Sistem Muskuloskeletal
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya kami
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dengan
membahas topic “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dewasa Dengan Kasus Gangguan
Sistem Moskuloskeletal”dalam bentuk makalah. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas kelompok Keperawatan Medikal Bedah II dengan baik.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Lingga Dewi, S.Kep., Ns., M.Kep.
sebagai dosen pengampu yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah
ini. Teman-teman kelas A2-2017 yang senantiasa memberikan semangat kepada
kami, serta teman-teman angkatan 2017 dan seluruh civitas akademika Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
2.1.4 Sendi.................................................................................................................... 10
3
2.3.5. Manifestasi Klinis ........................................................................................ 28
BAB IV PENUTUP............................................................................................................. 81
4
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoporosis dapat dijumpai di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di
Amerika Serikat, osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wa
nita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun.
Mengutip data dari WHO yang menunjukkan bahwa di seluruh dunia ada
sekitar 200 juta orang yang menderita osteoporosis. Pada tahun 2050, di perkirakan
angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali lipat pada wanita dan 3 kali lipat
pada pria. Laporan WHO juga menunjukkan bahwa 50% patah tulang adalah patah
tulang paha atas yang dapat mengakibatkan kecacatan seumur hidup dan kematian.
Dibandingkan dengan masyarakat di negara-negara Afrika, densitas tulang
masyarakat Eropa dan Asia lebih rendah, sehingga mudah sekali mengalami
osteoporosis. Hasil penelitian white paper yang dilaksanakan bersama Perhimpunan
Osteoporosis Indonesia tahun 2007, melaporkan bahwa proporsi penderita
osteoporosis pada penduduk yang berusia di atas 50 tahun adalah 32,3% pada wanita
dan 28,8% pada pria. Sedangkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS, 2010)
menunjukkan angka insiden patah tulang paha atas akibat Osteoporosis adalah
sekitar 200 dari 100.000 kasus pada usia 40 tahun.
5
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula
ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur,
tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan
adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000.
1.3.Tujuan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pergerakan
Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan
bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
Otot menopang rangka dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi
berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
Produksi panas
Kontrakstilitas
Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak melibatkan
pemendekan otot.
Eksitabilitas
Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf.
7
Ekstensibilitas
Elastisitas
c. Jenis-jenis otot
Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.
Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan
lebar berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron, setiap serabut
memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer, kontraksinya sangat
cepat dan kuat.
Otot Polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini
dapat ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan
uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik,
pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
8
Otot Jantung merupakan otot lurik, disebut juga otot seran lintang
involunter, otot ini hanya terdapat pada jantung, bekerja terus-menerus
setiap saat tanpa henti, tetapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat,
yaitu setiap kali berdenyut.
d. Kerja Otot
2.1.2 Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang
terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan
otot atau otot dengan otot.
2.1.3 Ligamen
Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan
elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan
tulang yang diikat oleh sendi. Tipe ligamen :
9
a. Ligamen Tipis
2.1.4 Sendi
Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga
dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya gerakan.
a. Synarthrosis (suture)
Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan, strukturnya terdiri
atas fibrosa. Contoh: Hubungan antara tulang di tengkorak.
b. Amphiarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya adalah
kartilago. Contoh: Tulang belakang
c. Diarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri dari
struktur sinovial. Contoh: sendi peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel (siku),
sendi putar (kepala dan leher), dan sendi pelana (jempol/ibu jari).
Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu
jaringan pembentuk darah.
10
Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium dari dalam
darah
b. Struktur Tulang
Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup
(matriks).
Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel
tulang dewasa).
Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan
tulang).
Tulang Tengkorak
Tulang anggota badan tersusun oleh tulang belakang, tulang dada, tulang
rusuk, dan gelang panggul. Masing-masing tulang tersebut membentuk
kesatuan. Tulang anggota badan berfungsi melindungi organ-organ dalam
yang lunak, seperti jantung, paru-paru, ginjal, dan organ lainnya.
Tulang dada
11
Tulang dada terletak dekat tulang rusuk atau lebih tepatnya di tengah-
tengah dada. Tulang dada terdiri atas bagian hulu, badan, dan taju pedang.
Tulang rusuk
Tulang rusuk pada manusia terdiri atas 24 buah atau 12 pasang. Tulang rusuk
manusia memiliki fungsi sebagai pelindung organ-organ dalam, seperti
jantung dan paruparu. Tulang rusuk manusia, terdiri atas 7 pasang tulang
rusuk sejati, 3 pasang tulang rusuk palsu, dan 2 pasang tulang rusuk
melayang.
Tulang panggul
Tulang Belakang
Tulang belakang terdiri atas 33 ruas, yaitu 7 ruas tulang leher, 12 ruas tulang
punggung, 5 ruas tulang pinggang, 5 ruas tulang kelangkang, 4 ruas tulang
ekor.
d. Tulang anggota gerak pada manusia terdiri atas tulang anggota gerak bagian atas
(tangan) dan tulang anggota gerak bagian bawah (kaki). Masing-masing tulang
tersebut tersusun oleh beberapa tulang. Apakah kamu tahu penyusun tulang
anggota gerak bagian atas dan bagian bawah? Tulang anggota gerak bagian atas
atau tangan terbentuk dari tulang lengan atas (humerus), tulang pengumpil
(radius), dan tulang hasta (ulna). Adapun tulang penyusun anggota gerak bagian
bawah adalah tulang paha (femur), tulang betis (fibula), dan tulang kering (tibia).
12
2.2 Fraktur
2.2.1. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.
1. Trauma
a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan dan yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
2. Kondisi patologi
Kekurangan mineral sampai batas tertentu pada tulang dapat menyebabkan
patah tulang: contohnya osteoporosis, tumor tulang (tumor yang menyerap kalsium
tulang)
13
3. Mekanisme Cedera
Pada cedera tulang belakang mekanisme cedera yang mungkin adalah :
14
Fragmen tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis spinalis dan
inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya; kerusakan neurologik sering
terjadi.
d. Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi
danrotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya,
kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau
bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme
iniadalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas,
denganatau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi
bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan
neurologik.
e. Translasi Horizontal Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas
atau bawah dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat
tidak stabil dan sering terjadi kerusakan syaraf.
4. Cedera Torakolumbal
Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta
kecelakaan lalulintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra
tipe kompresi. Pada kecelakaan lalulintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar
sering didapatkan berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi,maupun
ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah fraktur dislokasi.
Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu :
a. Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla
spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan
normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak
terganggu, fraktur kompresi adalah contoh cedera stabil.
b. Cedera tidak stabil : cedera yang dapat bergeser dengan gerakannormal
karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis
disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligament posterior.
15
2.2.3. Patofisiologi Fraktur
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik
itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga
bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon,
karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
16
2.2.4. WOC Fraktur
Etiologi
Kehilangan integritas tulang Perubahan fragmen tulang Fraktur terbuka ujung tulang
kerusakan pada jaringan dan menembus otot dan kulit
pembuluh darah
Luka
Ketidakstabilan posisi fraktur,
Perdarahan lokal
apabila organ fraktur
digerakkan
Gangguan integritas
Hematoma pada daerah fraktur kulit
Fragmen tulang yang patah
menusuk organ sekitar
Kuman mudah masuk
Aliran darah ke daerah distal
Gangguan rasa berkurang atau terhambat
nyaman nyeri Resiko tinggi infeksi
(warna jaringan pucat, nadi
lemas, cianosis, kesemutan)
Sindroma kompartemen
keterbatasan aktifitas
Kerusakan neuromuskuler
Defisit perawatan diri
Gangguan fungsi organ distal
17
2.2.5. Manifestasi Klinis Fraktur
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
19
klien juga perlu mempraktikan bagaimana cara bangun dari tempat tidur dan pindah
ke kursi.
b. Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran cairan,
mengawasi aktivitas pernapasan, seperti napas dalam dan batuk, memberikan
pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri, dan mengobservasi balutan luka
terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan sebelum reduksi fraktur,
akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan gerakan. Tungkai
klien tetap diangkat untuk menghindari edema. Bantal pasir dapat sangat membantu
untuk mempertahankan agar tungkai tidak mengalami rotasi eksterna. Untuk
menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika dapat menggunakan
transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS). Untuk mencegah dislokasi
prosthesis, perawat harus senantiasa menggunakan 3 bantal diantara tungkai klien
ketika mengganti posisi, pertahankan bidai abductor tungkai pada klien kecuali pada
saat mandi, hindari mengganti posisi klien ke sisi yang mengalami fraktur. Menahan
benda/beban yang berat pada ekstremitas yang terkena fraktur tidak dapat diizinkan
kecuali telah mendapatkan hasil dari bagian radiologi yang menyatakan adanya
tanda-tanda penyembuhan yang adekuat, umumnya pada waktu 3 sampai 5 bulan.
2.2.7. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
20
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur
yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan
karena aliran darah yang kurang
21
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
22
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
23
2.3. Osteomyelitis
2.3.1. Definisi Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). (Reeves,
2001:257).Osteomyelitis adalah infeksi substansi tulang oleh bakteri piogenik
(Overdoff, 2002:571).
Ada dua macam infeksi tulang menurut Robbins dan Kumar (1995:463-464)
yaitu :
24
2. Osteomyelitis tuberkulosis
a) Osteomyelitis akut terjadi jika proses inflamasi akut menyebar ke ruang medula
sehingga tidak ada waktu untuk tubuh bereaksi terhadap timbulnya infiltrat
inflamasi.
b) Osteomyelitis Subakut terjadi dalam minggu pertama sampai beberapa bulan,
dimana kondisi inflamasi lokal terlihat ringan dan tidak terdapat gejala sistemik
yang jelas.
c) Osteomyelitis kronis timbul jika terdapat respon pertahanan tubuh sehingga
menghasilkan jaringan granulasi yang akan menjadi jaringan parut padat sebagai
usaha pertahanan dan mengisolasi daerah infeksi. Daerah nekrotik yang
terisolasi berfungsi sebagai penampungan bakteri dimana sulit untuk antibiotik
mencapai daerah tersebut.
25
2.3.3. Patofisiologi Osteomyelitis
26
2.3.4. WOC Penyakit Osteomyelitis
27
2.3.5. Manifestasi Klinis
Gejala umum akut seperti demam, toksemia, dehidrasi, pada tempat tulang yang
terkena panas dan nyeri, berdenyut karena nanah yang tertekan kemudian terdapat
tanda-tanda abses dengan pembengkakan (Overdoff, 2002:572).
2.3.6. Penatalaksanaan
1) Langkah pertama dalam penatalaksanaan osteomielitis adalah
mendiagnosa kondisi pasien dengan benar. Diagnosis dibuat berdasarkan
pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan jaringan.
2) Penentuan waktu untuk melakukan tindakan bedah sangatlah penting.
3) Terdapat metode perawatan lainnya dengan memasukkan antibiotik dosis
tinggi pada area yang melemah dengan menggunakan antibiotic
impregnated beads atau dengan sistem wound irrigation.
4) Penatalaksanaan osteomyelitis menyangkut eliminasi sumber
infeksi,melakukan sequestrektomi, debridement, dekortikasi, dan jika lesi
ekstensif dilakukan reseksi dan rekonstruksi.
5) Mengevaluasi dan memperbaiki sistem daya tahan tubuh dengan
meningkatkan asupan gizi ataupun suplemen dan multivitamin.
1. Imobilisasi area yang sakit : lakukan rendam salin noral hangat selama 20
menit beberapa kali sehari.
28
2.3.7. Komplikasi
a. Dini :
b. Lanjut :
29
b) Ultrasound, ada beberapa penelitian menunjukkan ultrasonografi resolusi
tinggi dapat digunakan untuk mendiagnosis osteomyelitis kronis karena
dapat mendeteksi reaksi periosteal, reaksi pembentukan tulang baru dan
perubahan jaringan lunak sepanjang tulang.
c) nuclear imaging
d) CT scan, sangat sesuai dalam mendeteksi adanya sequestra, hancurnya
kortikal, abses jaringan lunak dan adanya sinus pada osteomyelitis kronis.
Sklerosis, demineralisasi dan reaksi periosteal juga dapat terlihat pada
modalitas ini. CT scan membantu dalam mengevaluasi keperluan untuk
tindakan operatif dan memberikan informasi penting mengenai luasnya
penyakit.
e) Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna dalam mendeteksi
infeksi musculoskeletal, dimana setiap batasannya menjadi terlihat.
Resolusi spasial yang ditawarkan oleh MRI sangat berguna dalam
membedakan infeksi dari dari tulang dan jaringan lunak, dimana hal ini
merupakan permasalahan pada pencitraan radionuklir.
30
2.4. Osteoporosis
2.4.1. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan metabolisme
dimana tubuh tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat yang diperlukan
untuk proses pematangan tulang. Pada osteoporosis terjadi pengurangan
masa/jaringan tulang perunit volume tulang dibandingkan dengan keadaan normal.
Dengan bahasa awam dikatakan tulang menjadi lebih ringan dan lebih rapuh dari
biasanya, meskipun mungkin zat-zat dan mineral untuk pembentukan tulang didalam
darah masih dalam batas nilai normal. Proses pengurangan ini terjadi di seluruh tulang
dan berkelanjutan sepanjang kehidupan.
1. Tipe I (Post Menopausal) Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (usia 53-75
tahun). Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’fracture, dan
berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada
tempat tersebut, dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi
estrogen.
2. Tipe II (Senile) Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh
fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang
kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.
31
obatan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktor-faktor yang
berisiko terkena osteoporosis, antara lain:
a) Riwayat Keluarga
Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga menderita
osteoporosis. Faktor genetik ini terutama berpengaruh pada ukuran dan
densitas tulang. Wanita yang mempunyai ibu pernah mengalami patah
tulang panggul, dalam usia tua akan dua kali lebih mudah terkena patah
tulang yang sama. Disamping itu keluarga juga berpengaruh dalam hal
kebiasaan makan dan aktifitas fisik.
b) Jenis Kelamin
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan
pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak
usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat
terjadi pada usia 45 tahun. Pada wanita postmenopause kerapuhan tulang
terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pembentukkan tulang.
c) Usia
Kehilangan masa tulang meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Semakin bertambah usia, semakin besar risiko mengalami osteoporosis
karena tulang menjadi berkurang kekuatan dan kepadatannya.
Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia antara 30 sampai 35
tahun. Patah tulang meningkat pada wanita usia >45 tahun, sedangkan pada
laki-laki patah tulang baru meningkat pada usia >75 tahun. Penyusutan
massa tulang sampai 3-6% pertahun terjadi pada 5-10 tahun pertama
pascamenopause. Pada usia lanjut penyusutan terjadi sebanyak 1% per
tahun. Namun, pada wanita yang memiliki faktor risiko penyusutan dapat
terjadi hingga 3% per tahun[14,15]. Selain itu, pada usia lanjut juga terjadi
penurunan kadar 1,25 (OH)2D yang disebabkan oleh kurangnya masukan
vitamin D dalam diet, gangguan absorpsi vitamin D, dan berkurangnya
vitamin D dalam kulit.
d) Aktifitas Fisik
Kurang kegiatan fisik menyebabkan sekresi Ca yang tinggi dan
pembentukan tulang tidak maksimum. Namun aktifitas fisik yang terlalu
32
berat pada usia menjelang menopause justru dapat menyebabkan penyusutan
tulang. Kurang berolahraga juga dapat menghambat proses pembentukan
tulang sehingga kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak
bergerak dan olah raga, maka otot akan memacu tulang untuk membentuk
massa.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa akivitas fisik seperti
berjalan kaki pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan
menurunkan demineralisasi tulang karena pertambahan umur.
e) Status Gizi
Zat gizi dan gaya hidup juga mempengaruhi kondisi tulang, meskipun
hal ini mungkin lebih berhubungan dengan variabel luar seperti zat gizi dan
aktifitas fisik yang tidak teratur. Perawakan kurus cenderung memiliki bobot
tubuh cenderung ringan merupakan faktor risiko terjadinya kepadatan tulang
yang rendah. Hubungan positif terjadi bila berat badan meningkat dan
kepadatan tulang juga meningkat.
f) Kebiasaan Konsumsi
Asupan Kalsium Kalsium (Ca), fosfor (P), dan magnesium (Mg)
merupakan komponen utama pembentuk tulang. Sebagai mineral terbanyak,
berat Ca yang terdapat pada kerangka tulang orang dewasa kurang lebih 1
kilogram. Penyimpanan mineral dalam tulang akan mencapai puncaknya
(Peak Bone Mass atau PBM) sekitar umur 20-30 tahun. Pada priode PBM
ini jika massa tulang tercapai dengan kondisi maksimal akan dapat
menghindari terjadinya osteoporosis pada usia berikutnya. Pencapaian PBM
menjadi rendah jika individu kurang berolahraga, konsumsi Ca rendah,
merokok, dan minum alkohol.
Kalsium dan vitamin D dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang yang
kuat. Kalsium juga sangat penting untuk mengatur kerja jantung, otot, dan
fungsi saraf. Semakin bertambahnya usia, tubuh akan semakin berkurang
pula kemampuan menyerap kalsium dan zat gizi lain. Oleh karena itu, pria
dan wanita lanjut usia membutuhkan konsumsi kalsium yang lebih banyak.
Konsumsi Ca yang dianjurkan National Osteoporosis Foundation (NOF)
adalah 1000 mg untuk usia 19-50 th dan 1200mg untuk usia 50th keatas.
33
Sumber - sumber kalsium terdapat pada susu, keju, mentega, es krim,
yoghurt dan lain-lain.
g) Kebiasaan Merokok
Wanita yang mempunyai kebiasaan merokok sangat rentan terkena
osteoporosis karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan
tulang dan juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh
berkurang sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses
pembentukan tulang.
34
adalah kolagen tipe 1 (90%), sedangkan komponen anorganik terutama terdiri atas
kalsium dan fosfat, disamping magnesium, sitrat khlorida dan karbonat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut, tulang akan mengalami
perubahan selama kehidupan melalui tiga fase: fase pertumbuhan, fase konsolidasi,
dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebnyak 90% dari massa tulang dan akan
berakhir pada saat epifisi tertutup. Sedangkan pada fase konsolidasi yang terjadi pada
usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak (peak
bone mass)pada pertengahan umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada
fase involusi massa tulang berkurang (bone loss) sebanyak 35-50 tahun.
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya massa
puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak
tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetik, sedangkan faktor yang
menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain
seperti obat-obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa
puncak tulang yang rendah disertai dengan penurunan massa tulang menyebabkan
densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadi fraktur.
Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan.
Penyebabnya adalah akibat adanya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang
kehidupan. Satu dari dua wanita akan mengalami osteopororsis, sedangkan pada laki-
laki hanya 1 kasus osteoporosis dari lebih 50 orang laik-laki. Dengan demikian
insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini
diduga berhubungan dengan adanya fase menopause dan proses kehilangan pada
wanita lebih banyak.
Percepatan pertumbuhan tulang yang mencapai massa puncak tulang pada
usia berkisar 20-30 tahun, kemudian terjadi perlambatan formasi tulang dan dimulai
resorpsi tulang yang lenih dominan. Keadaan ini bertahan sampai seorang wanita
apabila mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang, sehungga
keadaan ini tulang menjadi sangat rapuh dan mudah terjadi fraktur.
Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan
lebih dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilangan massa tulang
menjadi cepat pada beberapa tahun pertama setelah menoause dan akan menetap pada
beberapa tahun kemudian pada masa postmenopause. Proses ini akan berlangsung
35
pada akhirnya secara perlahan tapi pasti akan terjadi osteoporosis. Percepatan
osteoporosis tergantung dari hasil pembentukan tulang sampai tercapainya massa
tulang puncak.
Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa
muda. Selama ini tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjadi solid. Pada usia rata-
rata 25 tahun tulang mencapai pembentukan massa tulang puncak. Walaupun
demikian massa puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada
umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding wanita. Massa puncak tulang ini
sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya
fraktur. Faktor-faktor yang menentukan tidak tercapainya massa tulang puncak
sampai saat ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat beberapa
faktor yang berperan, yaitu genetik, asupan kalsium, aktifitas fisik, dan hormon seks.
Untuk memelihara dan mempertahankan massa puncak tulang adalah dengan diet,
aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, kelebihan konsumsi alkohol, dan beberapa
obat (permana, 2009).
36
2.4.4. WOC Penyakit Osteoporosis
37
2.4.3 Manifestasi Klinis
1. Patah tulang
2. Punggung yang semakin membungkuk
3. Penurunan tinggi badan
4. Postur tubuh kelihatan memendek akibat dari deformitas vertebra
thorakalis
5. Nyeri punggung
6. Nyeri tulang akut
7. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
8. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan
aktivitas
9. Deformitas tulang
10. Gambaran klinis sebelum patah tulang,klien (terutama wanita tua)
biasanya datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah
menopause sedangkan gambran klinis setelah terjadi patah tulang, klien
biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri
punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan
tangan setelah jatuh.
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita
osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan
gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang
menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyari tulang
dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama terpengaruhi osteoporosis adalah
radius distal, kaput vertebra terutama mengenai T8-L4, dan kollum femoris.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang
belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cidera
ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari
punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika
disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika
beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang
38
abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan terjadinya
ketegangan otot dan rasa sakit.
Pada bagian paha, yang biasanya patah adala bagian leher femur dan
trochanterica, dimana usia penderita pada leher femur rata-rata adalah 75 tahun.
Penderita patah tulang trochanterica umunya berusia lima tahun lebih tua dari
penderita patah leher femur. Di negara maju, masalah pangkal paha sudah menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Patah tulang pankal paha pada penderita osteoporosis
merupakan salah satu komplikasi yang serius. Penderita penyakit ini mempunyai
risiko 50% tidak bisa melakukan aktivitas seumur hidup, 25% memerlukan perawatan
jangka panjang, dan kematian dalam tahun pertama setelah patah tulang sebesar 20%
(Faisal Yatim, 2000:3).
Pada tulang lengan bawah terjadi pada bagian distal radius (ujung tulang, tepat
sebelum sendi pergelangan tangan) yang biasa disebut Colles fractures. Resiko wanita
mengalami Colles fractures adalah kira-kira 15%, biasanya terjadi seteral menopause
tetapi ada juga yang terjadi pada pra-menopause (Prasetyo,tt).
2.4.5. Penatalaksanaan
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang
hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat
melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim
39
atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus,
salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium
yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).
Pada menopause, terapi pergantian hormone (HRT=hormone replacemenet
therapy) dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat
kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
Wanita yang telah mengalami pengangkatan ovarium atau telah menjalani menopause
prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia yang cukup muda;penggantian
hormon perlu dipikirkan pada pasien ini estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi
tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon dalam jangka panjang masih
dievaluasi. Estrogen tidak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan
pasti. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit pengingkatan insidensi
kanker payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien harus diperiksa
payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya termasuk masukan papanicolaou
dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan
kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intra muscular. Efek
samping ( mis gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin) biasanya ringan
dan kadang-kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki aktifitas osteoblastik dan
pembentukan tulang ; namun,kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian.
Natrium etidronat, yang menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, sedang dalam
penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai terapi osteoporosis.
2.4.6. Komplikasi
Komplikasi osteoporosis yang mungkin meliputi:
1. Fraktur spontan ketika tulang kehilangan densitasnya dan menjadi rapuh
serta lemah
2. Syok, perdarahan, atau emboli lemak (komplikasi fraktur yang fatal)
40
keduanya sering disamakan. Hal ini disebabkan karena osteoporosis disebut dengan
silent disease, yang tidak menunjukkan manifestasi klinis berarti sampai munculnya
fraktur. Gejala awal dari osteoporosis yang dapat dilihat antara lain rasa sakit
punggung yang berat, tinggi badan merkurang dan terjadi kelainan bentuk tulang
belakang seperti kifosis.
Berbagai fraktur yang terjadi akibat komplikasi dari osteoporosis antara lain:
41
sehingga dapat digunakan untuk proses perbaikan tulang. Sedangkan N-Mid
Osteocalcin adalah fraksi protein yang dibentuk oleh Osteoblas dan mengatur
dalam proses pembentukan tulang.
42
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
43
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut keterangan dari keluarga klien dan dari klien, tidak ada dari
anggota keluarganya yang pernah di rawat di rumah sakit dan tidak ada dari
keluarganya yang menderita penyakit menular.
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum :
- Kesadaran : Compos mentis
- Keadaan umum : Baik
- TB : 170 cm
- BB : 55 kg
2) Tanda Tanda Vital :
- TD : 110/80 mmHg
- RR :22x/menit
- N : 84x/menit
- S : 36 o C
3) Head to Toe
a. Kepala
- Bentuk kepala : Bentuk simetris, rambut hitam dan banyak uban,
tidak ada ketombe, tidak nyeri tekan
- Mata : Bentuk simetris, bulat dan kecil, konjungtiva merah
muda, selera putih, reaksi pupil simetris
- Telinga : Bentuk normal dan simetris, tidak dijumpai
peradangan dan perdarahan serta fungsi pendengaran baik
- Hidung : Bentuk simetris, tidak dijumpai peradangan,
polip/sumbatan tidak ada, fungsi penciuman baik
- Mulut : Mukosa lembab, sariawan tidak ada, reflex menelan
dan mengunyah baik dan tidak ada pembesaran tonsil.
- Leher : Bentuk simetris, tidak terdapat kelainan dan
pembengkakan serta semua dalam keadaan normal
b. Thorax
- Dada : Bentuk simetris, mamae simetris
- Paru-paru : Pernafasan 22x/menit
44
- Bunyi nafas normal dan irama penafasan normal
- Jantung : Bunyi jantung teratur tidak ada S3 dan S4
c. Abdomen
Bentuk datar, tidak adanya benjolan dan tidak adanya nyeri tekan
d. Genetalia
Tidak dilakukan pengkajian
e. Ekstermitas atas
Bentuk tidak simetris, terjadi pemendekan tangan kanan, semsasi halus
ada, sensasi tajam ada gerakan rom terjadi gangguan, reflex bisep ada, dan
terdapat pembengkakan di tangan kanan. Terdapat luka robek di atas patah
panjang 5 cm, kedalaman sedalam tulang.
Ekstermitas bawah
Bentuk simetris, sensasi halus ada, pergerakan normal, reflek patella
(+), tidak ada pembengkakan
Skala nyeri : 7
ROM : 2 5
5 5
f. Kulit
Kulit normal sedikit keriput, tugor baik, adanya edema lesi. Terdapat
luka robek di atas patah panjang 5 cm, kedalaman sedalam tulang, warna
sekitar luka sedikit kemerahan.
4. Kebutuhan Dasar
1) Pola aktifitas dan istirahat
Sebelum Selama MRS
MRS
Tidur siang Tidak Tidur (selama 3
pernah jam)
45
tengah
mlam
aktivitas Kerja Cepat lelah dan
selama 8 terasa kaku,
jam pergerakan
terbatas
2) Personal Hygiene
Dalam personal hygiene klien mengalami perubahan selama MRS
klien tidak bisa mandi, sikat gigi, penampilan umum kusam
3) Pola Nutrisi
Nafsu makan sedikit menurun, setiap makan yang disediakan oleh RS
selalu tidak di habiskan. Jumlah frekuensi makan 3x sehari. Makanan
tambahan yang disediakan RS tidak pernah dimakan. Klien tidak pernah
minum susu, hanya mengkonsumsi minuman air putih 2-3 liter sehari
4) Eliminasi
Sebelum MRS Selama MRS
ba Normal normal
5) Seksualitas
Sebelum MRS Selama MRS
46
6) Psikososial
Hubungan dengan keluarga baik, suka berinteraksi dengan lngkungan
sekitar, sering mengikuti acara di tempat tinggalnya
7) Spiritual
Kegiatan daam menjalankan ibadah berurang, menjalankan shalat
terlambat, tidak suka memaca buku, tidak dapat menjalankan kegiatan
keagamaan berupa pengajian
5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratoriun : sudah dilakukan pengamblan, dan hasil masih dalam proses
X Ray : pen fraktur colles dextra 1/3 medial, derajat II
6. Terapi
- Bed rest
- Infus RL : D5=2:3
- Inj. Cefataxim 2 x 1 gr
- Inj. Pronalgin 3 x 1 amp
- Repoisisi fraktur
- Debridement
- Bidai
- Rencana operasi
B. Analisis Data
DO :
Diskontinuitas tulang
- Adanya luka dan
patah tulang pada
tangan kanan
- Wajah meringis
ksakitan
47
- Sala nyeri = 7 Pergeseran fragmen
- Menunjukkan tempat tulang
yag sakit
- TTV :
TD : 110/80 mmHg
S : 36 C Nyeri akut
N : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
DO :
Ketidakadekuatan
- Luka terbuka pada pertahanan primer
tangan kanan
- Panjang luka lebih
kurang 5 cm
- Kedalaman luka Resti infeksi
sedalam tulang
- Bengkak pada tangan
yang luka
- Kulit kemerahan di
sekitar luka kerusakan
kulit infeksi
3. DS : Klien mengatakan Fraktur Gangguan
“saya tidak bisa mobilitas fisik
menggunakan tangan
kanan untuk melakukan
aktivitas” Hambatan mobiitas fisik
DO :
48
- Keterbatasan rentang
gerak
- Pemakaian bidai
- ROM
2 5
5 5
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak
2. Resiko tinggi infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, cidera jaringan lunak)
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilitas)
D. Intrvensi Keperawatan
beradaptasi dalam
49
beraktivitas, tidur, mengenai
istirahat dengan ketidaknyamanan
tepat - Identifikasi
- Menunjukkan kemungkinan
penggunaan penyebab perubahan
keterampilan tanda-tanda vital
relaksasi dan - Periksa secara berkala
aktivitas keakuratan instrumen
terapeutik sesuai yang digunakan untuk
indikasi untuk perolehan data pasien.
situasi individual
- Skala nyeri = 0
Tindakan Terapeutik
- Lakukan tindakan
untuk meningkatkan
kenyamanan (masase,
perubahan posisi)
- Ajarkan penggunaan
teknik manajemen
nyeri (latihan napas
dalam, imajinasi
visual, aktivita
dipersional)
- Lakukan kompres
dingin selama fase
akut (24-48 jam
pertama) sesuai
keperluan
Edukasi
- Sarankan pasien
untuk berlatih teknik
50
distraksi/pengalihan
sebelum waktu yang
dibutuhkan, jika
memungkinkan
- Ajarkan pasien cara
terlibat di dalam
pengalihan (misalnya,
menganjurkan kata
netral, penggunaan
peralatan maupun
bahan) sebelum saat
hal tersebut
dibutuhkan, jika
memungkinkan
- Dorong partisipasi
keluarga dan orang
terdekat lainnya, serta
berikan pengajaran
yang diperlukan
Tindakan Kolaborasi
- Kolaborasi medis
dengan pemberian
analgetik
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
klien
- Berikan analgesik
sesuai waktu
51
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
- Berikan analgesik
tambahan dan/atau
pengobatan jika
diperlukan untuk
meningkatkan efek
pengurangan nyeri
2. Resiko tinggi Setelah dilakukan Tindakan Mandiri
infeksi b.d tindakan keperawatan
- Lakukan perawatan
ketidakadekuatan selama 2 x 24 jam
pen steril dan
pertahanan primer Klien mencapai
perawatan luka sesuai
(kerusakan kulit, penyembuhan luka
protokol
cidera jaringan sesuai waktu, bebas
- Analisa hasil
lunak) drainase purulen atau
pemeriksaan
eritma dan demam
laboratorium (hitung
darah lengkap, LED,
Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang)
- Observasi TTV dan
tanda-tanda
peradangan lokal pada
luka
- Ganti peralatan
perawatan per pasien
sesuai protokol
institusi
- Monitor adanya tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
52
Tindakan Terapeutik
Edukasi
- Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan
dengan tepat
- Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala
infeksi dan kapan
harus melaporkannya
kepada penyedia
perawatan kesehatan
- Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana
menghindari infeksi
Tindakan Kolaborasi
- Kolaborasi medis
dengan pemberian
53
antibiotik dan toksoid
tetanus sesuai indikasi
- Berikan agen
imunisasi dengan
tepat
3. Gangguan Setelah dilakukan Tindakan Mandiri
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan
- monitor kondisi kulit
kerusakan rangka selama 2 x 24 jam
pasien
neuromuskuler, Klien dapat
- monitor komplikasi
nyeri, terapi meningkatkan/
tirah baring (misalnya,
restriktif mempertahankan
kehilangan tonus otot,
(imobilitas) mobilitas pada tingkat
nyeri punggung,
paling tinggi
konstipasi,
Dengan Kriteria hasil : peningkatan stres,
posisi fungsional
meningkatkan Tindakan terapeutik
kekuatan/fungsi
- Bantu latihan rentang
yang sakit dan
gerak pasif aktif pada
mengkompensasi
ekstremitas yang sakit
bagian tubuh
maupun yang sehat
- menunjukkan
sesuai keadaan klien
teknik yang
- Berikan papan
memampukan
penyangga kaki,
melakukan
gulungan trokanter/
aktivitas
tangan sesuai indikasi
- Bantu dan dorong
perawatan diri
(kebersihan/
54
eliminasi) sesuai
keadaan klien
- Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan
program imobilisasi
- Ubah posisi secara
periodik sesuai
keadaan klien
- Dorong/ pertahankan
asupan cairan 2000-
3000 ml/hari
Edukasi
- Ajarkan latihan di
tempat tidur, dengan
cara yang tepat
- Edukasi klien
/keluarga tentang
frekuensi dan jumlah
pengulangan dari
setiap latihan
Tindakan Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
fisioterapis dalam
mengembangkan
peningkatan mekanika
tubuh, sesuai indikasi
55
3.2 Asuhan Keperawatan Pada Klien Osteomyelitis
Kasus Osteomielitis
Seorang lelaki, Doni (27 tahun), diduga menderita infeksi bakteri patogenik
dengn keluhan pyrexia, rubor, dolor, dan sinus di tungkai bawah. 2 tahun yang lalu,
ada kecelakaan dengan fraktur terbuka pada tungkai bawah lalu dibawa ke dukun
tulang. Pada plain foto didapatkan penebalan periosteum, bone resorption, sclerosis
sekitar tulang, involucrum.
A. Pengkajian
1. Identitas klien
- Nama : Doni
- Umur : 27 tahun
- Jenis kelamin : laki-laki
2. Riwayat Penyakit
- Riwayat penyakit sekarang : pasien didiagnosa osteomyelitis, mengeluh
nyeri tungkai bawah yang mengakami fraktur, terasa senut-senut, panas
- Riwayat penyakit dahulu : 2 tahun lalu kecelakaan dengan fraktur terbuka
pada tungkai bawah
- Riwayat penyakit keluarga: -
3. Pemeriksaan Fisik
- Skeletal : menunjukkan adanya patah tulang
- Palpasi sendi sambil digerakkan secara pasif memberikan informasi
mengenai integritas sendi
- Pemeriksaan cara berjalan : gerakan berjalan tidak teratur
56
B. Analisis Data
No Data Masalah
Etiologi
Keperawatan
Pasien mengatakan
- Nyeri terasa
apabila dipegang
Fraktur terbuka
atau diraba
- Nyeri terasa panas,
senut-senut
- Nyeri terasa pada
Terputusnya
bagian tungkai
kontinuitas jaringan
bawah yang
mengalami fraktur
- Skala nyeri pasien
7
Merangsang saraf
- Nyeri sifatnya
mielini
sering dan terus
menerus
DO: nyeri
- Wajah pasien
tampak meringis,
menahan sakit
- Suhu tubuh pasien
390C
- Terdapat bekas
fraktur pada
tungkai bawah, scar
57
tissue, sinua
dengan discharge,
seropurulen dan
ekskoriasi
2. DS: Abses tulang Hambatan mobilitas
fisik
- Pasien mengatakan
nyeri, tidak nyaman
pada tungkai
Nekrosis tulang
bawah
pembentukan
squestrum
DO:
- Terdapat penebalan
periosteum, bone
resorption, Perubahan bentuk
sclerosis sekitar
tulang
- Terdapat scar tissue
Fungsi tulang
menurun
Hambatan mobilitas
fisik
- Pasien mengeluh
badannya panas
Metafisis tulang
DO:
58
- Terdapat rubor
- Frekuensi napas
meningkat:
Thrombosis
22x/menit
Nekrosis avaskuler
Peradangan
Hipertermia
59
C. Rencana Keperawatan
60
pengalaman nyeri
yang dan sampaikan
penerimaan pasien
terhadao nyeri
- Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lainnya ,
mengenai efektifitas
tindakan penontrolan
nyeri yang pernah
digunakan
sebelumnya
- Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan,
dan antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur
- Ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri
Peningkatan koping
61
terhadap perubahan-
perubahan dalam citra
tubuh, sesuai dengan
indikasi
- Gunakan pendekatan
yang tenang dan
memberikan jaminan
- Berikan suasana
penerimaan
Edukasi :
Pengalihan
- Sarankan pasien
untuk berlatih teknik
distraksi/pengalihan
sebelum waktu yang
dibutuhkan, jika
memungkinkan
- Ajarkan pasien cara
terlibat di dalam
pengalihan (misalnya,
menganjurkan kata
netral, penggunaan
peralatan maupun
bahan) seblum saat
hal tersebut
dibutuhkan, jika
memungkinkan
- Dorong partisipasi
keluarga dan orang
terdekat lainnya, serta
62
berikan pengajaran
yang diperlukan
Tindakan kolaborasi
Pemberian analgesik
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
pasien
- Pilih analgesik atau
kombinasi analgesik
yang sesuai ketika
lebih dari satu
diberikan
- Tentukan analgesik
sebelumnya, rute
pemberian, dan dosis
untuk mencapai hasil
pengurangan nyeri
yang optimal
- Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain yang
dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
- Berikan analgesik
sesuai waktu
63
paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
- Berikan analgesik
tambahan dan/atau
pengobatan jika
diperlukan untuk
meningkatkan efek
pengurangan nyeri
64
Edukasi:
- Edukasi pasien
tentang pentingnya
postur [tubuh] yang
benar untuk
mencegah kelelahan,
ketegangan atau injuri
- Berikan informasi
tentang kemungkinan
posisi penyebab nyeri
otot atau sendi
Tindakan kolaborasi
- Kolaborasi dengan
fisioterapis dalam
mengembangkan
peningkatan
mekanika tubuh,
sesuai indikasi
65
Termoregulasi cairan yang tak
dirasakan
- Tidak merasa
merinding saat suhu
dingin skala 5 Tindakan terapeutik:
- Tidak ada - Tutup pasien dengan
peningkatan suhu selimut atau pakaian
kulit skala 5 ringan, tergantung
- Tidak ada sakit pada fase demam
kepala skala 5 (yaitu memberikan
- Tidak ada selimut hangat untuk
perubahan warna fase dingin,
kulit skala 5 menyediakan pakaian
atau linen tempat
tidur ringan untuk
demamdan fase
bergejolak)
- Dorong konsumsi
cairan
- Fasilitasi istirahat,
terapkan pembatasan
aktivitas, jika
diperlukan
- Mandikan pasien
dengan spons hangat
dengan hati-hati
(yaitu: berikan untuk
pasien dengan suhu
yang sangat tinggi,
tidak memberikannya
pada fase dingin dan
66
hindari agar pasien
tidak menggigil)
- Tingkatkan sirkulasi
udara
- Lembabkan bibir dan
mukosa hidung yang
kering .
Tindakan edukasi :
Tindakan kolaborasi :
Peresepan obat:
- Resepkan obat-obatan
sesuai dengan otoritas
peresepan obat atau
sesuai protocol
- Konsultasikan dengan
dokter atau petugas
farmasi sesuai
kebutuhan
67
- Konsultasikan pada
reerence pemberian
obat untuk dokter dan
referensi lainnya
68
- Mengetahui tanda dapat mencari
dan gejala penyakit bantuan tanpa merasa
kronis skala 5 malu atau merasa
- Mengetahui strategi dicela
mengelola nyeri - Gunakan komunikasi
skala 4 yang sesuai dan jelas
- Gunakan bahasa
sederhana
Tindakan edukasi:
- Berikan informasi
penting secara tertulis
maupun lisan pada
pasien sesuai dengan
bahasa utamanya
- Berikan pendidikan
kesehatan satu per
datu atau konseling
jika memungkinkan
- Informasikan pasien
cara mengakses
layanan emergensi
melalui telpon dan
layanan
Tindakan kolaborasi:
Panduan sistem
pelayanan kesehatan
- Koordinasikan
rujukan ke penyedia
layanan kesehatan
69
yang relevan, dengan
tepat
TD : 110/70mmHg S : 36.5°C
N : 76x/i RR : 20x/i
70
Sedangkan hasil dari pengkajian nyeri yaitu :
Q : Tumpul
R : Punggung
S:7
T : Hilang timbul
71
d. Telinga
Inspeksi : Daun telinga : Simetris, tidak ada massa
72
Perkusi : Batas paru kanan : Normal
i. Kardiovaskuler
Inspeksi : Iictus cordis : tidak ada kelainan
j. Abdomen
Inspeksi : Kuadran regio :-
Umbilikus : ada
Distensi : tidak mengalami distensi
k. Pola nutrisi
1. Berat badan : 45kg tinggi badan :150 cm sakit: bb 42 kg
2. Frekuensi makan : 3 kali sehari setelah sakit : 3 kali sehari
Toileting
Berpakaian
73
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi/ROM
B. Analisa Data
Nama Klien : Tn.I No. Register : .....
74
• Klien mengatakan
tidak bisa bergerak
dan beraktivitas
- Gg. Fungsi
• Klien mengatakan
ekstrimitas atas
tidak bisa beranjak
dan bawah
dari tempat tidur
- Pergerakan
Do :
fragmen tulang
• Klien tampak lemah - Spasme otot
• Klien tampak
terbaring di tempat
tidur Hambatan
mobilitas fisik
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d fragmen tulang dan spasme otot
2. Hambatan mobilitas fisik b.d disfungsi sekunder skeletal
D. Rencana Keperawatan
No. Dx. Keperawatan NOC NIC
75
mengurangi nyeri, setelah beraktivitas
mencari bantuan) dengan tepat
Melaporkan bahwa - Periksa secara
nyeri berkurang berkala keakuratan
dengan menggunakan instrumen yang
manajemen nyeri digunakan untuk
Mampu mengenali perolehan data pasien
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
Tindakan terapeutik
dan tanda nyeri)
Manajemen nyeri
- Lakukan pengakajian
nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri dan
faktor pencetus
- Gunakan strategi
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
yang dan sampaikan
penerimaan pasien
terhadao nyeri
- Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lainnya ,
mengenai efektifitas
76
tindakan penontrolan
nyeri yang pernah
digunakan
sebelumnya
Edukasi:
Terapi Latihan:
Kontrol otot
Tindakan Kolaborasi:
Pemberian Analgesik
- Cek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis, dan
frekuensi obat
77
analgesik yang
diresepkan
- Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,
dosis, rute pemberian,
atau perubahann
interval dibutuhkan,
buat rekomendasi
khusus berdasarkan
prinsip analgesik
2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Tindakan Mandiri
fisik b.d kerusakan keperawatan selama 2x24 Observasi:
integritas struktur jam, diharapkan hambatan Monitor Ekstremitas
tulang, kekakuan sendi mobilitas pada klien dapat Bawah
berkurang dengan kriteria - Monitor
hasil sebagi berikut: kekuatan otot
pada
Cara berjalan skala 5
pergelangan kaki
(tidak terganggu)
dan tumit kaki
Kemampuan bergerak
- Monitor cara
klien tidak terganggu
berjalan dan
Ekspresi nyeri wajah
distribusi berat
skala 5 (tidak ada)
pada kaki
Tindakan terapeutik
Manajemen energi
- Perbaiki defisit
status fisiologis
- Pilih intervensi
untuk
mengurangi
78
kelelahan baik
secara
farmakologis
maupun non
farmakologis,
dengan tepat
Edukasi:
Terapi latihan:
Ambulasi
- Instruksikan pasien
mengenai pentingnya
terapi latihan dalam
menjaga dan
meningkatkan
keseimbangan
Tindakan kolaborasi:
Manajemen
pengobatan
- Fasilitasi perubahan
pengobatan dengan
dokter
- Konsultasi dengan
profesional
perawatan kesehatan
lainnya untuk
meminimalkan
jumlah dan frekuensi
obat yang dibutuhkan
79
agar didapatkan efek
terapeutik
80
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot,
kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995). Otot
adalah sebuah jaringan yang terbentuk dari sekumpulan sel-sel yang berfungsi
sebagai alat gerak.Sendi merupakan perhubungan antartulang sehingga tulang dapat
digerakkan. Hubungan dua tulang disebut persendian (artikulasi). Sedangkan rangka
adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang-tulang yang memungkinkan tubuh
mempertahankan bentuk, sikap dan posisi. Dengan adanya sistem muskuloskeletal
memungkinan untuk melakukan suatu pergerakan.
4.2 Saran
Untuk semua mahasiswa keperawatan disarankan agar belajar lebih memahami
dan mendalami lagi materi tentang sistem muskuloskeletal. Karena, lebih banyak
belajar kita lebih banyak tau lagi tentang struktur tubuh manusia atau penyusunan
tubuh manusia. Semoga isi makalah ini bermanfaat untuk bisa di terapkan pada saat
praktik di lapangan.
81
DAFTAR PUSTAKA
Gibson, John. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2003.
82
Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore : El
Sevier.
83