Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar ilmu pengetahuan kimia merupakan ilmu percobaan dan
sebagian besar pengetahuannya diperoleh dari penelitian di laboratorium. Banyak
bahan kimia yang digunakan untyk pratikum dan bahan – bahan tersebut
kebanyakan berbentuk larutan. Untuk membuat sebuah larutan pada umumnya
digunakan pelarut air. Ada beberapa larutan yang menggunakan pelarut lain.
Sebenarnya larutan terjadi jika atom, molekul atau ion dari suatu zat semua
terdispersi (larut). Larutan terdiri dari zat yang dilarutkan (solute) dan pelarut
(solven).
Perubahan suatu zat dibedakan menjadi dua, yaitu perubahan fisika dan
perubahan kimia. Perubahan fisika itu sendiri merupakan perubahan materi yang
tidak menghasilkan zat baru, dimana yang mengalami perubahan hanyalah bentuk
dan wujudnya sebagai contoh dari perubahan fisika adalah perubahan – perubahan
yang terjadi dalam siklus air. Sedangkan perubahan kimia adalah perubahan suatu
materi yang akan menghasilkan zat baru dan perubahan kimia ini sering disebut
dengan reaksi kimia.
Setiap zat murni yang diketahui , baik unsur maupun senyawa,mempunyai
nama dan rumus uniknya sendiri. Cara tersingkat untuk mempunyai memerikan
suatu reaksi kimia ialah menulis rumus untuk tiap zat yang terlibat dalam bentuk
suatu persamaan kimia. Suatu persamaan kimia meringkaskan sejumlah besar
informasi mengenai zat – zat yang terlibat dalam reaksi. Persamaan itu tidaklah
sekedar pernyataan kualitatif yang menguraikan zat – zat yang terlibat.
Dalam percobaan ini akan dilakukan percobaan tentang pembuatan larutan
dimana diharapkan dapat mengetahui serta memahami tentang konsentrasi suatu
larutan yang ada atau yang akan dibuat. Dalam hal ini akan diketahui apakah
larutan tersebut akan terlarut sempurna atau tidak. Dalam percobaan ini pula,
dapat diketahui cara – cara ataupun prosedur ketika mencampurkan suatu larutan
yang mana ukurannya telah ditentukan terlebih dahulu, percobaan ini akan
membahas mengenai konsentrasi larutan yang dapat dinyatakan dengan beberapa
cara antara lain : molaritas, molalitas, normalitas, persen berat dan volume, ppm,
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengatahui
cara pembuatan larutan dan sifat – sifat dari H2SO4, HNO3, KMnO4, maltosa,
Pb(NO3)2, KOH, dan aquades baik secara fisika maupun kimia.

1.2 Tujuan Percobaan


- Mengetahui bagaimana reaksi yang terjadi pada saat percampuran larutan-
larutan kimia
- Mengetahui bagaimana cara pengenceran suatu larutan
- Mengetahui seberapa banyak kadar zat cair dan zat padat dalam suatu
larutan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu terbatas.
Batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang dapat larut
dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan jenuh.
Kelarutan suatu zat dapat ditentukan dengan menimbang zat yang akan
ditentukan kelarutannya kemudian dilarutkan, misalnya dalam 100 ml pelarut.
Jumlah zat yang ditimbang harus diperkirakan dapat membentuk larutan lewat
jenuh yang ditandai masih terdapatnya zat yang tidak larut di dasar wadah setelah
dilakukan pengocokan dan didiamkan. Setelah terjadi kesetimbangan antara zat
padat yang larut dan yang tidak larut, padatan yang tidak larut lalu disaring dan
ditimbang selisih berat awal dan berat padatan yang tidak larut merupakan
kelarutanzat tersebut dalam 100 ml pelarut.
Daya larut suatu zat berbeda – beda, tergantung dari sifat zat terlarut dan
pelarutnya. Ada beberapa zat yang mudah larut dan ada pula yang sukar larut.
Biasanya kelarutan dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 ml gr pelarut.
Suatu pelarut sangat mudah larut jika jumlah bagian volume pelarutnya
lebih kecil dari 1 bagian. Pelarut dalam larutan mudah larut bila bagian
volumenya dari 1 sampai 10 bagian. Pelarut masih bisa larut bila kapasitas bagian
volumenya lebih dari 10 sampai 30 bagian. Pelarut mulai sukar terlarut dalam
suatu larutan apabila bagian per volumenya dari 30 sampai lebih dari 10000
bagian.
Partikel – partikel solut, baik berupa molekul atau ion di dalam air selalu
dalam keadaan terhidrasi. Makin banyak partikel solut, makin banyak molekul air
yang diperlukan untuk menghidrasi partikel solut. Bila ke dalam sejumlah air
ditambahkan gula terus menerus, maka pada saat tertentu akan tercapai suatu
keadaan dimana semua molekul air tidak sukup untuk menghidrasi molekul gula
yang dilarutkan. Penambahan gulayang melebihi batas kelarutannya akan
diendapkan di dasar wadah, sehingga larutan telah mencapai keadaan jenuh.
Larutan jenuh adalah larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam
jumlah maksimal, sehingga tidak dapat ditambahkan lagi zat terlarut.pada keadaan
ini terjadi keseimbangan antara solut yang larut dan yang tak larut atau kecepatan
pelarutan sama dengan kecepatan pengendapan. Perlu diketahui bahwa istilah
jenuh dan tak jenuh tak ada hubungannyasecara langsung dengan larutan pekat
dan encer. Suatu larutan jenuh tidak perlu larutan pekat. Misalnya suatu larutan
jenuh perak klorida (AgCl) pada suatu kamar hanya melarutkan 8,9 x 10−5 gr per
100 ml air, sehingga dapat dianggap larutan encer. Sebaliknya diperlukan kira –
kira 500 gr litium (LiClO3) per 100 ml untuk membuat larutan jenuh paa suhu
yang sama. Padahal larutan yang mengandung 400 gr LiClO3 per 100 ml air
sudah dpat dikatakan pekat meskipun belum penuh.
(Yazid,E.2005)
Larutan tak jenuh (unsaturated) adalah suatu larutan yang mengandung
jumlah solut lebih sedkit (encer) dari pada larutan jenuhnya. Sedangkan larutan
lewat jenuh (supersaturated) mengandung solut lebih banyak (pekat) dari pada
yang ada dalam larutan jenuhnyapada suhu yang sama. Larutan jenuh tidak berada
dalam kesetimbangan melainkan dalam sistem metastabil. Larutan ini biasanya
dibuat dengan membuat larutan jenuh pada suhu lebih tinggi. Contohnya larutan
jenuh natrium asetat (NaC2H3O2) pada 0°C dapat larit 100 gr per 100 ml, tetapi
kelarutannya akan bertambah dengan naiknya suhu. Larutan tak jenuh panas dapat
mengandung 119 gr lebih NaC2H3O2 per 100 ml. kelebihan solut ini seharusnya
mengendap bila didinginkan pada 0°C, tetapi biasanya tidak dan masih tetap
berada dalam larutan. Larutan ini sangat jenuh dan tidak stabil, karena bila sebutir
saja dari Kristal zat yang sama ditambahkan aka nada tambahan solut yang
mengendap pada initi Kristal sampai larutan menjadi jenuh.
Setiap kelarutan dapat dipengaruhi dengan suhu dan tekanan. Pengaruh
kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda – beda antara yang satu dengan lainnya.
Tetapi pada umumnya kelarutan zat padat dalam cairan bertambah dengan
naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukan larutannya bersifat
endoterm. Sebagai pengecualian ada beberapa zat yang kelarutannya menurun
dengan naiknya suhu seperti selium sulfat dan natrium sulfat karena proses
pelarutannya bersifat eksoterm. Bahkan ada zat yang hampir tidak dipengaruhi
oleh suhu seperti natrium klorida.
Perbedaan kelarutandengan suhu yang berlainan ini dapat dimanfaatkan
untuk memurnikan zat dari kotoran – kotoran hasil samping suatu reaksi dengan
cara rekristalisasi bertingkat. Pada cara ini zat yang masih bercampur dengan
pengotor dilarutkan dalam sedikit pelarut panas, dimana pengotor lebih mudah
larut daripada zat yang akan dimurnikan. Setelah larutan dingin kotoran akan
tertinggal dalam larutan dan zat murni akan memisah sebagai endapan. Kristal
murni yang dihasilkan lalu disaring dan dikeringkan.
Berbeda dengan zat padat, kelarutan suatu gas dalam cairan menurun
dengan naiknya suhu. Hal ini disebabkan pada pembentukan larutannya selalu
bersifat eksoterm. Kenaikan suhu akan memudahkan molekul – molekul gas
memisahkan diri untuk menguap meninggalkan pelarut. Sebagai contoh, gas
karbon dioksida berbuih – buih keluar dari minuman berkarbonat jika cairan ini
dipanasi. Bila air ledeng dipanaskan, udara yang terlarut akan segera keluar
sebagai gelembung – gelembung kecul meninggalkan air.
(Brady, 1999)
Perubahan tekanan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kelarutan
suatu zat cair atau zat padat dalam pelarut cair. Tetapi kelarutan gas selalu
bertambah dengan brtambahnya tekanan. Suatu minuman yang mengandung
karbonat, dibotolkan dengan tekanan tinggi di bawah 3 – 4 cm supaya CO2 yang
larut di dalamnya besar. Jika tutup botol dibuka, tekanan di dalam botol turun
sampai 1 atm dan gelembung CO2 lepas. Ini menunujukan kelarutan CO2 turun
dengan turunnya tekanan.hal yang sama terjadi pada seorang penyelam yang
terlalu cepat naik ke permukaan. Sewaktu menyelam kelarutan gas N2 dan O2
meningkat akibat tekanan tinggi, tetapi ketika keluar ke permukaan secra
mendadak gas – gas tersebut akan dilepaskan dalam bentuk gelembung udara
melalui pembuluh darah. Keadaan ini sangat menyakitkan dan dapat
menyebabkan kematian.
Sifat–sifat fisik larutan ditentukan oleh konsentrasi dari berbagai
komponennya. Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut yang
terdapat dalam suatu pelarut atau larutan. Larutan yang mengandung sebagian
besar solut relatif terhadap pelarut, berarti larutan tersebut konsentrasinya tinggi
(pekat). Sebaliknya bila mengandung sejumlah kecil solut, maka konsentrasinya
rendah (encer). Terdapat beberapa cara yang umum dipakai dalam menyatakan
konsentrasi larutan.
1. Persen Berat ( % berat/berat )

Persen berat adalah jumlah gram zat perlarut dalam 100 gr larutan. Persen
berat biasanya digunakan untuk menyatakan kadar komponen yang berupa zat
padat.
gr zat terlarut
Persen berat = x 100 % (2.1)
gr larutan

2. Persen volume ( % volume/volume)


Persen volume adalah jumlah volume (ml) zat terlarut dalam 100 ml larutan.
Persen volume biasanya digunakan untuk menyatakan kadar komponen berupa zat
cair atau gas.
ml zat terlarut
Persen volume ( % V/V ) = x 100 % (2.2)
ml zat larutan

3. Persen berat per volume ( % b/v )

Persen berat per volume menyatakan banyaknya gram zat terlarut dalam 100
ml larutan. Cara ini biasanya dipakai untuk menyatakan kadar zat padat dalam
suatu cairan atau gas.
g zat terlarut
Persen berat per volume ( % b/v) = x 100 % (2.3)
ml larutan

4. Bagian per sejuta ( bpj atau ppm )

Bagian per sejuta (bpj atau parts per million (ppm) adalah satu bahian zat
terlarut dalam satu juta bagian larutan satuan ppm sering dipakai untuk
menyatakan konsentrasi zat yang sangat kecil dalam larutan gas, cair atau padat.
1 mg zat terlarut
1 ppm = (2.4)
1L larutan

Hubungan ppm dengan satuan lain :


- Ppm dengan berat per volume

1 ppm = 1 mg/L
Ppm dengan berat per berat
1 ppm = 1 mg/kg
- Ppm dengan persen

1 ppm = 10−4% atau 1 % = 104 ppm


5. Molalitas (m)

Molalitas adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gr (1kg) pelarut.
Satuan molal tidak tergantung pada suhu dan biasanya digunakan untuk
menyatakan banyaknya partikel zat terlarut dalam sejumlah tertentu pelarut. Jika
w gram zat terlarut dilarutkan dalam p gram pelarut, mka kemolalan (m) larutan,
dirumuskan :
mol zat terlarut W 1000
m= atau m = BM x (2.5)
kg pelarut p

6. Molaritas (M)

Satu molar atau 1 M suatu larutan didefinisikan sebagai 1 mol suatu zat
terlarut di dalam 1 liter larutan atau 1 mmol zat itu terlarut dalam 1 ml larutan.
Secara umum dapat dinyatakan menurut hubungan berikut :
mol zat A mmol zat A
Molaritas zat A = 1 L larutan = 1 ml larutan (2.6)

Persamaan (2.6) dapat diubah sebagai berikut :


WA x 1000
Molaritas zat A = MA x V
(2.7)

Dimana WA = massa zat A (dalam gr) MA = massa molekul relative zat A


(dalam gr/mol) dan V = volum larutan (dalam ml)
7. Fraksi Mol (x)

Fraksi mol adalah perbandingan jumlah zat mol terlarut terhadap jumlah
mol seluruh zat dalam larutan. Jika dalam larutan terdapat n1 mol zat A dan n2 mol
zat B, maka fraksi mol (x) masing – masing zat dirumuskan :
n1 n2
XA = n atau XB = n (2.8)
1 + n2 1 + n2

Hubungan fraksi mol kedua zat dalam larutan, berlaku :


XA + XB = 1
Persen mol = fraksi mol x 100 %
8. Normalitas (N)

Normalitas adalah jumlah gram ekuivalen zat terlarut dalam satu liter
larutan. Satuan konsentrasi normalitas sering digunakan untuk analisa volumetric
terutama dalam reaksi – reaksi asam – basa dan oksidasi – reduksi (redoks).
Jika W gram senyawa asam – basa dilarutkan dalam V ml larutan, maka :
W 1000 BM
N = BM x dengan BE = (2.9)
V a

Dimana :
BE = Berat ekivalen
BM = Berat molekul
A = valensi (banyaknya ion dalam larutan) untuk :
Asam = banyaknya ion H+
Basa = banyaknya ion H-
Redoks = banyaknya electron yang dilepaskan atau diterima pada 1 mol
senyawa
Hubungan normalitas (N) dengan larutan yang mempunyai konsentrasi K%
dengan kerapatan (BJ) = L, berlaku :
10 x K x L x a
N= (2.10)
BM

(HAM Mulyono,2006)
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Neraca analitik
- Labu takar 100 ml
- Pipet tetes
- Pipet ukur 10 ml
- Batang pengaduk
- Gelas kimia 100 ml
- Corong kaca
- Pipet volume

3.1.2 Bahan
- H2SO4
- HNO3
- KMnO4
- Pb (NO3)2
- KOH
- Maltosa

3.2 Prosedur percobaan


3.2.1 Pembuatan larutan H2SO4
- Dihitung Normalitas H2SO4, diketahui BJ = 1,84 dan % = 96% (larutan
induk)
- Dimasukkan 20 ml aquades ke dalam labu takar
- Dipipet 0,56 ml H2SO4 dengan Normalitas 36N
- Ditambahkan aquades hingga tanda tera, ditutup dan dikocok
- Dipindahkan ke dalam botol sampel

3.2.2 Pembuatan larutan HNO3


- Dihitung Normalitas HNO3, diketahui Bj = 1,42 dan % = 70% (larutan
induk)
- Dimasukkan 20 ml aquades ke dalam labu takar
- Dipipet 0,63 ml HNO3 dengan Normalitas 15,78 N
- Ditambahkan aquades hingga tanda tera, ditutup dan dikocok
- Dipindahkan ke dalam botol sampel

3.2.3 Pembuatan larutan KMnO4


- Dipipet 20 ml KMnO4 0,1 N (larutan induk)
- Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
- Ditambahkan aquades hingga tanda tera ditutup dan dikocok
- Dipindahkan ke dalam botol sampel

3.2.4 Pembuatan larutan Maltosa


- Dimasukkan ke dalam gelas kimia maltosa 5 ml
- Ditambahkan aquades hingga 50 ml, diaduk
- Dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml
- Diencerkan dengan aquades hingga tanda tera, homogenkan
- Dipindahkan ke dalam botol sampel

3.2.5 Pembuatan larutan Pb(NO3)2


- Ditimbang 16,66 gram Pb (NO3)2
- Dimasukkan ke dalam gelas kimia
- Ditambahkan aquades hingga 20 ml, diaduk
- Dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml
- Diencerkan dengan aquades hingga tanda tera, homogenkan
- Dipindahkan ke dalam botol sampel

3.2.6 Pembuatan larutan KOH


- Ditimbang 0,56 gram KOH
- Ditambahkan aquades hingga 50 ml
- Dipindahkan kle dalam labu takar 100 ml
- Diencerkan dengan aquades hingga tanda tera, homogenkan
- Dipindahkan ke dalam botol sampel
BAB 4
HASIL DAN PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan


N Perlakuan Pengamatan
O
- Dihitung
1 Normalitas H2SO4, %.10 bj.V
N= Mr
diketahui BJ = 1,84 dan % = 96% 96.10.184.2
(larutan induk) = 98
- Dimasukkan 20 ml aquades ke N = 36 Normal
dalam labu takar N1.V1 = N2.V2
- Dipipet 0,56 ml H2SO4 dengan 36.V1 = 0,2.100 ml
20 ml
Normalitas 36N V1 = 36
- Ditambahkan aquades hingga V1 = 0,56 ml H2SO4 (p)
tanda tera Reaksi berlangsung eksoterm
2
- Dihitung Normalitas HNO3 , %.10 bj.V
N=
diketahui Bj = 1,42 dan % = 70% Mr
96.10.184.2
(larutan induk) = 98
- Dimasukkan 20 ml aquades ke N = 15,78 Normal
dalam labu takar N1.V1 = N2.V2
- Dipipet 0,63 ml HNO3 dengan 15,78.V1 = 0,1.100 ml
Normalitas 15,78 N 10 ml
V1 = 15,78
- Ditambahkan aquades hingga
tanda tera V1 = 0,63 ml HNO3 (p)
Reaksi berlangsung eksoterm
3
- Dipipet 20 ml KMnO4 0,1 N V1. M1 = V2.M2
(larutan induk) 100 . 0,02 N = x . 0,1
- Dimasukkan ke dalam labu takar 2N = x. 0,1
100 ml 2
= 20 ml
- Ditambahkan aquades hingga 0,1
tanda tera
-4 Dimasukkan ke dalam gelas kimia m zat terlarut
% massa = V larutan x 100%
maltosa 5 ml m
- Ditambahkan aquades hingga 50 5% = 100 ml x 100 %
5%
ml, diaduk m = 100% x 100
- Dipindahkan ke dalam labu takar
= 5 ml
100 ml
Reaksi yang berlangsung :
- Diencerkan dengan aquades
hingga tanda tera, homogenkan tidak terjadi reaksi
n n
5
- Ditimbang 16,66 gram Pb (NO3)2 M = v ⇔ 0,1 M = 50 ml
- Dimasukkan ke dalam gelas kimia n = 0,05 mol
- Ditambahkan aquades hingga 20 m = n. Mr
ml, diaduk = 0,05 mol . 331,25 g/mol
- Dipindahkan ke dalam labu takar = 16,66 gram
50 ml Reaksi yang berlangsung :
- - Diencerkan dengan aquades endoterm
hingga tanda tera, homogenkan
g 1000
6- Ditimbang 0,56 gram KOH N = Mr x . Valensi
V
- Ditambahkan aquades hingga 50 9 1000
ml 0,1 = 56 x .1
100
0,1.56
- Dipindahkan kle dalam labu takar g = 10
100 ml
= 0,56 gram KOH
- - Diencerkan dengan aquades
Reaksi yang terjadi : eksoterm
hingga tanda tera, homogenkan

4.2 Perhitungan
4.2.1 Pembuatan Larutan H2SO4
%.10 bj.V
N= Mr
96.10.184.2
= 98

N = 36 Normal

N1.V1 = N2.V2
36.V1 = 0,2.100 ml
20 ml
V1 = 36

V1 = 0,56 ml H2SO4 (p)


4.2.2 Pembuatan larutan HNO3
%.10 bj.V
N= Mr
96.10.184.2
= 98

N = 15,78 Normal
N1.V1 = N2.V2
15,78.V1 = 0,1.100 ml
10 ml
V1 = 15,78
V1 = 0,63 ml HNO3 (p)
4.2.3 Pembuatan larutan KMnO4
V1. M1 = V2.M2
100 . 0,02 N = x . 0,1
2N = x. 0,1
2
=x
0,1

20 ml = x
4.2.4 Pembuatan larutan Maltosa
m zat terlarut
% massa = x 100%
V larutan
m
5% = 100 ml x 100 %
5%
m = 100% x 100 ml

m = 5 ml
4.2.5 Pembuatan larutan Pb(NO3)2
n
M=v
n
0,1 M = 50 ml

n = 0,05 mol PbNO3


M = n. Mr
= 0,05 mol . 331,25 g/mol
= 16,66 gram

4.2.6 Pembuatan Larutan KOH


g 1000
N = Mr x . Valensi
V
9 1000
0,1 = 56 x .1
100
0,1.56
g= 10

= 0,56 gram KOH


4.3 Pembahasan
Larutan adalah campuran homogeny yang terdiri dari dua atau lebih zat
yang komposisinya sama, ukuran pertikelnya pun sama. Tidak ada bidang batas
antara zat pelarut dengan zat terlarut (tidak dapat dibedakan secara langsung
antara zat pelarut dengan zat terlarut), partikel – pertikelny berukuran sama (baik
ion, atom, maupun molekul) dari dua zat atau lebih. Dalam larutan fase cair,
pelarutnya (solvent) adalah cairan dan zat yang terlarut di dalamnya disebut zat
terlarut (solute), bisa berwujud padat, cair, atau gas. Dengan demikian, larutan =
pelarut (solvent) + zat terlarut (solute). Khusus untuk larutan cair, maka
pelarutnya adalah volume terbesar.
Sifat dari H2SO4 atau asam sulfat yaitu asam mineral (anorganik) yang kuat.
Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak
kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Kegunaan
utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral sintesis kimia. Pemrosesan air
limbah dan pengilangan minyak.
Sifat senyawa kimia asam nitrat (HNO3) adalah sejenis karosif yang tak
bewarna dan merupakan asam beracun yang dapat menyebabkan luka bakar. Sifat
senyawa kimia kalium permanganat (KMnO4) adalah Kristal yang bewarna ungu
menjadi Kristal perunggu stabil. Memiliki nama lain Chameleon mineral Cl
77755. Kristal candy’s dan cairox. Apabila kontak dengan senyawa ini yang
mudah terbakar (menyala) dan harus dijauhkan dengan senyawa pereduksi, asam
kuat, material organik, peroksida, alcohol dan senyawa logam aktif, kalium
permanganat adalah merupakan oksidator kuat. Sifat dari Timbal nitrat dua kali
Pb(NO3)2 adalah memiliki sifat kimia berupa gampang terkorosi, karena timbale
mudah teroksidasi. Sifat fisik yang dimiliki Pb(NO3)2 adalah padat dan bewarna
putih kebiruan. Sifat dari Maltosa adalah sifat kimianya yaitu larut dalam air dan
sifat fisiknya manis bila dirasakan. Sifat yang dimiliki oleh zat KOH adalah
mempunyai sifat kimia yaitu berupa basa kuat dan sifat fisik dari KOH adalah
Bentuk dari KOH adalah larutan (encer/cair). Dari keenam percobaan zat –
zat pelarut selalu dicampur menggunakan aquades karena aquades memiliki sifat
kimia sebagai pelarut universal. Dan aquades memiliki sifat fisik berupa bening
tidak bewarna.
Miniskus bawah (cekung) merupakan tanda batas bawah dimana air dalam
labu takar permukaannya cekung. Hal ini disebabkan karena kohesi air lebih kecil
daripada adhesi air dengan kaca. Miniskus atas (cembung) merupakan tanda batas
atas dimana air dalam labu takar permukaannya cembung, hal ini disebabkan
karena kohesi raksa lebih besar dari pada adhesi raksa dengan kaca.
Untuk membuat suatu larutan perlu dihitung konsentrasinya terlebih dahulu.
Dalam menghitung konsentrasi dapat dinyatakan dengan molaritas, molalitas,
normalitas, fraksi mol (x), persen berat ppm dan mg persen. Konsentrasi
merupakan perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam
larutan, atau perbandingan jumlah zat terlarut dengan zat pelarut.
1. Molaritas (M)

Molaritas adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan. Dimensi
molaritas ialah mol/L atau mol L−1, disingkat M dan diucapkan molar. Larutan
yang mengandung 1 mol zat terlarut dalam 1 liter larutan disebut 1 molar dan di
tulis 1 M.
n
Rumus Molaritas : M = V

Ket : M = Molaritas
n = mol
v = volume dalam larutan
atau
gr 1000
M= x Ket : gr = massa zat terlarut
Mr V

Mr = massa relative zat terlarut


V = volum dalam ml
2. Molalitas

Molalitas ialah jumlah zat terlarut pada tiap kilogram pelarut, dalam
molalitas tidak ada volume, namun massa yang tidak berpengaruh pada suhu.
n
Rumus molalitas : m = p
ket. : m = molalitas
n = mol
P = massa pelarut (kg)
3. Persen massa

Persen massa sering disebut persen bobot per bobot (%b/b), menyatakan
jumlah massa zat terlarut dalam 100 bagian massa larutan.
Rumus persen massa :
massa zat terlarut
% massa = x 100%
massa larutan

4. Persen volume

Persen volume atau persen volume per volume (%v/v) menyatakan jumlah
zat terlarut dalam 100 bagian volume larutan.
volume zat terlarut
% volume = x 100%
volume larutan

5. Fraksi Mol

Fraksi mol menyatakan perbandingan mol zat terlarut dengan zat pelarut.
Reaksi fraksi mol :
nA
XA = n
A + nB

ket. : XA = fraksi mol pelarut


nA = mol zat terlarut
nB = mol zat pelarut
6. Normalitas (N)

Normalitas menyatakan jumlah gram ekuivalen zat terlarut dalam liter


larutan. Satuannya dilambangkan dengan N dan disebut normal.
g 1000
Rumus Normalitas : N = Mr x . Valensi
V

Larutan H2SO4 dibuat dengan mengencerkan H2SO4 sebanyak 0,56 ml.


jumlah volume ini didapat melalui perbandingan dengan rumus normalitas setelah
volume didapat, akuades dimasukkan ke dalam labu takar terlebih dahulu
kemudian H2SO4. Hal ini disebabkan karena pada pengenceran senyawa kimia
yang pekat, sejumlah panas dilepaskan. Apabila air dilarutkan ke dalam asam
sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar sehingga menyebabkan air
mendidih dan membuat asam sulfat memercik dan merusak kulit. Setelah itu
ditambahkan akuades samapai tanda tera dengan pipet tetes agar lebih hati – hati
dan tidak melewati tanda tera. Pada percobaan, percampuran akuades dan H2SO4
dasar labu terasa panas. Hal ini dikarenakan bahwa pada percobaan ini terjadi
reaksi eksoterm.
Larutan HNO3 juga dibuat dengan cara yang sama seperti H2SO4. Untuk
membuat larutan HNO3 0,1N sebanyak 100 ml diperlukan larutan induk sebanyak
0,63 ml. setelah pengenceran dengan air, dasar labu takar terasa panas
menandakan terjadinya reaksi eksoterm. Larutan kalium permanganat (KMnO4)
0,02 N sebanyak 100 ml dibuat dengan mengencerkan larutan 0,1N sebanyak 20
ml. setelah pengenceran tidak terjadi reaksi endoterm maupun eksoterm, namun
kepekatan menjadi berkurang. Penambahan air ke dalam labu takar menggunakan
meniscus atas karena KMnO4 merupakan larutan yang bewarna.
Maltose 5% sebanyak 100 ml dibuat dengan melarutkan 5 gram padatan
altosa ke dalam air. Setelah itu ditambahkan aquades hingga 100 ml di dalam labu
takar. Setelah pencampuran tidak terjadi apa – apa. Kemudian larutan
dihomogenkan agar setiap bagian larutan mempunyai fasa sama. Pada percobaan
Pb(NO3)2 sebanyak 50 ml diperlukan padatan Pb(NO3)2 sebanyak 1,66 gram.
Padatan kemudian dilarutkan dalam gelas kimia dan dipindahkan ke labu takar
lalu ditambahkan akuades hingga tanda tera. Sisa – sisa larutan yang tersisadibilas
dengan akuades. Kemudian larutan dihomogenkan agar terbentuk larutan yang
memiliki satu fasa. Reaksi yang berlangsung adalah endoterm. Ditandai dengan
dasar labu takar yang terasa dingin. Sementara pada pembuatan larutan KOH 0,1
N sebanyak 100 ml diperlukan padatan KOH sebanyak 0,56 gram. Kemudian
padatan dilarutkan dan ditambahkan akuades hingga tanda tera labu takar, lalu
dihomogenkan. Pada pembuatan KOH terjadi reaksi eksoterm ditandai dengan
dasar labu takar yang terasa panas.
Reaksi endoterm adalah reaksi yang disertai dengan perpindahan kalor dari
lingkungan ke sistem ( kalor diserap oleh sistem dari lingkungannya ) ditandai
dengan adanya penurunan suhu di sekitar sistem. Reaksi eksoterm adalah reaksi
yang disertai dengan perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan (kalor
dibebaskan oelh sistem ke lingkungannya) ditandai dengan adanya kenaikan suhu
lingkungan disekitar sistem.
Sebelum melakukan percobaan, kita harus mengenal alat dan fungsi dari alat
– alat laboratorium. Gelas kimia berupa gelas tinggi, berdiameter besar dengan
skala sepanjang dindingnya. Terbuat dari kaca berosilikat yang tahan terhadap
panas hingga suhu 200°C. gelas kimia berfungsi untuk mengukur volume larutan,
menapung zat kimia, memanaskan cairan. Labu Erlenmeyer berupa gelas yang
diameternya semakin ke atas semakin kecil dengan skala di sepanjang dindingnya.
Berfungsi mengukur dan memindahkan larutan dengan volume tertentu secara
tepat. Pipet tetes berupa pipa kecil terbuat dari plastik atau kaca dengan ujung
bawahnya meruncing serta ujung diatasnya ditutupi karet. Berfungsi untuk
mengambil cairan dalam skala tetesan kecil. Corong berfungsi untuk menyaring
campuran kimia dengan gravitasi. Batang pengaduk terbuat dari kaca tahan panas,
digunakan untuk mengaduk cairan didalam gelas kimia. Neraca analitik
digunakan untuk menimbang padatan kimia.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- Reaksi yang terjadi pada saat percampuran larutan adalah reaksi eksoterm
yaitu reaksi kimia yang dapat melepaskan kalor dan reaksi endoterm yaitu
reaksi kimia yang menyerap kalor atau energy
- Pada saat pengenceran suatu larutan harus dilihat terlebih dahulu
konsentrasi awal yang telah ditentukan dari suatu larutan tersebut dan
dilihat juga volume awalnya
- Konsentrasi suatu larutan dapat digunakan untuk menentukan seberapa
banyaknya kadar zat cair atau pun zat padat dalam suatu larutan

5.2 Saran
Dapat mempergunakan satuan – satuan dalam perhitungan konsentrasi yaitu
fraksi mol, ppm, dan lain – lain.
DAFTAR PUSTAKA

Brady, J.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara :
Jakarta
HAM, Mulyono. 2006. Membuat Reagen Kimia. Bumi Aksara : Jakarta
Yazid, E. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Andi Yogyakarta : Gresik

Anda mungkin juga menyukai