Anda di halaman 1dari 64

AUDIT ATAS UTANG GAJI

(PADA : PT KERTAS NUSANTARA)

OLEH :

KELOMPOK 8

1. RISA ASTUTI (1511021011)


2. MIFTAKHUL JANAH (1511021021)
3. YANI ELVIANA (1511021006)

KELAS 4B D4 AKUNTANSI

JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI PADANG
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PEDIDIKAN TINGGI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas lapangan dan membuat laporan audit
beserta makalah dalam mata kuliah Terapan Audit.

Keberhasilan ini tidak mungkin tercapai tanpa adanya dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dosen pembimbing mata kuliah Terapan Audit yang telah membimbing kami hingga
laporan ini selesai.

2. Kedua orang tua kami yang senantiasa selalu memberikan doa dan dukungan kepada
kami.

3. Seluruh teman-teman yaitu kelas 4B DIV Akuntansi. Serta teman-teman yang lainnya
yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kami
berharap kritik dan saran yang bermanfaat dan membantu agar kami bisa melakukan yang
lebih baik lagi.

Padang, 2 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................5

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................6

1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................6

BAB II........................................................................................................................................7

LANDASAN TEORI..................................................................................................................7

2.1 Pengertian Aset Tetap..................................................................................................7

2.2 Karakteristik dan Klasifikasi Aset Tetap.....................................................................7

2.3 Tujuan Pemeriksaan (Audit Objective) Aset Tetap...................................................10

2.4 Teknik Audit Aktiva Tetap.........................................................................................11

2.5 Prosedur Pemeriksaan Aktiva Tetap..........................................................................12

2.6 Menerima Klien dan Menyusun Audit Plan..............................................................14

2.7 Menilai Bisnis Klien dan Industri Klien....................................................................23

2.8 Prosedur Analitis dan Jenis Prosedur Analitis...........................................................29

2.9 Rasio Keuangan.........................................................................................................32

2.10 Program Audit...........................................................................................................34

2.11 Prosedur Audit dan Teknik Audit..............................................................................38

BAB III.....................................................................................................................................47

3.1 Pendirian dan Izin Perusahaan...................................................................................47

3.2 Nama dan Alamat Perusahaan...................................................................................47


3.3 Visi Dan Misi Perusahaan.........................................................................................48

3.4 Manajemen dan Rekan..............................................................................................49

3.5 Izin-Izin.....................................................................................................................49

3.6 Ruang Lingkup Jasa Yang Diberikan........................................................................50

3.7 Rekanan Bank............................................................................................................50

3.8 Pengalaman dan Kerjasama Audit dengan KAP Big Four........................................50

BAB IV....................................................................................................................................53

4.1 Proses Bisnis Klien, Risiko Bisnis Klien, Dan Pengendalian Internal Klien............53

4.2 Memahami Internal Klien, Jika Menggunakan Kuesioner........................................54

4.3 Audit Plan dan Audit Program..................................................................................57

4.4 Menentukan Materialitas, Risiko Audit, dan Jumlah Tim Audit...............................60

4.5 Tahap Penyelesaian Audit Sebelum Dikeluarkannya Laporan Audit Akhir..............61

BAB V......................................................................................................................................62

5.1 Kesimpulan................................................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................63
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu perusahaan kekayaan merupakan salah satu unsur yang sangat penting
dalam kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini dikarenakan berjalannya kegiatan perusahaan
sangat berhubungan erat dengan kepemilikan kekayaan perusahaan. Disisi lain kepemilikan
kekayaan perusahaan harus di kelola dan ungkapkan dengan benar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum agar informasi yang diberikan nantinya tidak menyesatkan
bagi pemakai Laporan keuangan.
Audit merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai kewajaran atas
akun yang terdapat pada laporan keuangan dari kesalahan mencatat maupun kesalahan dalam
mengalokasikan biaya, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Audit dapat dilakukan
oleh pihak intern maupun oleh pihak ekstern.
Dalam Pemeriksaan akuntansi baik yang dilakukan oleh auditor intern ataupun oleh
auditor ekstern, harus diketahui terlebih dahulu tentang tujuan perusahaan dalam
melaksanakan Pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan karena diketahui sebelumnya
adanya ketidakberesan atau biasa disebut dengan tujuan khusus , maka Pemeriksaan harus
dilakukan dengan sedetail mungkin dan sample yang digunakan adalah 100% atau semua
kegiatan yang berkaitan dengan masalah tersebut harus di periksa. Agar diketahui
ketidakberesan yang terjadi karena apa dan berapa nilai kesalahannya, serta siapa pihak yang
terkait yang melakukan kesalahan (disengaja atau tidak). Berbeda dengan Pemeriksaan yang
tujuannya adalah umum dimana perusahaan hanya menginginkan penilaian terhadap pihak
auditor, untuk menyatakan wajar atau tidak terhadap pelaksanaan kegiatan akuntansi yang
sudah dilaksanakan oleh perusahaan. Dengan demikian untuk Pemeriksaan umum ini auditor
tidak harus melakukan Pemeriksaan dengan 100% Bukti transaksi, tetapi dapat dengan
menggunakan sample Bukti yang sebelumnya dilakukan penilaian system pengendalian
intern, materialitas perusahaan dan risiko perusahaan.
Aktiva Tetap sebagai salah satu akun yang mempunyai nilai material , maka adanya
kesalahan pencatatan, perhitungan, penyajian dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda
oleh pemakai Laporan keuangan. Hal ini sangat merugikan baik oleh perusahaan sendiri
maupun oleh pihak ekstern yaitu seperti kreditur, investor, pemegang saham , publik . Untuk
itu diperlukan audit untuk menghindari kesalahan dalam pelaporan keuangan. Agar audit
dapat memberikan laporan yang memberikan risiko kecil maka perlu dibuat teknik audit yang
baik sesuai dengan kondisi perusahaan. Demikian pula diperlukan orang yang kompeten dan
independen dalam melaksanakan audit tersebut. Dari masalah tersebut maka muncul
pertanyaan tentang Untuk teknik audit aktiva tetap dilakukan agar terhindar dari kesalahan
dalam pelaporan keuangan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dari
penulisan ini ialah:

1. Bagaimana cara Kantor Akuntan Publik mempelajari proses bisnis klien, risiko
bisnis klien, dan pengendalian internal klien?
2. Bagaimana cara Kantor Akuntan Publik memahami internal klien?
3. Bagaimana Kantor Akuntan Publik membuat audit plan dan audit program?
4. Bagaimana Kantor Akuntan Publik menentukan materialitas, resiko audit, dan
menentukan jumlah tim audit?
5. Bagaimana Kantor Akuntan Publik melaksanakan tahap penyelesaian audit
sebelum dikeluarkannya laporan audit terakhir?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penulisan ialah:

1. Untuk memahami cara Kantor Akuntan Publik mempelajari proses bisnis klien,
risiko bisnis klien, dan pengendalian internal klien.
2. Untuk mengetahui cara Kantor Akuntan Publik memahami internal klien.
3. Untuk memahami cara Kantor Akuntan Publik membuat audit plan dan audit
program.
4. Untuk memahami cara Kantor Akuntan Publik menentukan materialitas, resiko
audit, dan menentukan jumlah tim audit.
5. Untuk memahami cara Kantor Akuntan Publik melaksanakan tahap penyelesaian
audit sebelum dikeluarkannya laporan audit terakhir.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Aset Tetap

Aset tetap merupakan salah satu harta kekayaan yang dimiliki setiap perusahaan. Aset
tetap yang dimiliki perusahaan digunakan untuk menjalankan operasionalnya sehingga
kinerja perusahaan akan maksimal dan mendapatkan laba yang optimal. Aset tetap yang
dimiliki dan digunakan oleh perusahaan tidak dimaksudkan untuk dijual sebagai bagian dari
operasi normal.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan, (2011:16.2) aset tetap adalah aset berwujud
yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk
direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif, dan diharapkan untuk
digunakan selama lebih dari satu periode.

Menurut Samryn (2011:36), aktiva tetap merupakan kelompok aktiva perusahaan yang
mempunyai kriteria sebagai berikut: 1) Mempunyai masa manfaat, atau umur ekonomi lebih
dari 1 tahun. 2) Dimiliki dengan tujuan untuk digunakan dalam membantu aktivitas
perusahaan. 3) Fisik barangnya dapat dilihat dan diraba, sehingga biasa juga disebut aktiva
tetap berwujud. 4) Biasanya mempunyai nilai perolehan yang relatif besar.

Menurut PSAK No. 16 Tahun 2009, aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang
diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan
dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

2.2 Karakteristik dan Klasifikasi Aset Tetap

Karakteristik Aset Tetap, diantaranya adalah :

Menurut Juan (2012:340), suatu aset tetap harus memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Aset tersebut digunakan dalam operasi. Hanya aset yang digunakan dalam
operasi normal perusahaan saja yang dapat diklasifikasikan sebagai aset tetap
(misalnya kendaraan bermotor yang dimiliki oleh diler mobil untuk dijual
kembali harus diperhitungkan sebagai persediaan).
b. Aset tersebut memiliki masa (umur) manfaat yang panjang, lebih dari satu
tahun periode.
c. Aset tersebut memiliki substansi fisik. Aset tetap memiliki ciri substansi fisik
kasat mata sehingga dibedakan dari aset tak berwujud seperti hak paten dan
merek dagang.
Dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2009:16.6), suatu aktiva tetap harus
memiliki karakteristik-karakteristik berikut:
a. Aktiva yang hanya digunakan dalam operasi normal perusahaan saja yang
dapat diklasifikasikan sebagai aktiva tetap (misalnya kendaraan bermotor yang
dimiliki oleh diler mobil untuk dijual kembali harus diperhitungkan sabagai
persediaan).
b. Aktiva tersebut memiliki masa (umur) manfaat yang panjang atau lebih dari
satu periode.
c. Aktiva tersebut memiliki ciri-ciri substansi fisik kasat mata sehingga
dibedakan dari aktiva tak berwujud seperti hak paten dan merk dagang.

Klasifikasi Aktiva Tetap

Pengadaan aktiva tetap harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan sehingga


investasi yang dilakukan terhadap aktiva tetap tidak akan sia-sia. Dalam melaksanakan
kegiatan atau aktivitas operasionalnya perusahaan selalu menggunakan sarana-sarana
penunjang bagi terlaksananya operasi perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yaitu mengoptimalkan laba yang akan dihasilkan.

Aktiva tetap dapat dikelompokkan dalam berbagai sudut antara lain :

a. Sudut Substansi, Aktiva Tetap dapat dibagi :


1. Tangible Assets atau Aktiva berwujud seperti Lahan, Mesin, Gedung, dan
Peralatan.
2. Intangible Assets atau Aktiva yang tidak berwujud seperti Hak Guna Usaha
(HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Goodwill-Patents, Copyright, Hak
cipta, Franchise, dan lain-lain.
b. Sudut Disusutkan Atau Tidak, Aktiva Tetap dapat dibagi:
1. Deprciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang disusutkan seperti Building
(Bangunan), Equipment (Peralatan), Machinary (Mesin), Inventaris, Jalan
dan lain-lain.
2. Undepreciated Plant Assets aktiva tetap yang tidak disusutkan seperti Land
(Tanah).
c. Berdasarkan Jenis Aktiva tetap berdasarkan jenis dapat dibagi sebagai berikut :
1. Lahan
Lahan adalah bidang tanah maupun tanah terhampar baik merupakan tempat
bangunan maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila ada lahan
yang didirikan bangunan diatasnya harus dipisahkan pencatatannya dari
lahan itu sendiri.
2. Bangunan/Gedung
Gedung adalah bangunan yang berdiri di atas bumi ini baik di atas lahan/air.
Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung itu.
3. Mesin
Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang
bersangkutan.
4. Kendaraan
Semua jenis kendaraan seperti Alat Pengangkut, truck, grader, tractor,
forklift, mobil, kendaraan roda dua, dan lain-lain.
5. Perabot
Dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laboratorium, perabot
pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan.
6. Inventaris/Peralatan
Peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam
perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris
laboratorium, inventaris gudang dan lain-lain.
7. Prasarana
Di Indonesia adalah merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat
klasifikasi khusus prasarana seperti : Jalan, Jembatan, Riol dan lain-lain.

Menurut Niswonger, Warrn, Reeve, Fesc (2005:400,417), aset tetap dapat


diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Aset berwujud (tangible assets) seperti aset pabrik (plant assets atau
properti pabrik) dan peralatan (property, plant and equipment).
2. Aset tak berwujud (intangible assets) seperti paten, hak cipta, merek dagang
dan goodwill.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara luas aktiva tetap dapat dikelompokkan
sebagai berikut :

a. Aktiva tetap berwujud yaitu yang mempunyai bentuk fisik dan nyata, dan
digunakan dalam operasional seperti tanah, bangunan, peralatan, dan mesin.
b. Aktiva tetap sumber alam seperti tambang, dan hasil hutan.
c. Aktiva tetap tidak berwujud yaitu aktiva yang berupa hak istimewa yang dimiliki
perusahaan dan mempunyai nilai seperti hak paten, hak cipta, merk dagang, dan
termasuk pula persetujuan dan perjanjian kontrak.

Beberapa sifat atau ciri aktiva tetap adalah:


1. Tujuan dari pembeliannya bukan untuk dijual kembali atau diperjualbelikan
sebagai barang dagangan, tetapi untuk dipergunakan dalam kegiatan operasi
perusahaan.
2. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
3. Jumlahnya cukup material.

2.3 Tujuan Pemeriksaan (Audit Objective) Aset Tetap

Dalam satu general audit (pemeriksa umum), pemeriksaan atas aktiva tetap mempunyai
beberapa tujuan sebagai berikut :

1. Memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas aktiva tetap.
2. Untuk memeriksa apakah aktiva tetap yang tercantum di neraca betul-betul ada, masih
digunakan dan dimiliki oleh perusahaan.
3. Untuk memeriksa apakah penambahan aktiva tetap dalam tahun berjalan (periode
yang diperiksa) betul-betul merupakan suatu Capital Expenditure , diotorisasi oleh
pejabat perusahaan yang berwenang didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan
dicatat dengan benar.
4. Untuk memeriksa apakah disposal (penarikan) aktiva tetap sudah dicatat dengan benar
di buku perusahaan dan telah diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
5. Untuk memeriksa apakah pembebanan penyusutan dalam tahun (periode) yang
diperiksa dilakukan dengan cara yang sesuai dengan SAK, konsisten, dan apakah
perhitungannya telah dilakukan dengan benar (secara akurat).
6. Untuk memeriksa apakah ada aktiva tetap yang dijadikan sebagai jaminan.
7. Untuk memeriksa apakah ada aktiva tetap yang disewakan, jika ada apakah
pendapatan sewa sudah diterima perusahaan.
8. Untuk memeriksa apakah ada aktiva tetap yang mengalami penurunan nilai
(imperment).
9. Untuk memeriksa apakah penyajian aktiva tetap dalam laporan keuangan, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.

2.4 Teknik Audit Aktiva Tetap

Agar audit dapat dilakukan dengan tepat , dan memberikan hasil yang tidak berisiko
maka auditor akan melakukan tahapan sebagai berikut yaitu ;
1. Penentuan Risiko Pendeteksian (Materialitas, Risiko Audit, dan Strategi Audit )
Dalam penentuan risiko, auditor harus menanyakan kepada klien seberapa banyak volume
transaksi yang terjadi dalam aktiva tetap untuk satu periode. Kemudian juga harus
menyelidiki kemungkinan adanya pembelian dan pengeluaran kas yang tidak di otorisasi.,
Kemungkinan adanya pembelian aktiva yang tidak memadai, dan kemungkinan adanya
penentuan biaya periodik yang dilakukan oleh bagian akuntansi yang tidak
mempertimbangkan aspek konsistensi
2. Pemahaman Terhadap struktur pengendalian intern.
Dalam pemahaman terhadap struktur pengendalian intern diperlukan pengetahuan
tentang:
a. Lingkungan pengendalian
1. Pahami struktur organisasi klien yang berkaitan dengan siklus pengeluaran dan
pembelian .
2. Adakah metode pengendalian manajemen yang diterapkan dalam siklus
pengeluaran.
b. Sistem Akuntansi
Pelajari proses akuntansi klien yang akan diperiksa. Untuk pengolahan datanya,
Apa saja dokumen-dokumen yang digunakan klien, dan apa saja Catatan Akuntansi
yang dibuat oleh klien, (Minta Flow Cartnya kepada klien).

c. Prosedur Pengendalian
Auditor perlu memahami dan mengetahui ada atau tidak hal-hal seperti :
1) Otorisasi yang memadai
2) Pemisahan wewenang dan tanggung jawab
3) Praktek yang sehat (pengendaliannya apa saja )
4) Internal auditor
3. Pengendalian Intern secara Umum terhadap transaksi pembelian Aktiva Tetap.
Dalam pengendalian intern untuk aktiva tetap terdapat dokumen-dokumen kunci dan
catatan akuntansi yang biasa dapat dibuat oleh perusahaan. Dibawah ini adalah dokumen-
dokumen kunci dan catatan akuntansi yang seharusnya (idialnya) dibuat oleh perusahaan.
1. Dokumen-dokumen kunci dan catatan akuntansi :
 Permintaan pembelian (purchase  Daftar voucher (voucher register)
requisition)  Cek (chek)
 Perintah Pembelian (Purchase order)  Buku tambahan hutang dagang (accounts
 Laporan Penerimaan Barang (Receiving payable subsidiary ledger)
report)  Arsip perintah pembelian yang belum
 Faktur penjualan ( vendor invoice) terealisasi (open purchase file)
 Surat perintah pembayaran (voucher)  Laporan rekanan penjual (vendor’s
 Ringkasan surat perintah pembayaran statement)
(voucher summary)  Arsip voucher pembelian yang disetujui
 Bukti kas keluar (purchase transaction file)
 Memo debit , dll

2. Organisasi yang terkait.


Sistem yang baik adalah system yang dalam setiap pekerjaan dilakukan oleh masing-
masing fungsi yang memiliki wewenang dan tanggung jawab kepada atasan fungsi lainnya.
Sebagai contoh dalam system pembelian aktiva tetap maka fungsi-fungsi yang biasanya
terkait adalah :
a. Bagian gudang: fungsi penyimpanan barang. ( surat permintaan barang)
b. Bagian pembelian: fungsi pembelian . (surat permintaan penawaran harga,
surat order pembelian)
c. Bagian penerimaan: fungsi penerimaan barang. (laporan penerimaan barang)
d. Bagian Utang: fungsi pencatat utang (bukti kas keluar)
e. Bagian Kas: fungsi pengeluaran kas
f. Bagian pengiriman: fungsi pengiriman barang . (laporan pengiriman barang )
g. Bagian Jurnal, Buku Besar , dan Laporan , Bagian kartu persediaan, dan Kartu
biaya: fungsi Akuntansi (Jurnal Umum, kartu persediaan)

2.5 Prosedur Pemeriksaan Aktiva Tetap

Di banyak perusahaan, terutama perusahaan industri, aset tetap merupakan jumlah


yang sangat besar dari total aset perusahaan. Namun demikian waktu yang digunakan oleh
akuntan publik untuk memeriksa perkiraan lainnya seperti piutang, persedian, dan lain-
lainnya.

Beberapa penyebabnya antara lain:


1. Harga perolehan per unit dari aset tetap biasanya relatif besar dan jumlah transaksinya
dalam setahun biasanya sedikit.
2. Mutasi aset tetap (penambahan dan pengurangan) biasanya jauh lebih sedikit di
bandingkan mutasi piutang dan persediaan
3. Dalam memeriksa aset tetap, prosedur cut off bukan merupakan hal yang penting seperti
pemeriksaan atas cut off transactions dalam pemeriksaan pembeliaan dan penjualan
persediaan.

Prosedur audit yang akan disebutkan berikut ini berlaku repeat engagements (penugasan
berulang) sehingga dititikberatkan pada pemeriksaan transaksi tahun berjalan (periode yang
diperiksa). Prosedur audit atas aktiva tetap adalah sebagai berikut :
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aktiva tetap.
2. Minta kepada klien Top Supporting Schedule aktiva tetap, yang berisikan : Saldo awal,
penambahan serta pengurangan-pengurangannya dan saldo akhir, baik untuk harga
perolehan maupun akumulasi penyusutannya.
3. Periksa footing dan crossfootingnya dan cocokkan totalnya dengan General Ledger atau
Sub-Ledger, saldo awal dengan working paper tahun lalu.
4. Vounch penambahan serta pengurangan dari fixed Assets tersebut. Untuk penambahan
kita lihat approvalnya dan kelengkapan supporting documentnya.
5. Periksa phisik dari Fixed Assets tersebut (dengan cara test basis) dan periksa kondisi dan
nomor kode dari Fixed Assets.
6. Periksa bukti pemilikan aktiva tetap.
7. Untuk tanah, gedung, periksa sertifikat tanah dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) serta
SIPB (Surat Izin Penempatan Bangunan).
8. Untuk mobil, motor, periksa BPKP, STNKnya.
9. Pelajari dan periksa apakah Capitalization Policy dan Depreciation Policy yang
dijalankan konsisten dari tahun sebelumnya.
10. Buat analisis tentang perkiraan Repair & Maintenance, sehingga kita dapat mengetahui
apakah ada pengeluaran yang seharusnya masuk dalam kelompok Capital Expenditures
tetapi dicatat sebagai Revenue Expenditures.
11. Periksa apakah Fixed Assets tersebut sudah diasuransikan dan apakah Insurance
Coveragenya cukup atau tidak.
12. Test perhitungan penyusutan, cross reference angka penyusutan dengan biaya penyusutan
diperkiraan laba rugi dan periksa alokasi atau distribusi biaya penyusutan.
13. Periksa notulen rapat, perjanjian kredit, jawaban konfirmasi dari bank untuk memeriksa
apakah ada Fixed Assets dijadikan sebagai jaminan atau tidak.
14. Periksa apakah ada Commitment yang dibuat oleh perusahaan untuk membeli atau
menjual Fixed Assets.
15. untuk construction in Progress, kita periksa penambahannya dan apakah ada
Construction in progress yang harus di transfer ke Fixed Assets.
16. Jika ada aktiva tetap yang diperoleh melalui leasing, periksa leaseagreement dan periksa
apakah accounting treatmentnya sudah sesuai dengan standar akuntansi leasing.
17. Periksa atau tanyakan apakah ada aktiva tetap yang dijadikan agunan kredit di bank.
18. periksa penyajian dalam laporan keuangan, apakah sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia(SAK/ETAP/IFRS).

2.6 Menerima Klien dan Menyusun Audit Plan

Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan mengharuskan perencanaan yang sebaik-


baiknya dalam setiap penugasan audit. Oleh sebab itu, tahap perencanaan audit merupakan
tahap yang mau tidak mau harus mendapat perhatian yang serius dari auditor. Hal ini tentu
tidak dapat dipungkiri karena pekerjaan apapun tentu akan lebih baik bila terencana dengan
baik. Standar pekerjaan lapangan pertama (IAPI, 2011: 310.1) berbunyi sebagai berikut :

“Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten


harus disupervisi dengan semestinya.”
Perencanaan awal audit melibatkan empat hal, yang seluruhnya harus dilakukan
segera dalam pengauditan. Keempat hal tersebut adalah :

1. Auditor menentukan apakah akan menerima klien baru atau melanjutkan memberikan
jasa kepada klien lama. Penentuan ini biasanya dilakukan oleh auditor yang
berpengalaman yang berada dalam posisi untuk mengambil keputusan. Auditor
diharapkan membuat keputusan ini segera, sebelum terjadi biaya- biaya yang
signifikan yang tidak dapat kembali lagi.
2. Auditor mengidentifikasikan, mengapa klien memerlukan atau menginginkan
pengauditan. Informasi ini akan memengaruhi keseluruhan bagian dari proses
perencanaan.
3. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman, auditor harus mendapatkan
kesepahaman dengan klien mengenai kondisi kontrak kerja.
4. Auditor mengembangkan keseluruhan strategi pengauditan, termasuk penugasan audit
dan spesialis- spesialis audit yang diperlukan.
2.6.1 Pengertian dan Tujuan Audit Plan

Standar audit yang berlaku umum mengenai pekerjaan lapangan yang pertama
mengharuskan dilakukannya perencanaan yang memadai.
“Auditor harus melaksanakan perencanaan kerja yang memadai dan harus melakukan
pengawasan secara seksama terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh para asistennya.”
Terdapat tiga alasan utama mengapa auditor harus melakukan perencanaan penugasan
dengan tepat. Ketiga alasan itu adalah agat auditor mampu mendapatkan cukup bukti yang
memadai sesuai dengan kondisinya, untuk menjaga supaya biaya audit tetap terjangkau dan
mencegah kesalahpahaman dengan klien. Mendapatkan cukup bahan bukti yang memadai
penting jika KAP ingin meminimalkan kewajiban hukum dan menjaga reputasi dalam
komunitas bisnisnya. Menjaga supaya biaya audit tetap terjangkau membantu KAP agar
tetap kompetitif. Mencegah munculnya kesalahpahaman dengan klien adalah penting untuk
menjaga hubungan yang baik dengan klien dan untuk memberikan pekerjaan yang berkualitas
tinggi dengan harga yang terjangkau.
Sebelum itu kita akan diperkenalkan secara ringkas pada dua istilah risiko, yaitu
risiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk) dan risiko bawaan (inherent risk).
Kedua jenis risiko tersebut secara signifikan berpengaruh pada pelaksanaan dan biaya audit.
Sebagian besar dari tahap awal perencanaan audit berkaitan dengan perolehan informasi
untuk membantu auditor dalam menilai risiko-risiko tersebut.

Risiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk) merupakan sebuah ukuran
seberapa besar auditor menerima kemungkinan adanya salah saji dalam laporan keuangan
dapat setelah pengauditan selesai dilaksanakan dan opini wajar tanpa pengecualian
(unqualified) telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk menurunkan risiko audit
yang dapat diterima, ini berarti bahwa auditor ingin lebih yakin bahwa tidak ada salah saji
material dalam laporan keuangan. Risiko nol adalah kepastian absolut, sedangkan risiko 100
persen adalah ketidakpastian absolut.

Risiko bawaan (inherent risk) merupakan sebuah ukuran penilaian auditor atas
kemungkinan adanya salah saji material dalam saldo akun sebelum mempertimbangkan
efektivitas pengendalian internal. Jika, sebagai contoh, auditor menyimpulkan bahwa
terdapat kemungkinan salah saji yang tinggi dalam suatu akun seperti akun piutang dagang,
auditor menyimpulkan bahwa risiko bawaan untuk piutang adalah tinggi.

Menilai risiko audit yang dapat diterima dan risiko bawaan merupakan sebuah
bagian penting dari perencanaan audit karena hal tersebut dapat membantu dalam
menentukan jumlah bukti yang diperlukan untuk dikumpulkan dan staf yang akan ditugaskan
dalam penugasan tersebut. Sebagai contoh, jika risiko bawaan atas persediaan adalah tinggi
karena permasalahan yang kompleks, maka makin banyak yang harus dikumpulkan dalam
mengaudit persediaan dan staf yang lebih berpengalaman akan ditugaskan untuk melakukan
pengujian dibidang ini.
Audit Plan adalah pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit
yang diharapkan disusun segera setelah management letter (surat perikatan) disetujui klien.
Perencanaan dan supervise berlangsung terus-menerus selama audit, dan prosedur yang
berkaitan seringkali tumpang tindih (overlap). Auditor sebagai penanggung jawab akhir atas
audit dapat mendelegasikan sebagian fungsi perencanaan dan supervisi auditnya kepada staf
lain dalam kantor akuntannya (asisten). Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi
menyeluruh pelaksanaan dan ruang lingkup audit yang diharapkan. Sifat, luas, dan saat
perencanaan bermacam-macam dengan ukuran dan kompleksitas satuan usaha, pengalaman
mengenai satuan usaha, dan pengetahuan tentang bisnis satuan usaha.
Tujuan Audit Plan adalah untuk mencapai keyakinan yang memadai guna mendeteksi
salah saji yang diyakini jumlahnya besar, baik secara individual mapun secara keseluruhan,
yang secara kuantitatif berdampak material terhadap laporan keuangan. Audit plan digunakan
sebagai berikut :
a. Pedoman pelaksanaan audit
b. Dasar untuk menyusun anggaran
c. Alat untuk memperoleh partisipasi manajemen
d. Alat untuk menetapkan standar
e. Alat pengendalian
f. Bahan pertimbangan bagi akuntan publik yang diberi penugasan oleh perusahaan

2.6.2 Penerimaan Klien dan Keberlanjutan

Meskipun mendapatkan dan mempertahankan klien tidak mudah dalam profesi yang
sangat kompetitif seperti akuntan publik, KAP harus berhati- hati dalam menentukan klien
mana yang dapat diterima. Tanggung jawab hukum dan profesional mengharuskan KAP
selektif dalam memilih klien, sehingga klien yang tidak memiliki integritas atau yang terus-
menerus berdebat mengenai pelaksanaan audit yang tepat dan imbal jasa audit akan
cenderung menyebabkan banyak masalah dan tidak layak untuk diterima. Beberapa KAP
saat ini menolak klien yang bergerak pada industri yang berisiko tinggi, seperti simpan
pinjam, kesehatan dan perusahaan asuransi kerugian, dan bahkan mungkin tidak melanjutkan
mengaudit perusahaan klien lama yang bergerak di bidang industri tersebut. Beberapa KAP
kecil tidak akan melakukan audit atas perusahaan publik karena adanya risiko tuntutan
hukum. Dalam kaitannya dengan risiko audit yang dapat diterima, seorang auditor
kemungkinan tidak akan menerima klien baru atau melanjutkan melayani klien lama jika
risiko audit yang dapat diterima di bawah ambang batas risiko yang dapat diterima KAP
tersebut.

2.6.2.1 Investigasi Klien Baru

Sebelum menerima klien baru, umumnya KAP akan melakukan penyelidikan


terhadap calon kliennya untuk menentukan apakah akan menerima atau tidak. Mereka
melakukan hal ini dengan menguji, sepanjang memungkinkan, posisi calon kliennya dalam
komunitas bisnis, stabilitas keuangan dan hubungan dengan KAP sebelumnya. Sebagai
contoh, banyak KAP yang sangat berhati-hati dalam menerima klien baru yang usahanya baru
saja didirikan namun pertumbuhan bisnisnya sangat cepat.
Untuk calon klien yang sebelumnya pernah diaudit oleh KAP lain, KAP yang baru
(penerus) diharuskan oleh PSA 16 (SA 315) untuk berkomunikasi dengan auditor
sebelumnya. Tujuan dari ketentuan tersebut adalah untuk membantu auditor penerusnya
untuk mengevaluasi apakah akan menerima atau menolak kontrak kerja. Komunikasi dapat
berbentuk, misalnya, menginformasikan kepada auditor penerusnya bahwa klien tersebut
tidak memiliki integritas atau bahwa telah terjadi perdebatan mengenai prinsip akuntansi,
prosedur audit atau imblan jasa audit.

Hambatan untuk memulai komunikasi terletak pada auditor penerusnya, namun


auditor pendahulunya diharuskan untuk merespons permintaan informasi dari auditor dari
penerusnya. Namun,ketentuan kerahasiaan dalam Kode Etik mengharuskan auditor
pendahulunya mendapatkan izin dari klien sebelum komunikasi dilakukan. Dalam kondisi
yang tidak biasa, seperti masalah hukum atau perdebatan antara klien dengan auditor
pendahulunya, respons auditor pendahulunya dapat dibatasi dengan menyatakan bahwa tidak
ada informasi yang dapat diberikan. Jika klien tidak mengizinkan komunikasi atau audit
pendahulu tidak akan memberikan respons yang lengkap, maka auditor penerusnya harus
benar-benar serius mempertimbangkan kembali keinginannya untuk meminta kontrak kerja
dengan calon klien, sebelum mempertimbangkan investigasi lainnya.

Bahkan jika calon karyawan telah diaudit oleh KAP lain, penerusnya dapat membuat
penyelidikan-penyelidikan lainnya dengan mendapatkan informasi dari penasihat hukum
lokal, KAP-KAP lain, bank, dan bisnis lainnya. Dalam beberapa kasus, auditor dapat
menyewa penyelidik profesional untuk mendapatkan informasi mengenai reputasi dan latar
belakang dari pegawai-pegawai kunci pada manajemen perusahaan klien. Penyelidikan yang
luas semacam itu sudah tepat terutama jika ada auditor pendahulu tidak memberikan
informasi yang diinginkan, atau jika ada indikasi permasalahan yang muncul dari komunikasi
dengan auditor pendahulu.

2.6.2.2 Klien Lama

Banyak KAP yang mengevaluasi klien-klien yang sudah ada setiap tahunnya untuk
menentukan apakah terdapat alasan untuk tidak melanjutkan melakukan pengauditan.
Konflik-konflik sebelumnya mengenai lingkup audit yang tepat, jenis opini yang dikeluarkan,
imbal jasa atau hal lain yang dapat menyebabkan auditor menghentikan hubungan dengan
kliennya. Auditor dapat pula menghentikan kontrak kerja dengan klien setelah mengetahui
bahwa kliennya tidak memiliki integritas. Dalam Kode Etik IFAC yang mengatur mengenai
independensi, jika klien melakukan tuntutan hukum terhadap KAP atau sebaliknya, maka
KAP tersebut tidak dapat melakukan audit atas perusahaan tersebut. Demikian pula, jika
terdapat imbal jasa yang belum dibayar untuk jasa yang diberikan lebih dari satu tahun
sebelumnya maka KAP tidak dapat menerima pengauditan untuk tahun berjalan.

Bahkan jika tidak ada satu pun kondisi yang disebutkan di atas ditemukan, KAP dapat
memutuskan untuk tidak melanjutkan audit atas klien lama karena adanya risiko yang sangat
besar. Misalnya, sebuah KAP dapat memutuskan bahwa terdapat risiko yang besar atas
konflik hukum yang muncul antara instansi pemerintah dan klien yang dapat menyebabkan
kegagalan keuangan klien dan berakibat pada tuntutan hukum pada KAP yang mengauditnya.
Bahkan meski kontrak kerja tersebut menguntungkan, risiko jangka panjangnya lebih besar
dari keuntungan jangka pendek dari pengauditan yang dilakukan.

Menyelidiki klien baru dan mengevaluasi klien lama merupakan bagian yang penting
dalam menentukan risiko audit yang dapat diterima. Sebagai contoh, anggaplah klien yang
potensial yang beroperasi pada industri yang cukup berisiko, bahwa manajemennya memiliki
reputasi integritas yang baik, namun juga diketahui melakukan risiko finansial yang agresif.
Jika KAP memutuskan bahwa risiko audit yang dapat diterima sangat rendah, KAP tersebut
dapat memutuskan untuk menolak kontrak kerja. Jika KAP menyimpulkan bahwa risiko
audit yang diterima rendah namun klien tersebut masih dapat diterima, KAP tersebut dapat
menerima kontrak kerja namun imbalan jasa yang diusulkan pada klien juga dinaikkan.
Auditor dengan risiko audit yang dapat diterima rendah biasanya akan menyebabkan biaya
audit yang lebih tinggi, yang tercermin dalam imbal jasa audit yang lebih tinggi.

2.6.5 Mengidentifikasi Alasan Klien Untuk Melakukan Audit


Dua alasan utama yang memengaruhi risiko audit yang dapat diterima adalah siapa
para pengguna laporan tersebut dan untuk apa mereka menggunakan laporan tersebut.
Auditor kemungkinan akan mengumpulkan lebih banyak bukti ketika laporan akan digunakan
secara meluas, sebagaimana, kasus yang terjadi pada perusahaan-perushaan publik,
perusahaan-perusahaan yang memiliki utang yang banyak, dan perusahaan yang segera
dijual.

Kemungkinan tujuan penggunaan laporan dapat ditentukan dari pengalaman


sebelumnya dengan klien dan diskusi dengan manajemen. Sepanjang kontrak kerja, auditor
dapat memperoleh informasi tambahan mengenai klien yang sedang diaudit dan
kemungkinan penggunaan laporan keuangan tersebut. Informasi ini dapat memengaruhi
risiko audit yang dapat diterima oleh auditor tersebut.
2.6.4 Mendapatkan Kesepahaman dengan Klien

Pemahaman yang jelas atas kondisi kontrak kerja yang akan dijalankan harus dimiliki
klien dan KAP PSA 05 (SA 310) mengharuskan auditor untuk mendokumentasikan
kesepahaman mereka dengan klien dalam perjanjian kontrak kerja, termasuk tujuan-tujuan
kontrak kerja, tanggung jawab auditor dan manajemen, dan keterbatasan-keterbatasan dalam
kontrak kerja tersebut.

Perjanjian kontrak kerja dapat juga memasukkan persetujuan untuk memberikan jasa
lainnya seperti jasa perpajakan atau konsultasi manajemen. Perjanjian kontrak kerja tersebut
juga harus menyatakan hambatan-hambatan yang mungkin ditemukan dalam pekerjaan
auditor, batas waktu penyelesaian audit, bantuan yang diberikan oleh pegawai klien dalam
mendapatkan catatan dan dokumen, dan jadwal yang disiapkan bagi auditor. Sering kali surat
tersebut juga memasukkan imbal jasa kontrak kerja. Perjanjian kontrak kerja juga berlaku
sebagai sarana yang menginformasikan pada klien bahwa auditor tidak dapat menjamin
bahwa semua tindak kecurangan dapat diungkap.

Perjanjian kontrak kerja biasanya ditandatangani oleh manajemen. Untuk sejumlah


perusahaan publik, tanggung jawab untuk menyewa dan memberhentikan auditor dialihkan
dari manajemen ke komite audit. Auditor perusahaan publik sekarang ini harus mendapatkan
kesepahaman atas kondisi kontrak kerja dengan komite audit dan mendokumentasikan
kesepahaman tersebut dalam arsip audit. Perjanjian kontrak kerja untuk perusahaan publik
juga termasuk persetujuan untuk audit terhadap efektivitas pengendalian internal dalam
laporan keuangan, dan dapat juga termasuk jasa non-audit lainnya yang sebelumnya harus
disetujui oleh komite audit.

Informasi dalam perjanjian kontrak kerja sangat penting dalam melakukan


perencanaan audit karena akan memengaruhi penentuan waktu untuk melakukan pengujian-
pengujian dan total jumlah waktu pengauditan dan jasa lainnya yang akan dilakukan.
Sebagai contoh, jika batas waktu untuk mengumpulkan laporan audit adalah segera setelah
tanggal neraca, bagian terbesar dari pengauditan harus sudah selesai sebelum akhir tahun.
Jika terjadi kondisi yang tidak terduga atau jika bantuan dari klien tidak tersedia, persetujuan
harus dibuat untuk diperpanjang waktu dalam kontrak kerja tersebut. Batasan-batasan yang
diberikan klien dalam pengauditan akan memengaruhi prosedur yang dijalankan dan bahkan
mungkin akan memengaruhi opini audit yang diberikan.

2.6.5 Menyusun Strategi Audit Secara Keseluruhan


Setelah memahami alasan klien untuk melakukan audit, auditor harus menyusun
strategi pengauditan awal. Strategi ini harus mempertimbangkan keberadaan klien,
termasuk bagian-bagian yang memiliki risiko salah saji signifikan yang lebih besar. Auditor
juga harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah lokasi-lokasi klien dan
pengendalian internal klien yang sebelumnya dalam menyusun pendekatan awal pengauditan.
Strategi yang direncanakan membantu auditor dalam menentukan sumber-sumber yang
diperlukan dalam kontrak kerja, termasuk penugasan dalam kontrak kerja tersebut.

2.6.5.1 Memilih Staf untuk Kontrak Kerja

Auditor harus menugaskan staf yang tepat untuk kontrak kerja agar memenuhi standar
audit yang berlaku umum dan untuk melakukan pengauditan secara efisien. Standar umum
pertama menyatakan :

“Audit harus dilakukan oleh orang atau orang-orang yang memiliki pelatihan teknis
yang memadai dan keahlian sebagai seorang auditor.”

Dengan demikian, staf ditugaskan dengan standar tersebut, dan mereka yang
ditugaskan dalam kontrak kerja harus memiliki pengetahuan terhadap industri klien. Kontrak
kerja audit yang lebih besar kemungkinan akan memerlukan satu atau lebih partner dan staf
dengan beberapa tingkat pengalaman. Spesialis dalam bidang teknis seperti pengambilan
sampel statistik dan penilaian risiko dengan menggunakan perangkat lunak komputer dapat
juga ditugaskan. Dalam pengauditan yang lebih kecil, hanya satu atau dua anggota staf yang
mungkin diperlukan.

Pertimbangan utama dalam penugasan staf adalah kebutuhan atas keberlanjutan dari
tahun ke tahun. Keberlanjutan membantu KAP untuk menjaga kepahaman dengan ketentuan-
ketentuan teknis dan hubungan pribadi yang lebih dekat dengan personel klien. Seorang staf
yang tidak berpengalaman kemungkinan dapat menjadi nonpatner yang peling
berpengalaman dan hasil kontrak kerja yang dilakukannya selama beberapa tahun.

Pertimbangkan seorang klien di bidang manufaktur komputer dengan persediaan


komputer dan suku cadang komputer yang sangat besar di mana risiko bawaan untuk
persediaan telah dinilai tinggi. Dengan demikian sangat penting bagi staf yang melakukan
audit di bagian persediaan untuk berpengalaman dalam mengaudit persediaan. KAP dapat
memutuskan untuk melibatkan seorang ahli jika tidak ada seorang pun pada KAP yang
kompeten dalam mengevaluasi keusangan persediaan.

2.6.5.2 Mengevalusi Kebutuhan akan Para Ahli dari Pihak Luar


Auditor harus memiliki pemahaman yang memadai atas bisnis klien untuk mengenali
apakah dibutuhkan seorang ahli. Auditor harus mengevaluasi kualifikasi profesional sang
ahli tersebut dan memahami tujuan dan lingkup pekerjaan sang ahli tersebut. Auditor juga
harus mempertimbangkan hubungan antara sang ahli tersebut dengan klien, termasuk
kondisi-kondisi yang mungkin dapat menurunkan objektivitas ahli tersebut. Penggunaan jasa
ahli tidak memengaruhi tanggung jawab auditor atas pengauditan dan laporan audit tidak
harus mengacu pada pendapat ahli tersebut, kecuali laporan tersebut mengakibatkan
diperlukannya modifikasi dalam opini audit.

2.6.5.3 Hal yang perlu dipertimbangkan dalam Audit Plan


a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri dimana
satuan usaha tsb beroperasi didalamnya
b. Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut
c. Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah informasi
akuntansi
d. Penetapan tingkta resiko pengendalian yang direncanakan
e. Pertimbangan awal tentang materialitas untuk tujuan audit
f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian
g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit
h. Sifat audit yang dilaporkan akan diserahkan kepada pemberi tugas

2.6.5.4 Isi Perencanaan Audit


Isi audit plan (perencanaan audit) meliputi tiga hal pokok yang terdidi dari:
a. Hal-hal mengenai client
b. Hal-hal yang mempengaruhi client
c. Rencana kerja Auditor

2.6.5.5 Metode Dalam Perencanaan Audit


Secara umum, rencana audit disusun setelah auditee ditetapkan, yang dimaksud
dengan auditee adalah entitas organisasi, atau bagian/unit organisasi, atau operasi dan
program termasuk proses, aktivitas dan kondisi tertentu yang diaudit. Penyeleksian auditee
dapat dilakukan dengan 3 (tiga) metode, yaitu:
a. Systematic selection
Bagian audit internal menyusun suatu jadwal audit tahunan yang berkenaan dengan
audit yang diperkirakan akan dilaksanakan. Secara tipikal jadwal tersebut dikembangkan
dengan mempertimbangkan risiko. Auditee potensial yang menunjukkan tingkat risiko yang
tinggi mendapat prioritas untuk dipilih.
b. Ad Hoc Audits
Metode ini digunakan dengan mempertimbangkan bahwa operasi tidak selalu berjalan
tepat seperti yang direncanakan. Manajemen dan dewan komisaris sering menugaskan auditor
internal untuk mengaudit bidang/ area fungsional tertentu yang dipandang bermasalah.
Dengan demikian manajemen dan dewan komisaris memilih auditee bagi auditor internal.
c. Auditee Requests
Beberapa manajer merasa bahwa mereka memerlukan input dari auditor internal
untuk mengevaluasi kelayakan dan keefektifan pengendalian internal serta pengaruhnya
terhadap operasi yang berada di bawah supervisinya. Oleh karena itu, mereka mengajukan
permintaan untuk diaudit. Tetapi dalam hal ini auditor internal tetap harus
mempertimbangkan risiko dan prioritasnya.

2.6.5.6 Kegiatan Dalam Perencanaan Audit


Rencana audit harus disusun dan didokumentasikan dengan baik dan meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Penetapan tujuan dan ruang lingkup audit
Secara umum tujuan fungsi audit internal adalah untuk membantu manajemen dalam
mencapai akuntabilitasnya dan memberikan solusi alternatif utnuk memperbaiki
pengendalian manajemen. Secara individual, tujuan audit internal dapat diklasifikasikan
berdasarkan 3 (tiga) kategori aktivitas audit.
b. Review atas file audit
Review ini dilakukan dengan cara mempelajari kembali laporan-laporan dan informasi
dari file audit yang telah dilakaukan sebelumnya. Review ini bermanfaat untuk mengenal
sifat operasi sebagai bahan untuk melaksanakan survai pendahuluan.
c. Menyeleksi tim audit
Kegiatan ini dilakukan dengan mepertimbangkan beban tanggung-jawab yang akan
dipikul oleh masing-masing staf auditor, dan keahlian yang diperlukan untuk mengaudit
bidang-bidang tertentu.
d. Komunikasi pendahuluan dengan auditee dan pihak lain yang berkepentingan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berkenaan dengan
pekerjaan yang akan dilakukan. Mengakomodasikan akses terhadap fasilitas, catatan dan
personal, serta untuk memperoleh informasi dari auditee atau pihak lain yang terkait.
e. Mempersiapkan program audit pendahuluan
Program audit pendahuluan ini memuat informasi seperti sasaran dan tujuan, serta
ruang lingkup audit, pertanyaan-pertanyaan khusus yang harus terjawab selama audit
dilaksanakan, prosedur audit yang akan digunakan, dan bukti-bukti yang akan diuji.
f. Merencanakan laporan audit
Laporan audit merupakan media untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dlam organisasi. Konsekuensinya, auditor harus mulai berfikir
mengenai bagaimana laporan akan disusun, kapan akan diberikan/ dikirimkan, dan siapa yang
akan menerima laporan tersebut. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi detail (rincian) yang
akan disajikan dalam laporan dan untuk mengembangkan beberapa parameter dasar.
g. Persetujuan atas program audit dari kepala bagian audit internal
Hal ini dilakukan untuk membantu memastikan bahwa prosedur kerja mendukung
tujuan, sasaran, dan ruang lingkup audit.

2.7 Menilai Bisnis Klien dan Industri Klien

Pemahaman yang menyeluruh atas bisnis dan industri klien serta pengatahuan tentang
operasi perusahaan sangat penting untuk melaksanakan audit yang memadai. Standar kedua
pekerjaan lapangan menyatakan sebagai berikut:

“Auditor harus mendapatkan pemahaman yang memadai atas entitas dan


lingkungannya termasuk mengendalikan internalnya, untuk menilai risiko salah saji material
dalam laporan keuangan baik disebabkan karena kesalahan atau kecurangan dan untuk
merancang sifat waktu dan keluasan prosedur audit yang lebih lanjut”.

Sifat bisnis dan industri klien mempengaruhi risiko bisnis klien serta risiko salah saji
yang material dalam laporan keuangan. Risiko bisnis klien adalah risiko bahwa klien akan
gagal memenuhi tujuannya. Ada beberapa faktor yang telah meingkatkanb arti penting dari
pemahaman atas bisnis dan industrin klien:
1. Teknologi informasi yang menghubungkan perusahaan klien dengan pelanggan dan
pemasok utama. Akibatnya, auditor memerlukan pengathuan yang lebih mendalam
tentang pelanggan dan pemasok utama itu serta risiko yang berkaitan.
2. Klien telah memperluas operasinya secara global, yang sering kali melalui join
venture aliansi strategis.

3. Teknologi informasi mempengaruhi proses internal klien yang meningkatkan mutu


dan ketepatan waktu informasi akuntansi.

4. Semakin pentingnya modal manusia dan aktiva tidak berwujud lainnya telah
meningkatkan kerumitan akuntansi serta pentingnya penilaian dan setimasi
manajemen.

5. Auditor membutuhkan pemahaman yang lebih baik atas bisnis dan industry klien
untuk memberikan jasa bernilai tambah kepada klien. Sebagai contoh, kantor auditor
seringkali memberikan jasa assurance dan konsultasi berkaitan dengan teknologi
informasi, serta jasa manajemen risiko bagi klien audit nonpublic yang membutuhkan
pengetahuan yang luas tentang industri klien.

Auditor mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dengan menggunakan suatu


pendekatan sistem strategis untuk mendalami bisnis klien. Berikut adalah aspek dari
pendekatan tersebut:
a. Industri dan Lingkungan Eksternal

Tiga alasan utama untuk mendapatkan pemahaman yang baik tentang industri klien
dan lingkungan eksternal adalah:

1. Risiko yang berkaitan dengan industri tertentu dapat mempengaruhi penilaian auditor
atas risiko bisnis klien dan risiko audit yang dapat diterima dan bahkan dapat
mempengaruhi auditor dalam menerima penugasan pada industri yang lebih berisiko,
seperti industri simpan pinjam dan asuransi kesehatan.
2. Risiko inheren tertentu sudah umum bagi semua klien dalam industri tertentu.
Familiar dengan risiko-risiko tersebut akan membantu auditor dalam menilai
relevansinya bagi klien bersangkutan. Contohnya meliputi kemungkinan keuangan
persediaan dalam industri pakaian jadi, risiko inheren atas penagihan piutang usaha
dalam industry pinjaman konsumen, serta cadangan untuk risiko inheren kerugian
dalam industry asuransi kecelakaan.

3. Banyak industri memiliki persyaratan akuntansi yang unik yang harus dipahami
auditor untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan klien telah sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sebagai contoh, jika auditor melakukan
audit atas sebuah pemerintahan kota, auditor harus memahami akuntansi
pemerintahan dan persayaratan auditnya. Juga ada persayaratan akuntansi yang unik
bagi perusahaan konstruksi kereta api, organisasi nirlaba, lembaga keuangan dan
banyak organisasi lainnya.

Auditor juga harus memahami lingkungan eksternal klien, termasuk kondisi


perekonomian, tingkat kompetisi dan ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah.
Sebagai contoh, auditor perusahaan penyedia energi memerlukan lebih dari sekedar
pemahaman atas ketentuan akuntansi yang khusus untuk industri tersebut. Para auditor
tersebut juga harus memengaruhi bagaimana deregulasi terbaru di industri tersebut dapat
mengingkatkan kompetisi dan bagaimana fluktuasi dalam harga energi memengaruhi operasi
perusahaan. Untuk menyusun perencanaan audit yang efektif, auditor di semua perusahaan
harus memiliki keahlian untuk menilai risiko lingkungan eksternal.

b. Operasi dan Proses Bisnis

Auditor harus memahami faktor-faktor seperti sumber utama pendapatan, pelanggan


dan pemasok utama, sumber pendanaan, dan informasi mengenai pihak yang memiliki
hubungan istimewa yang dapat mengindikasikan bagian-bagian yang dapat meningkatkan
risiko bisnis klien. Beberapa faktor yang harus dipahami dalam operasi dan proses bisnis,
yaitu:

1. Mengunjungi Pabrik dan Kantor


Sebuah kunjungan ke fasilitas yang dimiliki klien sangat berguna dalam
mendapatkan pemahaman yang lebih baik atas operasi bisnis klien karena hal ini
memberikan kesempatan untuk mengamati kegiatan operasi secara langsung dan
untuk menemui pegawai-pegawai kunci. Dengan melihat fasilitas pisik auditor dapat
menilai keamanan fisik terhadap aset-aset klien dan menginterpretasikan dan
akuntansi yang terkait dengan asset seperti persediaan dan peralatan. Dengan
pengetahuan langsung tersebut, auditor lebih mampu untuk mengidentifikasikan
risiko bawaan.
2. Identifikasi Pihak-pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa
Transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa sangat
penting bagi auditor karena prinsip akuntansi berlaku umum mengharuskan transaksi
semacam itu untuk diungkapkan dalam laporan keuangan jika nilainya signifikan.
Pihak istimewa didefinisikan sebagai perusahaan terafiliasi, pemilik utama atas
perusahaan klien dimana satu pihak dapat mempengaruhi manajemen atau kebijakan
lainnya. Contoh penjualan dan pembelian iduk perusahaan dengan anak perusahaan,
pertukaran peralatan.
Sebagian auditor menilai menilai risiko bawaan yang tinggi untuk pihak-pihak
istimewa dan transaksi-transaksi terhadap pihak istimewa, karena adanya ketentuan
mengungkapkan akuntansi dan tidak independennya pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya.
Karena transaksi dengan pihak istimewa yang material harus diungkapkan,
sumua pihak yang memiliki hubungan istimewa harus diindentifikasi dan
dimasukkan dalam arsip permanen pada awal kontrak kerja. Ketentuan mengenai
pengungkapan termasuk sifat hubungan istimewa, deskripsi transaksi, termasuk nilai
rupiahnya dan jumlah yang harus dibayarkan kepada atau dari pihak yang memiliki
hubungan istimewa. Dengan memasukkan seluruh pihak yang memiliki hubungan
istimewa ke dalam arsip permanen, dan meyakinkan bahwa auditor dalam tim audit
tersebut mengetahui siapa saja pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, maka
akan membantu para auditor dalam mengidentifikasi transaksi pihak istimewa mana
yang belum diungkapkan ketika mereka menjalankan pengauditan. Cara umum untuk
mengidentifikasi pihak yang memiliki hubungan istimewa termasuk melakukan tanya
jawab dengan manajemen, menelaah laporan OJK-LK dan mengamati dengan
seksama daftar nama pemilik saham untuk mengidentifikasi pemegang saham utama.
c. Manajemen dan Tata Kelola Perusahaan
Karena managemen yang menciptakan strategi perusahaan dan proses
bisnisnya auditor harus menilai filosofis management dan gaya kepeminpinannya
serta kemampuannya untuk mengidentifikasi dan menghadapi resiko karena hal
tersebut sangat berpengaruh terhadap resiko salah saji material dalam laporan
keuangan.
Tata kelola perusahaan termasuk struktur organisasi dan juga aktivitas dewan direksi
dan komite auditnya. Sebuah dewan direksi yang efektif akan membantu meyakinkan bahwa
perusahaan hanya akan mengambil risiko-risiko yang tepat sedangkan komite audit melalui
pengawasan terhadap pelaporan keuangan, dapat mengurangi kemungkinan penggunaan
teknik akuntansi yang terlalu agresif. Untuk mendapatkan pemahaman atas sistem tata kelola
klien auditor harus memahami alur pendirian perusahaan dan peraturan-peraturannya serta
mempertimbangkan kode etik perusahaan dan membaca notulensi rapat perusahaan.

1. Akta Pendirian Perusahaan dan Peraturan-Peraturan


Akta pendirian perusahaan diberikan oleh pemerintah didaerah dimana
perusahaan tersebut didirikan dan merupakan dokumen legal yang penting untuk
mengakui suatu perusahaan sebagai suatu entitas yang terpisah. Akta pendirian
ini juga termasuk nama perusahaan, tanggal pendirian, jenis dan jumlah modal
saham yang disahkan oleh perusahaan untuk diterbitkan, dan jenis aktivitas yang
disahkan untuk dilakukan oleh perusahaan tersebut. Peraturan-peraturan termasuk
kebijakan dan prosedur yang diadopsi oleh para pemegang saham di perusahaan
tersebut. Peraturan ini menjelaskan hal-hal seperti tahun fiskal perusahaan,
frekuensi rapat pemegang saham, metode pemungutan suara untuk memilih
komisaris dan tugas serta tanggung jawab pegawai perusahaan.
2. Kode Etik
Perusahaan sering kali mengkomunikasikan nilai-nilai yang dianut serta standar
etikanya melalui pernyataan kebijakan dan kode etik. Untuk memenuhi ketentuan
dalam Sarbanes-Oxlez Act di Amerika Serikat, SFC mengharuskan setiap
perusahaan publik untuk mengungkapkan apakah mereka mengadopsi kode etik
yang diterapkan oleh manajemen senior, termasuk CEI, CFO dan pimpinan
bagian akuntansi serta kontrolernya. Sebuah perusahaan yang tidak menerapkan
kode etik ini harus mengungkapkan fakta tersebut dan menjelaskan mengapa
perusahaan tidak melakukan hal tersebut. SEC juga mengharuskan perusahaan-
perusahaan untuk segera mengungkapkan perubahan-perubahan dan pengabaian
kode etik yang dilakukan oleh setiap pejabat perusahaan tersebut. Auditor harus
mendapatkan pengetahuan atas kode etik perusahaan dan memeriksa setiap
perubahan dan pengabaian atas kode etik yang akan berdampak pada sistem tata
kelola dan integritas terkait serta nilai-nilai etika para manajemen seniornya.
3. Notulensi Rapat
Notulensi rapat perusahaan merupakan catatan resmi atas rapat yang dilakukan
oleh dewan direksi dan pemegang saham. Notulasi rapat tersebut termasuk
pengesahan-pengesahan penting dan iktisar topic-topik pada rapat-rapat tersebut
dan keputusan-keputusan yang dibuat oleh direksi dan pemegang saham.
Pengesahan umum dalam notulensi termasuk kompetensi bagi para direktur,
kontrak dan persetujuan baru, pembelian aset tetap, pinjaman dan pembayaran
dividen. Contoh informasi yang relevan terhadap pengauditan termasuk
pembahasan mengenai tuntutan hukum, penundaan penerbitan saham, atau
kemungkinan dilakukannya penggabungan usaha. Auditor harus membaca
notulensi rapat untuk mendapatkan otoritas dan informasi lainnya yang relevan
dengan pelaksanaan audit. Informasi tersebut juga harus dimasukkan ke dalam
arsip audit dengan cara membuat abstrak dari notulensi rapat atau dengan
mendapatkan sebuah salinan dan bagian-bagian penting lainnya. Sebelum audit
diselesaikan, auditor harus melakukan tindak lanjut atas informasi tersebut untuk
mayakinkan bahwa manajemen telah sesuai dengan tindakan-tindakan yang
diambil oleh para pemegang saham dan dewan direksi. Sebagai contoh,
pengesahaan atas kompensasi yang diberikan pada para direktur
d. Tujuan dan Strategi Klien
Strategi merupakan pendekatan yang dilakukan oleh suatu entitas untuk mencapai
tujuan organisasi. Auditor harus memahami tujuan klien terkait dengan hal-hal berikut:
1. Keandalan laporan keuangan
2. Efektivitas dan efisiensi operasional perusahaan
3. Kepatuhan dengan hukum dan peraturan

Auditor perlu memiliki pengetahuan mengenai operasional klien untuk menilai risiko
bisnis klien dan risiko bawaan dalam laporan keuangan.

Sebagai bagian dari pemahaman atas tujuan klien terkait dengan kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan, auditor harus mengenali istilah-istilah dalam kontrak dan kewajiban
hukum lainnya. Hal ini termasuk beragam unsur seperti wesel jangka panjang dan utang
obligasi, opsi saham, rencana pensiun, kontrak-kontrak dengan pemasok untuk pengiriman
barang baku dimasa mendatang, kontrak pemerintah untuk penyelesaian dan pengiriman
barang produksi, persetujuan royalti, kontrak-kontrak serikat kerja dan sewa.

e. Pengukuran dan Kinerja


Sistem pengukuran kinerja klien termasuk indikator-indikator kinerja penting yang
digunakan oleh manajemen dalam mengukur setiap kemajuan dalam mencapai tujuan
perusahaan. Indikator-indikator tersebut lebih dari sekedar angka-angka dalam laporan
keuangan, seperti penjualan dan laba bersih, yang dimasukkan dalam pengukuran-
pengukuran yang sesuai dengan tujuan perusahaan. Indikator-indikator kinerja penting
misalnya pangsa pasar, penjualan per pegawai, pertumbuhan unit penjualan.

Risiko bawaan dalam salah saji laporan keuangan dapat meningkat jika klien telah
menetapkan seperangkat tujuan yang tidak masuk akal atas jika sistem pengukuran kinerja
memicu pembukuan yang agresif.

Pengukuran kinerja termasuk analisis rasio dan tolak ukur terhadap kompetitor-
kompetitor utama. Sebagai bagian dari pemahaman terhadap bisnis klien, auditor harus
menjalankan analisis rasio atau penelaahanatas perhitungan rasio kinerja penting klien.

2.8 Prosedur Analitis dan Jenis Prosedur Analitis

2.8.1 Prosedur Analitis


Auditor melakukan prosedur analitis awal agar dapat memahami dengan lebih baik
bisnis klien dan untuk menilai risiko bisnis klien. Salah satu prosedur yang digunakan adalah
membandingkan rasio-rasio klien dengan industri atau kompetitor yang dijadikan acuan
untuk memberikan indikasi kinerja perusahaan. Pengujian awal tersebut dapat
mengungkapkan perubahan-perubahan yang tidak biasa dalam rasio-rasio dibandingkan
denga tahun sebelumnya, atau dengan rata-rata industri dan membantu auditor dalam
mengidentifikasi bagian-bagian yang mengalami peningkatan risiko salah saji yang
membutuhkan perhatian lebih lanjut selama menjalankan pengauditan.
Penekanan pada prosedur analitis dalam defisini PSA 32 adalah atas ekspektasi yang
disusun oleh auditor. Agar prosedur analitis menjadi relevan dan andal, auditor dapat
menyimpulkan bahwa penjualan yang tercatat telah disajikan dengan benar, semua penjualan
mendapatkan komisi dan bahwa rata-rata tarif komisi aktual dapat dengan segara ditentukan.
Prosedur analitis berikut dapat dilakukan pada setiap fase selama sebuah penugasan kerja
langsung.
1. Prosedur analitis diperlukan dalam fase perencanaan untuk membantu menentukan
sifat, keluasan dan waktu dalam prosedur pengauditan. Hal ini membantu auditor
dalam mengidentifikasi hal-hal penting yang membutukan pertimbangan khusus lebih
lanjut dalam penugasan kerja.
2. Prosedur analitis sering kali dikerjakan selama fase pengujian audit sebagai pengujian
substansi untuk mendukung saldo-saldo akun. Pengujian- pengujian ini sering kali
dikerjakan dalam kaitannya dengan prosedur audit lainnya.
3. Prosedur analitis juga diperlukan selam fase penyelesaian audit. Pengujian semacam
ini merupakan penelaahan akhir salah saji material atau masalah keuangan dan
membantu auditor dalam mengambil “pandangan objektif” akhir atas laporan
keuangan yang telah diaudit.

Gambar 2.3 Waktu dan Tujuan Prosedur Analitis


Tahap

Tujuan (Dibutuhkan) (Dibutuhkan)


Tahap Pengujian
Tahap Perencanaan Tahap Pelaksanaan
Memahami bisnis dan
Tujuan primer
industri klien
Menilai keberlanjutan
Tujuan skunder Tujuan skunder
usaha (going concern)
Mengindikasikan
kemungkinan salah saji Tujuan primer Tujuan skunder Tujuan primer
(pengarahan perhatian)
Mengurangi pengujian
Tujuan skunder Tujuan primer
terinci
Gambar 2.3
Gambar 2.3 menunjukkan tujuan prosedur analitis di setiap tiga fase tersebut dan
mengindikasikan ketika suatu tujuan dapat diterapkan di setiap fase. Lebih dari satu tujuan
dapat diidentifikasi. Perhatikan bagaimana prosedur analitis dilakukan selama fase
perencanaan untuk keempat tujuan tersebut, sedangkan selama dua fase lain utamanya
digunakan untuk menentukan bukti audit yang tepat dan untuk mencapai kesimpulan
mengenai kewajaran laporan keuangan.

2.8.2 Jenis Prosedur Analitis


Terdapat lima jenis prosedur analitis :
1. Membandingkan data klien dengan industri
Manfaat perbandingan yang paling penting dari perbandingan adalah untuk membantu
memahami bisnis klien dan sebagai indikasi adanya kemungkinan kegagalan keuangan. Kecil
kemungkinan perbandingan industri tersebut dapat membantu auditor dalam menentukan
potensi salah saji dalam laporan keuangan.
Namun, kelemahan utama dalam menggunakan rasio industri dalam pengauditan
adalah perbedaan antara sifat informasi keuangan klien dengan sifat informasi keuangan
perusahaan-perusahaan yang membentuk angka industri secara total. Karena data industri
merupakan rata-rata luas, perbandingan dapat menjadi tidak berati karena disebabkan standar
dan metode yang dipakai tidak selalu sam dengan klien dan hal tersebut memengaruhi daya
banding data tersebut. Hal tersebut bukan berarti harus dihindari melainkan dibutuhkan
kehati-hatian dalam mengidentifikasinya dan menerjemahkan hasil perbandingan.
2. Membandingkan data klien dengan data yang serupa pada periode sebelumnya
Penurunan laba kotor menjadi perhatian bagi auditor. Penyebabnya bisa karena
perubahan ekonomi ataupun salah saji dalam laporan keuangan. Beragam variasi prosedur
analitis yang dilakukan auditor, salah satunya dengan membandingkan dengan tahun lalu :
a. Membandingkan saldo tahun berjalan dengan tahun sebelumnya. Salah satu caranya
yaitu dengan melakukan pengujian dengan cara memasukkan neraca saldo pada tahun
sebelumnya kedalam kolom terpisah di atas kertas kerja neraca tahun berjalan hal ini
guna mempermudah auditor dalam hal membandingkannya.
b. Membandingkan rincian total saldo dengan perincihan yang sama pada tahun
sebelumnya. Dengan melakukan perincihan secaraa rinci pada periode berjalan dan
perincihan tersebut menjadi sebuah pembanding dengan tahun sebelumnya.
c. Menghitung rasio dan hubungan persentase untuk perbandingan denagn tahun
sebelumnya. Auditor sering kali menyiapkan laporan keuangan ukuran umum yang
memungkinkan adanya perbandingan dengan tahun sebelumnya biasanya dengan
menggunakan persentase.
d. Membandingkan data klien dengan hasil ekspektasi klien. Sebegaian besar perusahaan
menyusun anggaran, karena hal itu auditor harus menyelidiki perbedaan yang paling
signifikan antara anggaran dan hsil aktual.
e. Membandingkan data klien dengan hasil ekspektasi auditor. Dalam hal ini auditor
membuat perkiraan atas beberapa seharusnya saldo suatu akun dengan mengaitkan
dengan akun neraca atau laba rugi atau akun lainnya atau dengan menggunakan
proyeksi yang berdasarkan beberapa tren historis.
f. Membandingkan data klien dengan ekspektasi hasil menggunakan data non keuangan.
Fokus utama data non keuangan adalah keakuratan data itu sendiri.
3. Membandingkan data klien dengan hasil ekspektasi klien
Sebagian besar perusahaan menyusun anggaran untuk beragam aspek operasional
mereka dan juga hasil-hasil keuangan. Karena Buget melambangkan aekspektasi klien untuk
suatu periode, auditor harus menyelidiki perbedaan yang paling signifikan antara anggaran
dan hasil aktualnya, Karen bagian ini dapat mengandung salah saji material. Tidak adanya
perbedaan dapat mengindikasi kecilnya kemungkinan salah saji.
4. Membandingkan data klien dengan hasil ekspektasi auditor auditor
Perbandingan umum lainnya atas data klien dengan hasil ekspektasi muncul ketika
auditor menghitung ekspektasi saldo untuk perbandingan dengansaldo actual. Dalam jenis
prosedur analitis ini, auditor membuat perkiraan atas berapa seharusnya saldo asutu akun
dengan mengaitkannya dengan akun neraca atay laba rugi atau akun lainnya atau dengan
mengunakan proyeksi yang berdasarkan pada beberapa tran historis.
5. Membandingkan data klien dengan hasil ekspektasi menggunakan data non keuangan
Anggaplah bahwa anda sedang mengaudit sebuah hotel. Anda dapat membangun
ekspektasi untuk total pendapatan dari ruangan-ruangan kamar dengan mengalikan jumlah
ruangan kamar, rata-rata tariff harian untuk setiapmkamar dan tingkat hunian kamar. Anda
kemungkinan dapat mebandingkan estimasi anda dengan pendapatan yang dicatat sebagai
pengujian atas kewajaran pendapatan yang dicatat. Pendekatan yang sama juga dapat
digunakan untuk menyusun estimasi di situasi-situasi lainnya, misalnya pendapatan biaya
pendidikan di universitas (Rata-rata pendirikan dikalikan dengan jumlah mahasiswa yang
terdaftar), upah buruh pabrik (jumlah jam kerja dikalikan dengantraif upah) dan biaya bahan
baku yang dijual (unit terjual dikalikan dengan biaya bahan baku per unit).
Fokus utama dalam penggunaan data non keuangan adalah keakuratan data itu sendiri.
Dalam contoh hotel misalnya, anda tidak dapat menggunakan perhitungan estimasi atas
pendapatan hotel sebagai bukti audit kecuali anda puas dengan kewajaran hasilnya setelah
mempertimbangkan jumlah ruangan, rata-rata tarif ruangan dan rata-rata tingkat hunian.
Nyatanya keakuratan tingkat hunian lebih sulit untuk dievaluasi daripada dua unsur lainnya.

2.9 Rasio Keuangan


Rasio Keuangan atau Financial Ratio merupakan alat analisis keuangan perusahaan
untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang
terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas). Rasio
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.
Analisis rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk
membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan prospek pada
masa datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi, yang
dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara
angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan keuangan.
Analisis rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang telah ada sebagai
dasar penilaiannya. Meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu, analisis rasio
keuangan dimaksudkan untuk menilai risiko dan peluang pada masa yang akan datang.
Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan keuangan yang tampak
dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang berarti dalam penentuan
tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Tetapi bila hanya memperhatikan satu alat
rasio saja tidaklah cukup, sehingga harus dilakukan pula analisis persaingan-persaingan yang
sedang dihadapi oleh manajemen perusahaan dalam industri yang lebih luas, dan
dikombinasikan dengan analisis kualitatif atas bisnis dan industri manufaktur, analisis
kualitatif, serta penelitian-penelitian industri.

2.9.1 Jenis-jenis Rasio Keuangan


1. Rasio Profitabilitas atau Rentabilitas. Rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Rasio ini antara
lain: GPM (Gross Profit Margin), OPM(Operating Profit Margin), NPM (Net Profit Margin),
ROA (Return to Total Asset), ROE (Return On Equity).
2. Rasio Likuiditas. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menjamin kewajiban-kewajiban lancarnya. Rasio ini antara lain Rasio Kas (cash ratio), Rasio
Cepat (quick ratio), Rasio Lancar (current ratio)
3. Rasio Pengungkit/ Leverage/ Solvabilitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur
tingkat pengelolaan sumber dana perusahaan. Beberapa rasio ini antara lain Rasio Total
Hutang terhadap Modal sendiri, Total Hutang terhadap Total Asset, TIE Time Interest Earned.
4. Rasio Aktivitas. Rasio yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan
dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan
lainnya. ada dua penilaian rasio aktivitas yaitu:
a. Rasio Nilai Pasar. Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap Nilai Buku
perusahaan. Rasio ini antara lain: PER (Price Earning Ratio), Devidend Yield, Devideng
Payout Ratio, PBV (Price to Book Value)
b. Rasio Efesiensi/ Perputaran. Rasio perputaran digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam mengelola asset-assetnya sehingga memberikan aliran kas
masuk bagi perusahaan. Rasio ini antara lain Rasio Perputaran Persediaan, Perputaran Aktiva
Tetap, dan Total Asset Turnover.

2.9.2 Metode Pendekatan Analisis Rasio Keuangan


1. Pendekatan Lintas Seksi (Cross Sectional Approach). Yaitu cara mengevaluasi dengan
jalan membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya
yang sejenis pada saat bersamaan. Dengan cara ini dapat diketahui apakah perusahaan yang
bersangkutan berada di atas, berada pada rata-rata, atau berada dibawah rata-rata industri.
2. Pendekatan Runtut Waktu (Time Series Analysis) Yaitu cara mengevaluasi dengan
jalan membandingkan rasio-rasio finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya.
Dengan membandingkan antara rasio-rasio yang dicapai saat ini dengan rasio-rasio dimasa
lalu yang dapat memperlihatkan apakah perusahaan mengalami kemajuan atau kemunduran.
Perkembangan perusahaan terlihat pada kecenderungan ''(trend)'' dari tahun ke tahunnya, dan
dengan melihat perkembangan ini perusahaan akan dapat membuat rencana untuk masa
depannya.

2.9.3 Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan


1. Rasio tersebut dibentuk dari data akuntansi dan data ini dipengaruhi oleh cara
penafsirannya dan bahkan dapat dimanipulasi.
2. Seorang manajer keuangan harus berhati - hati dalam penilaian apakah suatu rasio
tertentu baik atau buruk dalam penilaian gabungan tentang sebuah perusahaan,
berdasarkan suatu kumpulan rasio - rasio.
3. Kecocokan dengan rasio gabungan industri bukan suatu jaminan bahwa perusahaan
tersebut sedang berjalan normal dan dipimpin dengan baik.
4. Dalam menganalisis setiap rasio, angka - angka yang diperoleh dan perhitungan tidak
dapat berdiri sendiri. Rasio tersebut akan berarti bila setidaknya satu dari dua hal ini
dipenuhi 1)Adanya perbandingan dengan perusahaan sejenis yang mempunyai tingkat
risiko yang hampir sama; 2). Adanya analisis kecenderungan (trend) dari setiap rasio
pada tahun – tahun sebelumnya.
5. Pencapaian target sesuai dengan rata rata industri tidak menunjukkan kinerja
perusahaan yang baik. Kebanyakan perusahaan justru menginginkan tingkat yang
lebih baik dari rata - rata industri. Oleh karena itu, lebih tepat jika difokuskan pada
industry leader's ratios.

2.10 Program Audit

2.10.1 Pengertian Program Audit

Program audit adalah rangkaian yang sistematis dari prosedur-prosedur audit untuk
mencapai tujuan audit. Dengan demikian program audit merupakan rencana langkah kerja
yang harus dilaksanakan berdasarkan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Pada dasarnya
program audit merupakan rencana tertulis untuk mengarahkan audit, dan oleh karena itu
merupakan salah satu alat pengendalian audit. Secara singkat program audit digunakan untuk
menjawab: what is to be done, when it is to be done, how it is to be done, who will do it, dan
how long it will take.

2.10.2 Pendekatan Dalam Program Audit


Penyusunan program audit harus disesuaikan dengan kondisi organisasi/ bidang/ area
fungsional yang akan diaudit. Pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan
program audit adalah :
a. Menyusun program audit selama tahap persiapan audit
b. Menyusun program audit setelah melaksanakan survai pendahuluan
c. Menggunakan program audit standar untuk operasi yang spesifik

2.10.3 Jenis Program Audit


Berdasarkan kepada sifat operasi yang akan diaudit, program audit dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
a. Program audit individual (tailored/ individual audit program)
Program audit individual yaitu program audit yang disusun tersendiri untuk masing-
masing audit, dan tidak menggunakan bentuk standar, serta disusun setelah melaksanakan
survai pendahuluan.

b. Program audit proforma


Program audit proforma yaitu program audit yang dikembangkan untuk berbagai
tujuan dan disiapkan guna mengumpulkan informasi yang sama dari beberapa periode untuk
melihat kecenderungan/trend dan perubahan-perubahannya. Program audit proforma
disiapkan sebelum survai pendahuluan dilaksanakan, dan dapat direvisi bila hasil survai
pendahuluan menunjukkan adanya perubahan-perubahan dari kegiatan-kegiatan yang diaudit.

2.10.4 Informasi Dalam Program Audit


Program audit disiapkan oleh Ketua Tim Audit Internal dan disetujui oleh Kepala
Bagian Audit Internal. Program audit yang baik harus memuat informasi mengenai:
a. Tujuan audit
Tujuan audit yang dimaksud dalam program audit adalah tujuan yang bersifat
khusus bukan tujuan umum seperti yang terdapat pada batasan dan ruang lingkup audit
internal. Tujuan audit yang bersifat khusus tersebut dikaitkan dengan tujuan operasi yang
akan diauditnya, dimana tujuan audit ditetapkan untuk menentukan apakah sistem operasi
yang dirancang dan diimplementasikan dapat mencapai tujuannya atau tidak.
b. Daftar Pengendalian yang ada atau yang diperlukan
Daftar pengendalian yang ada/diperlukan/semestinya ada pada operasi yang diaudit
digunakan sebagai kriteria untuk menguji/ mengevaluasi bidang/ area yang diaudit. Dalam
hal ini prosedur audit dikembangkan berdasarkan kriteria tersebut.
c. Prosedur audit
Prosedur audit merupakan suatu teknik yang digunakan auditor untuk memperoleh
bukti audit yang akan digunakan untuk menentukan apakah tujuan operasi yang diaudit
dapat tercapai atau tidak.
d. Staf pelaksana
e. Komentar atas hasil pengujian
2.10.5 Efektifitas Program Audit
Agar efektif, program audit harus terfokus kepada apa yang esensial (terpenting) dari
suatu operasi yang diaudit guna mencapai tujuannya, dan bukan terfokus kepada apa yang
menarik dari suatu operasi yang diaudit. Sebagai contoh: Pada aktivitas pembelian bahan
baku, salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah memperoleh barang dengan harga yang
benar, oleh karena itu yang terpenting dari aktivitas pembelian untuk mencapai tujuan
tersebut adalah apakah ada mekanisme penawaran yang terbuka dan kompetitif atau tidak?
dan bila ada apakah mekanisme tersebut dilaksanakan? Itulah yang harus menjadi fokus
dalam program audit, dan bukan kondisi yang mungkin menarik misalnya bahwa salah satu
dari supliernya memiliki hubungan keluarga dengan manajer logistik.

2.10.6 Aktifitas yang Harus Ada Dalam Penyusunan Program Audit


Beberapa aktifitas/ kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka penyusunan program
audit antara lain:
1. Review atas laporan audit, program audit, dan kertas kerja audit periode sebelumnya,
serta dokumen lain dari audit sebelumnya termasuk hal-hal yang masih memerlukan
tindak lanjut audit. Hal tersebut bermanfaat sebagai dasar untuk menentukan ruang
lingkup audit yang akan dilaksanakan.
2. Melaksanakan survey pendahuluan untuk mengetahui tujuan dan pelaksanaan dari
operasi/ kegiatan, tingkat risiko (aktual dan atau potensi), serta pengendaliannya.
3. Review atas kebijakan dan prosedur dari fungsi yang diaudit guna menentukan area/
bidang yang memungkinkan dapat diukur dan dinilai, dan menentukan apakah fungsi
tersebut berjalan/ beroperasi sesuai dengan yang diharapkan oleh manajemen.
4. Review atas literatur audit internal yang berkenaan dengan area yang diaudit. Hal
tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi terbaru mengenai teknik pengujian
yang dapat diterapkan pada aktivitas yang diaudit.
5. Menyusun bagan arus dari operasi atau aktivitas yang diaudit untuk mengidentifikasi
kelemahan sistem, dan untuk melakukan analisis visual atas proses transaksi.
6. Review atas standar kinerja (internal atau eksternal/ industri bila ada) untuk
memperoleh tolok ukur guna menguji dan mengevaluasi efisiensi dan efektivitas
operasi yang diaudit dan menentukan apakah operasi yang dimaksud mengacu kepada
standar yang telah ditetapkan.
7. Melakukan interview dengan auditee dan menyampaikan tujuan dan ruang lingkup
audit untuk memperoleh kesepahaman (menghindari kesalahpahaman) dengan
auditee.
8. Menyusun anggaran yang merinci sumber daya yang diperlukan, guna
menggambarkan estimasi mengenai jumlah staf dan waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan audit.
9. Melakukan interview dengan pihak-pihak tertentu yang berhubungan dengan fungsi
yang diaudit untuk memperoleh pengetahuan yang lebih baik mengenai operasi dan
mengidentifikasi masalah yang mungkin ada, serta untuk menjalin koordinasi dengan
pihak-pihak yang berhubungan dengan fungsi yang diaudit.
10. Membuat daftar mengenai risiko yang material yang harus dipertimbangkan untuk
memastikan bahwa bidang/ area yang paling rentan terhadap ancaman (terjadinya
kesalahan/penyimpangan) mendapat perhatian yang tepat/ khusus.
11. Untuk setiap resiko yang teridentifikasi, ditetapkan pengendaliannya dan dipastikan
apakah pengendalian yang dimaksud memadai. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui apakah pengendalian yang ada dapat mengurangi/ menekan risiko yang
teridentifikasi tersebut atau tidak.
12. Menentukan substansi dari masalah untuk mengidentifikasi tingkat kesulitan dalam
pelaksanaan audit.

2.10.7 Kriteria Program Audit


Program audit perlu memperhatikan kriteria tertentu agar tujuan audit yang ditetapkan
dapat tercapai. Kriteria yang dimaksud antara lain:
1. Tujuan dari suatu operasi yang diaudit harus dinyatakan secara hati-hati dan disetujui
oleh auditee, sehingga tujuan audit atas operasi yang dimaksud dapat ditetapkan
dengan tepat.
2. Program audit harus disesuaikan dengan penugasan auditnya, dan tidak bersifat
memaksakan/ mendikte.
3. Setiap langkah kerja yang diprogram harus memperlihatkan alasan yang kuat, yaitu
berdasarkan tujuan operasi yang diaudit dan pengendalian yang diuji.
4. Langkah kerja diungkapkan dalam bentuk instruksi bukan dalam bentuk pertanyaan
“ya” atau “tidak” atau dangkal serta bias.
5. Program audit harus mengindikasikan skala prioritas dari langkah kerja (upaya untuk
memperoleh bukti audit utama harus didahulukan).
6. Program Audit harus fleksibel.
7. Program audit harus fisibel untuk dilaksanakan, baik dari aspek anggaran, staf
pelaksana, maupun (rentang) waktunya.
8. Program audit hanya memuat informasi yang diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan audit (ringkas, jelas, dan fokus).
9. Program audit harus memuat bukti persetujuan Pimpinan Bagian Auidt Internal
sebelum dilaksanakan, termasuk perubahannya.

2.11 Prosedur Audit dan Teknik Audit

2.11.1 Prosedur Audit

Prosedur audit adalah metode atau teknik yang digunakan oleh para auditor untuk
mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi dan kompeten. Pilihan
auditor tentang prosedur audit dipengaruhi oleh faktor dari mana data diperoleh, dikirimkan,
diproses, dipelihara, atau disimpan secara elektronik. Pengolahan komputer juga
mempengaruhi pemilihan prosedur audit. Pembahasan berikut ini akan berfokus pada review
beberapa jenis prosedur yang digunakan oleh para auditor.

Prosedur ini dapat digunakan untuk mendukung pendekatan audit top-down ataupun
pendekatan audit bottom-up. Auditor akan mempertimbangkan bagaimana setiap prosedur ini
akan digunakan ketika merencanakan audit dan mengembangkan program audit. Berikut ini
adalah sepuluh jenis prosedur audit :
1. Prosedur analitis (analytical procedures)
Prosedur analitis terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan di antara data. Prosedur
ini meliputi:
a. perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana
b. analisis vertikal atau laporan persentase
c. perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggaran
d. penggunaan model matematis dan statistik, seperti analisis regresi
e. Analisis regresi dapat melibatkan penggunaan data nonkeuangan (seperti data jumlah
karyawan) maupun data keuangan
f. Prosedur analitis seringkali meliputi juga pengukuran kegiatan bisnis yang mendasari
operasi serta membandingkan ukuran-ukuran kunci ekonomi yang menggerakkan bisnis
dengan hasil keuangan terkait. Prosedur analitis umumnya digunakan dalam pendekatan top-
down untuk mengembangkan harapan atas akun laporan keuangan dan untuk menilai
kelayakan laporan keuangan dalam konteks tersebut
2. Inspeksi (inspecting)
Inspeksi meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan, serta pemeriksaan
sumber daya berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas dalam auditing. Inspeksi
seringkali digunakan dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti bootom-up maupun top-
down. Dengan melakukan inspeksi atas dokumen, auditor dapat menentukan ketepatan
persyaratan dalam faktur atau kontrak yang memerlukan pengujian bottom-up atas akuntansi
transaksi tersebut. Pada saat yang sama, auditor seringkali mempertimbangkan implikasi
bukti dalam konteks pemahaman faktor-faktor ekonomi dan persaingan entitas. Sebagai
contoh, pada saat auditor memeriksa kontrak sewa guna usaha, ia melakukan verifikasi
kesesuaian akuntansi yang digunakan untuk sewa guna usaha, mengevaluasi bagaimana sewa
guna usaha ini berpengaruh pada kegiatan pembiayaan dan investasi entitas, dan akhirnya
mempertimbangkan bagaimana sewa guna usaha ini dapat mempengaruhi kemampuan entitas
untuk menambah penghasilan dan bagaimana pengaruh transaksi ini atas struktur biaya tetap
entitas.
Istilah-istilah seperti me-review (reviewing), membaca (reading), dan memeriksa
(examining) adalah sinonim dengan menginspeksi dokumen dan catatan. Menginspeksi
dokumen dapat membuka jalan untuk mengevaluasi bukti documenter. Dengan demikian
melalui inspeksi, auditor dapat menilai keaslian dokumen, atau mungkin dapat mendeteksi
keberadaan perubahaan atau item-item yang dipertanyakan. Bentuk lain dari inspeksi adalah
scanning atau memeriksa secara tepat dan tidak terlampau teliti dokumen dan catatan.
Memeriksa sumber daya berwujud memungkinkan auditor dapat mengetahui secara
langsung keberadaan dan kondisi fisik sumber daya tersebut. Dengan demikian, inspeksi juga
memberikan cara untuk mengevaluasi bukti fisik.
3. Konfirmasi (confirming)
Meminta konfirmasi adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan
auditor memperoleh informasi secara langsung dari sumber independen di luar organisasi
klien. Dalam kasus yang lazim, klien membuat permintaan kepada pihak luar secara tertulis,
namun auditor yang mengendalikan pengiriman permintaan keterangan tersebut.
Permintaan tersebut juga harus meliputi instruksi berupa permintaan kepada penerima
untuk mengirimkan tanggapannya secara langsung kepada auditor. Konfirmasi menyediakan
bukti bottom-up penting dan digunakan dalam auditing karena bukti tersebut biasanya
objektif dan berasal dari sumber yang independen.

4. Permintaan keterangan (inquiring)


Permintaan keterangan meliputi permintaan keterangan secara lisan atau tertulis oleh
auditor. Permintaan keterangan tersebut biasanya ditujukan kepada manajemen atau
karyawan, umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang timbul setelah dilaksanakannya
prosedur analitis atau permintaan keterangan yang berkaitan dengan keusangan persediaan
atau piutang yang dapat ditagih. Auditor juga dapat langsung meminta keterangan pada pihak
eksteren, seperti permintaan keterangan langsung kepada penasehat hokum klien tentang
kemungkinan hasil litigasi. Hasil permintaan keterangan dapat berupa bukti lisan atau bukti
dalam bentuk representasi tertulis.

5. Perhitungan (counting)
Dua aplikasi yang paling umum dari perhitungan adalah
a. Perhitungan fisik sumber daya berwujud seperti jumlah kas dan persediaan yang ada.
b. Akuntansi seluruh dokumen dengan nomor urut yang telah dicetak, yang pertama
menyediakan cara untuk mengevaluasi bukti fisik tentang jumlah yang ada, sedangkan yang
kedua dapat dipandang sebagai penyediaan cara untuk mengevaluasi pengendalian internal
perusahaan melalui bukti yang objektif tentang kelengkapan catatan akuntansi.
Teknik perhitungan ini menyediakan bukti audit bottom-up, namun auditor seringkali
terdorong untuk memperoleh bukti top-down terlebih dahulu guna mendapatkan konteks
ekonomi dari prosedur perhitungan.
6. Penelusuran (tracing)
Dalam penelurusan (tracing) yang seringkali juga disebut sebagai penelusuran ulang,
auditor memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi dilaksanakan, dan menentukan
bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah dicatat dengan benar dalam
catatan akuntansi (jurnal dan buku besar).
Arah pengujian prosedur ini berawal dari dokumen menuju ke catatan akuntansi,
sehingga menelusuri kembali asal-usul aliran data melalui sistem akuntansi. Karena proesdur
ini memberikan keyakinan bahwa data yang berasal dari dokumen sumber pada akhirnya
dicantumkan dalam akun, maka secara khusus data ini sangat berguna untuk mendeteksi
terjadinya salah saji berupa penyajian yang lebih rendah dari yang seharusnya
(understatement) dalam catatan akuntansi.
7. Pemeriksaan bukti pendukung (vouching)
Pemeriksaan bukti (vouching) pendukung meliputi :
a. Pemilihan ayat jurnal dalam catatan akuntansi
b. Mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan sebagai dasar ayat jurnal
tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan akuntansi.
Dalam melakukan vouching, arah pengujian berlawanan dengan yang digunakan
dalam tracing. Prosedur vouching digunakan secara luas untuk mendeteksi adanya salah saji
berupa penyajian yang lebih tinggi dari yang seharusnya (overstatement) dalam catatan
akuntansi.
8. Pengamatan (observing)
Pengamatan (observing) berkaitan dengan memperhatikan dan menyaksikan
pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses. Kegiatan dapat berupa pemrosesan rutin jenis
transaksi tertentu seperti penerimaan kas, untuk melihat apakah para pekerja sedang
melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan.
Pengamatan terutama penting untunk memperoleh pemahaman atas pengendalian internal.
Auditor juga dapat mengamati kecermatan seorang karyawan klien dalam melaksanakan
pemeriksaan tahunan atas fisik persediaan. Pengamatan yanf terakhir ini memberikan peluang
untuk membedakan antara mengamati dan menginspeksi.
9. Pelaksanaan ulang (reperforming)
Salah satu prosedur audit yang penting adalah pelaksanaan ulang (reperforming)
perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien. Misalnya menghitung ulang total jurnal,
beban penyusutan, bunga akrual dan diskon atau premi obligasi, perhitungan kuantitas
dikalikan harga per unit pada lembar ikhtisar persediaan, serta total pada skedul pendukung
dan rekonsiliasi. Auditor juga dapat melaksanakan ulang beberapa aspek pemrosesan
transaksi tertentu untuk menentukan bahwa pemrosesan awal telah sesuai dengan
pengandalian intern yang telah dirumuskan. Sebagai contoh, auditor dapat melaksanakan
ulang pemeriksaan atas kredit pelanggan pada transaksi penjualan untuk menentukan bahwa
pelanggan memang memiliki kredit yang sesuai pada saat transaksi tersebut diproses.
Pemeriksaan ulang biasanya memberikan bukti bottom-up, dan dengan bukti bottom-up
lainnya, auditor dapat terlebih dahulu memahami konteks ekonomi untuk pengujian audit
tersebut.

10. Teknik audit berbantuan computer (computer-assisted audit techniques)


Apabila catatan akuntansi klien dilaksanakan melalui media elektronik, maka auditor dapat
menggunakan teknik audit berbantuan computer (computer-asssited audit techniques/CAAT)
untuk membantu melaksanakan beberapa prosedur yang telah diuraikan sebelumnya.
Sebagai contoh, auditor dapat menggunakan perangkat lunak komputer untuk melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a. Melaksanakan perhitungan dan perbandingan yang digunakan dalam prosedur analitis.
b. Memilih sampel piutang usaha untuk konfirmasi.
c. Mencari sebuah file dalam komputer untuk menentukan bahwa semua dokumen yang
berurutan telah dipertanggungjawabkan.
d. Membandingkan elemen data dalam file-file yang berbeda untuk disesuaikan (seperti
harga yang tercantum dalam faktur dengan master file yang memuat harga-harga yang
telah disahkan)
e. Memasukkan data uji dalam program klien untuk menentukan apakah aspek komputer
dari pengendalian intern telah berfungsi.
f. Melaksanakan ulang berbagai perhitungan seperti penjumlahan buku besar pembantu
piutang usaha atau file persediaan.

2.11.2 Teknik Audit


Teknik audit adalah metode yang digunakan oleh auditor untuk mengumpulkan bukti
audit. Teknik audit ada tujuh :
1. Pengujian Fisik
Pengujian fisik adalah pengujian substantif yang melibatkan perhitungan atas aktiva
yang berwujud, seperti kas, persediaan, bangunan, dan peralatan. Teknik ini tidak dapat
diterapkan pada aktiva yang keberadaannya dibuktikan terutama melalui dokumentasi, seperti
piutang usaha, investasi, atau beban dibayar di muka. Selain itu, teknik ini juga tidak dapat
diterapkan pada kewajiban, pendapatan, atau beban. Sasaran utama dari pengujian fisik
adalah membuktikan keberadaan (existence) hal-hal yang tersaji dalam laporan keuangan
klien.
Contoh pengujian fisik adalah auditor mendatangi klien dan melakukan Cash
Opname. Cash Opname adalah perhitungan fisik kas (uang) yang dimiliki oleh klien,
kemudian auditor menggolongkan kas yang dimiliki klien berdasarkan nilai nominalnya, dan
terakhir auditor menghitung besarnya kas yang dimiliki klien.
Selain itu, pengujian fisik juga dapat digunakan auditor untuk mengujipenilaian
(valuation) karena kuantitas terlibat secara langsung dalam penentuan nilai sebagian besar
aktiva. Pengujian fisik juga dapat digunakan auditor untuk menguji asersi mengenai
kelengkapan (completeness). Dengan pengujian fisik auditor bisa menemukan item-item yang
seharusnya tersaji tetapi dihilangkan klien dari laporan keuangan. Bukti audit yang diperoleh
dari pengujian fisik untuk menguji asersi keberadaan sangat tinggi. Akan tetapi, bukti audit
yang diperoleh auditor dari pengujian fisik juga dapat menyesatkan jika auditor tidak
memiliki keahlian atau kurang hati-hati dalam melakukan pengujian fisik. Dengan demikian,
pengujian fisik harus dilakukan dengan hati-hati. Jika auditor merasa kurang memiliki
keahlian dan pengalaman dalam menilai suatu aktiva, sebaiknya auditor meminta bantuan
dari pihak independen yang ahli dalam menilai aktiva tersebut.
2. Konfirmasi
Konfirmasi adalah metode yang digunakan auditor untuk memperoleh bukti audit
dengan cara meminta tanggapan baik secara tertulis maupun lisan dari pihak ketiga yang
independen mengenai item-item tertentu yang mempengaruhi laporan keuangan klien. Pada
konfirmasi tertulis, konfirmasi adalah surat yang ditanda tangani klien, ditujukan kepada
pihak ketiga terkait (biasanya pelanggan atau kreditur ) untuk meminta penegasan
(konfirmasi) mengenai saldo utang/piutang klien pada pihak ketiga tersebut per tanggal
tertentu (biasanya tanggal neraca). Bukti audit yangdiperoleh dari konfirmasi memiliki
keandalan yang sangat tinggi karena bukti audit dari teknik audit ini diperoleh dari pihak
ketiga yang independen terhadap klien. Oleh karena bukti audit yang diperoleh dari
konfirmasi sangat tinggi, teknik audit ini adalah teknik audit yang paling banyak digunakan,
terutama untuk menguji asersi manajemen terhadap utang dan piutang usaha.
Konfirmasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu konfirmasi positif dan konfirmasi negatif.
Pada konfirmasi positif auditor mengirimkan surat yang isinya meminta tanggapan kepada
pihak ketiga terkait, pihak yang dimintakan konfirmasi tersebut diharuskan menjawab
(membalas) apakah setuju atau tidak dengan jumlah yang tercantum dalam surat yang
dikirimkan auditor. Konfirmasi positif biasanya digunakan dalam keadaan:
a. saldo utang/piutang klien per pelanggan/kreditur relatif besar
b. jumlah pelanggan/kreditur sedikit
c. pengendalian intern klien (agak)lemah
d. waktu audit cukup panjang
Konfirmasi negatif umumnya digunakan auditor apabila :
a. saldo utang/piutang klien per pelanggan/kreditur relatif kecil
b. jumlah pelanggan/kreditur banyak
c. pengendalian intern klien (cukup)kuat
d. waktu audit cukup singkat
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan bukti audit yang dilakukan oleh auditor
dengan cara menguji berbagai dokumen dan catatan klien untuk mendukung informasi yang
tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan keuangan. Dokumen dan catatan klien yang diuji
oleh auditor adalah dokumen dan catatan yang menyediakan informasi tentang pelaksanaan
bisnis klien. Jumlah bukti audit yang dapat dikumpulkan melalui dokumentasi cukup besar
karena pada umumnya setiap transaksi dalam organisasi klien minimal didukung dengan
selembar dokumen. Secara sederhana, dokumen dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
dokumen internal dan dokumen eksternal.
Dokumen internal adalah dokumen yang disiapkan dan digunakan dalam organisasi
klien sendiri serta tidak pernah disampaikan kepada pihak-pihak di luar organisasi klien.
Contoh dokumen internal adalah salinan faktur penjualan, laporan waktu kerja karyawan, dan
laporan penerimaan persediaan.
Sedangkan dokumen eksternal adalah dokumen yang pernah berada dalam
genggaman seseorang di luar organisasi yang mewakili pihak yang menjadi lawan transaksi
klien, tetapi dokumen tersebut sekarang berada ditangan klien atau dengan segera dapat
diakses oleh klien. Contoh dokumen eksternal adalah faktur-faktur dari pemasok, surat utang
yang dibatalkan, dan polis-polis asuransi.
4. Prosedur Analitis
Prosedur analitis adalah metode pengumpulan bukti audit yang digunakan auditor
dengan cara melakukan mempelajari data klien, lalu mencari berbagai perbandingan atas data
klien yang berupa saldo dan rasio klien, kemudian mencari hubungan-hubungan dari data
tersebut. Prosedur analitis menghasilkan bukti analitis. Auditor dapat menggunakan satu atau
lebih dari lima jenis prosedur analitis. Lima jenis prosedur analitis tersebut yaitu :
a. Membandingkan data klien dengan data industri
b. Membandingkan data klien dengan data periode sama yang sebelumnya
c. Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang telah ditentukan
kliensebelumnya (anggaran)
d. Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang telah ditentukanauditor
e. Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang menggunakan data non
keuangan.
Prosedur analitis biasa digunakan auditor untuk menilai kelayakan data. Selain itu,
prosedur analitis juga dapat digunakan untuk memahami industri dan bisnis klien, menilai
kemampuan keberlanjutan bisnis entitas, menunjukkan munculnya kemungkinan kesalahan
pengujian dalam laporan keuangan, serta mengurangi pengujian audit rinci.
5. Wawancara kepada Klien
Wawancara adalah metode pengumpulan bukti audit yang melibatkan pertanyaan baik
lisan maupun tulisan oleh auditor. Pertanyaan-pertanyaan ini dibuat secara intern kepada
manajemen atau pegawai klien, seperti pertanyaan tentang persediaan yang usang atau
kemungkinan dapat ditagihnya piutang. Wawancara dilakukan kepada manajemen dan
pegawai klien karena manajemen dan pegawailah yang paling mengetahui operasi dan
pengendalian internal klien.
Wawancara kepada klien juga meliputi pengujian pengendalian dan pengujian
substantif. Wawancara kepada klien dapat digunakan auditor untuk menguji semua asersi
laporan keuangan. Auditor dapat menggunakan wawancara untuk mempelajari kebijakan dan
prosedur pengendalian apa saja yang telah diterapkan klien, prinsip akuntansi apa saja yang
telah digunakan klien, dan bagaimana transaksi-transaksi tertentu diproses. Selain itu,
wawancara juga dapat digunakan untuk memperoleh penjelasan dari manajemen tentang hasil
pengujian audit tertentu.
6. Hitung Uji
Hitung uji adalah metode pengumpulan bukti audit di mana auditor melakukan
proses pengulangan aktivitas klien, kemudian hasil yang diperoleh auditor dari pengulangan
aktivitas tersebut dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh klien untuk mendapatkan
bukti audit. Hitung uji melibatkan pengujian kembali atas berbagai perhitungan dan
pengujian kembali atas berbagai transfer informasi.
Pengujian kembali atas berbagai perhitungan ini terdiri dari pengujian atas
keakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur, seperti pengujian perkalian
dalam faktur-faktur penjualan dan persediaan serta penjumlahan dalam jurnal-jurnal dan
catatan-catatan pendukung. Sedangkan pengujian kembali atas berbagai transfer informasi
mencakup penelusuran nilai-nilai untuk memperoleh keyakinan bahwa pada saat informasi
tersebut dicantumkan pada lebih dari satutempat, informasi tersebut selalu dicatat dalam nilai
yang sama.
7. Observasi
Observasi adalah penggunaan indera-indera auditor untuk menilai aktivitas-aktivitas
fisik klien. Observasi berhubungan dengan memperhatikan serta menyaksikan pelaksanaan
dari suatu kegiatan dan proses. Contoh dari observasi adalah auditor mengamati proses
perhitungan persediaan klien untuk mengamati ketelitian dan kompetensi pegawai klien
dalam pelaksanaan perhitungan persediaan.
Selain itu, beberapa kebijakan dan prosedur pengendalian internal hanya dapat
diverifikasi dengan observasi karena pelaksanaan kegiatan ini tidak meninggalkan bukti
dokumenter. Contoh dari hal ini adalah auditor mengobservasi kegiatan peneriman kas klien
untuk melihat apakah pegawai klien melaksanakan tugasnya sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan.
Di antara ketujuh teknik audit di atas, teknik audit yang memerlukan biaya paling
tinggi adalah pengujian fisik dan konfirmasi. Pengujian fisik mewajibkan auditor hadir pada
saat klien melakukan perhitungan aktivanya, yang seringkali dilakukan pada tanggal neraca.
Apabila klien memiliki beberapa lokasi yang letak geografisnya terpencar, maka biaya yang
harus dikeluarkan untuk melakukan pengujian fisik menjadi makin besar. Sementara itu,
konfirmasi memerlukan biaya yang besar karena auditor harus melakukan sejumlah prosedur
secara hati-hati dalam rangka mempersiapkan konfirmasi, pengiriman dan penerimaan
kembali, serta upaya untuk menindaklanjuti berbagai konfirmasi yang tidak menerima
tanggapan atau sejumlah pengecualian informasi.
Sedangkan teknik audit yang memerlukan biaya yang relatif sedikit adalah observasi,
wawancara, dan hitung uji. Observasi umumnya dilakukan oleh auditor dengan sejumlah
prosedur audit yang lainnya. Wawancara juga dapat dilakukan oleh auditor dengan ekstensif
dalam setiap proses audit. Sedangkan untuk hitung uji, karena hanya melibatkan berbagai
perhitungan dan penelusuran sederhana yang dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan
keperluan auditor, yang biasanya dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer
yang dimiliki auditor, maka hitung uji memerlukan biaya yang rendah.

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Pendirian dan Izin Perusahaan


Kantor Akuntan Publik (KAP) Riza, Adi, Syahril & Rekan didirikan berdasarkan Akta
No. 16 tanggal 9 April 2012 yang dibuat di hadapan Risbert, SH. MH, Notaris di Jakarta,
yang kemudian diperbaharui dengan Akta No. 01 tanggal 11 Oktober 2012 yang dibuat
dihadapan Endah Rini Hastuti, SH, Notaris di Jakarta. Kantor Akuntan Publik ini merupakan
hasil merger KAP Riza, Wahono & Rekan dengan beberapa KAP lain, diantaranya adalah
KAP Drs. Syahril Ali.

Pendirian KAP ini telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan RI yang
memberikan izin usaha dengan Surat Keputusan No. KEP-962/KM.1/2012 tanggal 11
September 2012. Sementara itu, pendirian Kantor Cabang Padang telah mendapat
pengesahan Menteri Keuangan RI dengan pemberian izin usaha dengan Surat Keputusan No.
1432/KM.1/2012 tanggal 14 Desember 2012. Kantor Cabang lain adalah di Surabaya,
Semarang dan Bengkulu.

3.2 Nama dan Alamat Perusahaan

Nama dan Alamat Kantor Pusat

Nama : Kantor Akuntan Publik ”RIZA, ADI, SYAHRIL & REKAN”


Alamat : Kantor Pusat Grand Slipi Tower, 8th Floor, Unit A Jl. Letjen
: S. Parman, Kav.22-24, Jakarta Barat.
Telepon dan Fax. : (021) 29022410
E-Mail : ras-jakarta@kapras.co.id

Alamat Kantor Cabang

a. Cabang Padang

Jalan S. Parman No. 103 D, Lolong, Padang Utara, Sumatera Barat 25136
Telepon dan Fax. : (0751) 7053111
Email. : ras-padang@kapras.co.id

b. Cabang Surabaya

Jalan Raya Kali Rungkut No. 1-3, Surabaya 60293


Telepon dan Fax. : (031) 8715497, 8715507, 8715901
Email. : ras-surabaya@ kapras.co.id

c. Cabang Semarang

Jalan Taman Durian No. 2 Srondolwetan, Banyumanik, Semarang 50263


Telepon dan Fax. : (024) 91270445
Email. : ras-semarang@kapras.co.id

d. Cabang Bengkulu

Jalan Jenderal Sudirman No. 2, Kel. Pintu Batu, Bengkulu 38115


Telepon dan Fax. : (0736) 24217
Email. : ras-bengkulu@kapras.co.id

3.3 Visi Dan Misi Perusahaan

a. Visi Perusahaan

Menjadi Kantor Akuntan Publik terpecaya dengan pemberian jasa profesional akuntan
berkualitas untuk kemajuan dunia usaha dan pemerintah.

b. Misi Perusahaan

1. Menyediakan layanan audit berkualitas dan terpercaya untuk meningkatkan


akuntabilitas auditee
2. Memberikan bantuan pada manajemen dalam perancangan sistem informasi akuntansi
dan pengendalian internal untuk meningkatkan keandalan dan kualitas informasi
akuntansi, meningkatkan efisiensi dan kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang
berlaku.
3. Memberikan konsultasi yang mampu mengembangkan manajemen yang berorientasi
pembaharuan, peningkatan efektivitas dan efisiensi serta governance
4. Menyediakan layanan pelatihan yang mampu mengembangkan kemampuan sumber
daya manusia organisasi kearah kemandirian.

3.4 Manajemen dan Rekan

Rekan Kantor Akuntan Publik Riza, Adi, Syahril & Rekan terdiri dari 6 (tenam)
orang dengan keahlian, pengalaman dan professionalisme serta integritas yang tinggi sebagai
berikut:

a. Drs. Irawan Riza, MBA., CPA. Ak : Pimpinan Rekan


b. Esika Wahasri, SE., MM., CPA, Ak : Rekan
c. Drs. Adi Pramono, Ak : Rekan
d. Dr. Syahril Ali, SE., MSi., CPA, CA, Ak : Rekan
e. Fitrawati Ilyas, SE, MBus, CPA, CA, Ak : Rekan
f. Drs. Soekamto, MSi, CPA., CFE., Ak : Rekan
Di samping itu, khusus Kantor Cabang Padang juga memiliki rekan profesional
untuk penugasan selain jasa asuran laporan keuangan, sebagai berikut:

a. Drs. Riwayadi, MBA, CPMA, CA, CSSR, Ak : Ahli Akuntansi Lingkungan dan
Manajemen Biaya, Akuntansi Biaya
Kontemporer
b. Firdaus Zainuddin, SE, MSi, CA, A : Ahli Akuntansi Pemerintahan dan

Sektor Publik

c. Rahmat Kurniawan, SE, MSi, CA, Ak : Ahli Perpajakan

3.5 Izin-Izin

1. Izin Kantor Cabang Padang dari Kementerian Keuangan RI, Surat Keputusan
Menteri Keuagan No. 1432/KM.1/2012 tanggal 14 Desember 2012.
2. Surat Tanda Terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai AkuntanPublik
yang diizinkan mengaudit entitas yang bergerak di Industri Keuangan Non Bank,
Surat OJK No. 101./NB.122/STTD-AP/2016 tanggal 7 Nopember 2016.
3. Surat Tanda Terdaftar pada Badan Pemeriksa Keuangan RI, sebagai Akuntan
Publik rekanan Badan Pemeriksa Keauagan yang diizinkan mengaudit entitas
pemerintah, sesuai surat Badan Pemeriksa Keuangan RI No. 264/STT/XII/2015
tanggal 8 Desember 2015.
3.6 Ruang Lingkup Jasa Yang Diberikan

a. Audit atas laporan keuangan (financial audit)


b. Jasa audit bertujuan khusus
c. Audit kepatuhan
d. Audit kinerja (performance audit)
e. Audit pengendalian internal
f. Jasa review laporan keuangan
g. Jasa akuntansi dan kompilasi laporan keuangan
g. Jasa perpajakan
h. Management consultancy
k. Pelatihan akuntansi, satuan pengendalian internal dan perpajakan.

3.7 Rekanan Bank


a. Rekan PT Bank Rakyat Indonesia Wilayah Sumatera Barat, sebagaimana surat
PT Bank Rakyat Indonesia Nomor B.1647-KW.III/ADK/12/2015 tanggal
8 Desember 2015.

b. Rekan PT Bank Mandiri, sewaktu berstatus Kantor Akuntan Publik Drs. Syahril
Ali, sesuai dengan surat PT Bank Mandiri No. 28 Juli 2003.
3.8 Pengalaman dan Kerjasama Audit dengan KAP Big Four
Dalam 4 (empat) tahun terakhir KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan mengaudit
perusahaan PT Igasar yang laporan keuangannya termasuk dalam disclosure laporan
keuangan PT Semen Indonesia, sehingga KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan harus
berkerjasama dengan auditor group PT Semen Padang Deloitte (KAP Osman Bing Satrio &
Eny), kantor akuntan publik empat besar dunia. Dalam kerjasama ini KAP Riza, Adi, Syahril
& Rekan bertindak sebagai auditor komponen. Sebagai auditor komponen KAP Riza, Adi,
Syahril & Rekan harus memenuhi standar kualitas dan prosedur yang ditetapkan oleh
Deloitte. Pelaksanaan audit atas PT Igasar direview oleh Deloitte.

Pengalaman KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan dalam pemberian jasa profesional
akuntan di Kantor Cabang Padang adalah sebagai berikut dalam tiga tahun terakhir adalah:

a. Perusahaan Swasta
1. PT Igasar; perdagangan semen, perdagangan umum, jasa kontruksi, produsen beton jadi
konsentrat.

2. PT Yasiga Sarana Utama; jasa pengantongan semen dan perdagangan.

3. Semen Padang Hospital (SPH), group PT Semen Padang yang bergerak dalam layanan
kesehatan.

4. PT Iga Bina Mix; produsen beton jadi konsentrat

5. PT Cassiaco-Op (Penanaman Modal Asing); produsen pengolahan hasil perkebunan.

6. PT Nusa Alam Lestari; perusahaan pertambangan batu bara

7. PT Minas Pagai Lumber; perusahaan pengolahan hasil hutan alam/HPH

8. PT Danitama Mina; pabrik es balok dan es loli.

9. PT Anugerah Kreasi Karya; perusahaan pertambangan batubara

10. PT Jamkrida Sumbar; perusahaan daerah yang bergerak dalam penjaminan kredit.

11. PT Ranah Andalas Plantation, perusahaan perkebunan kelapa sawit.

12. PT Inti Melia Felindo , perusahaan perkebunan kelapa sawit.

13. PT Metrindo Prima Tama; perusahaan dagang (supplier pabrikan PT Semen Padang)

14. PT Cahaya Usaha Jaya; perusahaan jasa penyediaan tenaga kerja.


15. Dana Pensiun Karyawan PT Igasar.

16. Yayasan Pendidikan Bung Hatta

17. Yayasan Mahaputra Prof. Muhammad Yamin, SH; Yayasan pengelola Universitas
Muhammad Yamin.

b. Koperasi
1. Koperasi Serba Usaha Bersama (KSUKB) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat;
koperasi bergeraka dalam bidang simpan pinjam, perdagangan umum, toserba.

2. Koperasi Unit Desa (KUD) Lubuk Karya; koperasi sektor perkebunan kelapa sawit

3. Koperasi Unit Desa (KUD) Bina Usaha; koperasi sektor perkebunan kelapa sawit

4. Koperasi Perkebunan Sawit (KPS) Maju Ophir Pasaman Barat; koperasi sektor
perkebunan kelapa sawit

5. Koperasi Perkebunan Sawit (KPS) Sejahtera Ophir Pasaman Barat; koperasi sektor
perkebunan kelapa sawit.

6. Koperasi Unit Desa (KUD) Tiku V Jorong; koperasi sektor perkebunan kelapa sawit

7. Koperasi Koskopabo, koperasi sektor perkebunan kelapa sawit.

8. Koperasi Unit Desa (KUD) Sinar Makmur, koperasi sektor perkebunan kelapa sawit.

9. Koperasi Unit Desa (KUD) Bukit Jaya, koperasi sektor perkebunan kelapa sawit.

10. Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Terjamin; koperasi simpan pinjam.

11. Pusat KUD Sumatera Barat; koperasi perdagangan

12. Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Batang Hari; koperasi simpan pinjam dan
waserda.

13. Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Ikhwan; koperasi simpan pinjam.

14. Koperasi Pedagang Pasar (Koppas) AIPT Padang Panjang; koperasi simpan pinjam.

15. Koperasi Karyawan (KOPKAR) Tambang Batubara Ombilin; koperasi simpan pinjam,
perhotelan outsoursing dan perdagangan umum.

16. Koperasi Karyawan (KOPKAR) PDAM Kota Padang.


c. Audit Kepatuhan (Compliance Audit) Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

1. PT Jamkrida Sumatera Barat :

2. Dana Pensiun Tirta Nusantara

3. Dana Pensiun Karyawan PT Igasar

d. Jasa Review dan Kompilasi Laporan Keuangan

1. PT Dara Silva Lestari, perusahaan hutan tanaman industri


2. PT Inti Melia Felindo, perusahaan perkebunan kelapa sawit.
3. Yayasan Rumah Sakit Islam (Yarsi) Sumatera Barat
4. PT Minang Medical Center (Rumah Sakit.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Proses Bisnis Klien, Risiko Bisnis Klien, Dan Pengendalian Internal Klien
Prosedur mulai auditnya yaitu dari klien yang ingin melakukan permintaan audit
biasanya melaui vai telepon dan sebagainya, setelah dikonfirmasi melakukan survey audit
pada pereusahaan klien, serta membicarakan berapa lama proses auditnya, gambaran umum
perusahaan klien, kemudian mengirim surat penawaran ke perusahaan klien dan setelah
perusahaan klien membalas surat penawaran tersebut barulah langkah surat penawaran
pengauditan itu selesai. Langkah prosedur audit selanjutnya bagaimana auditor mempelajari
mengenai proses bisnis klien secara detail dan risiko bisnis klien yaitu dengan cara observasi
ke entitas klien, disitu tim audit menguji entitas klien dan pertama sekali tim audit
menanyakan nama kliennya, bisnisnya bergerak dibidang apa, manajemennya siapa saja
sebelum tim audit menerima penugasan yang bertujuan untuk memahami bisnis klien itu dan
menentukan tingkat risiko, untuk melihat hal tersebut tim audit harus mempelajari
pengendalian internal yang dilakukan perusahaan klien.

Salah satu cara yang sering digunakan oleh KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan dalam
melakukan penilaian terhadap sistem pengendalian internal perusahaan klien dengan
melakukan wawancara dengan pihak manajemen hal ini bertujuan untuk menanyakan secara
langsung berkaitan kebijakan pengendalian internal terkait aset tetap dan kadang-kadang
pihak KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan juga menggunakan kuesioner tergantung yang
tersedia saja untuk menilai SPI perusahaan klien. Dalam penilaian tersebut tim audit melihat
apakah pengendalian kunci terhadap aset tetap telah dijalanakan atau belum, apakah semua
kebijakan mengenai aset tetap telah sesuai dengan standar akuntansi keuangan atau tidak.
Setelah itu barulah tim audit bisa menentukan tingkat risiko yang telah ditetapkan selanjutnya
dilakukan perbandingan antara pengendalian internal dengan resiko auditnya. Semakin
rendah pengendalian internal sebuah perusahaan, maka akan semakin tinggi resiko auditnya
atau sebaliknya semakin baik pengendalian internal sebuah perusahaan maka akan semakin
kecil resiko auditnya.
4.2 Memahami Internal Klien, Jika Menggunakan Kuesioner
Cara yang sering digunakan oleh KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan dalam
memahami sistem pengendalian internal perusahaan klien dengan melakukan wawancara
dengan pihak manajemen. Tim audit melakukan wawancara dengan bagian perusahaan klien
guna untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan terutama meminta Sistem
Pengendalian Intern (SPI). Ada beberapa kriteria yang diterapkan oleh KAP Riza, Adi,
Syahril & Rekan dalam memahami sistem pengendalian internal perusahaan klien. Jika
perusahaan klien masuk dalam perusahaan yang ukuran besar biasanya perusahaan klien
tersebut sudah memiliki SPI yang memadai bagi perusahaan tersebut, tetapi jika perusahaan
klien masuk kedalam kategori menengah dan tidak memiliki SPI, maka auditor yang akan
membuatkan SPI perusahaan klien tersebut sesuai dengan kebutuhan tim audit.

KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan juga menggunakan kuesioner dalam memahami
sistem pengendalian internal perusahaan klien tergantung yang tersedia saja untuk menilai
SPI perusahaan klien. Berikut ini contoh Kuesioner yang digunakan oleh KAP Riza, Adi,
Syahril & Rekan dalam proses penugasan pengauditan untuk membantu tim auditor dalam
memahami pengendalian intenal perusahaan klien.

INTERNAL CONTROL QUESTIONNAIRE (ICQ) ASET TETAP

Y=Ya
T=Tidak
Nama Klien: -------------------
TR= Tidak
Relevan
Y T TR

PENAMBAHAN DAN PENGURANGAN ASET TETAP


1 Apakah semua penambahan atau pengurangan:

Diotorisasi sebagaimana mestinya secara tertulis?


a.

Diusulkan dengan surat yang menunjukkan:


b.

Pertimbangan?
1)

Harga taksiran (estimated cost)?


2)

Supplier?
3)

Spesifikasi?
4)

Perkiraan yang di debet/dikredit?


5)
Taksiran umur (estimated usefull life) dan prosentase penyusutan atas
6)
tambahan baru?
c
Apakah bukti atas dilepaskannya sesuatu aset tetap yang akan diganti baru
.
(replace) telah diotorisasikan?

Apakah setiap mutasi atau pemindahan secara rutin dilaporkan kepada bagian
d.
akuntansi?
2 Apakah disusun anggaran untuk pengeluaran/investasi (capital expenditure) dan
persetujuan tertulis atas setiap proyek yang besar ditandatangani oleh staf yang
ditunjuk oleh Dewan Komisaris/Rapat Umum Pemegang Saham dan diberikan kepada?

Bagian pembelian?
a.

Bagian Teknik?
b.

Bagian akuntansi?
c.
3 Apakah semua pengeluaran investasi (capital expenditure) dalam bentuk upah, bahan
dan persediaan harus melalui prosedur administrasi yang sama dengan revenue
expenditure (pengeluaran yang langsung dibebankan sebagai biaya)?

ASET TETAP DALAM PEMBANGUNAN


4 Apakah proyek tersebut:
Terpisah dalam perkiraan control tersendiri dalam Buku Besar (misalnya
a. Contruction
in progress?

Terkontrol atas tiap jenis perkiraan?


b.

Diotorisasi dan dirumuskan secara jelas?


c.

Penyimpangan dari anggaran yang telah ditetapkan harus mendapatkan


d.
tambahan?

REGISTRASI
5 Apakah registrasi/dokumen aset tetap:

Disimpan dengan baik oleh perusahaan?


a.

Up to date?
b.

Secara berkala dicocokan dengan perkiraan kontrol buku besar?


c.

Menunjukkan perincian sebagai berikut:


d.

Nomor identifikasi?
1.

Lokasi?
2.
Taksiran Umur?
3.

Prosentase penyusutan?
4.
6 Apakah semua aset tetap:

Diamankan dengan baik?


a.

Dirawat dengan baik?


b.

Diansuransikan dengan cukup?


c.
7 Apakah peralatan dan perkakas kecil terkontrol dengan cukup:

Atas perolehannya?
a.

Atas penyusutannya?
b.

Diamankan dan dirawat dengan baik?


c.
8 Apakah terdapat pengawasan yang baik terhadap bukti-bukti pemilikan (Title deeds)
aset tetap:

Perincian secara jelas pemilikan dibuat dalam suatu daftar?


a.

Disimpan oleh bagian yang terpisah dari bagian Akuntansi?


b.

CURRENT VALUE
9 Apakah nilai buku aset tetap jauh menyimpang bila dibandingkan dengan taksiran
harga pasar yang berlaku (estimated current market value)?
10 Apakah metode dan prosentase penyusutan:

sesuai dengan SAK?


a.
Sesuai dengan UU PPh?
Metode penyusutan yang digunakan adalah:
Straight Line……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………

PENYEWAAN ASET TETAP (LEASING FIXED ASSETS)


11 Apabila aset tetap disewa dan bukan dibeli, apakah:

Kontrak sewa menyewa diotorisasikan sebagaimana mestinya?


a.

pembukuannya cocok dengan jenis sewa yang bersangkutan dan sesuai dengan
b.
SAK?

Uang sewa dan perjanjiannya secara jelas dinyatakan untuk dapat menunjukkan
c.
keadaan dengan layak?

UMUM
12 Apakah sistem informasi meliputi dimana perlu:
Anggaran untuk pengeluaran investasi (capital expenditure)?
a.

Alasan untuk pengeluaran investasi?


b.

Prosentase keuntungan yang diharapkan atas investasi tersebut?


c.

Perbandingan anggaran dengan pengeluaran seseungguhnya?


d.

Penjelasan atas penyimpangan yang besar antara anggaran dengan pengeluaran


e.
sesungguhnya?
13 Apakah perusahaan telah merumuskan kebijaksanaan yang jelas untuk membedakan
pengeluaran investasi (capital expenditure) dengan pengeluaran biaya (revenue
expenditure)?
Jelaskan:
Pengeluaran di atas Rp ___________________ dikapitalisir
14 Apakah dibuat buku/daftar aset tetap?
15 Apakah total jumlah perincian dicocokkan secara berkala dengan perkiraan controlnya?
16 Apakah masing-masing aset tetap diberi tanda/kode pengenal?
17 Apakah aset tetap yang telah disusutkan penuh, tapi masih tetap digunakan
tetap tercatat pada perkiraan aset?
18 Apakah buku/daftar aset tetap direview minimal setahun sekali, untuk mengetahui
barang yang rusak atau menganggur?
Jelaskan:
19 Dilakukan bersamaan dengan inventarisasi aset tetap.
apakah prosedur rutin menjamin bahwa selalu segera dilaporkan kepada Bagian
Akuntansi dan dibukukan atas:

Proyek yang sudah selesai?


a.

Aset tetap yang disingkirkan karena tidak berguna lagi (retirement)?


b.

Penjualan aset tetap?


c.
20 Bila dibuat laporan keuangan interim, apakah biaya penyusutan diperhitungkan?

A. Kelemahan-kelemahan lain yang tidak tercantum pada pernyataan diatas


…………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………

B. Catatan lain
…………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………

C. Kesimpulan penilaian {Baik(85% - 90%), Sedang(70% - 84%), Buruk(<70%)}


D. Revisi kesimpulan penilaian (lampirkan alasannya)

Prepared by:

Reviewed by:

4.3 Audit Plan dan Audit Program


Setalah itu barulah tim audit menyusun audit program. Langkah awalnya hampir
sama dengan menyusun audit plan dengan meminta daftar aset tetap, meminta kebijakan aset
tetap klien, menguji perhitungan penyusutan aset tetap dan melihat ada penambahan aset
tetap di tahun berjalan jika seandainya terdapat penambahan aset tetap ditahun berjalan maka
tim audit harus melakukan inventarisasi aset pada tahun berjalan. Tetapi kalau proses audit
pertama kali dilakukan pada perusahaan klien maka diperlukan audit inventarisasi aset tetap
secara keseluruhan. Namun, jika auditnya berulang (tahun ke-2) dilakukan pada perusahaan
klien maka yang diaudit pada penambahan aset di tahun berjalan saja. Untuk melihat
keakuratan data transaksi astet tetap tim audit bisa menghitungya dengan excel dan menguji
akumulasi penyusutan untuk mengecek fisik aset tetap tahun awal secara keseluruhan tetapi
jika audit dilakukan untuk tahun kedua cukup kita menghitung tahun berjalan saja. Dalam
melakukan cek fisik aset tetap yang jauh letaknya dari perusahaan klien langkah tim audit
untuk melakukan pengauditan dengan menelusuri langsung ke lokasi aset tetap tersebut dan
tidak lupa tim audit menanyakan apakah aset tetap tersebut di asuransikan atau dijaminkan ke
bank atau tidak. Jika aset tetap bernilai kecil sedangkan biaya untuk pergi ke lokasi tersebut
jauh lebih besar maka tim audit tidak perlu pergi ke lokasi karena dibawah nilai materialitas
yang telah ditentukan oleh KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan, maka cukup melihat dan
memeriksa bukti kepemilikan aset tetap tersebut namun jika nilai aset tetapnya kecil jumlah
asetnya banyak lalu digabungkan maka nilainya material maka harus survey ke lokasi.

Berikut ini contoh bentuk audit Program Aset Tetap yang dibuat oleh KAP Riza, Adi,
Syahril & Rekan.

Client: Prepared by : ----------------------------

Year Ended: Reviewed by : ----------------------------


AKTIVA TETAP

Objective, untuk meyakinkan bahwa:

1) Aktiva Tetap yang disajikan dalam laporan benar-benar ada dan merupakan hak milik
Perusahaan (Existence & Ownership)
2) Pencatatan dan klasifikasinya telah dilakukan dengan akurat dan semua aktiva tetap
milik Perusahaan telah dibukukan termasuk ketepatan perhitungan penyusutannya
yang diterapkan secara konsisten (Accuracy & Completeness)
3) Aktiva tetap telah dinilai sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum (Valuation)
4) Aktiva Tetap yang telah dijadikan jaminan telah diungkapkan dalam laporan
keuangan (Disclosure)

W. P Disiapkan
No Prosedur Audit
Ref Oleh

1. Siapkan schedul utama sehubungan dengan audit aktiva tetap


2. Minta daftar aktiva tetap (list of fixed asssets) yang mencakup tanggal
perolehan, nilai perolehan, unit, akumulasi penyusutan beserta
nilai bukunya. Cocokkan dengan saldo perkiraan kontrolnya.
3. Pelajari kebijakan akuntansi mengenai kapitalisasi nilai perolehan
aktiva tetap dan perhitungan penyusutan, apakah diterapkan secara
konsisten dengan periode sebelumnya. Bila terjadi perubahan metode
kebijakan dan tarif penyusutan, pelajari efek kumulatifnya dan apakah
nilai metode baru tersebut wajar.
4. Periksa transaksi mutasi penambahan dan pengurangan, apakah telah
mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang misalnya:

Mutasi penambahan

 Penambahan yang nilainya material, perhatikan bukti


pendukung dan pemilikannya. (misalnya permintaan pembelian,
order pembelian dan persetujuannya, sertifikat tanah, akte jual beli,
kewajaran harga beli terutama dari perusahaan afilasi/hubungan
istimewa, faktur pembelian, surat kontak serta bukti
pembayarannya; dan bila dibangun sendiri ke bukti-bukti
pengeluaran sehubungan dengan biaya pembangunannya)
 Bila surat bukti dipegang oleh kreditor sebagai jaminan. Lakukan
konfirmasi mengenai “Title of Ownership” atau lihat daftar serah
terima dokumen dari pihak kreditur.
Mutasi pengurangan

Untuk pengurangan (penjualan atau penghapusan) perhatikan apakah


perkiraan akumulasi penyusutannya telah didebet sebagaimana
seharusnya serta cara perhitungan dan pembukuan telah dilakukan
dengan tepat. Perhatikan persetujuan dari pejabat yang berwenang dan
kewajaran harga jualnya.

W. P Disiapkan
No Prosedur Audit
Ref Oleh

5. Apakah ada “contructions in progress” , review biaya yang


dibebankan. Apabila pembagunan aktiva ini disub-kontrakkan kepihak
lain, perhatikan apakah pencatatannya sudah sesuai dengan persentasi
penyelesaiannya dengan melihat perjanjian kontrak dan berita acara
penyelesaiannya kaitkan dengan kewajiban yang timbul pada periode
yang sama.
6. Apakah ada aktiva tetap yang diperoleh melalui sewa guna usaha
(leasing), bandingkan daftar aktiva dengan perjanjian sewa guna usaha
tersebut, review apakah pencatatan sudah sesuai dengan PSAK No. 30,
bandingkan dengan kewajiban dalam sewa guna usaha yang timbul.
7. Bila ada aktiva tetap yang diperoleh dari penukaran dengan modal
saham Perusahaan, teliti kewajaran nilai tukarnya dengan
membandingkan dengan harga pasar serta apakah pembukuannya sudah
sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim.
8. Bila Perusahaan melakukan revaluasi terhadap nilai aktiva tetap:

 Minta daftar penilaiannya


 Teliti dasar penilaiannya, apakah sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan yaitu PSAK No. 16
 Mendapat keyakinan bahwa penilaian adalah cukup objectif.
 Pelajari dasar penilaian, prosedur, dasar perhitungan dan akumulasi
penyusutan dan perlakuan atas aktiva tetap yang usang.
 Minta surat ketetapan dari Kantor Pelayanan Pajak yang
bersangkutan; apabila jumlah yang diajukan berbeda dengan
jumlah yang disetujui lakukan perhitungan atas efek kumulatif dari
tahun diajukannya s/d tahun disetujuinya nilai tersebut.
 Cek apakah jurnal penyesuaian sehubungan dengan penilaian
kembali tersebut telah dicatat dengan tepat.
9. Lakukan “reasonableness test” atas perhitungan penyusutan yang telah
dilakukan Perusahaan, dengan melakukan secara per-golongan daripada
aktiva tetap tersebut. Lakukan rekonsiliasi antara penambahan
perkiraan akumulasi penyusutan dengan beban penyusutan. Apabila
beban penyusutan dibebankan pada beban produksi dan persediaan,
lakukan perhitungan atas kewajaran metode alokasinya: bandingkan
dengan tahun sebelumnya.
10. Apabila beban penyusutan aktiva tetap yang dibebankan pada beban
produksi dibawah kapasitas normal Perusahaan, beban tersebut tidak
boleh dibebankan sepenuhnya kedalam beban produksi, lakukan
perhitungan kasus seperti ini.
11. Lakukan inventarisasi aktiva tetap, terutama untuk penambahan selama
tahun berjalan. Observasi fisik ini sebaiknya dilakukan pada saat
Perusahaan dalam keadaan tersibuk dimana hal tersebut dimaksudkan
untuk memastikan bahwa tidak ada aktiva tetap Perusahaan yang idle
capacity. Perhatikan juga aktiva tetap yang rusak, atau yang tidak
digunakan lagi untuk dikeluarkan dari daftar dan penyusutan
dihentikan.

W. P Disiapkan
No Prosedur Audit
Ref Oleh

12. Pertimbangkan apakah pengungkapan diperlukan untuk:

 Aktiva tetap yang direvaluasi


 Aktiva tetap yang dijadikan jaminan pinjaman kepada kreditur
 Bunga yang dikapitalisir sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum
 Aktiva tetap dalam sewa guna usaha
 Aktiva tetap yang masih dalam tahap penyelesaian
 Aktiva tetap yang belum atau tidak digunakan lagi dalam
usaha
 Perubahan kebijakan akuntansi atas aktiva tetap dari tahun
yang sebelumnya
 Aktiva tetap yang masih dalam tahap penyelesaian proses
hukum dan belum jelas keputusan pengadilannya.
 Pengurangan aktiva tetap yang bersifat luar biasa (misalnya
kebakaran, gempa bumi dan lain-lain)
13. Tujuan perpajakan:

 Minta daftar perhitungan penyusutan fiskal untuk tahun yang


bersangkutan
 Cocokkan saldo-saldo awal untuk setiap golongan fiskal
dengan SPT tahun lalu, dan bila dapat dengan perhitungan tahun
lalu.
 Periksa klasifikasi penambahan menurut golongan fiskal, serta
kalkulasi perhitungan penyusutannya. Yakinkan bahwa aktiva tetap
yang tidak diperbolehkan menurut fiskal telah dikeluarkan dari
daftar aktiva tetap tersebut.
14 Buat jurnal penyesuaian, jika ada dan alasanya
15. Catat hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Client Representation
Letter, Management Letter serta hal-hal yang perlu perhatian para
partner.

4.4 Menentukan Materialitas, Risiko Audit, dan Jumlah Tim Audit


Penilaian materialitas terhadap aset tetap kriterianya sesuai dengan standar audit yaitu
bisa dengan cara persentase. Sebenarnya standar baku tingkat materialitas itu tidak ada
intinya, materialitas ditentukan dengan apakah nilai itu mempengaruhi signifikan terhadap
laporan keunagan perusahaan klien. Mungkin rata-rata KAP yang ada juga memakai cara
persentase tetapi pada KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan karena ada sebagian clime maka
diterapkan ada 2,5% atau 5% dari total aset begitu cara KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan
menentukan tingkat meterialitas. Rentang nilai materialitas jika opini auditor wajar tanpa
pengecualian tim audit tetapkan dari total asetnya. Misalnya total aset perusahaan klien
sebesar 1.000.000.000 maka nilai yang tim audit usulkan 300.000.000, karena sejak awal tim
audit sudah tetapkan 2,5% dari total aset lalu entitas klien menolak usulan tersebut, maka hal
tersebut dinilai oleh tim audit sebagai opini pengecualian. Intinya selagi masih sesuai dengan
standar audit yang berlaku dan sesuai kebutuhan proses pengauditan.

KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan menentukan tim auditor yang terjun ke lapangan
tergantung dari segi besarnya entitas klien karena akan mempengaruhi jumlah anggota
pengauditan yang kami tugaskan. Kemudian kompleksitas transaksinya, kalau entitas klien
besar tetapi transaksinya tidak begitu kompleks jadi tim audit KAP Riza, Adi, Syahril &
Rekan tidak terlalu banyak sesuai standar yang ada dilapangan.

Proses output dari pemeriksaan auditor adalah opini terhadap kewajaran laporan
keuangan perusaahaan klien dan usulan kepada perusahaan klien untuk keberlangsungan
usaha klien dimasa mendatang. Proses pengauditan berlangsung selama 40 hari kerja, berapa
lama rillnya tergantung dari lapangan dan kerja sama pihak maanjemen, staf perusahaan
dengan auditor dalam penyajian data. Jadi yang terpenting jarak waktu tim audit dalam
menyelesaikan laporan audit tidak jauh menyimpang dari jadwal audit. Saat ini telah ada
software yang dikeluarkan oleh departemen keuangan untuk menentukan berapa lama suatu
akun diaudit oleh auditor apakah sekian menit atau sekian jam yang dikenal dengan nama
Software ATLAS.

4.5 Tahap Penyelesaian Audit Sebelum Dikeluarkannya Laporan Audit Akhir


Prosedur audit aset tetap harus sesuai dengan standar akuntansi keungan yang
berlaku. Setelah dalam proses pengauditan, tim audit menemukan terdapat penyimpangan
maka hal tersebut akan mempengaruhi opini audit misalnya terdapat akun-akun yang
perhitunganya tidak sesuai dan semua bukti penyimpangan itu ditemukan oleh tim audit,
maka hal tersebut harus didiskusikan dengan pihak manajemen perusahaan klien.
Selanjutnya, auditor akan mempresentasikan draft laporan, usulan audit adjustment dan
temuan audit dalam rapat pembahasan hasil audit. Auditor akan menyampaikan semua hal
penyimpangan yang ditemukan dihadapan pihak manajemen dan auditor meminta tanggapan
dari pihak manajemen dan auditor memberikan usulan adjustment kalau memang tidak sesaui
dengan standar yang ada. Jika adjustment yang diberikan auditor tidak disetujui oleh
perusahaan klien tetapi dibawah nilai materialitas yang telah KAP Riza, Adi, Syahril &
Rekan tetapkan maka bisa diabaikan, namun sebaliknya kalau nilainya materialitas terhadap
adjustment yang KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan usulkan maka akan mempengaruhi opini
yang diberikan auditor. Selanjutnya adalah penerbitan laporan auditor independen, dimana
pada laporan auditor independen berisi tentang opini yang diberikan oleh auditor terhadap
kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan klien. Setelah penerbitan
laporan auditor independen, langkah terakhir pada proses pengauditan yang dilakukan oleh
KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan adalah penerbitan surat rekomendasi untuk manajemen
(manajemen letter) yang berisi saran-saran yang diberikan oleh auditor dari KAP Riza, Adi,
Syahril & Rekan terhadap pengendalian internal klien untuk keberlangsungan usaha
perusahaan klien dimasa mendatang.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Sebelum melakukan audit aset tetap terhadap klien, KAP Riza, Adi, Syahril &
Rekan biasanya akan mempelajari proses bisnis klien terlebih dahulu. Hal ini berguna untuk
mempelajari dan memahami bagaimana proses bisnis klien sesungguhnya, apa saja kegiatan
dan kebijakan yang ditetapkan klien dalam mengelola aset tetapnya serta untuk menentukan
lingkup audit dan resiko audit. Selanjutnya KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan akan
mempelajari bagaimana pengendalian internal klien. Dalam mempelajari internal klien
biasanya KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan menggunakan kuesioner serta melakukan
wawancara dengan pihak perusahaan. Namun, untuk saat ini KAP Riza, Adi, Syahril &
Rekan lebih memilih untuk melakukan wawancara dan sangat jarang menggunakan
kuesioner. Terkait dengan proses audit aset tetap, KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan
mempunyai kebijakan jika klien yang diaudit merupakan klien baru, maka KAP Riza, Adi,
Syahril & Rekan akan memeriksa semua aset tetap yang terdaftar sebagai hak milik klien
serta meminta bukti kepemilikan aset dan kebijakan aset yang telah ditetapkan perusahaan.
Sedangkan jika perusahaan klien yang diaudit bukan merupakan perusahaan baru atau sudah
pernah diaudit oleh KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan pada periode sebelumnya, maka KAP
Riza, Adi, Syahril & Rekan tidak perlu memeriksa semua aset tetap perusahaan tetapi cukup
memeriksa aset yang merupakan penambahan pada tahun berjalan. Selanjutnya KAP Riza,
Adi, Syahril & Rekan akan menentukan materialitas terhadap aset yang diaudit. Untuk
materialitas ini tidak ada ketentuan atau kebijakan tertentu dari KAP Riza, Adi, Syahril &
Rekan. Besaran nilai materialitas ini tergantung dengan penilaian dan justifikasi masing-
masing auditor, tetapi secara umum nilai materialitas yang ditetapkan adalah sebesar 2,5%
dari total aset. Setelah proses pengauditan selesai selanjutnya KAP Riza, Adi, Syahril &
Rekan akan memberikan laporan hasil audit kepada perusahaan klien guna didiskusikan.
Selanjutnya KAP Riza, Adi, Syahril & Rekan akan memberikan saran penyesuaian terhadap
jurnal ataupun laporan keuangan klien. Saran atau usulan penyesuaian ini boleh diterima atau
ditolak oleh klien. Jika usulan penyesuaian ini nilainya cukup material, maka penolakan
usulan penyesuaian oleh klien akan mempengaruhi opini yang nantinya akan diberikan oleh
auditor. Tetapi, jika usulan penyesuaian yang diberikan nilainya tidak material, maka tidak
akan mempengaruhi opini auditor.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2012. Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan
Publik, Jakarta: Salemba Empat.

Arens, Alvin A, Elder dan Beasley, 2008. Auditing dan Jasa Assurance Pendekatan
Terintegrasi Jilid 1, Edisi 12, Erlangga, Jakarta.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai