Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

STENOSIS KATUP MITRAL

Oleh :
Kezia Natania Sudibyo W.S.
11.2013.073

Pembimbing :
Dr. Zazinuddin, SpJP FIHA

KEPANITERAAN KLINIK UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

Periode 23 Februari – 2 Mei 2015

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

JAKARTA BARAT

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................2

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….3

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung .......................................................................4

2.2 Definisi Stenosis Katup Mitral........................................................................6

2.3 Etiologi Stenosis Katup Mitral…………..........................................................6

2.4 Patofisiologi Stenosis Katup Mitral……………………………………………….8

2.5 Tanda dan Gejala Stenosis Katup Mitral………………………………………….8

2.6 Diagnosis Stenosis Katup Mitral………………………………………………….9

2.7 Pemeriksaan Penunjang Stenosis Katup Mitral................................................10

2.8 Penatalaksanaan Stenosis Katup Mitral……........................................................12

2.9 Komplikasi Stenosis Katup Mitral.........................................................................13

2.10 Prognosis…............................................................................................................14

Bab III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................16

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stenosis mitral merupakan kasus yang sudah jarang ditemukan dalam praktek sehari-
hari terutama di luar negeri. Sebagaimana diketahui stenosis mitral paling sering disebabkan
oleh penyakit jantung rematik yang menggambarkan tingkat sosial ekonomi yang rendah.
Oleh karena itu di negara maju seperti Amerika, penyakit ini jarang ditemukan, walaupun
ada kecenderungan meningkat karena meningkatnya jumlah imigran dengan kasus infeksi
streptokokus yang resisten. Sedangkan di Indonesia walaupun kasus baru juga cenderung
menurun, namun kasus stenosis mitral ini masih banyaka ditemukan. Angka yang pasti tidak
diketahui namun dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit Moehammad
Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13.94% dengan penyakit
katup jantung. Seperti di luar negeri maka kasus stenosis katup mitral memang terlihat pada
orang-orang dengan umur yang lebih tua, dan biasanya dengan penyakit penyerta baik
kelainan kardiovaskular ataupun yang lain sehingga lebih merupakan tantangan. Dengan
perkembangan di bidang ekokardiografi diagnosis stenosis katup mitral, derajat berat
ringannya dan efek terhadap hipertensi pulmonal sudah dapat diambil alih, yang sebelumnya
hanya dapat dilakukan dengan prosedur invasif kateterisasi.1

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG

Katup jantung terdiri dari katup tricuspid, bicuspid (mitral), semilunar (aorta dan
pulmonal). Katup tricuspid terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Memiliki 3
daun katup (kuspis) jaringan ikat fibrosa irregular yang dilapisi endokardium. Bagian ujung
daun katup yang mengerucut melekat pada korda tendinae, yang melekat pada Otot papilaris.
Chorda tendinae mencegah pembalikan daun katup ke arah belakang menuju atrium. Jika
tekanan darah pada atrium kanan lebih besar daripada tekanan arah atrium kiri, daun katup
tricuspid terbuka dan darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan. Jika tekanan
darah dalam ventrikel kanan lebih besar dari tekanan darah di atrium kanan, daun katup akan
menutup dan mencegah aliran balik ke dalam atrium kanan.

Katup Mitral (bicuspid) terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup ini
melekat pada Chorda tendinae (melekat pada trabekula) dan otot papilaris, fungsinya sama
dengan fungsi katup tricuspid. Katup mitral normalnya berukuran 3,5 cm (dibawah itu
merupakan mitral stenosis). Sedangkan Katup Semilunar (aorta dan pulmonal) terletak di
jalur keluar ventricular jantung sampai ke aorta dan truncus pulmonalis. Katup semilunar
pulmonary terletak antara ventrikel kanan dan truncus pulmonal. Katup semilunar aorta
terletak antara ventrikel kiri dan aorta.2,3,6

Gambar 1. Anatomi Katup Jantung1-3


4
Secara fisiologis jantung yang berfungsi sebagai mekanisme pompa mendorong darah
melalui sistem vaskuler, sebenarnya terdiri dari dua pompa yaitu jantung kanan yang
memompa darah melalui paru-paru, dan jantung kiri yang memompa darah melalui organ
dan jaringan perifer. Masing-masing unit terdiri dari dua ruangan, yaitu atrium dan ventrikel.
Jantung ketika bekerja secara berselang-seling berkontraksi untuk mengosongkan isi jantung
dan juga berelaksasi dalam rangka mengisi darah kembali. Siklus jantung terdiri atas periode
sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan juga periode diastol (relaksasi dan pengisian
jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol terpisah. Kontraksi terjadi
akibat penyebaran eksitasi (mekanisme listrik jantung) ke seluruh jantung. Sedangkan
relaksasi timbul setelah repolarisasi atau tahapan relaksasi dari otot jantung. Sistem katup
mengendalikan aliran darah melalui pompa ini. Atrium dipisahkan dari ventrikel oleh katup-
katup atrioventrikularis (AV terdiri dari katup trikuspid dan katup mitral). Aorta dan arteri
pulmonalis dipisahkan dari ventrikel oleh katup-katup semilunaris (katup aorta dan katup
pulmonalis).2,3,5

Atrium adalah pompa yang lemah. Meskipun membantu pergerakan darah, fungsi
utama atrium adalah sebagai pintu masuk ke ventrikel. Sedangkan ventrikel adalah pompa
tenaga yang memasok tenaga yang diperlukan untuk mendorong darah melalui sirkulasi
pulmonal dan sistemik. Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan
melalui vena-vena besar yang dikenal sebagai vena kava. Tetes darah yang masuk ke atrium
kanan kembali dari jaringan tubuh mengandung sedikit O2 dan banyak CO2. Darah yang
mengalami deoksigenasi parsial tersebut mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel
kanan yang memompanya ke luar melalui arteri pulmonalis ke paru. Dengan demikian, sisi
kanan jantung memompa darah ke dalam sirkulasi paru. Di dalam paru, tetes darah tersebut
kehilangan CO2 dan menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis. Darah kaya oksigen yang kembali ke atrium kiri akan dialirkan ke ventrikel kiri,
dan pada saat volume ventrikel meningkat akan mendorong darah mengalir ke semua sistem
tubuh kecuali paru, sehingga sisi kiri jantung memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik.
Arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri ini disebut aorta. Aorta bercabang
menjadi arteri besar untuk memperdarahi berbagai jaringan tubuh, dan setelah bersirkulasi
seluruh tubuh darah tersebut akan di bawa kembali ke atrium kanan dan siklus jantung akan
dimulai kembali, begitu seterusnya.2,5

5
2.2 DEFINISI STENOSIS KATUP MITRAL

Stenosis katup mitral adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari
atrium kiri melalui katup mitral menuju ke ventrikel kiri oleh karena obstruksi pada level
katup mitral. Kelainan struktur katup mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga
timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol.1,8

Gambar 2. Stenosis Katup Mitral1,6

2.3 ETIOLOGI STENOSIS KATUP MITRAL

Etiologi tersering adalah endocarditis reumatika, akibat reaksi progresif dari demam
reumatik oleh infeksis streptokokus. Penyebab lain walaupun jarang dapat juga karena
stenosis katup mitral kongenital, deformitas parasut mitral, vegetasi SLE (systemic lupus
erythematosus), karsinosis sistemik, deposit amiloid, akibat obat fenfluramin/phentermin, RA
(rheumatoid arthritis), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat
proses degeneratif. Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke
ventrikel kiri seperti cor triatrium, miksoma atrium serta trombus sehingga menyerupai
stenosis mitral.1,5

Dari pasien dengan penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam reumatik,
sisanya menyangkal. Selain daripada itu 50% pasien dengan karditis reumatik akut tidak
berlanjut sebagai penyakit katup jantung secara klinik.1

6
2.4 PATOFISIOLOGI STENOSIS KATUP MITRAL

Normalnya lubang katup mitral adalah 4-5 cm2, yang menciptakan ruang di antara
atrium kiri dengan ventrikel kiri dalam diastol. Dalam diastol paling awal terdapat jarak
kecil, singkat antara atrium kiri dan ventrikel kiri dimana cepat menghilang sehingga tekanan
dalam dua bilik seimbang untuk sebagian besar pengisian. Saat lubang mitral menyempit
pada mitral stenosis, hal ini membataasi darah dari atrium kiri yang masuk ke ventrikel kiri,
dan gradient tekanan berkembang antara 2 ruang. Gradien tekanan ini ditambahkan pada
tekanan diastolik ventrikel kiri, yang menghasilkan peningkatan tekanan atrium kiri yang
akhirnya mengarah ke atrium kiri pembesaran dan kongesti paru. Saat stenosis makin
memburuk, aliran menurunkan output ventrikel. Kongesti paru dan menurunan cardiac output
sama dengan kegagalan ventrikular kiri. Walaupun pada umumnya hampir pada semua kasus
MS didapatkan kontraktilitas ventrikel kiri dalam batas normal, isu tentang faktor miokard
yaitu kerusakan ventrikel kiri oleh karena demam rematik. Meskipun indeks fungsi fase
ejeksi ventrikel kiri berkurang di sekitar sepertiga dari pasien dengan MS, penurunan preload
dari gangguan pengisian dan peningkatan afterload sekunder vasokonstriksi reflex (sekunder
untuk pengurangan curah jantung) biasanya merupakan penyebab dari penurunan fungsi
ventrikel kiri daripada gangguan kontraktilitas. Namun di negara-negara berkembang dimana
inflamasi rematik tampaknya agresif, penurunan kontraktil mungkin ditemukan. Karena itu
terutama ventrikel kanan yang menghasilkan lebih tinggi terpaksa mendorong darah di
seluruh stenosis katup mitral, MS menyebabkan tekanan di ventrikel kanan berlebih. Pada
MS berat, hipertensi atrium meghasilkan pulmonal berat, yang mengarah ke gagal jantung
kanan.4,7,9

7
Gambar . Patofisiologi Stenosis Katup Mitral4

Tabel 1 . Grade Stenosis Katup Mitral1,8,9

2.5 TANDA DAN GEJALA STENOSIS KATUP MITRAL

Keluhan dapat berupa takikardi, dispneu, takipnea dan ortopnea, dan denyut jantung
tidak teratur. Tak jarang terjadi gagal jantung, tromboemboli serebral atau perifer dan batuk
darah (hemoptisis) akibat pecahnya vena bronkialis. Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih
baik, sehingga tekanan arteri pulmonalis belum tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada
8
akibat bendungan atrium kiri, vena pulmonal dan interstitial paru. Jika ventrikel kanan sudah
tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri pulmonalis, keluhan beralih ke arah
bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa
fibrilasi atrium. Keluhan berkaitan dengan tingkat aktifitas fisik, Gejala dini dapat berupa
sesak nafas waktu bekerja.1,9

Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam
vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam
paru-paru (edema pulmoner). Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat
hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat. Penderita yang mengalami gagal
jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi
hanya sewaktu melakukan aktivitas (exertional dyspnea), tetapi lama-lama sesak juga akan
timbul dalam keadaan istirahat. Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring
dengan disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi
menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup mitral. Tekanan tinggi pada vena
paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau
berat ke dalam paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium,
dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur.1,9

2.6 DIAGNOSIS STENOSIS KATUP MITRAL

Pada pemeriksaan fisik untuk diagnosis stenosis katup mitral, temuan klasiknya
adalah ‘opening snap’ dan bising diastole kasar (‘diastolic rumble’) pada daerah mitral.
Tetapi sering pada pemeriksaan rutin sulit bahkan tidak ditemukan rumble diastole dengan
nada rendah, apalagi bila tidak dilakukan dengan hati-hati. Di luar negeri kasus stenosis
mitral ini jarang yang berat, sehingga gambaran klasik tidak ditemukan, sedangkan di
Indonesia kasus berat masih banyak. Walaupun demikian pada kasus-kasus ringan harus
dicurigai stenosis mitral ini bila teraba dan terdengar S1 yang keras. S1 mengeras oleh karena
pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup katup sebelum
katup itu kembali ke posisinya. Di apeks rumble diastolik ini dapat diraba sebagai thrill.
Dengan lain perkataan katup mitral ditutup dengan tekanan yang keras secara mendadak,
pada keadaan di mana katup mengalami kalsifikasi dan kaku maka penutupan katup mitral
tidak menimbulkan bunyi S1 yang keras. Demikian pula bila terdengar bunyi P2 yang

9
mengeras sebagai petunjuk hipertensi pulmonal, harus dicurigai adanya bising diastol pada
mitral.1

Beberapa usaha harus dilakukan untuk mendengar bising diastol antara lain posisi
lateral dekubitus, gerakan atau latihan ringan, menahan napas dan menggunakan bell dengan
meletakkan pada dinding dada tanpa tekanan keras. Derajat dari bising diastol tidak
menggambarkan beratnya stenosis tetapi waktu atau lamanya bising dapat menggambarkan
derajat stenosis. Pada stenosis ringan bising halus dan pendek, sedangkan pada yang berat
holodiastol dan aksentuasi presistolik. Waktu dari A2-OS juga dapat menggambarkan berat
ringannya stenosis, bila pendek stenosis lebih berat.1

Bising diastol pada stenosis mitral dapat menjadi halus oleh karena obesitas, PPOM,
edema paru, atau status curah jantung yang rendah. Beberapa keadaan yang dapat
menimbulkan bising diastole antara lain aliran besar melalui tricuspid seperti pada ASD, atau
aliran besar melalui mitral seperti pada VSD, atau regurgitasi mitral. Pada AR juga dapat
terjadi bising diastole pada daerah mitral akibat tertutupnya katup mitral anterior oleh aliran
balik dari aorta (murmur Austin-Flint). Bising diastole pada MR atau AR akan menurun
intensitasnya bila diberikan amil nitrit karena menurunnya afterload dan berkurangnya
derajat regurgitasi.1,9

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG STENOSIS KATUP MITRAL

Dibawah ini ada beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menunjang
diagnosis stenosis katup mitral, yaitu antara lain :

1. EKG
Memperlihatkan gambaran P mitral berupa takik (notching) gelombang P dengan
gambaran QRS yang masih normal dan Right Axis Deviation. Pada stenosis mitral
reumatik, sering dijumpai adanya fibrilasi atau flutter atrium.8

2. Pemeriksaan Foto Thorax


Gambaran klasik yang dijumpai pada foto adalah pembesaran atrium kiri serta
pembesaran arteri pulmonalis (terdapat hubungan bermakna antara besarnya ukuran
pembuluh darah dan resistensi vaskuler pulmonal), aorta yang relatif kecil, pembesaran

10
ventrikel kanan, perkapuran di daerah katup mitral atau perkardium, pada paru-paru
terlihat tanda-tanda bendungan vena.
Edema interstisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium
kiri < 20 mmHg, pada 70% bila tekanan atrium kiri > 20 mmHg.1,9
3. Ekokardiografi Doppler
Merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik untuk diagnosis stenosis
mitral. Sebelum era ekokardiografi, kateterisasi jantung merupakan suatu keharusan
dalam diagnosis. Dengan ekokardiografi dapat dilakukan evaluasi struktur dari katup,
pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri (‘mitral valve
area’), struktur dari aparatus subvalvular, juga dapat ditentukan fungsi ventrikel.
Sedangkan dengan Doppler dapat ditentukan gradien dari mitral, serta ukuran dari area
mitral dengan cara mengukur ’pressure half time’ terutama bila struktur katup
sedemikian jelek karena kalsifikasi, sehingga pengukuran dengan planimetri tidak
memungkinkan. Selain dari pada itu dapat diketahui juga adanya regurgitasi mitral yang
sering menyertai stenosis mitral.
Derajat berat ringannya stenosis mitral berdasarkan eko Doppler ditentukan antara lain
oleh gradient transmitral, area katup mitral, serta besarnya tekanan pulmonal. Selain itu
dapat juga ditentukan perubahan hemodinamik pada latihan atau pemberian beban
dengan dobutamin, sehingga dapat ditentukan derajat stenosis pada kelompok pasien
yang tidak menunjukkan beratnya stenosis pada saat istirahat.1,9
4. Ekokardiografi Transesofageal
Merupakan pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan transduser endoskop,
sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas, terutama untuk struktur katup, atrium
kiri atau apendiks atrium. Ekokardiografi transesofagus lebih sensitif mendeteksi trombus
pada atrium kiri atau terutama apendiks atrium kiri. Selama ini eko transesofageal bukan
merupakan prosedur rutin pada stenosis mitral, namun ada prosedur valvulotomi balon
atau pertimbangan antikoagulan sebaiknya dilakukan.1
5. Kateterisasi Jantung
Seperti disebutkan di atas dulu kateterisasi merupakan standar baku untuk diagnosis dan
menentukan berat ringannya stenosis mitral. Walaupun demikian pada keadaan tertentu
masih dikerjakan setelah suatu prosedur eko yang lengkap. Saat ini kateterisasi jantung

11
dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi non bedah yaitu
valvulotomi dengan balon.1,9

2.8 PENATALAKSANAAN STENOSIS KATUP MITRAL


Pendekatan Klinis Pasien dengan Stenosis Mitral

Pada setiap pasien stenosis mitral anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap harus
dilakukan. Prosedur penunjang EKG, foto toraks, ekokardiografi seperti yang telah
disebutkan sebelumnya harus dilakukan. Pada kelompok pasien stenosis mitral yang
asimtomatik, tindakan lanjutan sangat bergantung dengan hasil pemeriksaan eko. Sebagai
contoh pasien aktif asimtomatik dengan area > 1,5 cm2, gradien < 5 mmHg, maka tidak perlu
dilakukan evaluasi lanjutan, selain pencegahan terhadap kemungkinan endokarditis. Lain
halnya bila pasien tersebut dengan area mitral < 1,5 cm2.1,8,9

Pendekatan Medis

Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh karena itu obat bersifat
suportif atau simptomatik terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap
infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sulfa,
sefalosporin untuk demam rematik atau pencegahan endokarditis sering dipakai. Obat-obat
inotropik negatif seperti B-blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien
dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti
pada latihan. Retriksi garam atau pemberian diuretic secara intermitten bermanfaat jika
terdapat bukti adanya kongesti vaskular paru. Pada stenosis mitral dengan irama sinus,
digitalis tidak bermanfaat kecuali terdapat disfungsi ventrikel baik kiri maupun kanan.
Latihan fisik tidak dianjurkan, kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran, karena latihan
akan meningkatkan frekuensi jantung dan memperpendek fase diastole dan seterusnya
meningkatkan gradient transmitral.1,8,9

Prevalensi 30-40% fibrilasi atrium akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna
karena hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel
yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan
dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Penyekat beta atau anti aritmia juga dapat
dipakai untuk mengontrol frekuensi jantung atau pada keadaan tertentu untuk mencegah

12
terjadinya fibrilasi atrial paroksismal. Bila perlu pada keadaan tertentu dimana terdapat
gangguan hemodinamik dapat dilakukan kardioversi elektrik, dengan pemberian heparin
intravenous sebelum pada saat ataupun sesudahnya. Pencegahan embolisasi sistemik dapat
diberikan antikoagulan warfarin yang sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan
fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk
mencegah fenomena tromboemboli.

Valvotomi mitral perkutan dengan balon pertama kali dikenalkan oleh Inoue pada
tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan
dengan 2 balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon,
prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur 1 balon.1,8,9

Konsep komisurotomi mitral pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902,
dan berhasil pertama kali pada tahun 1920. Sampai dengan tahun 1940 prosedur yang
dilakukan adalah komisurotomi bedah tertutup. Tahun 1950 sampai dengan 1960
komisurotomi bedah tertutup dilakukan melalui transatrial serta transventrikel. Akhir-akhir
ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan
cara ini katup terlihat dengan jelas, pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta
pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan
yang akan diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa. Perlu
diingat bahwa sedapat mungkin diupayakan operasi bersifat reparasi oleh karena dengan
protesa akan timbul risiko antikoagulasi, thrombosis pada katup, infeksi endokarditis,
malfungsi protesa serta kejadian trombo emboli.1,8,9

2.9 KOMPLIKASI STENOSIS KATUP MITRAL

Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral,
dengan patofisiologi yang komplek. Pada awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi
pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Dengan meningkatnya
hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume aakhir diastole,
regurgitasi trikiuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan
dan kongesti sistemik. Dapat pula terjadi perubahan pada vaskular paru berupa

13
vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin atau perubahan anatomik yaitu
remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan tunika intima.

Komplikasi lain dapat berupa tromboemboli, endokarditis infektif, fibrilasi atrial atau
simptom karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagi dan suara serak.1

2.10 PROGNOSIS

Stenosis mitral merupakan suatu proses progresif kontinyu dan penyakit seumur
hidup. Merupakan penyakit ’a disease of plateus’ yang pada mulanya hanya ditemui
tanda dari stenosis mitral yang kemudian dengan kurun waktu (10-20 tahun) akan diikuti
dengan keluhan, fibrilasi atrium dan akhirnya keluhan disabilitas. Apabila timbul fibrilasi
atrium prognosanya kurang baik dibanding pada kelompok irama sinus, sebab resiko
terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada fibrilasi atrium.1

14
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Stenosis katup mitral merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan
menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Kelainan
struktur mitral ini menyebabkan angguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian
ventrikel kiri saat diastol. Stenosis mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel untuk mempertahankan curah jantung, atrium
kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melewati katup
yang sempit. Stenosis katup mitral hampir selalu disebabkan oleh demam rematik, pada fase
penyembuhan demam reumatik terjadi fibrosis dan fusi komisura katup mitral, sehingga
terbentuk sekat jaringan ikat tanpa pengapuran yang mengakibatkan lubang katup mitral pada
waktu diastolik lebih kecil dari normal.

Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral, dapat
juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara
penutupan katup aorta dan opening snap. Diagnosis stenosis katup mitral dapat ditegakkan
melalui pemeriksaan fisik dan penunjang yang lengkap. Beberapa macam penatalaksanaan
pada pasien dengan stenosis mitral dapat dilakukan dengan medis ataupun tindakan operasi.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar IPD. Jilid II edisi
ke-5. Jakarta : Internapublishing; 2009.h.1671-9.
2. Arthur C. Guyton and John E. Hall.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. edisi ke-9.1997. Jakarta
: EGC.
3. Evelyn C. Pearce.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.2008.Jakarta : EGC.
4. Corwin, Elizabeth J.Buku Saku Patofisiologi.2000.Jakarta : EGC.
5. Huon H. Gray dkk.Lecture Notes Kardiologi.2002.Jakarta: Penerbit Erlangga
6. Patrick Davey.At a Glance Medicine.2002.Jakarta: Penerbit Erlangga
7. Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi.2006.Jakarta : EGC.
8. Di unduh dari http://www.Circulationaha.org, Rahimtoola et al. Evaluation and Management
of Mitral Stenosis. Vol 106 : 1183-8; 2002, pada tanggal 16 Maret 2015.
9. Di unduh dari http://circ.ahajournals.org/, Carabello BA. Contemporary Reviews in
Cardiovascular Medicine : Modern Management of Mitral Stenosis. Vol 112 : 432-7; 2005,
pada tanggal 16 Maret 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai