Anda di halaman 1dari 15

Pengawetan Kayu

Abstrak

Kayu merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui dan merupakan bahan mentah
yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Dalam keseharian
tindakan pengawetan kayu hanya dimaksudkan agar kayu dapat bertahan lebih lama dalam
pemakaian karena tidak lagi diserang oleh organisme-organisme perusak kayu. Keawetan kayu
berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai
lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam factor perusak kayu.
Dengan kata lain: keawetan kayu ialah daya tahan suatu jenis kayu terhadap factor-faktor
perusak yang datang dari luar tubuh kayu itu sendiri. Tujuan utama pengawetan kayu adalah
memperpanjang umur pemakaian bahan,sehingga dapat mengurangi biaya akhir dari produk itu
dan menghindari penggantian yang terlalu sering dalam konstruksi yang permanen maupun semi
permanen yang cocok mempunyai pengaruh lain yang nyata dalam bidang penggunaan kayu
,yaitu dimungkinkannya penggunaan banyak jenis kayu yang sebelumnya dianggap kurang baik
sama sekali atau terutama karena jenis kayu tersebut sacara alami yang kurang awet dan hanya
memberikan suatu umur pakai yang pendek apabila tidak diawetkan.

Pendahuluan
Kayu adalah bagian belakang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras karena
mengalami ignifikasi(pengayuan). Kayu mudah rusak dalam pemakaian karena empat hal,
pertama karena gaya-gaya mekanik atau beban yang melampaui kekuatan kayu, kedua karena
serangan organisme perusak seperti jamur, rayap dan sebagainya, ketiga karena api dan keempat
karena cuaca yaitu hujan, panas dan angin. Tindakan pengawetan kayu hanya dimaksudkan agar
kayu dapat bertahan lebih lama dalam pemakaian karena tidak lagi diserang oleh organisme-
organisme perusak kayu. Pengawetan kayu tidak mengatasi problema kerusakan kayu karena
gaya mekanik, karena api ataupun karena cuaca.
Pengawetan kayu selanjutnya merupakan tindakan atau perlakuan terhadap kayu dengan
menggunakan bahan-bahan kimia untuk mencegah organisme perusak menyerang kavu. Dengan
demikian kayu yang telah diawetkan menjadi lebih tahan lama pada konstuksi bangunan.

Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari pengawetan kayu?
2. Penyebab kerusakan kayu?
3. Apa bahan untuk pengawetan kayu?
4. Apasajakah metode pengawetan kayu?
5. Apa kelebihan dan kekurangan metode pengawetan kayu?
6. Bagaimana sifat dari kayu sesudah di awetan kayu?

Tujuan
1. Mengetahui definisi dari pengawetan kayu
2. Mengetahui penyebab kerusakan kayu
3. Mengetahui bahan untuk pengawetan kayu
4. Mengetahui apasajakah metode pengawetan kayu
5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode pengawetan kayu
6. Mengetahui sifat dari kayu sesudah di awetkan
Pembahasan

1. Definisi pengawetan kayu


Pengawetan adalah suatu proses memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu dengan tujuan
untuk memperpanjang masa pakai kayu. Kayu yang harus diawetkan untuk bangunan rumah dan
gedung adalah kayu yang mempunyai keawetan alami rendah (kelas awet III, IV, V dan kayu
gubal kelas I dan II), dan semua kayu yang tidak jelas jenisnya. Bahan kayu yang akan
diawetkan harus melalui proses vakum tekan, proses rendaman, permukaan kayu harus bersih
dan siap pakai.
(SK-SNI 03-3233-1998, tentang Tata Cara Pengawetan Kayu Untuk Bangunan Rumah dan
Gedung).

2. Penyebab kerusakan kayu


Sebagai komponen rumah, kayu dapat mengalami degradasi dan akhirnya menjadi rusak.
Kerusakan kayu bersumber dari dua hal, yaitu kerusakan oleh kondisi alam dan kerusakan kayu
yang di sebabkan oleh makhluk hidup.
Kondisi alam seperti panas dan lembab, serta terpaan sinar matahari yang secara terus-menerus
mengenai kayu akan merusak kayu itu. Kerusakan kayu yang disebabkan oleh makhluk hidup
anatara lain :
a. Jamur pelapuk
Jamur pelapuk akan menyerang kayu yang berada pada lingkungan yang lembab
dalam relative lama. Kayu yang dipasang sebagai komponen bangunan di sekitar kamar
mandi atau sumur, kayu yang terkena tempias air hujan atau kayu yang terendam air
akibat akan mudah sekali terserang oleh jamur pembusuk. Jenis-jenis jamur pelapuk ini
sangat beragam, seperti chaetomium globosum, mycelia sterilia, dan paecilomices
virioty.
b. Rayap tanah
Rayap tanah merusak kayu karena merusak saluran jalan yang tertutup dan
terowongan dalam kayu pada bangunan rumah. Bangunan rumah yang diserang bukan
hanya yang terletak di dekat sarangnya yang lembab melainkan juga yang berada di
tempat relative jauh dari sarang rayap. Di dalam serang inilah rayap tanah hidup dalam
koloni. Disamping membuat saluran , rayap ini bahkan sering memakan kayu kering yang
sehat.
Sarang tertutup ini, disebut liang kimbaran di buat menuju tempat lain yang
tersedia kayu sebagai bahan makananya. Saluran tertutup merupakan jalan untuk menuju
ketempat kayu berada. Selain itu salutan itu juga merupakan jalan untuk kembali dari
kayu yang diserang menuju sarangnya. Rayap tanah sering kembali ke sarang untuk
memulihkan kelembaban diri dari kekeringan yang mekanda. Kelembaban optimum bagi
rayap subteran ini berkisar antara 97.5%-100%. Dalam penelitian terbukti bahwa dalam
kondisi tidak tersedia makanan,rayap kayudapat bertahan hidup 11 jam pada kondisi
kering dengan kelembaban udara relatif 10% dalam kondisi lembab dengan tingkat
kelembaban udara relatif 100% rayap ini mampu hidup selam 86.5 jam tanpa persedian
makanan
c. Rayap kayu kering
Rayap kayu kering lebih tahan terhadap kondisi kering dengan kelembaban udara
relatif kurang dari 90%. Karena dapat hidup dalam kondisi kering inilah sehingga rayap
ini disebut rayat kayu kering. Penyerang rayap ini terhadap bukan tergantung pada kadar
air banyu, melainkan pada kondisi lingkungan hidup rayap. Bila kondisi lingkungan ini
memungkinkan untuk hidup berkembang baik, akan menyerang kayu. Terutama dimakan
adalah kayu lunak karena aktifitas makan pada rahangnya demikian, kayu yang keras
membuat rayap enggan memekannya.
d. Cacing laut
Cacing laut akan menyerang kayu yang terendam dalam airlaut dan air
payau.binatang kecil itu melobangi tiang pancang dan perahu yang terbuat dari kayu.

3. Macam – macam bahan pengawetan kayu


Bahan pengawet kayu untuk dapat digunakan dalam praktek mempunyai persyaratan
sebagai berikut:
1. beracun terhadap organisme perusak kayu
2. keefektivannya telah teruji baik di laboratorium maupun di lapangan
3. stabil (tidak mudah larut dan tidak mudah terurai) dalam jangka lama
4. aman dalam pemakaian (tidak mengganggu pernafasan karena baunya dan tidak
berbahaya bagi kulit manusia).
5. tidak korosif terhadap logam
6. mendapat izin dari Komisi Pestisida
Macam – macam bahan pengawetan kayu
1. Bahan Pengawet Larut Air
Bahan pengawet larut air yaitu bahan pengawet yang dalam penggunaannya
diperlukan air sebagai pelarutnya. Bahan pengawet ini terdiri atas 4 golongan: golongan
TCA (Tembaga-Chrom-Arsen) yaitu bahan pengawet yang mengandung tembaga,
chrom dan arsen, golongan TCB (Tembaga-Chrom-Boron), golongan TCF Tembaga-
Chrom-Fluor) dan golongan BFCA (Boron-Fluor-Chrom-Arsen) Dari keempat golongan
di atas hanya golongan TCA saja yang tahan terhadap pencucian, sedangkan lainnya
agak tahan terhadap pencucian
Bahan pengawet dengan pelarut air relatif lebih bersih dan kayunya dapat dicat
kembali dan tidak berbau. Umumnya bahan pengawet ini harus digunakan pada suhu
rendah, maksimum suhu 70° C karena tidak stabil pada suhu tinggi. Bahaya api juga
berkurang dibandingkan dengan bahan pengawet minyak atau dengan pelarut minyak.
Contoh bahan pengawet larut air(wolmanit,osmo,dithane).
2. Bahan Pengawet Minyak atau Larut Minyak
Bahan-bahan pengawet ini berupa minyak dan dalam penggunaanya diperlukan
pelarut berupa minyak bumi. Jenis-jenisnya sebagai berikut.
a. Kreosot ter batubara (Coal-tar-creosote). Bahan pengawet ini merupakan residu hasil
destilasi ter dari batubara yang dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 1000 C tanpa
oksigen, terdiri atas beratus senyawa kimia yang sangat beracun antara lain
naphthalene, phenantrene, acenaphthene, fluoronthene dan fluorene. Cairan hitam
dan berbau tajam dan sangat beracun.
b. Pentachlorophenol (PCP), mengandung (hams) 95% PCP atas dasar titrasi terhadap
gugus OH, titik leleh minimum 174 C, bahan tidak larut dalam Na OH kurang dari
1%. Dal am perdagangan, PCP umumnya mengandung 83-84% -PCP, 6% tiga
isomer tetra-phenol, 6% phenol-Cl yang lain, sisanya senyawa Cl dengan
bahanbahan inert. Sangat beracun dan gatal-gatal bagi kulit manusia, tidak mullah
tercuci. Formulasi terdiri atas PCP dalam kreosot atau PCP dalam pelarut berupa
minyak bumi dengan berat jenis tinggi.
c. Cu-naphthenat. Senyawa seperti lilin atau getah, bahan pengawet yang sangat
efektif, dalam pelarut minyak, dapat untuk tambahan pada kreosot, mahal harganya;
digunakan untuk dilaburkan pada kapal pesiar atau bahan hangman. Pelarutnya
minyak bumi ringan atau berat.
d. TBTO (tri-butil-tin-oksid), sangat beracun terhadap cendawan, efektif terhadap
penggerek di laut. diusulkan sebagi bahan pencampur kreosot; berupa cairan kuning,
larut dalam pelarut organik, tidak larut dalam air, harganya mahal, tetapi 10 kali
lebih efektif dibandingkan dengan PCP, tidak efektif terhadap cendawan apabila
berhubungan dengan tanah, karenanya dianjurkan untuk penggunaan di atas tanah.
Dibanding dengan penta atau PCP, TBTO kurang beracun terhadap mamalia, kurang
menyebabkan gatal-gatal dan kayunya lebih mudah dicat.

4. Metode pengawetan kayu


Ada 2 macam metode pengawetan yang pokok, yaitu :
1. Pengawetan Metode Sederhana atau Cara Pengawetan Tanpa Tekanan.
Yaitu cara pengawetan kayu tanpa menggunakan tekanan, sehingga hasil
pengawetannya tidak bisa optimal atau maksimal. Pengawetan dengan cara ini misalnya
dengan :
a. Metode rendaman
Kayu direndam di dalam bak larutan bahan pengawet yang telah
ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama
beberapa jam atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus
seluruhnya terendam, jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban
pemberat dan sticker. Ada beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain
rendaman dingin, rendaman panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin.
Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam
anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau rendaman panas dan dingin lazim
dilakukan dalam bak dari logam.
Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan
dua bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk membuat
larutan bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap
dengan beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak
berisi kayu tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara
rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet
lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa
garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak
atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini
dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang perusak
kayunya tidak hebat.

b. Metode pencelupan
kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet dengan
konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit bahkan
detik. Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak
memuaskan. Hanya melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan
cara penyemprotan dan pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di
industri-industri penggergajian untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan
pengawet yang dipakai Natrium Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan
lebih baik baila kayu yang akan diawetkan dalam keadaan kering dan bahan
pengawetnya dipanaskan lebih dahulu.
c. Metode pemulasan
Cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan alat yang sederhana. Bahan
pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu sangat tipis. Bila dalam kayu
terdapat retak-retak, penembusan bahan pengawet tentu lebih dalam. Cara
pengawetan ini hanya dipakai untuk maksut tertentu,yaitu:
1. Pengawetan sementara di daerah ekploatasi atau kayu-kayu gergajian untuk
mencegah serangan jamur atau bubuk kayu basah.
2. Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum banyak dan belum
merusak kayu (represif).
3. Untuk pengawetan kayu yang sudah terpasang. Cara pengawetan ini hanya
dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu akan dipakai tidak hebat
(ganas).
d. Metode pembalutan
Cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan tiang-tiang
dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream (cairan) pekat, yang
dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya
dibalut sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu.
2. Pengawetan Metode Khusus atau Cara Pengawetan dengan Tekanan.
Yaitu cara pengawetan kayu dalam tangki tertutup (silinder) dan dengan tekanan.
Bahkan agar hasil pengawetan lebih optimal dapat juga dilakukan perlakuan pem-
vakuman ruang pengawetan baik pada awal maupun akhir prosesnya.
Proses pengawetan kayu dengan tekanan akan menghasilkan peresapan bahan
pengawet yang lebih dalamdan banyak. Kayu yang diawetkandapat berupa kayu persegi
atau kayu bulat (tanpa kulit) yang nantinyaakan digunakan di luar ruangan atau
berhubungan dengan tanah dan air. Yang termasuk jenis cara pengawetan ini adalah
sebagai berikut :
a. Metode proses sel penuh
Pada proses sel penuh, pengawetan kayu dilakukan dengan usaha untuk
memasukkan bahan pengawet sebanyak munkin ke dalam kayu dengan proses
penekanan. Bahan pengawet ini berusaha disisikan penuh-penuh ke dalam kayu
dan dipertahankan untuk tetap tinggal di dalamnya, sehingga di bagian kayu yang
diawetkan terdapat bahan dalam jumlah maksimum. Setiap sel penyusun kayu
akan diisi penuh dengan bahan pengawet sedalam-dalamnya ke dalam kayu serta
retensi bahan pengawet sebanyak-banyaknya.
Bahan pengawet yang lazim digunakan dalam proses sel penuh adalah
bahan pengawet yang dilarutkan dalam air. Meskipun demikian, bahan pengawet
berupa minyak atau bahan pengawet yang dilarutkan dapat digunakan, jumlah
bahan pengawet yang diharapkan semakin banyak yang tertinggal di dalam kayu
dapat diusahakan dengan membuat bahan pengawet ini lebih pekat. Oleh karena
itu, konsentrasi bahan pengawet di buat lebih tinggi. Proses yang digunakan pada
metode ini antara lain :
1. Proses Bethel
Proses pengawetan ini menggunakan bahan pengawet kreosot dengan
urutan proses sebagai berikut :
- Kayu dimasukkan ke dalam tangki silinder kemudian dilakukan pemvakumar,
15-60 menit.
- Selanjutnya bahan pengawet panas (suhu 85 – 100 derajat celcius)
dimasukkan ke dalam silinder sambil di berikan tekana 125 – 200 psi.
Tekanan dipertahankan beberapa saat agar absorbsi bahan pengawet ke dalam
kayu tercapai.
- Setelah itu tekanan dalam tangki silinder secara perlahan-lahan dikurangi
hingga mencapau tekanan dengan udara luar (atmosfir).
- Selanjutnya sisa minyak dikeluarkan dari tangki silinder sambil diadakan
pemvakuman lagi beberapa saat. Pemvakuman dimaksudkan untuk
mengeringkan kayu.
- Setelah itu pemvakuman tangki silinder pengawet dilepas ( diakhiri), sehingga
udara bisa masuk dan tekanan dalam tangki silinder kembali menjadi normal
sama dengan udara sekitarnya.
2. Proses Burnet
Proses pengawetan ini menggunakan bahan pengawet larut dalam aur
beruapa Zn Cl2 (seng klorida). Secara umum urutan prosesnya sama dengan
proses Bethel, hanya seng khlorida panas suhunya 55 – 65 C dan
konsentrasinya 2 -4 %.
b. Metode sel kosong
Pada proses sel kosong, meskipun pengawetan yang dilakukan juga
dengan menekan bahan pengawet agar masuk ke dalam kayu, penekanan ini tidak
bertujuan untuk mengisi setiap sel kayu secara penuh dengan bahan peengawetan,
melainkan hanya melapisi sel-sel penyusun kayu dengan bahan pengawet
tersebut. Karena sel kayu hanya di lapisi bahan pengawet, bagian dalam sel kayu
(rongga sel kayu) ini masih tetap kosong.Dengan demikian, proses sel kosong
berusaha untuk meresapkan bahan pengawet sedalam-dalamnya di dalam kayu,
namun retensi bahan pengawet tersebut tidak begitu banyak.
Bahan pengawet yang digunakan dalam proses sel kosong adalah bahan
pengawet berupa minyak atau bahan pengawet yang dilarutkan dalam minyak.
Mekipun demikian, proses sel kosong dapat juga menggunakan bahan
pengawetan yang dilarutkan dalam air.Bila bahan pengawet larut air yang
digunakan, pengawetan harus segera diikuti dengan pemasukan bahan pengawet
minyak atau bahan pengawet yang larut minyak ke dalam kayu.Penggunaan
bahan pengawet larut air di sini terutama bertujuan untuk mengurangi tambahan
berat kayu setelah setelah diawetkan. Proses yang digunakan pada metode ini
antara lain :
1. Proses Rueping
Proses ini diawali dengan pemberian tekanan udara pada tangki silinder
pada awal proses. Kayu yang diawetkan dapat berupa kayu yang telah kering,
masih basah atau telah dilakukan pengukusan.
2. Proses Lowry
Proses ini prinsipnya sama dengan proses Rueping, hanya bedanya tidak
diawali dengan pemberian tekanan udara ke dalam tangki pengawet.
5. Kelebihan dan kekurangan metode pengawetan kayu
1. Metode rendaman
Kelebihan :
- Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih banyak.
- Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama.
- Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila
berkurang).
Kekurangan :
- Waktu agak lama, terlebih dengan rendaman dingin.
- Peralatan mudah terkena karat.
- Pada proses panas, bila tidak hati - hati kayu bisa terbakar.
- Kayu basah agak sulit diawetkan.
2. Metode pencelupan
Kelebihan :
- Proses sangat cepat.
- Bahan pengawet dapat dipakai berulang kali (hemat).
- Peralatan cukup sederhana.
Kekurangan :
- Penetrasi dan retensi kecil sekali, terlebih pada kayu basah.
- Mudah luntur, karena bahan pengawet melapisi permukaan kayu sangat tipis.
3. Metode pemulasan
Kelebihan :
- Alat sederhana, mudah penggunaannya.
- Biaya relatif murah.
Kekurangan :
- Penetrasi dan retensi bahan pengawet kecil.
- Mudah luntur.
4. Metode pembalutan
Kelebihan :
- Peralatan sederhana.
- Penetrasi lebih baik, hanya waktu agak lama.
- Digunakan untuk tiang-tiang kering ataupun basah
5. Metode vakum dan tekanan
Kelebihan :
- Penetrasi dan retensi tinggi sekali(memuaskan).
- Waktunya relative singkat sekali.
- Dapat mengawetkan kayu basah dan kering.
Kekurangan :
- Modal yang diperlukan besar.
- Perlu ketelitian dan pengerjaan yang tinggi.
- Cara ini hanya sesuai untuk perusahaan yang komersial.
6. Sifat kayu setelah diawetkan
Pada pengawetan dengan bahan pengawet larut air, kayu yang diawetkan dapat
dicat kembali. Risiko kebakaran kecil, tetapi apabila kayu terbakar, kayu akan membara
sampai habis karena terdapat unsur logam. Kreosot sangat mempengaruhi warna kayu
dan kayu sukar sekali dicat, demikian pula dengan bahan pengawet larut minyak yang
lain. Risiko kebakaran lebih tinggi, segera sesudah pengawetan daripada pengawetan
dengan bahan pengawet larut air; taburi pasir. Setelah kering, kayu yang diawetkan lebih
sukar terbakar daripada kayu yang tidak diawetkan. Dalam pemakaian, bahan pengawet
minyak akan bermigrasi ke bawah karena pengaruh gravitasi bumi dan ini
menguntungkan untuk bantalan dan tiang-tiang yang masuk ke dalam tanah. Pada tiang-
tiang yang terkena sinar matahari akan terjadi pendarahan, yaitu keluarnya bahan
pengawet minyak ke permukaan kayu.

Pada umumnya pengawetan tidak mempengaruhi kekuatan kayu. Pengaruh ini


hanya terasa apabila digunakan suhu dan/ atau tekanan yang terlalu tinggi untuk jangka
waktu yang lama. Pengukusan pancang kayu pinus dari southern pine pada suhu 126° C
atau identik dengan tekanan uap 20 psi telah dengan nyata melemahkan kayu sehingga
hams diturunkan menjadi 118°C atau 12,5 psi. Pengukusan pada 121°C selama 20 jam
telah mengakibatkan kehilangan berat 3-5% dan pada 135°C, 510%. Variabel yang
berpengaruh adalah spesies, ukuran kayu dan kondisi kayunya. Kayu teras lebih peka
daripada kayu gubal. Pada pengukusan terjadi hidrolisa lemah yang dipacu oleh asam-
asam alami dari kayu dan selulosa dapat terurai. Pada berbagai kayu jarum, kayu kering
lebih mudah retak dan kolaps pada pengukusan. Efek pengukusan pada 118°C selama 8-
12 jam diabaikan pada pancang. Perebusan di bawah hampa kayu D. fir menurunkan
kekuatan lenturnya 6-18% pada suhu yang relatif rendah. Tekanan lebih besar
pengaruhnya daripada suhu. Apabila kombinasi suhu dan tekanan menyebabkan kayu
rusak atau kolaps, kurangi tekanannya. Kayu dengan kerapatan rendah lebih menderita
karena tekanan tinggi. Tekanan yang. tinggi hanya diperke-nankan untuk kayu-kayu yang
dipanasi dan hanya untuk jangka waktu yang pendek. Pemanasan yang lama
menyebabkan kayu melunak. Bahan pengawet larut air cenderung untuk membuat kayu
lebih mudah kolaps daripada bahan pengawet larut minyak (pada pemanasan). Insisi akan
sedikit mengurangi kekuatan kayu, tetapi untuk ukuran pancang, hal ini dapat diabaikan.
Sebaliknya, keuntungan proteksinya lebih besar karena penetrasi yang lebih dalam.
Setelah beberapa tahun, kekuatan pancang bahkan lebih besar daripada yang tidak
diinsisi.
Sifat perekatan kayu, pilihlah kombinasi yang cocok antara bahan pengawet dan
perekat. Bersihkan damarnya dan bahan-bahan padat dalam bahan pengawet. Karena
kayu telah mengandung bahan pengawet, akan diperlukan perekat lebih banyak.
Penutup

Kesimpulan

Kayu adalah salah satu material dalam konstruksi bangunan. Kayu yang digunakan dalam
konstruksi bangunan haruslah kuat dan masa pakainya tahan lama. Agar kayu dapat bertahan
lama dan awet sebagai salah satu bahan konstruksi bangunan maka kayu pun perlu
diawetkan, yaitu dengan metode rendaman, pencelupan, pemulasan, pembalutan, vakum dan
tekanan.
Daftar pustaka
http://fauziahforester.blogspot.co.id/2014/01/makalah-pengawetan-
kayu.html.http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_K
EHUTANAN/INFO_V02/VII_V02.htm

http://s-yudha.blogspot.co.id/2013/04/pengawetan-kayu-secara-sistematik-dan.html

https://www.google.co.id/search?q=pengawetan+kayu&biw=1047&bih=504&tbm=isch&tbo=u
&source=univ&sa=X&sqi=2&ved=0CCwQsARqFQoTCNyU593GxsgCFU5xjgodUvME5A

http://www.tentangkayu.com/2008/07/pengawetan-kayu.html

Anda mungkin juga menyukai