Anda di halaman 1dari 65

UPAYA FARMASI RUMAH SAKIT

MENINGKATKAN
MEDICATION SAFETY

Yulia Trisna
Instalasi Farmasi RSCM
Risk of Fatal Outcome per Exposure

10 -2 10 -3 10 -4 10 -5 10 -6 10 -7 10 -8

Dangerous Acceptable Risk Safe Ultra-safe

2
“NHS faces 'potentially serious
problems' from wrong
prescriptions on the NHS.”
Daily Telegraph 15/12/9

3
Kesalahan Obat
(Medication Error)
Kesalahan yang terjadi dalam
proses peresepan, penyiapan,
atau pemberian suatu obat baik
yang menimbulkan dampak
merugikan atau tidak.
KESALAHAN OBAT DAPAT TERJADI PADA TAHAP :

Prescribing/ordering

Preparation/Dispensing

Administration

PATIENT
Tipe kesalahan obat
• Resep tidak terbaca
•Salah pasien
•Salah obat
•Salah dosis/kekuatan/frekuensi
• Salah peracikan/bentuk sediaan
•Salah rute pemberian
•Salah instruksi/labeling
•Salah penyimpanan
•Pasien tidak mendapat obat/kepatuhan
•Obat kadaluarsa/rusak
•Interaksi obat
•Duplikasi
•Tidak ada indikasi
Kesalahan obat

KTD
KNC (Adverse
(Near miss) Drug
Event)

Multidisipliner
Multifaktorial
Medication errors
=
Organisational / System errors
Pelayanan farmasi RS

Medication Safety

Patient Safety
Medication Safety
=
Effective Medication Management and Use

Pengadaan (Procurement)
Penyimpanan (Storage)
Peresepan (Prescribing)
Penyiapan (Dispensing)
Pemberian (Administration)
Pemantauan (Monitoring)
ALUR PERAWATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
Penilaian Instruksi
Penyiapan Obat Pemberian Obat Pemantauan Follow Up
Pasien Pengobatan

Manajemen/Non Klinik
Farmasi Klinik:
Pemilihan Farmasi Klinik:
Perencanaan
- Penelusuran Riwayat Penggunaan
Pengadaan Pemantauan Terapi Obat
Obat
Produksi Konseling
- Ronde
Penyimpanan Informasi Obat
- Skrining Resep
Distribusi

PELAYANAN FARMASI KOMPREHENSIF


The ‘Swiss cheese’ model
(adapted from Reason, 1997)
“Swiss Cheese” Model of System Error: Example

Apt/ AA tidak
menskrining resep
Perawat
Pasien
tergesa-gesa membutuhkan
obat

Hasil akhir:
Pasien Dokter salah
mendapatkan menuliskan dosis
dosis obat
yang salah AA salah
menyiapkan
obat
Adapted from Loyola University Health System Presentation Safety Science: Human Error, Quality and Patient Safety Committee, 2007
Lapisan Penghalang
Dokter
Apoteker / AA

Perawat

Pasien

KTD

“Near Miss”
Clinical Pharmacy Role in Reducing Risks
Admission medication history
Allergy check
Prescribing protocols
Formulary
Medication review
Drug distribution system

Administration instructions
Drug therapy monitoring

Opportunity
For Error
What if we are not there!
Admission medication history
Allergy check
Prescribing protocols

Formulary
Medication review

Drug distribution system

Administration instructions

Drug therapy monitoring

Opportunity
For Error

Adapted by P.Thornton from J. Reason, 9/01


1. Pengadaan (Procurement)
No. Pernyataan

Proses pengadaan harus transparan, profesional dan etis untuk mendorong kesetaraan dan akses,
1
serta untuk menjamin akuntabilitas yang berhubungan dengan administrasi dan hukum.

2 Pengadaan harus dipandu oleh prinsip-prinsip pengadaan demi keselamatan.


Pengadaan perbekalan farmasi merupakan proses yang kompleks sehingga membutuhkan
3
pengawasan dari farmasis dan staf yang kompeten secara teknis.
Prinsip-prinsip operasional dalam cara pengadaan yang baik harus dievaluasi secara berkala dan
4 model pengadaan disesuaikan keadaan dan kebutuhan yang muncul dengan menggunakan cara
yang terbaik dan paling cost-effective.
Pengadaan harus didukung oleh pemastian mutu (quality assurance) yang kuat untuk menjamin
5 bahwa obat dengan kualitas buruk tidak diadakan atau tidak diperbolehkan masuk. Penyimpanan
yang baik untuk menjaga mutu barang merupakan keharusan.
Pengadaan tidak boleh merupakan kegiatan terpisah sendiri, tetapi harus berdasarkan proses
6
seleksi dari formularium.
Pengadaan yang baik harus didukung oleh sistem informasi yang handal sehingga dapat
7
memberikan informasi akurat dan tepat waktu.
Harus ada mekanisme formal yang memungkinkan farmasis meminta dana anggaran tertentu
8
untuk membeli obat bagi pasien.
Farmasi harus memiliki rencana terhadap kemungkinan (contingency plans) kelangkaan obat dan
9
pembelian obat dalam keadaan emergensi.
2. Peresepan (Prescribing)

No. Pernyataan
Rumah sakit harus menggunakan sistem formularium (lokal, regional dan/atau nasional) yang
1 berhubungan dengan pedoman terapi, protokol dan prosedur pengobatan yang berbasis bukti
terbaik.
Farmasis rumah sakit harus masuk sebagai anggota Komite Farmasi dan Terapi untuk
2 mengawasi kebijakan dan prosedur pengelolaan semua obat, termasuk penggunaan off-label
dan obat-obat untuk penelitian.
Farmasis rumah sakit harus memegang peran kunci dalam megedukasi penulis resep
3 (prescriber) pada setiap tingkat pelatihan dalam hal akses dan penggunaan obat yang optimal
dan tepat, termasuk pemantauan parameter dan penyesuaian dalam peresepan selanjutnya.
Farmasis rumah sakit harus terlibat di semua area perawatan pasien untuk memengaruhi
4
secara prospektif pengambilan keputusan terapeutik secara kolaboratif.
Farmasis klinik harus merupakan bagian integral dalam ronde pasien untuk membantu dalam
5 mengambil keputusan terapeutik dan memberikan rekomendasi dalam hal farmasi klinik dan
keselamatan pasien.
Farmasis rumah sakit harus memberikan pelayanan berkelanjutan dengan memberikan
6
informasi obat saat pasien pindah dari satu sektor pelayanan ke sektor pelayanan lain.
Program pasca sarjana farmasi klinik harus dikembangkan dalam rangka menyiapkan
farmasis untuk melakukan peresepan kolaboratif, termasuk instruksi, sebagai akuntabilitas
7
legal dan profesional; peran semacam ini harus dipromosikan di dalam kurikulum pendidikan
tenaga kesehatan lain.
3. Penyiapan (Dispensing)
No. Pernyataan
Farmasis rumah sakit harus menjamin bahwa semua perbekalan farmasi di rumah sakit
1
disimpan dalam kondisi yang layak.
Farmasis rumah sakit harus bertanggung jawab dalam pelabelan dan pengawasan obat
2
yang disimpan di rumah sakit.
Farmasis rumah sakit harus menjamin bahwa obat yang dibuat telah memenuhi standar
3
mutu.
Farmasis rumah sakit harus memberikan pelayanan pencampuran obat suntik dengan
4
menggunakan teknik aseptik.
Obat berbahaya, termasuk obat kanker, harus disiapkan di bawah kondisi lingkungan yang
5
meminimalkan risiko kontaminasi terhadap produk dan pemaparan terhadap petugas.
Farmasis rumah sakit harus mengurangi kesalahan obat (medication errors) dengan
6 menerapkan sistem atau teknologi berbasis bukti, seperti: pengisian obat secara otomatis,
sistem dosis unit, dan sistem bar-code.
Farmasis rumah sakit harus membantu dalam penyusunan kebijakan yang berkenaan
7 dengan penggunaan obat yang dibawa ke rumah sakit oleh pasien, termasuk evaluasi
terhadap obat herbal dan suplemen.
Farmasis rumah sakit harus bertanggung jawab terhadap penyimpanan, penyiapan dan
8
pendistribusian obat penelitian.
Farmasis rumah sakit harus menerapkan sistem penelusuran obat yang didistribusikan oleh
9
bagian farmasi (misalnya, untuk memudahkan penarikan produk)
4. Pemberian (Administration)
No. Pernyataan
Farmasis rumah sakit harus menjamin bahwa sumber informasi (referensi) yang diperlukan
1 untuk penyiapan dan pemberian obat yang aman dapat diakses di setiap tempat
perawatan.
Farmasis rumah sakit harus menjamin bahwa reaksi alergi dicatat secara akurat pada
2
tempat yang standar di dalam rekam medis pasien dan dievaluasi sebelum obat diberikan.
Farmasis rumah sakit harus memastikan bahwa obat dikemas dan diberi label untuk
3 menjamin identifikasi dan menjaga integritas produk sampai dengan sesaat sebelum obat
diberikan kepada pasien.
Pemberian label obat untuk pasien harus rinci untuk menjamin pemberian obat yang aman,
4
meliputi: nama obat, rute, dosis dalam berat dan volume.
Penyimpanan sediaan elektrolit konsentrasi tinggi (seperti kalium klorida dan natrium
klorida) dan obat risiko tinggi di ruang rawat harus ditiadakan dan diganti dengan sediaan
5
yang sudah diencerkan dan siap untuk pemberian ke pasien, atau jika diperlukan,
penyimpanan harus diberi label yang jelas di tempat yang aman.
Petugas kesehatan yang bertanggung jawab memberikan obat suntik dan kemoterapi
6 harus mendapatkan pelatihan tentang penggunaan, pengetahuan tentang bahaya dan hal-
hal yang harus diperhatikan.
Dosis kemoterapi dan obat-obat lain yang berisiko tinggi, harus dicek silang dengan resep
7
aslinya oleh dua petugas sebelum diberikan kepada pasien.
Farmasis harus menjamin diterapkannya strategi dan kebijakan untuk mencegah
kesalahan rute pemberian, misalnya: penandaan pada ujung selang tempat insersi untuk
8
mencegah salah penyambungan, dan penggunaan kateter enteral feeding tidak boleh
disambungkan dengan IV line atau parenteral line lainnya.
4. Pemberian (Administration) …lanjutan
No. Pernyataan
Alkaloid Vinca harus diencerkan, idealnya dalam minibag dan/atau syringe besar (untuk
9 pasien pediatri) dan diberi label peringatan untuk mencegah salah pemberian secara
intratekal.
Syringe untuk pemberian secara oral harus jelas berbeda untuk mencegah disuntikkannya
10
obat enteral dan oral ke pasien (terutama pasien pediatri).
Sediaan obat khusus untuk neonatus dan anak-anak yang tidak tersedia di pasaran harus
11
disiapkan oleh bagian farmasi rumah sakit.
Konsentrasi standar obat harus ditetapkan, diadakan dan disiapkan untuk seluruh pasien,
12
terutama neonatus, anak-anak dan pasien kritis.
Farmasis rumah sakit harus bertanggung jawab dalam menetapkan obat-obat mana yang
13
distok di ruang rawat, serta standar penyimpanan dan penanganannya di ruang rawat.
Farmasis rumah sakit harus menyusun prosedur yang sederhana untuk meningkatkan
14 keselamatan pasien, misalnya jika diperlukan jumah obat yang banyak untuk satu dosis (lebih
dari 2 tablet, vial, dll), maka resep harus diperiksa sebelum pemberian.
Farmasis rumah sakit harus menjamin pengembangan strategi pemastian mutu (quality
15 assurance) dalam pemberian obat, termasuk penggunaan metode observasi untuk
mendeteksi kesalahan dan mengidentifikasi prioritas untuk perbaikannya
Proses pemberian obat harus dirancang sedemikan rupa sehingga tahapan penyalinan
16
(transkripsi) antara resep asli dengan pencatatan pemberian obat dapat ditiadakan.
5. Pemantauan (Monitoring)

No. Pernyataan
Sistem pelaporan obat rusak harus dibuat dan diterapkan untuk memantau dan mengambil
1 langkah yang diperlukan dalam meminimalkan risiko. Laporan obat rusak dan substandar
harus dikirimkan ke program phamacovigilance tingkat regional dan nasional (jika ada).

Sistem pelaporan untuk reaksi obat tidak diharapkan (adverse drug reactions) harus dibuat
dan diterapkan untuk memantau dan mengambil langkah yang diperlukan dalam
2
meminimalkan risiko. Laporan reaksi obat yang tidak diharapkan harus dikirimkan ke
program phamacovigilance tingkat regional dan nasional (jika ada).

Sistem pelaporan untuk kesalahan obat (medication errors) harus dibuat dan diterapkan
untuk memantau dan mengambil langkah yang diperlukan dalam meminimalkan risiko.
3
Laporan kesalahan obat harus dikirimkan ke program phamacovigilance tingkat regional
dan nasional (jika ada).

Praktik penggunaan obat di rumah sakit harus dievaluasi dan dibuat trend-nya secara
4 internal, kemudian dibandingkan dengan praktik terbaik (best practices) di institusi lain
untuk meningkatkan keselamatan, efektivitas klinik dan cost-effectiveness.

Praktik penggunaan obat di rumah sakit harus dikaji oleh program akreditasi penilaian
5 mutu eksternal. Rumah sakit harus menindaklanjuti hasil penilaian tersebut untuk
meningkatkan mutu dan keselamatan dalam penggunaan obat.
5. Pemantauan (Monitoring) …lanjutan

No. Pernyataan
Intervensi klinis farmasis harus dicatat dalam catatan medis pasien. Data ini harus
6 dianalisis secara berkala untuk meningkatkan mutu dan keselamatan dalam penggunaan
obat.

Trigger tools harus digunakan untuk memberikan data kuantitatif tentang kejadian tidak
diharapkan di rumah sakit (adverse drug events). Data ini harus dianalisis secara berkala
7 untuk meningkatkan mutu dan keselamatan dalam penggunaan obat. (Catatan: contoh
trigger tools- adanya penggunaan antidote, yang mengindikasikan kemungkinan adanya
overdosis)

Pelayanan farmasi klinik tingkat lanjut harus meliputi manajemen terapi untuk
mengoptimalkan hasil terapeutik. Data hasil dari program tersebut harus dikaji secara
8
berkala untuk meningkatkan mutu dan keselamatan dalam penggunaan obat. Sebagai
contoh: manajemen terapi antikoagulan, terapi antimikroba, pemantauan terapeutik obat.
6. Sumber Daya Manusia (Human Resources)
No. Pernyataan
Di tingkat nasional, Departemen Kesehatan harus mengumpulkan para pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk bekerjasama menyusun rencana sumber daya
1 manusia yang berbasis bukti agar selaras dengan kebutuhan pelayanan kesehatan
dan prioritas di sektor publik dan swasta sehingga dapat mengoptimalkan patient
outcomes.
Pemangku kepentingan kunci (key stakeholders) harus menjamin bahwa pendidikan,
2 pelatihan, jumlah dan kapasitas sumber daya farmasi sesuai dengan tingkat, ruang
lingkup, cakupan,dan tanggung jawab seluruh jenjang profesi farmasi.
Perencanaan SDM farmasi rumah sakit harus mencakup seluruh jenjang profesi
farmasi dan dihubungkan dengan sasaran pelayanan kesehatan. Perencanaan
tersebut harus menguraikan strategi pendidikan dan pelatihan SDM, rekrutmen dan
3
retensi, pengembangan kompetensi, gaji dan kemajuan jenjang karir, kebijakan yang
bersifat jender, penempatan yang setara, serta peran dan tanggung jawab para
pemangku kepentingan dalam penerapannya.
Rumah sakit harus memiliki sistem informasi SDM yang memuat data dasar untuk
perencanaan, pelatihan, penghargaan (appraising) dan dukungan terhadap tenaga
4
kerja. Data tersebut harus dikumpulkan di tingkat nasional untuk memperbaiki strategi
SDM.
Departemen Kesehatan, institusi pendidikan famasi, organisasi profesi farmasi dan
pengelola rumah sakit harus menyikapi kelangkaan SDM farmasi melalui strategi
5
yang berkelanjutan untuk ketersediaan SDM, rekrutmen dan retensi, terutama di
daerah terpencil.
6. Sumber Daya Manusia (Human Resources)
…lanjutan
No. Pernyataan
Program pelatihan untuk SDM farmasi tingkat menengah (asisten apoteker, dan
6 sejenisnya) harus diformalkan, diselaraskan dan distandarkan untuk menjamin
kompetensi yang sudah ditetapkan.

Kebijakan SDM rumah sakit harus didasarkan pada prinsip-prinsip etik, kesempatan
7 yang setara, hak asasi manusia, dan mematuhi peraturan ketenagakerjaan, pedoman
dan standar pelayanan farmasi runah sakit.
Di tingkat nasional, tingkat praktik dan kompetensi yang disyaratkan harus ditetapkan
8 dan dievaluasi secara berkala untuk membentuk kerangka kerja kompetensi bagi
semua jenjang profesi farmasi.

Rumah sakit harus menggunakan kerangka kerja kompetensi yang sudah diakui
9
secara nasional untuk menilai kebutuhan pelatihan SDM dan kinerjanya.

Kurangnya bukti mengenai SDM farmasi rumah sakit harus digali melalui agenda
10
penelitian yang strategis.
Bagaimana Farmasi RS di Indonesia?

Sudahkah FRS melaksanakan


pelayanan berbasis medication safety?
KESALAHAN OBAT DAPAT TERJADI PADA TAHAP :

Prescribing/ordering

Preparation/Dispensing

Administration

PATIENT
Dispensing errors (1)
1. salah membaca instruksi pengobatan / resep
 Nama obat mirip
Contoh : Piracetam dibaca Piroxicam
 Penulisan permintaan obat yang tidak dimengerti
Contoh : Amlodipin 1/2 tablet 10 mg
Apakah yang diminta Amlodipin 5 mg
• atau 10 mg ?
 Singkatan yg tidak dimengerti
Contoh : AZT ----> Zidovudin atau Azathioprin
Dispensing errors (2)
2. Salah menghitung dosis:
 salah membaca
permintaan tertulisnya
 salah mendengar
permintaan lisan
 tidak memeriksa
kesesuaian dosis
Dispensing errors (3)
3. Salah dalam penyimpanan:

 susunan penyimpanan
membingungkan
 menyimpan obat yang sudah
kadaluarsa
 menyimpan obat tanpa
identitas jelas
 Menyimpan obat LASA
berdekatan
OBAT LOOK ALIKE SOUND ALIKE

ZAT AKTIF BERBEDA BENTUK SEDIAAN BERBEDA

KEKUATAN BERBEDA Another look alike…


OBAT LOOK ALIKE SOUND ALIKE
Obat 1 Obat 2
Amitriptilin Aminofilin
Carbamazepin Carbimazol
Dexamethason Dextrometorphan
Diamox Vermox
Femara Farmalat
Hidralazin Hydroxizin
Hytrin Histrin
Imdur Imuran
Inpepsa Inerson
Kaletra Keppra
Mestinon Merislon
Piracetam Piroxicam
Xanax Zantac
Xevolac Zovirax
Zocor Zoloft
Zometa Vometa
Zovirax Zoladex
PENYIMPANAN OBAT LOOK ALIKE SOUND ALIKE

Tidak diletakkan
berdekatan satu
sama lain dan diberi
label LASA
Dispensing errors (4)
4. salah mengambil obat dan meracik obat
 tidak teliti membaca etiket / label obat
 mengambil obat dari banyak wadah
sekaligus
 menyiapkan lebih dari satu sediaan
sekaligus
 teknik peracikan tidak benar
 menyiapkan dan meracik obat di tempat
yang banyak gangguan (interupsi,
cahaya kurang, bising, terlalu
panas/dingin)
Dispensing errors (5)
5. Salah memberi label /
etiket:
• tidak memberi etiket
dengan perintah / aturan
pakai yang memadai
• memberi label yang tidak
benar
MENCEGAH DISPENSING ERROR
1. Melakukan pengkajian resep/instruksi pengobatan :
 Pengkajian yang
dilakukan sebelum
penyiapan obat untuk
memastikan bahwa
resep benar/legal,
akurat, lengkap dan
rasional
- administratif
- farmasetik
- klinik
Aspek administratif:
•tempat
dan tanggal resep/instruksi
pengobatan dibuat
•nama dan alamat/nomor telepon dokter yang
dapat dihubungi
•nama pasien, tanggal lahir/umur, nomor
rekam medik, nama ruang rawat/poliklinik,
alamat/nomor telepon pasien yang dapat
dihubungi.
•Persyaratan administratif lain disesuaikan
dengan ketentuan institusi yang bersangkutan.
Aspek farmasetik:
- nama obat (nama generik/nama dagang)
- bentuk sediaan, rute pemberian, dosis
- jumlah obat yang harus disiapkan
- cara pembuatan (jika diperlukan peracikan).
Aspek klinik:
- indikasi, kontraindikasi, duplikasi obat,
dosis, interaksi obat
Untuk menilai aspek ini diperlukan data profil
penyakit dan semua obat yang sedang
digunakan pasien.
PROFIL PENGGUNAAN OBAT
Mencegah
dispensing errors

2. komunikasi antar tenaga


kesehatan dan ke pasien
Mencegah
dispensing errors
4. Menyimpanan obat :
 Tidak berdasarkan nama pabrik
 Memisahkan obat yg kemasannya mirip
 Memisahkan obat dengan nama mirip
 Memisahkan obat sama tetapi
kekuatannya berbeda
 Memisahkan obat yg sangat berbahaya
bila tertukar
 Tidak menyimpan obat yang tidak
layak, memperhatikan tanggal
kadaluarsa  FIFO, FEFO
Standar JCI: Penyimpanan
 Menjaga stabilitasnya : disimpan di
suhu kamar, suhu sejuk, suhu dingin
 Cek suhu ruangan dan lemari
pendingin tiap hari, catat + nama
petugas. Jika tidak memenuhi syarat,
laporkan ke PJ  tindakan koreksi
 Dilakukan inspeksi secara berkala
apakah penyimpanan sudah sesuai:
suhu, kelembaban, kebersihan
 Penandaan/labeling dibuat untuk tiap
obat (nama generik, nama dagang, ED,
penandaan khusus untuk obat yang
perlu kewaspadaan tinggi (obat high
alert)
Standar JCI: Penyimpanan obat emergensi

 Pengawasan dan pengendalian


agar kuantitas dan kualitas
tetap terjaga
 Pencatatan pemakaian
 Pemeriksaan mutu:
organoleptis (bentuk, warna,
teksture), kadaluarsa
 Jika tidak sesuai kuantitas dan
kualitas  koreksi
Standar JCI: Dispensing
5. Dispensing obat:
 Obat disiapkan di tempat yang
bersih, area yang aman,
menggunakan bahan dan
peralatan yang sesuai
 Cara dispensing mengikuti
peraturan dan standar yang
berlaku
 Pengambilan obat
 Membaca label obat dengan
seksama
 Obat steril harus disiapkan oleh
petugas yang terlatih dalam
teknik aseptik
Standar JCI: Penulisan etiket
 Label harus benar, jelas
JENIS-JENIS ETIKET

Kantong Merah: Kantong Kantong Biru: Kantong Hijau:


Transparan:
pagi hari sore hari malam hari
siang hari
Kantong plastik transparan jika obat lebih dari 4 kali penggunaan dalam sehari

ETIKET UNIT DOSE


Mencegah
dispensing errors
6. beban kerja
 berlebihan ----> keletihan
---> kesalahan
 pelayanan khusus
(geriatri, pediatri,
onkologi)
 jam dinas
 jumlah obat per pasien
7. petugas: harus cakap
8. faktor lingkungan ->
cahaya,
kebisingan,gangguan
Mencegah
dispensing errors
9. sistem distribusi (unit
dose terbaik!)

10. Pemeriksaan oleh


orang kedua sebelum
obat diserahkan
kepada perawat /
pasien
PELAYANAN ASEPTIC DISPENSING
Pelayanan Aseptic Dispensing
Tujuan:
 Menjamin sterilitas larutan
 Meminimalkan kesalahan pengobatan
 Menjamin kompatibilitas dan stabilitas
 Menghindari pemaparan zat berbahaya
 Menghindari pencemaran lingkungan
 Meringankan beban kerja perawat
 Penghematan biaya penggunaan obat
Ruang lingkup Aseptic Dispensing

 Sitostatika
 I.V. admixture (Pencampuran obat
suntik intravena)
 Nutrisi Parenteral (TPN)
PELAYANAN SITOSTATIKA
Spill Kit
Spill Kit
I.V. ADMIXTURE DAN TPN
Pendekatan Interdisiplin

Dokter Apoteker

Pasien

Perawat Tenaga Kesehatan


Lain

Komunikasi & Informasi


Faktor Penyebab

 Tidak mengenali “error”


 Tidak yakin “error”
 Takut terkena sanksi
ANALISIS DAN EVALUASI KESALAHAN OBAT

• Tidak “menghukum” individu (No


blaming culture)
• Lebih fokus pada perbaikan sistem
• Identifikasi kesalahan obat dari
berbagai sumber (rekam medis,
catatan pemberian obat, catatan
perawatan, laporan sukarela, keluhan
pasien, hasil surveilens)
• Belajar dari kasus yang terjadi (Root
cause analysis)
• Melakukan FMEA (Failure Mode &
Effects Analysis)
KESIMPULAN

• Farmasi RS berperan sebagai penggerak utama dalam


terwujudnya medication safety.
• Farmasi RS harus meningkatkan kemauan dan
kemampuannya agar dapat mewujudkan medication
safety.
• Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain mutlak
diperlukan untuk mewujudkan pelayanan farmasi RS
berbasis medication safety
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai