Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Keterampilan abad 21 merupakan keterampilan belajar yang mengharuskan

peserta didik memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi agar tetap bisa bersaing.

Sistem pendidikan nasional Indonesia melakukan penggantian kurikulum menjadi

kurikulum 2013 sebagai upaya untuk perbaikan pendidikan nasional dalam

menghadapi tantangan abad 21. Kurikulum 2013 ini berupaya untuk mengembangkan

keterampilan berfikir tingkat tinggi peserta didik. Mengembangkan keterampilan

berfikir peserta didik merupakan tujuan umum dari sebuah lembaga pendidikan

(Gerald F Smith, 2003:24, Zohar & Dori, 2003:145) Proses pendidikan yang

dilakukan membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berfikir tingkat

tinggi sehingga peserta didik mampu menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-

hari (Saido, Siraj Mordin dan Al_amed, 2015:13).

Kemampuan berfikir tingkat tingkat tinggi meliputi keterampilan berfikir

kritis, kreatif dan pemecahan masalah. Ketiga keterampilan ini tidak terlepas dari

pengembangan kemampuan kinerja otak kiri dan kanan yang membutuhkan latihan

berkelanjutan. Lewis & Smith (1993:131) membedakan antara kemampuan berfikir

tingkat rendah dengan kemampuan berfikir tingkat tinggi. Kemampuan berfikir

tingkat rendah hanya menawarkan kemampuan berfikir yang bersifat rutin atau

aplikasi informasi yang bersifat mekanik sedangkan kemampuan berfikir tingkat


tinggi memberikan tantangan kepada peserta didik untuk menafsirkan, menganalisis

dan mengolah informasi untuk menyelesaikan masalah. Bloom, Engelhart, Furst, Hill

dan Krathwohl’s (1956) dalam Sze-yin Shirley Yeung (2015:555) menjelaskan ada 6

tingkatan taksonomi berfikir yang bisa bisa dianggap sebagai kategorisasai awal

urutan kemampuan berfikir Tingkat taksonomi terendah adalah knowledge dan

comprehension, menuju taksonomi yang lebih kompleks yaitu tingkatan analysis,

application, synthesis dan evaluation. Neumann (1990:45) menjelaskan bahwa HOT

dibutuhkan oleh setiap orang untuk (1) berpartisipasi sebagai warga negara yang

bertanggungajawab dan berdaya dalam masyarakat yang demokrasi, (2) berkontribusi

sebagai pekerja yang produktif dalam masyarakat teknologi, (3) memiliki kehidupan

probadi yang memuaskan termasuk di dalamnya mengelola urusan pribadi,

terusbelajar dan mendapatkan manfaat dari budaya. kemampuan ini merupakan

kemampuan yang dibutuhkan peserta didik agar mengalami kesuksesan dalam

menghadapi abad 21.

Implementasi HOTS dalam proses pembelajaran masih mengalami

permasalahan. Hal ini diungkapkan oleh Karabulut (2012:2012) bahwa mengajarkan

keterampilan berfikir kritis yang merupakan bagian dari keterampilan berfikir tingkat

tinggi masih bermasalah dan belum berhasil. Imam Akbar Ramadhan (2014) dalam

sebuah penelitiannya mengungkapkan bahwa mengembangkan keterampilan berfikir

tingkat tinggi peserta didik sudah dianggap sebagai salah satu tujuan penting dalam

pendidikan, namun dalam prakteknya keterampilan berfikir tingkat tinggi ini masih

belum dapat terlatih dengan baik di sekolah.


Salah satu mata pelajaran SMA yang menuntut peser didik memiliki

keterampilan berfikir adalah mata pelajaran sosiologi. Peserta didik dalam pelajaran

sosiologi, tidak hanya dituntut untuk memiliki pengetahuan umum tentang

masyarakat tetapi juga memiliki kemampuan untuk menganalisis permasalahan yang

terjadi didalam masyarakat serta mengemukakan solusi terhadap permasalahan yang

terjadi. Hal ini membuat peserta didik harus mempunyai keterampilan berfikir yang

kompeks. Keterampilan berfikir yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013 adalah keterampilan berfikir tingkat tinggi. Melatih kemampuan

berfikir tingkat tinggi pada peserta didik, memerlukan model pembelajaran yang

berpusat pada peserta didik dan peserta didik mengetahui cara mengembangkan

kemampuan berfikir (Agustihana dan Dwikoranto, 2015:125).

Pembelajaran Sosiologi di SMA berfungsi untuk meningkatkan kemampuan

berfikir, berperilaku, dan berinteraksi dalam keragaman realitas sosial dan budaya

berdasarkan etika. Tujuan pengajaran sosiologi SMA pada dasarnya mencakup dua

sasaran yang bersifat kognitif dan bersifat praktis. Secara kognitif pengajaran

sosiologi dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dasar sosiologi agar siswa

mampu memahami dan menelaah secara rasional komponen-komponen dari

individu,kebudayaan dan masyarakat sebagai suatu sistem. Sementara itu sasaran

yang bersifat praktis dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan sikap dan

perilaku siswa yang rasional dan kritis dalam menghadapi kemajemukan masyarakat,

kebudayaan, situasi sosial serta berbagai masalah sosial yang ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa permasalahan mendasar yang terjadi dalam proses

pembelajaran sosiologi. Sri Suntari dkk (2015:4) menyebutkan diantara permasalahan

yang terjadi dalam proses pembelajaran mata pelajaran sosiologi pada tingkat SMA

diantaranya adalah (1) sebagian besar proses pembelajaran sosiologi mengajarkan

doktrin berupa norma, moral bahkan etika yang sesungguhnya bukan ranah mata

pelajaran sosiologi, (2) sebahagian besar pembelajaran sosiologi menyampaikan

materi-materi pembelajaran secara teoritis dengan mengacu pada buku teks (teks

book). Konsep-konsep sosiologi hanya dipelajari sebagai sebuah hafalan tentang

pengertian, tujuan dan manfaat semata tanpa mengetahui apa makna yang terkandung

dalam konsep tersebut, apalagi mempelajari tentang implikasi dari mempelajari

konsep tersebut bagi peserta didik ketika berada di tengah-tengah kehidupan

masyarakat. Sri Suntari dkk (2015:5-6) juga mengungkapkan bahwa terjadi

permasalahan dalam buku-buku sosiologi yang beredar di sekolah, yaitu : (1) di lihat

dari rumusan tujuannya, rumusan tujuan semua buku kabur dan keliru dai sosiologi,

(2) di lihat dari materi yang di bahas, semua buku memiliki bias pandangan mengenai

struktur, sosiologi dan masyarakat dijelaskan nyaris semata-mata sebagai struktur

dengan penekanan nilai, norma dan tertip sosial dan (3) sangat kurang pelajaran

mengenai peran aktor baik secara teoritis maupun secara empiris sehingga

pembelajaran mengenai struktur dalam pelajaran sosiologi menjadi kering dan tidak

memiliki akar yang kokoh dalam pengalaman Indonesia. Oleh karena itu ia

mengatakan bahwa mata pelajaran sosiologi di SMA belum mampu memberikan

semacam alat sederhana yang bisa dipakau menjelaskan fakta dan moral public.

Ketidakmampuannya bahkan menyebabkan rendahnya kemampuan peserta didik


mengamati dan mentransformasi persoalan-persoalan dalam masyarakat. karena yang

dipelajari peserta didik melalui mata pelajaran sosiologi hanya berupa hafalan konsep

secara teoritis dan tekstual semata.

Kurikulum 2013 memberikan solusi terhadap permasalahan ini karena di

dalamnya terdapat semangat perubahan. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam

permendikbud no 68 tahun 2013 bahwa Kurikulum 2013 dikembangkan oleh

pemerintah Indonesia dengan melakukan penyempurnaan pola pikir, diantaranya

adalah pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat

pada peserta didik, pola pembelajaran pasif menjadi pola pembelajaran aktif

(diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains), pola pembelajaran pasif

menjadi pembelajaran kritis.

Mata pelajaran sosiologi dalam kurikulum 2013 memiliki pandangan dasar

yang baik. Alasannya adalah: 1) mata pelajaran sosiologi mengakomodasi

pandangan-pandangan baru dalam disiplin sosiologi. Sebelumnya sosiologi

diposisikan sebagai disipln ilmu yang kaku yang hanya menekankan harmoni serta

dianggap sebagai disiplin yang identic dengan hokum, maka di dalam kurikulum

2013, sosiologi diposisikan sebagai ilmu yang bersifat kritis dan reflektif, 2) mata

pelajaran sosiologi dalam kurikulum 2013 memiliki dimensi konseptual (kognitif),

melatih keterampilan (berorientasi pada pemahaman dan pengalaman sosial secara

praktik) dan memperkuat komitmen publik peserta didik (melalui proyek-proyek

keterlibatan peserta didik) (Sri Suntari, dkk, 2015:6).

Pelaksanaan kurikulum 2013 mendorong guru untuk aktif dan kreatif dalam

membuat desain pembelajaran. Menyediakan modul pembelajaran merupakan salah


satu cara guru untuk menfasilitassi peserta didik agar termotivasi dalam belajar

sehingga peserta didik terdorong untuk belajar lebih fokus untuk mencapai

keberhasilan. Permasalahannya adalah implementasi mata pelajaran dalam konteks

kurikulum 2013. Sri Suntari dkk (2015:6) menjelaskan bahwa berdasarkan

pengalaman mereka sebagai narasumber maupun instruktur nasional implementasi

kurikulum 2013, tidak mudah merubah paradigma yang sudah terlanjur mengakar dan

berlangsung lama pada guru-guru sosiologi SMA. Harapannya, melalui proses

pembelajaran sosiologi di SMA bisa menjembatani peserta didik untuk mempertajam

rasa keingintahuannya, mempertajam analisis sosial serta memperluas pandangan

peserta didik dalam menjalani dan terlibat dalam kehidupan sehari-hari dalam

masyarakat.

Mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi dianggap sebagai tujuan

penting dalam pendidikan, namun guru sering percaya bahwa menstimulasi

pemikiran tingkat tinggi hanya sesuai untuk peserta didik berprestasi tinggi.

Akibatnya guru memperlakukan peserta didiknya dengan cara yang berbeda. Padahal

kemampuan berfikir tingkat tinggi adalah kemampuan yang dapat dilatihkan pada

peserta didik. Tidak hanya peserta didik yang memiliki prestasi tinggi yang mampu

memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi tetapi peserta didik yang memiliki

prestasi rendah. Guru harus mendorong peserta didik dari semua tingkat akademis

untuk terlibat dalam kegiatan yang melibatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi.

(Zohar dan Dori (2003:145). Senada dengan hal ini, Saido, Siraj Mordin dan

Al_amedi (2015:13-17) bersadarkan hasil penelitian mereka tentang higher order


thinking skills among secondary school students in science learning membuktikan

bahwa sebahagian besar peserta didik memiliki kebutuhan untuk meningkatkan

kemampuan berfikir tingkat tinggi. Terutama pada tahap keterampilan sistesis dan

evaluasi yang sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kreatifitas peserta didik

dalam ilmu pengetahuan. Mereka juga menegaskan bahwa kemampuan berfikir

tingkat tinggi sangat penting untuk pembelajaran yang efektif dan mencapai tujuan

utama pendidikan. Para pendidik diharuskan untuk mengembangkan metode

pembelajaran yang dapat melibatkan partisipasi aktif peserta didik dalam proses

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik,. Terkait hal ini,

Gerald F Smith (2003:24) menyebutkan bahwa perlu sebuah program untuk

kemampuan berfikir tingkat tingkat tinggi peserta didik karena mereka mesti

menyelesaikan sebuah permasalahan yang di luar formulasi mereka,

Penggunaan modul pembelajaran dalam proses pembelajaran memberikan

dampak yang positif bagi peserta didik. Danay Rakefet (2004:5) dalam hasil

penelitiannya menyebutkan bahwa peserta didik yang memiliki kesulitan dalam

melakukan pendekatan pemecahan masalah secara holistic mengalami kemajuan

setelah menggunakan modul pembelajaran. Melalui pembelajaran dengan modul

peserta didik bisa diarahkan untuk memiliki kemampuan problem solving dengan

cara menggunakan strategi pemecahan masalah tahap demi tahap secara runtut

menuju permasalahan yang spesifik. Melalui pembelajaran dengan modul, peserta

didik diberikan kesempatan untuk berfikir mandiri, dengan cara yang kreatif dan

original. Hassan, Mustapha dan Yusuff (2017:624) menyebutkan bahwa


teridentifikasi terjadinya kesulitan peserta didik dalam memahami pertanyaan dan

kesulitan guru dalam membangun pertanyaan level HOT. Oleh karenanya, guru

membutuhkan panduan dan modul HOTS yang mudah digunakan dalam proses

belajar mengajar di kelas.

Berdasarkan permasalahan yang diutarakan di atas, maka salah satu solusi

yang peneliti tawarkan agar guru mampu melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi

peserta didik pada mata pelajaran sosiologi adalah mengembangkan modul

pembelajaran yang berbasis higher order thinking skill, karena berdasarkan tinjauan

peneliti melalui studi pustaka beberapa penelitian terdahulu, belum ditemukan

penelitian tentang pengembangan modul pembelajaran sosiologi yang berbasis higher

order thinking skill. Peneliti memandang perlu untuk dilaksanakannya penelitian

terkait hal ini. Oleh karena itu peneliti akan melakukan sebuah penelitian dengan

judul “pengembangan modul pembelajaran berbasis higher order thinking skill pada

mata pelajaran Sosiologi SMA kelas XI”. Penelitian ini akan dilakukan di SMA

negeri 1 Sentolo, karena merupakan salah satu SMA yang telah menerapkan

kurikulum 2013.

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, ada beberapa identifikasi masalah

dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Belum adanya penelitian yang peneliti temukan terkait pengembangan

modul pembelajaran sosiologi berbasis higher order thinking skill..


2. Belum semua guru bisa membuat modul pembelajaran berbasis higher

order thinking skill karena pelatihan kurikulum 2013 masih

berlangsung.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini perlu adanya

batasan masalah agar penelitian ini memiliki fokus masalah yang akan dipecahkan.

Penelitian ini akan menfokuskan pada masalah belum ditemukannya penelitian

pengembangan modul pembelajaran sosiologi berbasis higher order thinking skill.

Oleh karena itu perlu kiranya peneliti melakukan penelitian terkait permasalahan ini

karena kurikulum 2013 merupakan kurikulum pendidikan yang menggunakan

paradigma pembelajaran abad 21 yang fokusnya pada pengembangan kemampuan

berfikir tingkat tinggi peserta didik.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana karakteristik modul berbasis HOTS untuk meningkatkan

kemampuan berfikir kritis peserta didik pada mata pelajaran sosiologi

kelas XI SMA Negeri 1 Sentolo?

2. Bagaimana kelayakan modul berbasis HOTS untuk meningkatkan

kemampuan berfikir kritis dalam peserta didik pada mata pelajaran

sosiologi kelas XI IS di SMA Negeri 1 Sentolo?


3. Bagaimana keefektifan modul berbasis HOTS untuk meningkatkan

kemampuan berfikir kritis peserta didik pada mata pelajaran sosiologi

kelas XI SMA Negeri 1 Sentolo?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Mengetahui karakteristik modul berbasis HOTS untuk meningkatkan

kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik pada mata pelajaran

sosiologi kelas XI SMA Negeri 1 Sentolo

2. Menguji kelayakan modul berbasis HOTS untuk meningkatkan

kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik pada mata pelajaran

sosiologi kelas XI SMA Negeri 1 Sentolo

3. Menguji keefektifits modul berbasis HOTS untuk meningkatkan

kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik pada mata pelajaran

sosiologi kelas XI SMA Negeri 1 Sentolo

F. Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk yang dikembangkan adalah sebagai berikut.

1. Modul pembelajaran sosiologi berbasis HOTS diperuntukkan untuk

siswa kelas XI SMA.

2. Modul yang disusun berupa modul guru dan modul siswa

3. Materi yang dikembangkan adalah materi pembelajaran sosiologi

berdasarkan kurikulum 2013 yang diperuntukkan untuk kelas XI SMA


4. Komponen modul secara umum terdiri dari :

a. Sampul (cover)

b. kata pengantar

c. daftar isi,

d. pendahuluan yang berisi pedoman penggunaan modul

e. Pembelajaran berisi peta konsep pembelajaran untuk

meginformasikan kompetensi dan sub kompetensi yang harus

di kuasai peserta didik, tujuan Pembelajaran yang dicantumkan

pada setiap bagian awal setiap kompetensi yang di pelajarari,

uraian materi pembelajaran yang diorganisasikan sesuai tujuan

pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran.

f. penutup (berisi refleksi, rangkuman dan kunci jawaban) dan

daftar pustaka.

5. Modul pembelajaran berisi kegiatan yang mampu mengembangkan

kemampuan higher order thinking peserta didik.

6. Isi modul disusun dengan sistematis dan menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar serta mudah dipahami oleh siswa.

G. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah.

1. Memberikan model alternative pengembangan modul pembelajaran

sosiologi berbasis HOTS dalam meningkatkan kemampuan berfikir

tingkat tinggi peserta didik pada mata pelajaran sosiologi.


2. Sebagai bahan masukan dalam merumuskan materi sosiologi dengan

kurikulum 2013 yang mengembangkan kemampuan berfikir abad 21.

3. Sebagai bahan rujukan dan informasi tentang pembelajaran sosiologi

yang berbasis HOTS

H. Asumsi Pengembangan

Asumsi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Guru-guru masih membutuhkan sampel modul pembelajaran yang mampu

mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik pada

mata pelajaran Sosiologi di SMA.

2. SMA N 1 Sentolo merupakan salah satu sekolah di Daerah Istimewa

Yogyakarta yang telah menerapkan kurikulum 2013 sehingga modul

pembelajaran yang peneliti kembangkan dapat bermanfaat bagi sekolah

bersangkutan.

3. Peserta didik SMA N 1 Sentolo memiliki potensi akademik yang yang

beragam. Melalui penggunaan modul ini pembelajaran sosiologi mereka

bisa lebih bermakna karena dilatih untuk berfikir tingkat tinggi

4. gkat tinggi

Anda mungkin juga menyukai