumi, dan menegakkan persatuan dan persaudaraan sesamanya.
Terjemahnya:
61
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.(Q.S. al-Dzariyat: 56).
62
mengembannya. kemauannya sendiri, menyatakan sanggup mengemban amanat
Allah tersebut.
Itulah agaknya yang menyebabkan ditutupnya ayat itu dengan firman-Nya:
"Sungguh, manusia sangat dzalim dan sangat bodoh" (. Al-Ahzab: 72).
Ayat itu merupakan peringatan Allah bagi manusia, bahwa dia adalah
makhluk yang sangat dzalim dan sangat odoh. Amanat yang ditawarkan Tuhan
dan disanggupi manusia adalag soal berat. Masalah besar yang sulit untuk
dilaksanakan. Hanya dengan mengubah sifat kedzaliman dan kebodohannya dan
berbuat dengan penuh perhitungan, hati-hati, teliti, berbuat dengan menggunakan
ilmu pengetahuan dan kemampuan berpikir, mereka akan dapat melaksanakan
amanat tersebut.
Karena manusia telah menyatakan kesanggupannya, maka Allah
mengangkat manusia menjadi Khalifah-Nya di bumi seperti yang diisyaratkan
Allah pada al- Baqarah ayat 30. Namun ada yang menarik unluk dikaji dari ayat
ini, yaitu dialog antara Allah dan malaikat-Nya.
Kesimpulan akhir dari pembahasan di atas adalah bahwa bentuk dan
wujud konkret ibadah secara totalitas ini ialah pelaksanaan amanat Allah
sebagai khalifah-Nya di bumi, yang membangun dunia, menjaga serta memelihara
ketertiban dan keamanannya untuk terciptanya kemakmuran di dalamnya, dengan
senantiasa bertasbih, memuji dan mensucikan nama-Nya."
Untuk bisa melaksanakan ibadah seperti itu maka seorang abid harus
mampu mengelola bumi, baik mengenai pembinaan dan pengaturan hidup dan
kehidupan manusia atau pun dalam cara pengaturan dan pemanfaatan alam
dengan seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya. Para 'abid hams
merupakan hamba-hambah yang shaleh (al 'ibad al shalihun), yaitu hamba-hamba
yang memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugas
kewajibannya sebagai amal ibadahnya. Seperti diisyaratkan dalam firman Allah
berikut ini:
Terjemahnya:
"(105)Dan sungguh Telah kami tulis didalam Zabur[973] sesudah (Kami tulis
63
dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi Ini dipusakai hamba-hambaKu yang
saleh.(106)Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (Surat) ini, benar-benar
menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah).”
Allah telah memberikan kelebihan-kelebihan diantara manusia satu
dengan yang lainnya itu adalah ujian bagi mansia agar manusia mampu
menggunakan kelebihan-kelebihan yang berbeda-beda itu untuk melaksanakan
ibadah-ibadah kepada Allah yakni membangun bumi. Memang adalah suatu
sunatullah bahwa di dunia ini ada perbedaan-perbedaan di antara manusia ada
yang kaya, ada yang miskin, ada yang pandai dan ada yang kurang pandai dan ada
orang yang punya keahlian tertentu, seperti ahli ekonomi, ahli fisika dan lainnya
itu semua ujian bagi manusia. Digunakan untuk apa kelebihan-kelebihan itu,
apakah untuk kesenangan dirinya sendiri ataukah untuk beribadah kepada Allah.
Jadi setiap orang harus meningkatkan kualitas (mutu) dirinya yang akhirnya
semua itu dimaksudkan untuk beribadah kepada Allah.
64
BAB IV
A. Kehidupan Pribadi
1. Dalam Aqidah
65
keimanan berdasarkan tauhid itu, dan tetap menjauhi serta menolak syirk,
takhayul, bid'ah, dan khurafat yang menodai iman dan tauhid kepada
Allah Subhanahu Wata'ala Q.S. Al-Furqan/25: 63-77, Q.S. An-Nisa/4:
136
2. Dalam Akhlaq
66
Terjemahnya:
5. Dan langit serta pembinaannya,
6. Dan bumi serta penghamparannya,
7. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya.
Terjemahnya:
Terjemahnya:
“Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada
(mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang
saleh.
b. Setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdhah dengan
sebaik-baiknya dan menghidup suburkan amal nawafil (ibadah sunnah)
sesuai dengan tuntunan Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman yang
67
kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih yang tulus sehingga tercermin dalam
kepribadian dan tingkah laku yang terpuji.
68
1. Keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat dan bangsa sebagai
tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan,
karenanya menjadi kewajiban setiap anggota Muhammadiyah untuk
mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah40
yang dikenal dengan Keluarga Sakinah.
2. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut untuk benar-
benar dapat mewujudkan Keluarga Sakinah yang terkait dengan
pembentukan Gerakan Jama’ah dan da'wah Jama’ah menuju terwujudnya
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2. Fungsi Keluarga
a. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu difungsikan
selain dalam mensosialisasikan nilai-nilai ajaran Islam juga
melaksanakan fungsi kaderisasi sehingga anak-anak tumbuh menjadi
generasi muslim Muhammadiyah yang dapat menjadi pelangsung dan
penyempuma gerakan da'wah di kemudian hari.
b. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut keteladanan
(uswah hasanah) dalam mempraktikkan kehidupan yang Islami yakni
tertanamnya ihsan/kebaikan dan bergaul dengan ma’ruf Q.S. An-Nisa/4:
19, 36, 128; Al-Isra/17: 23, Luqman/31: 14, saling menyayangi dan
mengasihi Q.S. Ar-Rum/30: 2, menghormati hak hidup anak Q.S. Al-
An'am/6 : 151, Al-Isra/17: 3, saling menghargai dan menghormati antar
anggota keluarga, memberikan pendidikan akhlaq yang mulia secara
paripuma Q.S. Al-Ahzab/33: 59, menjauhkan segenap anggota keluarga
dari bencana siksa neraka Q.S. At-Tahrim/66: 6, membiasakan
bermusyawarah dalam menyelasaikan urusan Q.S. At-Talaq/65: 6, Al-
Baqarah/2: 233, berbuat adil dan ihsan Q.S. Al-Maidah/5: 8, An-Nahl/16:
90, memelihara persamaan hak dan kewajiban Q.S. Al-Baqarah/2: 228,
An-Nisa/4: 34, dan menyantuni anggota keluarga yang tidak mampu Q.S.
Al-Isra/17: 26, Ar-Rum/30: 38.
3. Aktifitas Keluarga
69
a. Di tengah arus media elektronik dan media cetak yang makin terbuka,
keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah kian dituntut perhatian
dan kesungguhan dalam mendidik anak-anak dan menciptakan suasana
yang harmonis agar terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dan
terciptanya suasana pendidikan keluarga yang positif sesuai dengan nilai-
nilai ajaran Islam.
b. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut
keteladanannya untuk menunjukkan penghormatan dan perlakuan yang
ihsan terhadap anakanak dan perempuan serta menjauhkan diri dari
praktik-praktik kekerasan dan menelantarkan kehidupan terhadap
anggota keluarga.
c. Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu memiliki
kepedulian sosial dan membangun hubungan sosial yang ihsan, ishlah,
dan ma'ruf dengan tetangga-tetangga sekitar maupun dalam kehidupan
sosial yang lebih luas di masyarakat sehingga tercipta qaryah thayyibah
dalam masyarakat setempat.
d. Pelaksanaan shalat dalam kehidupan keluarga harus menjadi prioritas
utama, dan kepala keluarga jika perlu memberikan sanksi yang bersifat
mendidik.
C. Kehidupan Bermasyarakat
1. Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan
dengan sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya
masing-masing dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan
sesame muslim maupun dengan non-muslim, dalam hubungan ketetanggaan
bahkan Islam memberikan perhatian sampai ke area 40 rumah yang
dikategorikan sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.
2. Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus menunjukkan
keteladanan dalam bersikap baik kepada tetangga, memelihara kemuliaan
dan memuliakan tetangga, bermurah-hati kepada tetangga yang ingin
menitipkan barang atau hartanya, menjenguk bila tetangga sakit, mengasihi
tetangga /sebagaimana mengasihi keluarga/diri sendiri, menyatakan ikut
70
bergembira/senang hati bila tetangga memperoleh kesuksesan, menghibur
dan memberikan perhatian yang simpatik bila tetangga mengalami musibah
atau kesusahan, menjenguk/melayat bila ada tetangga meninggal dan ikut
mengurusi sebagaimana hak-hak tetangga yang diperlukan, bersikap pemaaf
dan lemah lembut bila tetangga salah, jangan selidik-menyelidiki
keburukan-keburukan tetangga, membiasakan memberikan sesuatu seperti
makanan dan oleh-oleh
3. Kepada tetangga, jangan menyakiti tetangga, bersikap kasih sayang dan
lapang dada, menjauhkan diri dari segala sengketa dan sifat tercela,
berkunjung dan saling tolong menolong, dan melakukan amar ma'ruf nahi
munkar dengan cara yang tepat dan bijaksana. Dalam bertetangga dengan
yang berlainan agama juga diajarkan untuk bersikap baik dan adil Q.S. Al-
Mumtahanah/60 : 8, mereka berhak memperoleh hak-hak dan kehormatan
sebagai tetangga, memberi makanan yang halal dan boleh pula menerima
makanan dari mereka berupa makanan yang halal, dan memelihara toleransi
sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan Agama Islam.
4. Dalam hubungan-hubungan sosial yang lebih luas setiap anggota
Muhammadiyah baik sebagai individu, keluarga, maupun jama'ah (warga)
dan jam'iyah (organisasi) haruslah menunjukkan sikap-sikap sosial yang
didasarkan atas prinsip menjunjung-tinggi nilai kehormatan manusia Q.S.
Al-Isra/17: 70, memupuk rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan Q.S.
Al-Hujarat/49: 13, mewujudkan kerjasama umat manusia menuju
masyarakat sejahtera lahir dan batin Q.S. Al-Maidah/5: 2, memupuk jiwa
toleransi Q.S. Fushilat/41: 34, menghormati kebebasan orang lain Q.S. Al-
balad/90: 13, Al-Baqarah/2: 256, An-Nisa/4: 29, Al-Maidah/5: 38,
menegakkan budi baik Q.S. Al-Qalam/68: 4, menegakkan amanat dan
keadilan Q.S. An-Nisa/4: 57-58, perlakuan yang sama Q.S. Al-Baqarah/2:
194, An-Nahl/16: 126, menepati janji Q.S. Al-Isra/17: 34, menanamkan
kasihsayang dan mencegah kerusakan Q.S. Al-Hasyr/59: 9, menjadikan
masyarakat menjadi masyarakat yang shalih dan utama Q.S. Ali Imran/3:
114, bertanggungjawab atas baik dan buruknya masyarakat dengan
melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar Q.S. Ali Imran/3: 104, 110,
71
berusaha untuk menyatu dan berguna/bermanfaat bagi masyarakat Q.S. Al-
Maidah/5: 2, memakmurkan masjid, menghormati dan mengasihi antara
yang tua dan yang muda, tidak merendahkan sesama Q.S. Al-Hujarat/49: 11,
tidak berprasangka buruk kepada sesama Q.S. An-Nur/24: 4, peduli kepada
orang miskin dan yatim Q.S. Al-Baqarah/2: 220, tidak mengambil hak orang
lain Q.S. Al-Maidah/5: 38, berlomba dalam kebaikan Q.S. Al Baqarah/2:
148, dan hubunganhubungan Islam yang sebenar-benarnya.
5. SMelaksanakan gerakan jamaah dan da'wah jamaah sebagai wujud
darimelaksanakan da'wah Islam di tengah-tengah masyarakat untuk
perbaikan hidup baik lahir maupun batin sehingga dapat mencapai cita-cita
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
D. Kehidupan Berorganisasi
1. Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat umat yang didirikan dan
dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk kepentingan menjunjung tinggi dan
menegakkan Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenarbenarnya, karena itu menjadi tanggungjawab seluruh warga dan
lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah di berbagai tingkatan dan bagian
untuk benar-benar menjadikan organisasi (Persyarikatan) ini sebagai
gerakan da'wah Islam yang kuat dan unggul dalam berbagai bidang
kehidupan.
2. Setiap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah berkewajiban
memelihara, melangsungkan, dan menyempurnakan gerak dan langkah
Persyarikatan dengan penuh komitmen yang istiqamah, kepribadian yang
mulia (shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah), wawasan pemikiran dan visi
yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliah yang unggul sehingga
Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang benar-benar menjadi
rahmatan lil `alamin.
3. Dalam menyelesaikan masalah-masalah dan konflik-konflik yang timbul di
Persyarikatan hendaknya mengutamakan musyawarah dan mengacu pada
peraturan-peraturan organisasi yang memberikan kemaslahatan dan
72
kebaikan seraya dijauhkan tindakan-tindakan anggota pimpinan yang tidak
terpuji dan dapat merugikan kepentingan Persyarikatan.
4. Menggairahkan ruh al Islam dan ruh al jihad dalam seluruh gerakan
Persyarikatan dan suasana di lingkungan Persyarikatan sehingga
Muhammadiyah benar-benar tampil sebagai gerakan Islam yang istiqamah
dan memiliki ghirah yang tinggi dalam mengamalkan Islam.
5. Setiap anggota pimpinan Persyarikatan hendaknya menunjukkan
keteladanan dalam bertutur-kata dan bertingkahlaku, beramal dan berjuang,
disiplin dan tanggungjawab, dan memiliki kemauan untuk belajar dalam
segala lapangan kehidupan yang diperlukan.
6. Dalam lingkungan Persyarikatan hendaknya dikembangkan disiplin tepat
waktu baik dalam menyelenggarakan rapat-rapat, pertemuan-pertemuan,
dan kegiatankegiatan lainnya yang selama ini menjadi ciri khas dari etos
kerja dan disiplin Muhammadiyah.
7. Dalam acara-acara rapat dan pertemuan-pertemuan di lingkungan
persyarikatan hendaknya ditumbuhkan kembali pengajian-pengajian
singkat (seperti Kuliah Tujuh Menit) dan selalu mengindahkan waktu
shalat dan menunaikan shalat jama'ah sehingga tumbuh gairah
keberagamaan yang tinggi yang menjadi bangunan bagi pembentukan
kesalihan dan ketaqwaan dalam mengelola Persyarikatan.
8. Para pimpinan Muhammadiyah hendaknya gemar mengikuti dan
menyelenggarakan kajian-kajian keislaman, memakmurkan masjid dan
menggiatkan peribadahan sesuai ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi, dan
amalanamalan Islam lainnya.
9. Wajib menumbuhkan dan menggairahkan perilaku amanat dalam
memimpin dan mengelola organisasi dengan segala urusannya, sehingga
milik dan kepentingan Persyarikatan dapat dipelihara dan dipergunakan
subesar-besarnya untuk kepentingan da'wah serta dapat
dipertanggungjawabkan secara organisasi.
10. Setiap anggota Muhammadiyah lebih-lebih para pimpinannya hendaknya
jangan mengejar-ngejar jabatan dalam Persyarikatan tetapi juga jangan
menghindarkan diri manakala memperoleh amanat sehingga jabatan dan
73
amanat merupakan sesuatu yang wajar sekaligus dapat ditunaikan dengan
sebaik-baiknya, dan apabila tidak menjabat atau memegang amanat secara
formal dalam organisasi maupun amal usaha hendaknya menunjukkan jiwa
besar dan keikhlasan serta tidak terus berusaha untuk mempertahankan
jabatan itu lebih-lebih dengan menggunakan cara-cara yang bertentangan
dengan akhlaq Islam.
11. Setiap anggota pimpinan Muhammadiyah hendaknya menjauhkan diri dari
fitnah, sikap sombong, ananiyah, dan perilaku-perilaku yang tercela
lainnya yang mengakibatkan hilangnya simpati dan kemuliaan hidup yang
seharusnya dijunjung tinggi sebagai pemimpin.
12. Dalam setiap lingkungan Persyarikatan hendaknya dibudayakan tradisi
membangun imamah dan ikatan jamaah serta jam'iyah sehingga
Muhammadiyah dapat tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan gerakan
da'wah yang kokoh.
13. Dengan semangat tajdid hendaknya setiap anggota pimpinan
Muhammadiyah memiliki jiwa pembaru dan jiwa da'wah yang tinggi
sehingga dapat mengikuti dan memelopori kemajuan yang positif bagi
kepentingan `izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum
muslimin dan menjadi rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi alam semesta).
14. Setiap anggota pimpinan dan pengelola Persyarikatan di manapun
berkiprah hendaknya bertanggungjawab dalam mengemban misi
Muhammadiyah dengan penuh kesetiaan (komitmen yang istiqamah) dan
kejujuran yang tinggi, serta menjauhkan diri dari berbangga diri (sombong
dan ananiyah) manakala dapat mengukir kesuksesan karena keberhasilan
dalam mengelola amal usaha
15. Muhammadiyah pada hakikatnya karena dukungan semua pihak di dalam
dan di luar Muhammadiyah dan lebih penting lagi karena pertolongan
Allah Subhanahu Wata'ala.
16. Setiap anggota pimpinan maupun warga Persyarikatan hendaknya
menjauhkan diri dari perbuatan taqlid, syirik, bid'ah, tahayul dan khurafat.
17. Pimpinan Persyarikatan harus menunjukkan akhlaq pribadi muslim dan
mampu membina keluarga yang Islami.
74
E. Kehidupan Dalam Mengelola Amal Usaha
1. Amal Usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari usaha-usaha dan
media da’wah Persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan
Persyarikatan, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Oleh
karenanya semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus
mengarah kepada terlaksananya maksud dan tujuan Persyarikatan dan
seluruh pimpinan serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk
melaksanakan misi utama Muhammadiyah itu dengan sebaik-baiknya
sebagai misi da'wah75.
2. Amal usaha Muhammadiyah adalah milik Persyarikatan dan Persyarikatan
bertindak sebagai Badan Hukum/Yayasan dari seluruh amal usaha itu,
sehingga semua bentuk kepemilikan Persyarikatan hendaknya dapat
diinventarisasi dengan baik serta dilindungi dengan bukti kepemilikan
yang sah menurut hukum yang berlaku. Karena itu, setiap pimpinan dan
pengelola amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang dan tingkatan
berkewajiban menjadikan amal usaha dengan pengelolaannya secara
keseluruhan sebagai amanat umat yang harus ditunaikan dan
dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya Q.S. An-Nisa/4: 57.
3. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh
pimpinan persyarikatan dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian
pimpinan amal usaha dalam mengelola amal usahanya harus tunduk
kepada kebijaksanaan Persyarikatan dan tidak menjadikan amal usaha itu
terkesan sebagai milik pribadi atau keluarga, yang akan menjadi fitnah
dalam kehidupan dan bertentangan dengan amana Q.S. Al-Anfal/8 : 27
4. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah
yang mempunyai keahlian tertentu di bidang amal usaha tersebut, karena
itu status keanggotaan dan komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi
sangat penting bagi pimpinan tersebut agar yang bersangkutan memahami
secara tepat tentang fungsi amal usaha tersebut bagi Persyarikatan dan
75
bukan semata-mata sebagai pencari nafkah yang tidak peduli dengan
tugas-tugas dan kepentingankepentingan Persyarikatan.
5. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat memahami peran dan
tugas dirinya dalam mengemban amanah Persyarikatan. Dengan semangat
amanah tersebut, maka pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang
telah diberikan oleh Persyarikatan dengan melaksanakan fungsi
manajemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang sebaik-
baiknya dan sejujur jujurnya.
6. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha meningkatkan
dan mengembangkan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dengan
penuh kesungguhan. Pengembangan ini menjadi sangat penting agar amal
usaha senantiasa dapat berlomba-lomba dalam kabaikan (fastabiq al
khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat dan tuntutan zaman.
7. Sebagai amal usaha yang bisa menghasilkan keuntungan, maka pimpinan
amal usaha Muhammadiyah berhak mendapatkan nafkah dalam ukuran
kewajaran sesuai ketentuan yang berlaku yang disertai dengan sikap
amanah dan tanggungjawab akan kewajibannya. Untuk itu setiap pimpinan
persyarikatan hendaknya membuat tata aturan yang jelas dan tegas
mengenai gaji tersebut dengan dasar kemampuan dan keadilan.
8. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah berkewajiban melaporkan
pengelolaan amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya
dalam hal keuangan/kekayaan kepada pimpinan Persyarikatan secara
bertanggung jawab dan bersedia untuk diaudit serta mendapatkan
pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
9. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus bisa menciptakan suasana
kehidupan Islami dalam amal usaha yang menjadi tanggung jawabnya dan
menjadikan amal usaha yang dipimpinnya sebagai salah satu alat da'wah
maka tentu saja usaha ini menjadi sangat perlu agar juga menjadi contoh
dalam kehidupan bermasyarakat.
10. Karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga (anggota)
Muhammadiyah yang dipekerjakan sesuai dengan keahlian atau
kemampuannya. Sebagai warga Muhammadiyah diharapkan karyawan
76
mempunyai rasa memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta
mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada
Allah dan berbuat kebajikan kepada sesama. Sebagai karyawan dari amal
usaha Muhammadiyah tentu tidak boleh terlantar dan bahkan berhak
memperoleh kesejahteraan dan memperoleh hak-hak lain yang layak tanpa
terjebak pada rasa ketidakpuasan, kehilangan rasa syukur, melalaikan
kewajiban dan bersikap berlebihan.
11. Seluruh pimpinan dan karyawan atau pengelola amal usaha
Muhammadiyah berkewajiban dan menjadi tuntutan untuk menunjukkan
keteladanan diri, melayani sesama, menghormati hak-hak sesama, dan
memiliki kepedulian social yang tinggi sebagai cerminan dari sikap ihsan,
ikhlas, dan ibadah
12. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah
hendaknya memperbanyak silaturahim dan membangun hubungan-
hubungan sosial yang harmonis (persaudaraan dan kasih sayang) tanpa
mengurangi ketegasan dan tegaknya sistem dalam penyelenggaraan amal
usaha masingmasing.
13. Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah
selain melakukan aktivitas pekerjaan yang rutin dan menjadi kewajibannya
juga dibiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang memperteguh dan
meningkatkan taqarrub kepada Allah dan memperkaya ruhani serta
kemuliaan akhlaq melalui pengajian, tadarrus serta kajian Al-Quran dan
As-Sunnah , dan bentuk-bentuk ibadah dan mu'amalah lainnya yang
tertanam kuat dan menyatu dalam seluruh kegiatan amal usaha
Muhammadiyah.
77
barang dan jasa yang halal dalam pandangan syariat atas dasar sukarela
(taradlin).
2. Dalam melakukan kegiatan bisnis-ekonomi pada prinsipnya setiap orang
dapat menjadi pemilik organisasi bisnis, maupun pengelola yang
mempunyai kewenangan menjalankan organisasi bisnisnya, ataupun
menjadi keduanya (pemilik sekaligus pengelola), dengan tuntutan agar
ditempuh dengan cara yang benar dan halal sesuai prinsip mu'amalah
dalam Islam. Dalam menjalankan aktivitas bisnis tersebut orang dapat pula
menjadi pemimpin, maupun menjadi anak buah secara bertanggungjawab
sesuai dengan kemampuan dan kelayakan. Baik menjadi pemimpin
maupun anak buah mempunyai tugas, kewajiban, dan tanggungjawab
sebagaimana yang telah diatur dan disepakati bersama secara sukarela dan
adil. Kesepakatan yang adil ini harus dijalankan sebaik-baiknya oleh para
pihak yang telah menyepakatinya.
3. Prinsip sukarela dan keadilan merupakan prinsip penting yang harus
dipegang, baik dalam lingkungan intern (organisasi) maupun dengan pihak
luar (partner maupun pelanggan). Sukarela dan adil mengandung arti tidak
ada paksaan, tidak ada pemerasan, tidak ada pemalsuan dan tidak ada tipu
muslihat. Prinsip sukarela dan keadilan harus dilandasi dengan kejujuran.
4. Hasil dari aktivitas bisnis-ekonomi itu akan menjadi harta kekayaan (maal)
pihak yang mengusahakannya. Harta dari hasil kerja ini merupakan
karunia Allah yang penggunaannya harus sesuai dengan jalan yang
diperkenankan Allah. Meskipun harta itu dicari dengan jerih payah dan
usaha sendiri, tidak berarti harta itu dapat dipergunakan semau-maunya
sendiri, tanpa mengindahkan orang lain. Harta memang dapat dimiliki
secara pribadi namun harta itu juga mempunyai fungsi social yang berarti
bahwa harta itu harus dapat membawa manfaat bagi diri, keluarga, dan
masyarakatnya dengan halal dan baik. Karenanya terdapat kewajiban zakat
dan tuntunan shadaqah, infaq, wakaf, dan jariyah sesuai dengan ketentuan
yang terdapat dalam ajaran Islam.
5. Ada berbagai jalan perolehan dan pemilikan harta, yaitu melalui (1) usaha
berupa aktivitas bisnis-ekonomi atas dasar sukarela (taradlin), (2) waris ,
78
yaitu peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia pada ahliwarisnya,
(3) wasiat, yaitu pemindahan hak milik kepada orang yang diberi wasiat
setelah seseorang meninggal dengan syarat bukan ahli waris yang berhak
menerima warisan dan tidak melebihi sepertiga jumlah harta-pusaka yang
diwariskan, dan (4) hibah , yaitu pemberian sukarela dari/kepada
seseorang. Dari semuanya itu, harta yang diperoleh dan dimiliki dengan
jalan usaha (bekerja) adalah harta yang paling terpuji.
6. Kadangkala harta dapat pula diperoleh dengan jalan utang-piutang
(qardlun), maupun pinjaman (`ariyah). Kalau kita memperoleh harta
dengan jalan berutang (utang uang dan kemudian dibelikan barang,
misalnya), maka sudah pasti ada kewajiban kita untuk mengembalikan
utang itu secepatnya, sesuai dengan perjanjian (dianjurkan perjanjian itu
tertulis dan ada saksi). Dalam hal utang ini juga dianjurkan untuk sangat
berhati-hati, disesuaikan dengan kemampuan untuk mengembalikan di
kemudian hari, dan tidak memberatkan diri, serta sesuai dengan kebutuhan
yang wajar. Harta dari utang ini dapat menjadi milik yang berutang.
Peminjam yang telah mampu mengembalikan, tidak boleh menundanunda,
sedangkan bagi peminjam yang belum mampu mengembalikan perlu
diberi kesempatan sampai mampu. Harta yang didapat dari pinjaman
(`ariyah), artinya ia meminjam barang, maka ia hanya berwenang
mengambil manfaat dari barang tersebut tanpa kewenangan untuk
menyewakan, apalagi memperjualbelikan. Pada saat yang dijanjikan,
barang pinjaman tersebut harus dikembalikan seperti keadaan semula.
Dengan kata lain, peminjam wajib memelihara barang yang dipinjam itu
sebaik-baiknya.
7. Dalam kehidupan bisnis-ekonomi, kadangkala orang atau organisasi
bersaing satu sama lain. Berlomba-lomba dalam hal kebaikan dibenarkan
bahkan dianjurkan oleh agama. Perwujudan persaingan atau berlomba
dalam kebaikan itu dapat berupa pemberian mutu barang atau jasa yang
lebih baik, pelayanan pada pelanggan yang lebih ramah dan mudah,
pelayanan purna jual yang lebih terjamin, atau kesediaan menerima
keluhan dari pelanggan. Dalam persaingan ini tetap berlaku prinsip umum
79
kesukarelaan, keadilan dan kejujuran, dan dapat dimasukkan pada
pengertian fastabiiq al khairat sehingga tercapai bisnis yang mabrur.
8. Keinginan manusia untuk memperoleh dan memiliki harta dengan
menjalankan usaha bisnis-ekonomi ini kadangkala memperoleh hasil
dengan sukses yang merupakan rejeki yang harus disyukuri. Di pihak lain,
ada orang atau organisasi yang belum meraih sukses dalam usaha bisnis-
ekonomi yang dijalankannya. Harus diingat bahwa tolong-menolong selalu
dianjurkan agama dan ini dijalankan dalam kerangka berlomba-lomba
dalam kebaikan. Tidaklah benar membiarkan orang lain dalam kesusahan
sementara kita bersenang-senang. Mereka yang sedang gembira dianjurkan
menolong mereka yang kesusahan, mereka yang sukses didorong untuk
menolong mereka yang gagal, mereka yang memperoleh keuntungan
dianjurkan untuk menolong orang yang merugi. Kesuksesan janganlah
mendorong untuk berlaku sombong Q.S. Al-Isra/17: 37, Luqman/31: 18
dan inkar akan nikmat Tuhan Q.S. Ibrahim/14: 7, sedangkan kegagalan
atau bila belum berhasil janganlah membuat diri putus asa dari rahmat
Allah Q.S. Yusuf/12: 87; Al-Hijr/15: 55, 56; Az-Zumar/3 , Q.S. Al-
Baqarah/2: 282, Q.S. Al-Hasyr/59 : 18.
9. Harta dari hasil usaha bisnis-ekonomi tidak boleh dihambur-hamburkan
dengan cara yang mubazir dan boros. Perilaku boros di samping tidak
terpuji juga merugikan usaha pengembangan bisnis lebih lanjut, yang pada
gilirannya merugikan seluruh orang yang bekerja untuk bisnis tersebut.
Anjuran untuk berlaku tidak boros itu juga berarti anjuran untuk
menjalankan usaha dengan
10. cermat, penuh perhitungan, dan tidak sembrono. Untuk bisa menjalankan
bisnis dengan cara demikian, dianjurkan selalu melakukan pencatatan-
pencatatan seperlunya, baik yang menyangkut keuangan maupun
administrasi lainnya, sehingga dapat dilakukan pengelolaan usaha yang
lebih baik81. Kinerja bisnis saat ini sedapat mungkin harus selalu lebih
baik dari masa lalu dan kinerja bisnis pada masa mendatang harus
diikhtiarkan untuk lebih baik dari masa sekarang. Islam mengajarkan
bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih baik
80
dari hari ini. Pandangan seperti itu harus diartikan bahwa evaluasi dan
perencanaan-bisnis merupakan suatu anjuran yang harus diperhatikan82
11. Seandainya pengelololaan bisnis harus diserahkan pada orang lain, maka
seharusnya diserahkan kepada orang yang mau dan mampu untuk
menjalankan amanah yang diberikan. Kemauan dan emampuan ini penting
karena pekerjaan apapun kalau diserahkan pada orang yang tidak mampu
hanya akan membawa kepada kegagalan. Baik kemauan maupun
kemampuan itu bisa dilatih dan dipelajari. Menjadi kewajiban mereka
yang mampu untuk melatih dan mengajar orang yang kurang mampu.
12. Semakin besar usaha bisnis-ekonomi yang dijalankan biasanya akan
semakin banyak melibatkan orang atau lembaga lain. Islam menganjurkan
agar harta itu tidak hanya berputar-putar pada orang atau kelompok yang
mampu saja dari waktu ke-waktu. Dengan demikian makin banyak
aktivitas bisnis member manfaat pada masyarakat akan makin baik bisnis
itu dalam pandangan agama. Manfaat itu dapat berupa pelibatan
masyarakat dalam kancah bisnis itu serta lebih banyak, atau menikmati
hasil yang diusahakan oleh bisnis tersebut.
13. Sebagian dari harta yang dikumpulkan melalui usaha bisnis-ekonomi
maupun melalui jalan lain secara halal dan baik itu tidak bisa diakui bahwa
seluruhnya merupakan hak mutlak orang yang bersangkutan. Mereka yang
menerima harta sudah pasti, pada batas tertentu, harus menunaikan
kewajibannya membayar zakat sesuai dengan syariat. Di samping itu
dianjurkan untuk memberi infaq dan shadaqah sebagai perwujudan rasa
syukur atas ni'mat rejeki yang dikaruniakan Allah kepadanya.
81
2. Setiap anggota Muhammadiyah dalam memilih dan menjalani profesinya
di bidang masing-masing hendaknya senantiasa menjunjung tinggi nilai-
nilai kehalalan (halalan) dan kebaikan (thayyibah), amanah, kemanfaatan,
dan kemaslahatan yang membawa pada keselamatan hidup di dunia dan
akhirat.
3. Setiap anggota Muhammadiyah dalam menjalani profesi dan jabatan
dalam profesinya hendaknya menjauhkan diri dari praktik-praktik korupsi,
kolusi, nepotisme, kebohongan, dan hal-hal yang batil lainnya yang
menyebabkan kemudharatan dan hancumya nilai-nilai kejujuran,
kebenaran, dan kebaikan umum.
4. Setiap anggota Muhammadiyah di mana pun dan apapun profesinya
hendaknya pandai bersyukur kepada Allah di kala menerima nikmat serta
bershabar serta bertawakal kepada Allah manakala memperoleh musibah
sehingga memperoleh pahala dan terhindar dari siksa.
5. Menjalani profesi bagi setiap warga Muhammadiyah hendaknya dilakukan
dengan sepenuh hati dan kejujuran sebagai wujud menunaikan ibadah dan
kekhalifahan di muka bumi ini.
6. Dalam menjalani profesi hendaknya mengembangkan prinsip bekerjasama
dalam kebaikan dan ketaqwaan serta tidak bekerjasama dalam dosa dan
permusuhan.
7. Setiap anggota Muhammadiyah hendaknya menunaikan kewajiban zakat
maupun mengamalkan shadaqah, infaq, wakaf, dan amal jariyah lain dari
penghasilan yang diperolehnya serta tidak melakukan helah
(menghindarkan diri dari hukum) dalam menginfaqkan sebagian rejeki yang
diperolehnya itu.
H. Kehidupan Dalam Berbangsa Dan Bernegara
1. Warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian dan tidak boleh apatis
(masa bodoh) dalam kehidupan politik melalui berbagai saluran secara
positif sebagai wujud bermuamalah sebagaimana dalam bidang kehidupan
lain dengan prinsipprinsip etika/akhlaq Islam dengan sebaik-baiknya dengan
tujuan membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
82
2. Beberapa pinsip dalam berpolitik harus ditegakkan dengan sejujur-jujurnya
dan sesungguh-sungguhnya yaitu menunaikan amanat Q.S. An-Nisa/4 : 57
dan tidak boleh menghianati amanat Q.S. Al-Anfal/8 : 27, menegakkan
keadilan, hukum, dan kebenaran Q.S. An-Nisa/4 : 58, dst., ketaatan kepada
pemimpin sejauh sejalan dengan perintah Allah dan Rasul Q.S. An-Nisa/4:
59, Al-Hasyr/59: 7, mengemban risalah Islam Q.S. Al-Anbiya/21 : 107,
menunaikan amar ma’ruf, nahi munkar, dan mengajak orang untuk beriman
kepada Allah Q.S. Ali Imran/3 : 104, 110, mempedomani Al-Quran dan
Sunnah Q.S. An-Nisa/4 : 10, mementingkan kesatuan dan persaudaraan
umat manusia Q.S. Al-Hujarat/49 : 13, menghormati kebebasan orang lain
Q.S. Al-Balad/90 : 13, menjauhi fitnah dan kerusakan Q.S. Al-Hasyr/59 : 9,
menghormati hak hidup orang lain Q.S. Al-An'am/6 : 251, tidak berhianat
dan melakukan kezaliman Q.S. Al-Furqan/25 : 19, Al-Anfal/8 : 27, tidak
mengambil hak orang lain Q.S. Al-Maidah/5 : 38, berlomba dalam kebaikan
Q.S. Al-Baqarah/2 : 148, bekerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan serta
tidak bekerjasama (konspirasi) dalam melakukan dosa dan permusuhan Q.S.
Al-Maidah/5 : 2, memelihara hubungan baik antara pemimpin dan warga
Q.S. An-Nisa/4 : 57-58, memelihara keselamatan umum Q.S. At-Taubah/9 :
128, hidup berdampingan dengan baik dan damai Q.S. Al-Mumtahanah/60 :
8, tidak melakukan fasad dan kemunkaran Q.S. Al- Qashash/28 : 77, Ali
Imran/3 : 104, mementingkan ukhuwah Islamiyah 102 Q.S. Ali Imran/3 :
103, dan prinsip-prinsip lainnya yang maslahat, ihsan, dan ishlah.
3. Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa sebagai wujud
ibadah kepada Allah dan ishlah serta ihsan kepada sesama, dan jangan
mengorbankan kepentingan yang lebih luas dan utama itu demi kepentingan
diri sendiri dan kelompok yang sempit.
4. Para politisi Muhammadiyah berkewajiban menunjukkan keteladanan diri
(uswah hasanah) yang jujur, benar, dan adil serta menjauhkan diri dari
perilaku politik yang kotor, membawa fitnah, fasad (kerusakan), dan hanya
mementingkan diri sendiri.
5. Berpolitik dengan kesalihan, sikap positif, dan memiliki cita-cita bagi
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dengan fungsi amar
83
ma’ruf dan nahi munkar yang tersistem dalam satu kesatuan imamah yang
kokoh.
6. Menggalang silaturahmi dan ukhuwah antar politisi dan kekuatan politik
yang digerakkan oleh para politisi Muhammadiyah secara cerdas dan
dewasa.
84
sebagainya yang menyebabkan hilangnya keseimbangan ekosistem dan
timbulnya bencana dalam kehidupan ( Q.S. Al-Baqarah/2: 205; Al-`Araf/7:
56; Ar-Rum/30: 41)
4. Memasyarakatkan dan mempraktikkan budaya bersih, sehat, dan indah
lingkungan disertai kebersihan fisik dan jasmani yang menunjukkan
keimanan dan kesalihan 106 Q.S. Al-Maidah/5: 6; Al-`Araf/7: 31; Al-
Mudatsir/74: 4
5. Melakukan tindakan-tindakan amar ma'ruf dan nahi munkar dalam
menghadapi kezaliman, keserakahan, dan rekayasa serta kebijakan-
kebijakan yang mengarah, mempengaruhi, dan menyebabkan kerusakan
lingkungan dan tereksploitasinya sumber-sumber daya alam yang
menimbulkan kehancuran, kerusakan, dan ketidakadilan dalam kehidupan.
6. Melakukan kerjasama-kerjasama dan aksi-aksi praksis dengan berbagai
pihak baik perseorangan maupun kolektif untuk terpeliharanya
keseimbangan, kelestarian, dan keselamatan lingkungan hidup serta
terhindarnya kerusakankerusakan lingkungan hidup sebagai wujud dari
sikap pengabdian dan kekhalifahan dalam mengemban misi kehidupan di
muka bumi ini untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat ( Q.S. Al-
Maidah: 2).
J. Kehidupan Dalam Mengembangkan IPTEK
1. Setiap warga Muhammadiyah wajib untuk menguasai dan memiliki
keunggulan dalam kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
sarana kehidupan yang penting untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia
dan akhirat ( Q.S. Al-Qashash/28 : 77; An-Nahl/16 : 43; Al-Mujadilah/58 :
11; At-Taubah/9 : 122)
2. Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki sifat-sifat ilmuwan, yaitu:
kritis (Q.S. Al-Isra/17: 36), terbuka menerima kebenaran dari manapun
datangnya (Q.S. Az-Zumar/39 : 18), serta senantiasa menggunakan daya
nalar ( Q.S. Yunus/10 : 10).
3. Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian
tidak terpisahkan dengan iman dan amal shalih yang menunjukkan derajat
kaum muslimi (Q.S. Al-Mujadilah/58 : 11) dan membentuk pribadi ulil
85
albab (Q.S. Ali Imran/3 : 7, 190-191; Al-Maidah/5 : 100; Ar-Ra'd/13 : 19-
20; Al-Baqarah/2 : 197).
4. Setiap warga Muhammadiyah dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki
mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada masyarakat, memberikan
peringatan, memanfaatkan untuk kemaslahatan dan mencerahkan kehidupan
sebagai wujud ibadah, jihad, dan da'wah (Q.S. At-Taubah/9 : 122; Al-
Baqarh/2 : 151; Hadis Nabi riwayat Muslim, Q.S. Ar-Rum/30: 30).
5. Menggairahkan dan menggembirakan gerakan mencari ilmu pengetahuan
dan penguasaan teknologi baik melalui pendidikan maupun kegiatan-
kegiatan di lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai sarana penting
untuk membangun peradaban Islam. Dalam kegiatan ini termasuk
menyemarakkan tradisi membaca di seluruh lingkungan warga
Muhammadiyah.
86
sejarah; serta menjadi haram bila mengandung unsur yang membawa
`isyyan (kedurhakaan) dan kemusyrikan
5. Seni suara baik seni vokal maupun instrumental, seni sastra, dan seni
pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh) serta menjadi terlarang manakala
seni dan ekspresinya baik dalam wujud penandaan tekstual maupun visual
tersebut menjurus pada pelanggaran norma-norma agama.
6. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati
seni dan budaya selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan
juga menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan diri kepada
Allah dan sebagai media atau sarana da'wah untuk membangun kehidupan
yang berkeadaban.
7. Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi membangun
peradaban dan kebudayaan muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, 2005. Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya
87
Bisri Affandi, MA. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV
Aneka Bahagia Offset.
88
KATA PENGANTAR
Puji syuykur kita panjatkan kehadirat Allah swt, karena berkat hidyah dan dan
karunianya yang diberikan kepada kita sehingga dapat melaksanakan aktiftas
keseharian kita. Salawat dan Taslim kita curahkan kepada Nabi Muhammad Saw,
Nabi yang telah mengantarkan kita dari alam kejahiliyahan menuju alam modern
sebagaimana kita lakoni dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya disampaikan bahwa isi buku ini disesuaikan dengan kurikulum Al-
Islam dan Kemuhammadiyahan II pada Fakultas di lingkungan Universitas
Muhammadiyah Buton.
Isi buku ini merupakan kumpulan dari beberapa buku yang kemudian disesuaikan
dengan Silabi yang dikembangkan pada Universitas Muhammadiyah Buton.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu Tim dalam menyelesaikan
buku ajar ini diucapkan terima kasih.
89
Baubau, 08 Safar 1434 H
11Desember 2013M
Wassalam,
Tim Penulis
DAFTAR ISI
90
A. Kehidupan Pribadi.............................................. 106
B. Kehidupan Dalam Keluarga ............................ 111
C. Kehidupan Dalam masyarakat ......................... 114
D. Kehidupan Dalam Berorganisasi ...................... 117
E. Kehidupan Dalam Mengelola Amal Usaha ....... 122
F. Kehidupan Dalam Berbisnis ............................ 127
G. Kehidupan Dalam Mengembangkan Profesi ..... 134
H. Kehidupan Dalam Berbangsa Dan Bernegara.... 136
I. Kehidupan Dalam Melestarikan Lingkungan .... 138
J. Kehidupan Dalam Mengembangkan IPTEK ..... 141
K. Kehidupan Dalam Seni Dan Budaya ................ 142
DAFTAR PUSTAKA
91