Anda di halaman 1dari 4

BAB 5

TEORI-TEORI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

A. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Pendidikan

Berbicara persoalan sumber daya manusia (human resorces), sesungguhnya


mencakup dua bidang kajian, yaitu fisik dan nonfisik; namun yang bersentuhan
langsung dengan dunia pendidikan selalu dihubungkan dengan persoalan-
persoalan yang berkenan dengan yang nonfisik (aspek kecerdasan dan mental),
seperti kemampuan berpikir, berkreativitas, menentukan kepusan, berbuat, dan
lain sebagainya.

Pengembangan sumber daya manusia berkenaan dengan proses yang


dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk meningkatkan
kemampuan-kemampuan agar ia dapat berbuat dan berkreativitas dengan
terbentuknya mandiri yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku.

Secara umum, berbagai pemikiran filosofis tentang eksistensi manusia


dalam kaitannya dengan pengembangan kemanusiaanya di dunia ini dapat
digambarkan kepada tiga kelompok pemikiran, yaitu nativisme, empirisme, dan
konvergensi.

Yang pertama memandang bahwa manusia telah membawa


kecenderungan-kecenderungan potensial dalam pengembangan humanitasnya.

Yang kedua, empirisme, memberikan aksentuasi bahwa manusia lahir


ibarat kertas putih dengan konsep tabularasa. Tokoh yang selalu diidentikkan
dengan konsep ini adalah John Locke yang menyebutkan bahwa manusia lahir
ibarat kertas putih yang belum mempunyai potensi dan kecenderungan, sehingga
pembentukkan kepribadian manusia semata-mata tergantungnya pada empirisnya.

Pendidikan adalah usaha sadar bersama yang dilakukan secara sistematis


dan terarah menuju terwujudnya generasi-generasi yang dicita-citakan.
Dalam islam, apa yang menjadi tujuan penciptaan manusia, maka itu
pulalah yang menjadi cita-cita atau tujuan pendidikannya. Mengingat tujuan
penciptaan manusia adalah untuk moral yang meliputi hubungan manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam semesta, maka tentu
penyempurnaan moralitas adalah juga menjadi tujuan dan sekaligus hal yang
esensial bagi pendidikan islam itu sendiri.

Pengakuan Muslim bahwa imam adalah wujud dari realisasi ketauhidan


manusia tentulah memiliki implikasi dan konsekuensi terhadap penegakan nilai-
nilai moral yang tinggi dan mulia.

Merujuk firman Allah surah Al-Syams ayat 7-10, terlihat bahwa manusia
memang diberi kecenderungan untuk berbuat baik di satu sisi dan buruk di sisi
lainnya. Namun jika dilihat dalam konteks lain terliat pula, bahwa manusia
memiliki kecenderungan pada kebenaran. Kecenderungan ini hanya akan terwujud
jika nilai-nilai itu dibangun diatas jiwa yang bersih yang dii dalamnya tidak
termuat kepentingan lain selain hanya untuk sebuah kata “kebenaran”.

Firman Tuhan dalam surah At-Tiin ayat 4 yang menyebutkan, bahwa


manusia diciptakan Tuhan sebaik-baik bentuk, memberi isyarat bahwa manusia
adalah makhluk yang termulia. Hal ini ditandai dengan dianugerahkan-Nya
manusia potensi untuk mengembangkan diri dan kemanusiaannya.

Untuk melihat berbagai pandangan menyangkut pengembangan sumber


daya manusia ini, maka berikut gambaran utuh tentang teori-teori pengembangan
yang ditawarkan secara komperhensif dan terpadu.
B. Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Konteks Islam

Untuk melihat bagaimana teori pengembangan sumber daya manusia dalam islam
dapat diawali dengan menganalisis isyarat yang ditunjukkan Tuhan kepada kita
dalam firman-Nya surah An-Nahl ayat 78 yang artinya: “Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia
memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.”

Ketika manusia belum dapat menginternelisasikan potensinya secara


nyata, pendengaran dalam hal ini justru merupakan sarana paling tepat untuk
mengembangkan sumber daya manusia. Pendengaran adalah instrumen awal yang
potensial untuk mengembangkan sumber daya manusia, tetapi juga karena
pendengaran adalah sumber daya manusia yang erat kaitannya yang di dalamnya
dapat dilihat dari kesanggupan seseorang dalam mengungkap kembali apa yang
ada dengan menjelaskan. Pendengaran sebagai instrumen, tentulah yang
dimaksudkan bahwa ilmu pengetahuan diperoleh melalui pengupayaan secara
maksimal daya pendengaran dalam mengumpulkan berbagai informasi dan data
yang diperlukan.

Apabila dikaitkan dengan pengembangan sumber daya manusia dalam


dunia pendidikan, maka dengan cara melatih daya dengar subjek didik terhadap
suatu bunyi dan atau nada dalam beberapa informasi, maka mereka dapat
membuat deskripsi logis berbagai informasi yang ia terima dengan cara baik dan
benar pula.

Selain hal di atas, jika kita amati pula pengaksentuasian pencarian ilmu
melalui instrumen penglihatan, terlihat bahwa islam mengakui perkembangan
ilmu pengetahuan melalui empiris-eksprimentasi ataupun empiris-fenomenologis
yang menonjolkan observasi sebagai metodenya.

Dalam mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan ini diperlukan


daya nalar dan kecermatan daya pandang yang baik. Daya nalar baik apabila
selalu berhadapan dengan berbagai problem yang mesti diatasi.
Dapat dikatakan pula, ada hubungan dialogis diantara daya yang
bersumber dari pendengaran dan yang bersumber dari penglihatan manusia. Oleh
karena itu, slogan seumpama sebanyak apa saya mendengar informasi, maka
sebanyak itu pula saya lupa dapat ditopang dengan dikembangkannya daya
penglihatan manusia yang akan mengokohkan apa yang ia dengar.

Untuk membangun hal ini dalam realitas pendidikan, diperlukan adanya


upaya pendidikan yang berpusat pada subjek didik. Hal ini mengingat daya-daya
kemanusiaan seperti yang digambarkan di depan mensyaratkan pendidikan pada
kesadaran diri dan individualitas sebagai gerak langkah pengembangan
kemanusiaan.

Anda mungkin juga menyukai