Oleh
Tim Peneliti
Balitbang Kota Medan
KATA PENGANTAR
ABSTRAKSI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang masalah ……………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………... 4
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………… 5
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………… 5
1.5 Kerangka Berfikir ………………………………………………… 5
Tabel 5 Hasil Analisis Korelasi Kinerja Guru Sebelum dan Sesudah Sertifikasi 32
Tabel 1
Jumlah Guru di Kota Medan yang Telah Disertifikasi
Tahun 2006 s/d 2009
NO TINGKAT TAHUN
Unsur A Unsur A
a) Kualifikasi Akademik a) Kualifikasi Akademik
Unsur B Unsur B
Unsur C Unsur C
b) Pengalaman b) Pengalaman
Organisasi Organisasi
Bukti fisik komponen ini berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan disertai
bukti relevan yang dikeluarkan oleh lembaga/panitia penyelenggara.
7. Karya pengembangan profesi adalah hasil karya dan/ atau aktivitas dalam
pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik dan agen pembelajaran, kepala sekolah,
dan/atau setelah diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang
menunjukkan adanya upaya pengembangan profesi.
Komponen ini meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional;
b. Artikel yang dimuat dalam media jurnal/ majalah yang tidak terakreditasi,
terakreditasi, dan internasional;
c. Reviewer buku, penyunting buku, penyunting jurnal;
d. Penulis soal EBTANAS/UN/UASDA selama bertugas sebagai guru;
e. Modul diktat cetak lokal yang minimal mencakup materi pembelajaran selama 1
(satu) semester yang dihasilkan selama bertugas sebagai guru;
f. Media/alat pembelajaran dalam bidangnya yang dihasilkan selama bertugas
sebagai guru;
g. Laporan penelitian di bidang pendidikan (individu/kelompok); dan
h. Karya teknologi (teknologi tepat guna) dan karya seni (patung, kriya, lukis,
sastra, musik, tari, suara, dan karya seni lainnya) yang relevan dengan bidang
tugasnya.
Bukti fisik karya pengembangan profesi berupa sertifikat/piagam/surat keterangan
dari pejabat yang berwenang yang disertai dengan bukti fisik yang dapat berupa
buku, artikel, deskripsi dan/atau foto hasil karya, laporan penelitian, dan bukti fisik
lain yang relevan yang telah disahkan oleh atasan langsung. Untuk bukti fisik
laporan penelitian selain disahkan oleh atasan langsung juga harus diketahui oleh
kepala UPTD untuk guru SD dan oleh kepala dinas pendidikan kabupaten/kota
untuk guru SMP/SMA/SMK.
10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan adalah penghargaan yang
diperoleh guru atas dedikasinya dalam pelaksanaan tugas sebagai pendidik
dan/atau bertugas di Daerah Khusus dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama
waktu, hasil, lokasi/geografis), dan kualitatif (komitmen, etos kerja), baik pada
tingkat satuan pendidikan, desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi, nasional, maupun internasional. Contoh penghargaan yang dapat dinilai
antara lain tingkat nasional: Satyalencana Karya Satya 10 tahun, 20 tahun, dan 30
tahun; tingkat provinsi /kabupaten /kota/ kecamatan/ kelurahan/ satuan pendidikan
: penghargaan guru favorit/guru inovatif, dan penghargaan lain sesuai dengan
kekhasan daerah/penyelenggara. Contoh penghargaan yang tidak dinilai antara lain
penghargaan panitia pemilu (KPPS), penghargaan dari partai, penghargaan KB
lestari. Bukti fisik komponen ini berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan
yang dikeluarkan oleh pihak berwenang
Komponen-komponen tersebut di atas sesungguhnya akan menggambarkan
kompetensi guru, yang secara garis besar mencakup empat jenis kompetensi, yaitu (1)
kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4)
kompetensi kepribadian.
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menentukan, bahwa
peningkatan kesejahteraan guru besarnya dapat mencapai lebih dari dua kali lipat
penghasilan guru saat ini. Pasal 15 ayat (1) dalam UU tersebut juga menentukan bahwa,
guru akan mendapatkan kesejahteraan profesi yang berasal dari berapa sumber finansial
antara lain: gaji pokok, tunjangan gaji, tunjangan fungsional, tunjangan profesi,
tunjangan khusus dan dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai
guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Hal ini mengingat
betapa besar tugas dan peran yang harus diemban oleh seorang guru.
Muslich (2007: 47) mengemukakan bahwa “Landasan pelaksanaan sertifikasi
antara lain: Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru
Dalam Jabatan yang ditetapkan tanggal 4 Mei 2007” .
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jika guru mengikuti
sertifikasi, tujuan utamanya bukanlah untuk mendapatkan tunjangan profesi semata,
melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki
kompetensi. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna
memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar
untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan
membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
Langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan
kualitas guru sesuai dengan kompetensi keguruannya. Dalam UU guru ada beberapa hal
yang dapat dikelompokan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas atau mutu guru
antara lain: (1) sertifikasi guru, (2) pembaharuan sertifikat, (3) beberapa fasilitas untuk
memajukan diri (4) sarjana nonpendidikan dapat menjadi guru. Semua guru harus
mempunyai sertifikat profesi guru, sebagai standar kompetensi guru.
Sertifikasi guru jangan dipandang sebagai satu-satunya jalan atau sebagai satu-
satunya alat ukur mutu guru. Sebab sertifikasi guru belum tentu menjamin peningkatan
kualitas guru. Maka, birokrasi dalam hal ini pemerintah jangan hanya memikirkan agar
guru dapat disertifikasi dan dipaksa menjadi baik secara ”instan” dengan mengabaikan
kondisi guru. Sebab, jika kesiapan para guru dan lingkungan kerja guru tidak
mendukung penggunaan maksimal kompetensinya, kesejahteraan guru kurang layak,
maka sulit diharapkan perubahan dapat terjadi. Secara makro hal ini disebabkan
karena secara nasional maupun lokal guru tidak ditempatkan sebagai SDM yang
strategis untuk melakukan perubahan. Disamping kualitas guru yang masih rendah,
mereka juga masih dibayar rendah.
Dari hasil riset lapangan, banyak guru mengatakan bahwa sertifikasi profesi
guru sangat baik dan dapat mengangkat derajat dan wibawa para guru di Indonesia.
Tetapi, dalam penerapannya ada hal yang perlu diperhatikan yaitu : (1) kebanyakan
guru di Indonesia setelah menjadi pengajar tidak memperdalam pengetahuannya.
Artinya, banyak guru kita masih rendah dalam kompetensi pengajaran, (2) harus
dipertimbangkan model yang bagaimana yang tepat untuk guru-guru di Indonesia, dan
kesiapan para guru untuk disertifikasi, (3) perlu dilakukan pelatihan-pelatihan sebelum
sertifikasi dilaksanakan dan perlu dipikirkan tindak lanjut bagi guru yang tidak lolos
sertifikasi, (4) apabila kebijakan sertifikasi tersebut dilakukan secara ”mentah” dan
”instan”, tanpa sosialisasi dan pelatihan-pelatihan akan merugikan para guru yang
sudah cukup lama mengabdi.
Pandangan lain diperoleh dari para guru, yaitu penghargaan terhadap guru
belum sebanding dengan beberapa profesi lain (seperti profesi dokter, dan lain-lain).
Hal ini menjadi permasalahan mendasar bagi profesi guru itu sendiri, yaitu: Pertama,
persoalan yang mendasar adalah kebanyakan guru yang belum memenuhi kualifikasi
minimal untuk mengajar, baik dari segi ilmu maupun keterampilan. Kedua,
penghasilan guru yang kurang memadai apabila dibandingkan dengan penghasilan
profesi lain dan hal ini berimbas pada profesi guru itu sendiri kurang diminati. Profesi
guru tidak lebih dari sebuah pekerjaan ”terpaksa” dilakukan ketika tidak mampu
menemukan pekerjaan lain yang ”lebih baik”. Sebagai contoh saja, seorang guru akan
segera berpindah pada pekerjaan lain, ketika mendapatkan kesempatan bekerja di
tempat lain yang menjanjikan dan memberikan fasilitas serta penghasilan yang lebih
memadai. Menurut mereka, hanya - ”segelintir” – guru yang menyenangi dan menekuni
profesinya karena memiliki sumber pengahsilan lain.
Ketiga, banyak guru yang tidak memiliki standar kualifikasi yang dituntut oleh
masyarakat. Menurut mereka, bahwa seorang guru – berbeda dengan profesi dokter,
akuntan, dan pengacara – sangat banyak bekerja dengan mengandalkan keterampilan
berelasi. Guru banyak dituntut untuk bekerja dalam suatu tim kerja, berinteraksi secara
intensif setiap hari dengan siswa dan berkomunikasi dengan orang tua siswa. Keempat,
guru kurang dihargai, karena pekerjaan yang diembannya dianggap kurang
membutuhkan keterampilan yang sangat khusus dan memerlukan waktu yang cukup
lama untuk menjadi profesional.
Para guru mengatakan apabila program sertifikasi ini dapat secara langsung
menjawab persoalan-persoalan di atas, akan membuat profesi guru menjadi baik,
pekerjaan guru akan menjadi sebuah profesi yang menarik dan dikejar orang. Tetapi,
tampaknya program tersebut tidak akan sanggup menjawab beberapa persoalan
mendasar dari profesi guru itu sendiri. Maka kritik yang disampaikan mereka, apabila
yang dipercaya sebagai perancang program ini adalah sejumlah universitas eks IKIP,
ini menjadi pertanyaan, mengapa mereka yang tidak berhasil mengangkat martabat
guru dan bahkan merubah IKIP menjadi universitas, kenapa dijadikan dan dilibatkan
dalam penyusun program nasional yang sedemikian penting?.
Mengenai sasaran sertifikasi guru, dilaksanakan untuk semua guru, baik guru
lama maupun calon guru. Bagi guru yang lama perlu diberikan pelatihan-pelatihan
profesi keguruan baru dilakukan ujian sertifikasi. Bagi calon guru yang berkualifikasi
Sarjana kependidikan perlu mengikuti program sertifikasi guru dengan menempuh
beberapa mata kuliah dalam kurikulum S1 kependidikan atau yang SKS-nya belum
setara dengan kurikulum program sertifikasi. Sedangkan bagi calon guru yang
berkualifikasi sarjana atau Diploma non-kependidikan wajib menempuh program
sertifikat guru dengan mengambil seluruh kurikulum program sertifikat guru.
Agar sertifikasi itu sungguh bermutu, ujian profesi keguruan harus objektif,
bebas dari ”kkn”, dan ”suap”. Katakan saja, bila guru dan calon guru dalam ujian
sertifikasi memang terbukti tidak kompeten dan tidak lulus, tidak mendapatkan
sertifikat (Paul Suparno, KR:15/11/2005:10). Kemudian guru tersebut, ”diparkirkan”
atau diistirahatkan sementara untuk mengikuti pelatihan kompetensi keguruan dan
kemudian diuji kembali. Dengan demikian, keobjektifan dalam penilaian sangat
penting, sehingga tidak terjadi orang mendapatkan sertifikat dengan cara membeli,
koneksi atau ”koncoisme”. ”Bila hal ini terjadi, maka mutu guru tetap tidak terjamin
dan pendidikan tetap terpuruk” (Paul Suparno, KR:15/11/2005:10).
Selain itu, agar sertifikasi itu sungguh menunjukkan kemampuan dan
keterampilan guru dalam mengajar dengan segala kompetensi yang dimiliki. ”Badan
sertifikasi” guru sungguh harus objektif untuk menguji dan menilai sertifikasi guru.
Tapi pertanyaan mendasar yang dikemukakan Paul Suparno di atas, apakah badan
tersebut benar-benar ”objektif” untuk menguji kompetensi dan sertifikasi. Pertanyaan,
lembaga mana yang dapat ditunjuk secara ”objektif” untuk diberikan kualifikasi
melakukan sertifikasi dan uji kompetensi guru? Maka, untuk menguji kompetensi dan
sertifikasi, diperlukan suatu ”lembaga” atau ”badan independen” yang akan menilai
kompetensi guru. Perhatikan, kritik yang disampaikan para guru di atas, ”apabila
sejumlah universitas eks IKIP dipercaya sebagai perancang program ini,
dipertanyakan”. Kritik para guru tersebut, perlu menjadi pertimbangan untuk
menunjuk lembaga penyelenggaran uji sertifikasi.
Aspek sertifikasi guru yang akan diuji adalah mengacu pada kompetensi dasar
yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi profesional, persolan, kepribadian, dan
sosial. Pertama, kompetensi profesional, aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan
kemampuan mengajar, meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, penyusunan program
perbaikan dan pengayaan, kemampuan dalam membimbing dan konseling.
Kemampuan dalam bidang keilmuan, terkait dengan keluasan dan kedalaman ilmu
pengetahuan dan teknologi yang akan ditransformasikan kepada peserta didik,
pemahaman terhadap wawasan pendidikan, dan kemampuan memahami kebijakan-
kebijakan pendidikan. Kedua, kompetensi persolan, aspek pada kompetensi ini
berkaitan dengan aktualisasi diri dan menekuni profesi, jujur, beriman, bermoral, peka,
luwes, humanis, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar
sepanjang hayat. Ketiga, kompetensi kepribadian, aspek pada kompetensi ini berkait
dengan kondisi guru sebagai individu yang berkepribadian yang utuh, mantap, dewasa,
berwibawa, berbudi luhur, anggun, bermoral, serta penuh keteladanan. Keempat,
kompetensi sosial, aspek pada kompetensi ini berkait dengan kemampuan
berkomunikasi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesama pendidik dan
tenaga kependidikan, kemampuan menyelesaikan masalah, dan mengabdi pada
kepentingan masyarakat.
Proses sertifikasi para guru sebaiknya ditangani oleh lembaga atau badan
independen yang kompetensi dan objektif. Katakan saja, Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) yang merupakan lembaga pendidikan tinggi yang
mengembangkan ilmu pendidikan dan keguruan, memiliki kewenangan dan
pengalaman pengadaan tenaga kependidikan, serta memiliki sumber daya manusia yang
kompeten di bidang kependidikan dan non kependidikan. Lembaga tersebut harus
didukung dengan berbagai sarana kependidikan, seperti Sekolah Laboratorium, Pusat
Sumber Belajar, Praktek Pengalaman Lapangan, dan Pusat Penelitian Kependidikan.
Uji kompetensi dan sertifikasi harus dilakukan secara ”by proses” dan bukan ”instan”.
Katakan saja, dari pengamatan di lapangan tentang uji dan evaluasi pendidikan dan
pembelajaran, biasanya kita terpaku pada hasil pembelajaran dan mengabaikan proses
pelaksanaan secara ”holistik”.
Contoh terdekat, adalah Ujian Akhir Nasional (UAN) bagi siswa-siswa yang
menuai protes dan bahkan merenggut beberapa nyawa siswa karena kecewa. Maka,
apabila uji kompetensi dan sertifikasi guru juga pelaksanaan seperti itu dan aspek-
aspek kompetensi hanya diujikan dengan sistem tes saja, ”apalagi yang kurang atau
tidak objektif”, maka hal itu tentu belum menjamin kepastian tingkat kompetensi dan
sertifikasi sebagai profesi guru. Agar sertifikasi itu dapat menunjukkan kemampuan
dan keterampilan guru dalam mengajar, maka uji kompetensi dan sertifikasi harus
dilakukan secara ”by proses”. Artinya, bagi para guru yang berasal dari ”fakultas
keguruan” sebelum diuji perlu disegarkan kembali pada aspek ”materi keilmuan”,
”keterampilan dan strategi mengajar”. Sedangkan bagi guru-guru yang berasal dari
nonkependiddikan, sebelum uji kompetensi dan sertifikasi, perlu dilakukan pelatihan
atau mengambil pendidikan profesi keguruan dengan bobot sejumlah 36 – 40 sks.
Aspek materi keguruan, yang dipelajari : Ilmu Pendidikan atau Landasan Pendidikan,
Metode dan Strategi Pembelajaran, Psikologi Perkembangan, Perencanaan
Pembelajaran, Evaluasi Pembelajaran, Psikologi Belajar, Media Pembelajaran,
Bimbingan dan Konseling, Komunikasi Pendidikan, Profesi Keguruan, Telaah
Pengembangan Kurikulum, Penelitian dan Evalusi Sistem Pendidikan, serta Praktek
Pengenalan Lapangan (PPL). Setelah itu baru dilakukan uji profesi atau kompetensi
dan sertifikasi. Apabila proses ini dilakukan secara terencana, sistimatik, dan objektif,
serta terhindar atau bebas dari KKN, ”suap” atau dengan cara ”membeli sertifikat”,
maka mutu keilmuan guru dikemudian hari akan meningkat dan kualitas serta
kompetensi guru dapat dipertanggungjawabkan.
Catatan akhir sebagai sebuah renungan, sertifikasi dan kompetensi itu penting,
tetapi pendidikan lebih dari itu. Pendidikan pascamodern tidak lagi mono-sentralistik.
Pusat-pusat pengembangan dapat saja berada di mana-mana (J.Bismoko, KR,
3/12/2005). Katakan saja, sumber ilmu pengetahuan yang selama ini dianggap terpusat
pada institusi pendidikan formal yang konvensional, mungkin saja akan tergeser.
Sebab, sumber ilmu pengetahuan akan tersebar di mana-mana dan setiap orang akan
dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan kerena diperoleh melalui
sarana ”internet” dan ”media informasi” lainnya. Paradigma ini dikenal dikenal
sebagai distributed intelligence (distributed knowledge). Dengan paradigma ini,
tampaknya fungsi guru/dosen/lembaga pendidikan akan beralih dari sebuah sumber
ilmu pengetahuan menjadi mediator dari ilmu pengetahuan (Hujair AH. Sanaky, 2004:
94). Hal ini, menunjukan bahwa di masa depan sekolah akan berubah dari format kelas
menjadi sekolah bersama dalam satu kota, sekolah bersama dalam satu negara, bahkan
bersama di dunia atau sekolah global (Purwanto, http://www.pustekkom).
2. Sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 283 orang
Penarikan sampel dilakukan dengan teknik proporsional random sampling.Ukuran
sampel dari populasi ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin
1
Dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran Populasi
ne2 = persen kelonggaran ketidakteliitian 5% (Umar 2004)
dengan demikian
962
1 9620,05
283
berdasarkan tabel tersebut di atas, diketahui bahwa untuk sampel guru SD nilai
koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,386 dan nilai determinasi r2 sebesar 14,9%..
Sedangkan nilai t hitung sebesar 4,011 dengan signifikansi sebesar 0,000.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan
sampel guru Sekolah Dasar (SD) dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 47.
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa untuk sampel guru SMP nilai koefisien korelasi (rxy)
sebesar 0,275 dan nilai determinasi r2 sebesar 7,6%.. Sedangkan nilai t hitung sebesar
2,103 dengan signifikansi sebesar 0,040.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan
sampel guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dilihat pada Lampiran 5
halaman 51.
Sedangkan untuk sampel guru SMA/SMK, sesuai Tabel 2 tersebut diketahui bahwa
nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,576 dan nilai determinasi r2 sebesar 33,2%.
Sedangkan nilai t hitung sebesar 7,355 dengan signifikansi sebesar 0,000.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan
sampel guru SMA/SMK dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 55.
Dari tabel 3 diatas untuk sampel guru Sekolah Dasar (SD) diketahui bahwa nilai
koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,143 dan nilai determinasi r2 sebesar 2%. Sedangkan
nilai t hitung sebesar 1,382 dengan signifikansi sebesar 0,170.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan
sampel guru SD dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 48
Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa untuk sampel guru SMP nilai koefisien
korelasi (rxy) sebesar 0,070 dan nilai determinasi r2 sebesar 0,5%.. Sedangkan nilai t
hitung sebesar 0,518 dengan signifikansi sebesar 0,606.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan
sampel guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dilihat pada Lampiran 6
halaman 52.
Sedangkan untuk sampel guru SMA/SMK, tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai
koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,247 dan nilai determinasi r2 sebesar 6,2%.. Sedangkan
nilai t hitung sebesar 2,664 dengan signifikansi sebesar 0,009.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan
sampel guru SMA/SMK dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 56.
Berdasarkan tabel tersebut di atas untuk sampel guru Sekolah Dasar (SD),
diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,410 dan nilai determinasi r2
sebesar 16,9%. Sedangkan nilai t hitung sebesar 4,318 dengan signifikansi sebesar
0,000.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan
sampel guru SD dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 49.
Sedangkan untuk sampel guru SMP diketahui bahwa nilai koefisien korelasi
(rxy) sebesar 0,377 dan nilai determinasi r2 sebesar 14,2%. Sedangkan nilai t hitung
sebesar 2,991 dengan signifikansi sebesar 0,004.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan
sampel guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat dilihat pada Lampiran 7
halaman 53.
Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa untuk sampel guru Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SMA/SMK) diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,319
dan nilai determinasi r2 sebesar 10,2%. Sedangkan nilai t hitung sebesar 3,152 dengan
signifikansi sebesar 0,001.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi dengan
sampel guru SMA/SMK dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 57.
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa secara keseluruhan baik dari segi
kualifikasi, pengembangan profesi dan pendukung profesi, analisis data menunjukkan
nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,162 dan nilai determinasi r2 sebesar 2,6 %.
Sedangkan nilai t hitung sebesar 2,648 dengan signifikansi sebesar 0,009.
Hasil analisis statistik dengan bantuan program SPSS melalui uji korelasi kesepuluh
indikator kinerja guru dapat dilihat pada Lampiran 16 halaman 62.
4.2 Pembahasan
Hasil analisis untuk sampel guru SD untuk unsur kualifikasi dan tugas pokok
dengan item penilaiannya yakni a) kualifikasi akademik, b) pengalaman mengajar dan
c) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ditunjukkan oleh nilai t hitung sebesar
4,011 dengan signifikansi sebesar 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelihatan ada
dampak program sertifikasi guru terhadap peningkatan kinerja.
Demikian halnya dengan sampel guru SMP dan guru SMA/SMK yang
ditunjukkan oleh nilai t hitung masing-masing sebesar 7,355 dengan signifikansi
sebesar 0,000 untuk guru SMA/SMK dan nilai t hitung sebesar 2,103 dengan
signifikansi sebesar 0,040 untuk guru SMP. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada
perubahan yang signifikan pada guru SMP maupun SMA/SMK sebelum dan sesudah
sertifikasi.
Hasil analisis untuk Unsur Pengembangan Profesi yang meliputi : Pendidikan
dan pelatihan, Penilaian dari atasan dan pengawas, Prestasi akademik, dan Karya
pengembangan profesi ditunjukkan nilai t hitung sebesar 2,664 dengan signifikansi
sebesar 0,009 untuk guru SMA/SMK, 0,518 dengan signifikansi sebesar 0,606 untuk
guru SMP dan 1,382 dengan signifikansi sebesar 0,170 untuk guru SD. Hasil ini
mengindikasikan bahwa pengembangan profesi guru sebagian pendukung
profesionalisme guru hanya dilakukan pada kelompok guru SMA/SMK. Pada konteks
ini, diduga bahwa tingkat pendidikan guru SMA/SMK yang sebagian besar
berpendidikan strata satu (Sarjana) merupakan faktor penentu kemampuan guru dalam
pengembangan profesi. Hasil ini jelas sangat berbeda dengan tingkat pendidikan guru
SD yang sebagian besar SPG dan D II serta guru SMP yang rata-rata sarjana muda dan
D III.
Hasil analisis untuk unsur Pendukung Profesi yang meliputi : (1) Keikutsertaan
dalam forum ilmiah, (2) Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan
(3) Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan, menghasilkan nilai yang
sangat signifikan, dengan nilai t hitung sebesar 4.318 dengan signifikansi sebesar 0,000
untuk Guru SD, nilai t hitung sebesar 2,991dengan signifikansi sebesar 0,004 untuk
Guru SMP dan nilai t hitung sebesar 3,512 dengan signifikansi sebesar 0,001 untuk
Guru SMA/SMK. Hasil ini mengindikasikan bahwa nilai rata-rata guru sebelum dan
sesudah dilakukannya program sertifikasi yang cenderung meningkat. Meningkatnya
aktivitas guru dalam unsur ini juga ditunjukkan dengan makin tingginya mobilitas guru
untuk mengikuti seminar pendidikan, pemberdayaan MGMP, asosiasi profesi dan
aktivitas kompetisi guru berprestasi.
Hasil Analisis secara keseluruhan untuk kelompok SD diperoleh t hitung
sebesar 0,499 dengan signifikansi 0,619, untuk kelompok SMP diperoleh hasil t hitung
sebesar 1,784 dengan signifikansi sebesar 0,080 dan untuk kelompok SMA/SMK
diperoleh t hitung 2,477 dengan tingkat signifikansi 0,015.
Dari hasil analisis ini menunjukkan bahwa tampak perbandingan kinerja guru
SD sebelum dan setelah lulus sertifikasi dimana rata-rata kinerja guru pasca sertifikasi
justru mengalami penurunan dibandingkan sebelum sertifikasi. Kondisi ini menuntut
agar dilakukan evaluasi terhadap program sertifikasi guru untuk melihat apakah sesuai
dengan yang direncanakan atau tidak. Disamping itu perlu ada pola pembinaan yang
terpadu dan berkelanjutan kepada guru-guru yang telah lulus sertifikasi. Lebih jauhnya,
diperlukan badan atau lembaga independen yang mampu mengawasi program
sertifikasi guru ini mulai dari proses pelaksanaan sertifikasi sampai kepada pembinaan
guru pasca-sertifikasi
Secara keseluruhan diperoleh bahwa baik dari segi kualifikasi, pengembangan
profesi dan pendukung profesi hasilnya adalah signifikan dengan tingkat t hitung 2,648
dan signifikansi sebesar 0,009 artinya bahwa terdapat peningkatan kinerja guru
sebelum dan sesudah lulus sertifikasi. Dengan demikian hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa guru memahami arti penting sertifikasi bagi guru sebagai upaya
peningkatan kualitas pendidikan selain tentunya meningkatkan derajat kesejahteraan
guru, terdapat peningkatan terhadap kegiatan-kegiatan yang menunjang kinerja guru,
program sertifikasi profesi guru memberikan dampak efektif dalam meningkatkan
kompetensi atau kinerja guru.
Selain hasil analisis tersebut di atas, data yang dikumpulkan melalui kuesioner
terbuka maupun hasil wawancara mendalam mengindikasikan bahwa program
sertifikasi guru memiliki dampak samping adanya kecemburuan sosial dari guru yang
belum sertifikasi, banyaknya beban administratif yang harus dikerjakan oleh guru dan
kepala sekolah, iklim dan budaya sekolah mendukung sepenuhnya upaya peningkatan
kinerja pasca sertifikasi. Beberapa hambatan yang dihadapi guru dalam memenuhi
program sertifikasi ini antara lain :
1. Fasilitas
Fasilitas dalam konteks ini adalah sarana dan prasarana penunjang pendidikan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa Setiap satuan pendidikan wajib
memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat
bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Beberapa Peraturan yang
digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan untuk melengkapi sarana
dan prasarana adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
yang berkaitan dengan Standar Sarana dan Prasarana. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), juga Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana untuk
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
Tantangan masa depan muncul seiring dengan dinamika kehidupan bangsa sebaga
dampak globalisasi menuntut adanya format pendidikan yang dibangun dalam sistem
yang demokratis. Demokratisasi pendidkan akan mendorong menculnya partisipasi
sukarela, keswasembadaan, kemadirian. Oleh karena itu program-program yang
disusun dalam MGMP sudah selayaknya melibatkan guru atau peserta MGMP.
1. MGMP Mandiri
Salah satu kendala yang cukup penting adalah bahwa selama ini MGMP tak dapat
berjalan mandiri, ini terjadi karena berbagai kebutuhan bergantung pada
pemerintah. Para pelaksana dilapangan tidak leluasa dalam mengembangkan
kreatifitas. Sudah saatnya dipikirkan MGMP mandiri, yang mampu membiayai
berbagai kegiatan.
2. Efektifitas MGMP
Suara minor tentang kurang efektifnya MGMP perlu dikaji lebih jauh. Salah satu
kendala yang banyak dialami oleh guru adalah banyaknya beban mengajar dan
kondisi sekolah yang tidak mendukung.
3. Kerjasama dengan pihak Luar
Selama ini berbagai kegiatan MGMP mampu menghasilkan produk-produk yang
dapat dimanfaatkan untuk kerjasama dengan pihak luar, baik itu hasil penelitian,
pengembangan kreatifitas, alat peraga, dan sejenisnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka yang menjadi kesimpulan
dalam penelitian ini adalah :
5. Analisis secara keseluruhan untuk guru SD diperoleh hasil yang signifikan dengan
nilai t hitung sebesar 7,314 pada signifikansi sebesar 0,000 . Yang berarti bahwa
tunjangan sertifikasi untuk guru SD berpengaruh secara signifikan terhadap
peningkatan kinerja guru-guru SD.
6. Untuk kelompok SMP diperoleh hasil yang signifikan dengan nilai t hitung sebesar
3,267 pada signifikansi sebesar 0,001. Yang berarti bahwa tunjangan sertifikasi
untuk SMP berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja guru-guru
SMP.
7. Untuk kelompok SMA/SMK diperoleh hasil signifikan dengan tingkat t hitung
6,692 dan tingkat signifikansi 0,000. Yang berarti bahwa tunjangan sertifikasi untuk
guru SMA/SMK berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja guru-
guru SMA/SMK.
8. Secara keseluruhan diperoleh bahwa baik dari segi kualifikasi,pengembangan
profesi dan pendukung profesi untuk SD, SMP dan SMA/SMK hasilnya adalah
signifikan dengan tingkat t hitung 2,648 dan signifikansi sebesar 0,009. Yang
berarti bahwa tunjangan sertifikasi berpengaruh secara signifikan untuk
peningkatan kinerja guru-guru di Kota Medan.
5.2 Saran
a) Bagi Guru
1) Meningkatkan kualifikasi akademis melalui pendidikan lanjutan
2) Lebih intensif dalam mengeksplorasi model-model pembelajaran yang
sifatnya inovatif.
3) Pemanfaatan media dalam pembelajaran
4) Partisipasi dalam forum-forum di Unimed
b) Bagi Sekolah
1) Mengupayakan fasilitas sesuai dengan kebutuhan minimal proses
pembelajaran (standar minimal)
2) Pemberdayaan kelompok guru (KKG dan MGMP)
c) Bagi Instansi Terkait
1) Menciptakan iklim yang dapat mendorong berkembangnya profesionalisme
guru dengan memfasilitasi berbagai kegiatan pendidikan dan latihan
2) Mengupayakan pemenuhan standar minimal pendidikan
3) Melakukan program revitalisasi KKG dan MGMP
DAFTAR PUSTAKA
Irianto, Agus. 2006. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Predana
Media.
Sanaki, Hujair AH, 2004. Tantangan Pendidikan Islam di Era Reformasi (Pergeseran
Pendidikan Islam di Indonesia Pada Era Reformasi). Jurnal studi Islam
MUKADIMAH. Kopertis Wilayah III No.16 TH X/2004, Yogyakarta.
Sanusi, Liwes. 1999. Manajemen Pengembangan Mutu. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Gravindo
Persada.
Sehertian, Piet dan Ida Aleida. 1990. Supervisi Pendidikan dalam Rangka
Program Inservice Education. Jakarta: Rhineka Cipta.
Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis. PT Gramedia Pustaka,
Jakarta
http://www.sanaky.com/materi/KOMPETENSI-SERTIFIKASI%20GURU.pdf (diakses
27 Juli 2011)
http://www.puslitjaknov.org/data/docs/2010/makalah_kelompok/kel7/61_186_Cut_Ain
al_Mardhiah_Presentation_bapeda.pdf (diakses 27 Juli 2011)
SEKOLAH DASAR :
AA
Model Summary
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
R Square
Change F Change df1 df2
1 ,386(a) ,149 ,140 114,72367
a Predictors: (Constant), X_A
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 211698,765 1 211698,765 16,085 ,000(a)
Residual 1210859,788 92 13161,519
Total 1422558,553 93
a Predictors: (Constant), X_A
b Dependent Variable: Y_A
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SEKOLAH DASAR :
BB
Model Summary
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6603,716 1 6603,716 1,911 ,170(a)
Residual 317973,486 92 3456,234
Total 324577,202 93
a Predictors: (Constant), X_B
b Dependent Variable: Y_B
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SEKOLAH DASAR :
CC
Model Summary
ANOVA(b)
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SEKOLAH DASAR :
TOTALTOTAL
Model Summary
Model Summary
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
R Square
Change F Change df1 df2
1 ,052(a) ,003 -,008 139,83288
a Predictors: (Constant), X_ABC
ANOVA(b)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SMP
AA
Model Summary
ANOVA(b)
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SMP
BB
Model Summary
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
R Square
Change F Change df1 df2
1 ,070(a) ,005 -,013 63,70565
a Predictors: (Constant), X_B
ANOVA(b)
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SMP
CC
Model Summary
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1723,616 1 1723,616 8,944 ,004(a)
Residual 10406,884 54 192,720
Total 12130,500 55
a Predictors: (Constant), X_C
b Dependent Variable: Y_C
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SMP
TOTALTOTAL
Model Summary
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 57602,614 1 57602,614 3,182 ,080(a)
Residual 977601,226 54 18103,726
Total 1035203,839 55
a Predictors: (Constant), X_ABC
b Dependent Variable: Y_ABC
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SMA
AA
Model Summary
ANOVA(b)
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SMA
BB
Model Summary
ANOVA(b)
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SMA
CC
Model Summary
ANOVA(b)
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
SMA
TOTALTOTAL
Model Summary
ANOVA(b)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
ANALISIS KESELURUHAN :
TATA
Model Summary
ANOVA(b)
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
ANALISIS KESELURUHAN :
TBTB
Model Summary
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
R Square
Change F Change df1 df2
1 ,199(a) ,040 ,036 76,51098
a Predictors: (Constant), X_TB
ANOVA(b)
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
ANALISIS KESELURUHAN :
TCTC
Model Summary
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 41956,146 1 41956,146 44,782 ,000(a)
Residual 242655,648 259 936,894
Total 284611,793 260
a Predictors: (Constant), X_TC
b Dependent Variable: Y_TC
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
ANALISIS KESELURUHAN :
TABCTABC
Model Summary
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Berilah skor pada butir-butir pelaksanaan pembelajaran dengan cara melingkari angka pada
skor (1,2,3,4,5) sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
I PRA PEMBELAJARAN
9 Menguasai kelas 1 2 3 4 5
III Penutup
Dengan ini menyatakan bahwa penilaian yang saya lakukan sesuai dengan
kondisi peserta yang sebenarnya
………………….,………….. 2011
Penilai,
(………………………..)
NIP.
Lembaran kuesioner untuk guru
a. S1 b. S2 c. S3
6,.Pembimbingan teman sejawat dan siswa yang Bapak/ibu lakukan setelah lulus sertifikasi :
1 Instruktur :
a.
a.
b.
c.
d.
Buku a
Artikel a
Reviewer
buku,penyunting
jurnal dll
Modul dicetak a.
local (Kab/Kota)
b.
c.
Diktat a.
b.
c.
Media/alat a.
pembelajaran
b.
c.
Laporan a.
Penelitian bidang
Pendidikan b.
c.
d.
Kependidikan Sosial
Internasional
Nasional
Provinsi
Kabupaten/Kota
Kecamatan
Desa/Kelurahan
b) Tugas Tambahan
Tugas Tambahan Tahun …….s/d………
Kepala Sekolah
Tingkat Tahun
Internasional
Nasional
Provinsi
Kabuapten/Kota
Kecamatan
Keluarahan/satuan pendidikan
10. Hambatan-hambatan utama yang Bapak/ibu alami dalam meningkatkan kinerja sebagai
guru :
e. …………………………………………………
f. …………………………………………………