Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN JIWA I

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KETIDAKBERDAYAAN


DAN KEPUTUSASAAN

Disusun oleh :
Kelompok 2
DASRIZAL
LISA NURLINA
NAFIATUL FADLINA
REZA SRI MULFIA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2018
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang memberikan
nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul askep klien dengan distress
spiritual. Makalah ini tidak tersusun dengan sempurna dan masih terdapat
kekurangan-kekurangan dalam penulisannya. Maka penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
benar, bahkan bisa tersusun dengan sempurna.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
pengetahuannya.Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini bisa dipahami bagi
siapapun yang membacanya,dengan pemahaman yang di dapatkan pembaca dari
makalah ini tentunya penulis akan memperbanyak ilmu pengetahuan agar bisa
menyelesaikan makalah berikutnya dengan sempurna tanpa ada kesalahan,demi
peningkatan mutu pendidikan kita bersama. Akhirnya penulis mengucapkan terima
kasih atas perhatian, kritik, serta saran yang akan pembaca berikan kepada penulis
nantinya.

Pekanbaru,27 Juni 2018

` Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3
A. Konsep Teoritis .............................................................................. 3
B. Langkah-Langkah Proskep............................................................. 4
BAB III PENUTUP .................................................................................. 6
A. Simpulan ....................................................................................... 6
B. Saran ............................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan
sistem terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk
mempertahankan keseimbangan hidupnya. Akan tetapi, kondisi kehidupan
di era modern seperti saat ini semakin kompleks. Proses modernisasi sangat
cepat berkembang pada masyarakat, terutama di kota-kota atau negara yang
sedang berkembang, seperti halnya di Indonesia, tentunya dari proses
moderenisasi ini akan memiliki dampak positif dan negatif. Akibatnya akan
meningkatkan beban terutama pada psikologis, sosio cultural, maupun
ekonomi seseorang. Peningkatan beban psikologis yang menjadi salah satu
prevelensi peningkatan masalah kesehatan mental pada masyarakat akibat
modernisasi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menunjukkan rata-rata nasional gangguan mental emosional yang dimulai
dengan perasaan cemas dan depresi adalah 11.6% atau sekitar 19 juta
penduduk dan itu terjadi pada penduduk mulai usia 15 tahun.
Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik
yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal
balik. Masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh
timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak
sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa. Beberapa
contoh kasus gangguan psikososial adalah gangguan konsep diri,
ketidakberdayaan, dan keputusasaan. Gangguan ini dapat membuat
seseorang tidak dapat menjalankan aktivitasnya secara normal. Gangguan
psikososial harus segera mendapatkan penanganan yang tepat, karena jika
gangguan psikososial berlangsung lama maka akan terjadi masalah
gangguan jiwa yang berat dan dapat berujung pada kematian.
B. Rumusan masalah
Apa itu asuhan keperawatan klien dengan ketidakberdayaan dan keputusasaan?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang apa itu asuhan keperawatan klien dengan
ketidakberdayaan dan keputusasaan
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep teoritis
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang langkah-langkah proskep
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang naskah roleplay
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEPTEORITIS KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN


1. Definisi Ketidakberdayaan dan Keputusasaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa
perilaku atau tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil
yang diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang
diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau
mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011).Menurut Nanda
(2012) Ketidakberdayaan memiliki definisi persepsi bahwa tindakan
seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi hasil; persepsi kurang
kendali terhadap situasi saat ini atau situasi yang akan terjadi.
Menurut Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi
seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara
bermakna, kurang penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir
atau yang baru saja terjadi. Menurut Carpenito-Moyet (2007) .
Ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu atau
kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2009) menggambarkan dua jenis
ketidakberdayaan, yaitu;
a. Ketidakberdayaan situasional Ketidakberdayaan yang muncul
pada sebuah peristiwa spesifik dan mungkin berlangsung
singkat.
b. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness) Ketidakberdayaan
yang bersifat menyebar, mempengaruhi pandangan, tujuan, gaya
hidup, dan hubungan.

2. Keputusasaan
Keputusasaan Menurut NANDA (2015-2017), keputusasaan adalah
keadaan subyektif ketika seorang individu memandang keterbatasan atau
tidak adanya pilihan alternative serta tidak mampu memobilisasi energy
untuk kepentingannya sendiri. Keputusasaan menurut NANDA ini memiliki
beberapa batasan karakteristik, diantaranya: gangguan pola tidur, kurang
inisiatif, pasif, meninggalkan orang yang diajak bicara, penurunan selera
makan, kurang kontak mata, dan sebagainya.
Factor-faktor yang berhubungan yakni: isolasi soasial, penurunan kondisi
fisiologis, stress jangka panjang, serta kehilangan nilai kepercayaan.
Keputusasaan merupakan suatu keadaan emosional yang dialami ketika
individu merasa kehidupannya sangat berat untuk dijalani dan dirasa
mustahil. Seseorang tersebut tidak akan memiliki harapan untuk
memperbaiki kehidupannya, tidak
memiliki solusi untuk masalah yang dialaminya dan ia merasa tidak aka
nada orang yang dapat membantuya menyelesaikan masalahnya (Carpenito,
563).
Keputusasaan ini berbeda dengan ketidakberdayaan. Orang yang
merasa utus asa tidak mampu melihat adanya solusi untuk masalah yang
dihadapinya dan tidak menemukan cara untuk mencapai sesuatu hal yang
diinginkan.
Sedangkan ketidakberdayaan adalah seseorang menemukan solusi
masalahnya namun memiliki keterbatasan untuk melakukannya akibat
kurangnya kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu.

1. Beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya masalah ketidakberda-


yaan menurut Stuart (2009) pada Seseorang antara lain:
a. Biologis
Status nutrisi: berat badan pasien sangat menurun karena pasien
tidak berolahraga sejak terkena penyakit stroke. Massa otot
berkurang
b. Psikologis
Psikologis pasien sedikit terguncang sejak terkena penyakit stroke
tersebut, sehari-hari yang dilakukannya hanya diam tanpa melakukan
latihan apa-apa, terkadang istrinya juga merasa sedih melihat
keadaaan suaminya seperti itu
c. Sosiokultural
Hubungan pasien selama mengalami penyakit stroke mengalami
hambatan selain tidak mampu untuk berinteraksi dengan orang luar.
Juga komunikasi yang kurang jelas
d. Spiritual
Spiritual pasien terganggu karena pasien tidak mampu melakukan
ibadah sholat.
A. Faktor presipitas(waktu<6 bulan/saat mulai tmbulnya gejala s/d saat dikaji)
a. Nature Status nutrisi pasien berkurang
b. Origin - Internal: Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang
lain dan lingkungannya.
c. Eksternal: Kurangnya dukungan keluarga, kurangdukungan masyarakat,
kurang dukungan kelompok/teman sebaya
d. Timing Stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara berulang-ulang/
terus menerus.
e. Number Sumber stres lebih dari satu, stres dirasakan sebagai masalah yang
sangat berat. Respon terhadap stress/ tanda gejala/ penilaian terhadap respon:
1. Kognitif: kurang konsentrasi, ambivalensi, kebingungan, berkurangnya
kreatifitas, pandangan suram, pesimis, sulit untuk membuat keputusan,
mimpi buruk, produktivitas menurun, pelupa, ketidakpastian.
2. Afektif: sedih, rasa bersalah, bingung, gelisah, apatis/pasif, kesepian, rasa
tidak berharga, penyangkalan perasaan, kesal, khawatir, perasaan gagal.
3. Fisiologis: pasien biasnya mengeluh pusing. Suhu tubuh biasanya panas,
penuruanan berat badan
4. Perilaku: agitasi, perubahan tingkat aktivitas, mudah tersinggung, kurang
spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, mudah
menangis.
5. Respon sosial: patisipasi sosial berkurang. Kemampuan mengatasi
masalah/ sumber koping .
a. Personal ability; kurang komunikatif, hubungan interpersonal yang
kurang baik, kurang memiliki kecerdasan dan bakat tertentu,
mengalami gangguan fisik, perawatan diri yang kurang baik, tidak
kreatif.
b. Sosial support; hubungan yang kurang baik dengan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat, kurang terlibat dalam
organisasi sosial/kelompok sebaya, ada konflik nilai budaya.
c. Material asset; penghasilan kurang
d. Positive belief; tidak memiliki keyakinan dan nilai positif, kurang
memiliki motivasi, kurang berorientasi pada pencegahan (lebih
senang melakukan pengobatan) Mekanisme koping yang dapat
terjadi pada ketidakberdayaan antara lain: - Destruktif; tidak kreatif
: kurang memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu yang
bermanfaat, tidak mempunyai hubungan akrab, ketidakmampuan
untuk mencari informasi tentan perawatan, tidak berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan saat diberikan.
Keputusasaan terjadi akibat adanya ketidakberdayaan yang dialami secara
berkepanjangan. Ketidakberdayaan berasal dari depresi serta akibat kehilangan
kontrol. Seseorang yang mengalami keputusasaan merasa dirinya tidak memiliki
harapan sama sekali atau hanya memiliki sedikit harapan hidup, merasa tidak
memiliki penyelesaian untuk setiap masalah yang ia hadapi. keputusasaan yang
dialami oleh seorang individu dapat menyebabkan berbagai masalah diantaranya
individu akan kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual, kehilangan nilai
penting serta pembatasan social.
. B. Faktor predisposisi
1. Faktor resiko biologis Status nutrisi menurun, berat badan menurun akibat
pasienkehilangannafsu
makannya.
2. Faktor resiko psikologis Psikologis pasien menjadi tidak stabil setelah pasien
didiagnosis HIV oleh dokter, pasien sering mengurung diri di kamar dan
sering uring-uringan saat ada anggota keluarga yang ingin membujuknya.
Ppasien tidak memiliki semangat untuk sembuh, ia merasa sudah tidak
memiliki harapan.
3. Faktor resiko sosiokultural
Sejak pasien didiagnosis oleh dokter mengidap HIV, hubungan pasien
dengan lingkungan sekitarnya menjadi sangat tidak baik. Tetangga sering
menggunjingkannya sehingga pasien merasa malu dengan keadaannya.
Keluarga pasien merasa sangat sedih karena dukungan dan semnagatnya
tidak dapat membuatnya semangat untuk sembuh. Selain itu, pasien menjadi
tidak yakin dengan spiritualnya akibat dari keputusasaan yang dialami.
Pasien merasa hidupnya tidak akan lama lagi
. C. Faktor presipitasi
1. Nature Status nutrisi pasien semakin menurun akibat pasien kehilangan
nafsu makannya.
2. Eksternal : pasien mendapat dukungan keluarga, tetapi tidak dengan
lingkungandanteman-temannya
3. Timing Stress yang dialami pasien terjadi dalam waktu dekat. Pasien
mengalami stress secara terus-menerus dan berkepanjangan
4. Number Kondisi pasien menjadi stressor yang paling berat dirasakan pasien.
Pasien merasa tidak ada harapan sembuh serta merasa hidupnya tidak akan
lama lagi. Respon terhadap stress/tanda gejala/penilaian terhadap respon:

1. Kognitif
Pasien merasa kebingungan, tidak mampu berkonsentrasi, pesimis,
menyalahkan dirinya sendiri, kehilangan minat motivasi, tidak dapt
menyambil keputusan.
2. Afektif
Pasien sering marah, uring-uringan, merasa kesal, kesepian, keputusasaan,
rasa bersalah, sedih, rasa tidak berharga, harga diri pasien rendah, dan
ansietas
3. Fisiologis
Pasien mengalami anoreksia, keletihan, nyeri dada, sakit punggung, sakit
kepala, dan diare.
4. Perilaku
Pasien menjadi mudah tersinggung, mudah menangis, kebersihan diri pasien
kurang, perubahan tingkat aktifitas dan sangat tergantung.
5. Sosial
Pasien menarik diri dari masyarakat, terjadi isolasi social, dan pasien tidak
mampu mengatasi masalahnya.
Reaksi berduka yang dialami pasien menunjukkan penggunaan mekanisme
penyangkalan dan supresi berlebih dalam upaya menghindari distress.
D. Mekanisme koping Destruktif; tidak kreatif : kurang memiliki keinginan untuk
melakukan sesuatu, tidak mempunyai hubungan baik dengan
lingkungannya,ketidak mampuan untuk mencari informasi tentang
perawatan untuk kesembuhannya, tidak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan saat diberikan dukungan oleh keluarganya.
a. Tekanan hidup
b. Status kesehatan
c. Tidak memiliki tujuan hidup
d. Merasa tidak yakin menjalani hidup
e. Kehilangan dan merasa tidak memiliki apa-apa.

B. Asuhan Keperawatan Kasus


Kasus
Tn. Roy berumur 37 tahun dengan pekerjaan wirasuwasta dan mempunyai
keluarga. Namun istrinya sudah meninggal sejak 2 tahun lalu dan Tn. Roy
mengatakan bahwa ia merasa stres dan putus asa sekali karena istrinya yang
dicintai telah meninggal. Ia merasa tidak ingin hidup lagi sebab istrinya adalah
semangat hidupnya. Ia merasa sangat putus asa sekali tidak ingin bekerja, keadaan
dari Tn. Roy sangatlah kusam, kumal, dan murung, gigi kotor dan badan lemas.

1. Pengkajian
Nama : Tn. R
Umur : 37 thn
Pekerjaan : wiraswatsa
Keluhan Utama
Paesien merasakan putus asa setelah istri yang dicintainya meninggal 2 tahun yang
lalu dan ia merasa tidak ingin hidup lagi.

2. Diagnosa
Dx : Keputusasaan b.d stres jangka panjang
Ds :
- Pasien mengatakan stres dan putus asa
- Pasien merasa tidak ingin hidup lagi
Do :
- Pasien terlihat kusam
- Pasien terlihat kumal dan murung
- Gigi pasien tampak kotor
- Pasien tampak lemas
3. Intervensi
Dx : Keputusasaan b.d stres jangka panjang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat
stres pasien teratasi
Kh :
- pasien tidak mengalami stres
- semangat pasien kembali baik
- pasien tidak merasa putus asa lagi
O :
- Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negative
N :
- beri dukungan positif terhadap pasien agar mampu mengatasi situasi
E :
- Ajarkan keterampilan perilaku yang positif terhadap pasien melalui diskusi
C :
Kolaborasi dengan sumber-sumber lain seperti petugas dinas social, perawat
spesialis klinis, dan layanan keagamaan.

4. Evaluasi
S : pasien tampak kembali menjadi semangat dan tidak stres lagi
O : paien tampak kembali seperti biasa
A : intervensi dihentikan
P : tindakan dihentikan.

Strategi Keperawatan
1. Fase Orientasi
a) Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi ibu, perkenalkan, nama
saya perawat Fadil. Boleh dipanggil Fadil . Saya mahasiswa
fakultas ilmu keperawatan yang sedang praktik di kelurahan ini
bu. Nana ibu siapa? lebih senang dipanggil bagaimana?”
b) Evaluasi validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?”
c) Kontrak
“Baiklah selama 1 jam ke depan kita akan berbincang
bincang tentang apa yang di rasakan ibu agar kita saling mengenal.
Bagaimana bu bersedia? Tempatnya disini saja ya?”
2. Fase Kerja
“Saya perhatikan tadi ibu terlihat sedih dan merenung, memangnya
apa yang dirasakan ibu saat ini? O gitu ya jadi ibu merasa tidak mampu.
Pada saat apa biasanya ibu merasa tidak mampu dengan diri sendiri?
Bagaimana dengan lingkungan sekitar ibu, misalnya dari keluarga ibu,
adalah hal hal yang ibu sukai dari mereka? Baiklah kalau begitu,
sekarang bisakah ibu sebutka kepada saya hal apa saja yang ibu sukai
dalam diri ibu? Coba ibu ingat ingat kembali kemampuan apa saja yang
dapat ibu lakukan?
Sekarang begaimana kalau saya membantu ibu untuk membuat
daftar hal hal positif dan kemampuan apa saja yang ibu miliki. Baiklah,
tadi ibu sudah menuliskan dan menyebutkan hal positif dan
kemampuan apa saja yang ibu miliki. Baiklah, tadi ibu sudah
menuliskan dan menyebutkan hal positif dan kemampuan yang
dimiliki. Iya, bagus sekali pk. Disini, ibu dapat melihat sendiri ibu
memiliki kelebihan seperti orang lain, tapi tergantung ibu juga. Apakah
ingin mengembangkan kemampuan tersebut atau tidak. Menurut ibu
kemampuan-kemampuan tersebut perlu dikembangkan atau tidak?
Nah setelah tadi kita menuliskan mana yang mampu untuk ibu
lakukan saat ini? Wah iya ibu bagus sekali merapikan tanamannya”.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang?”
b. Evaluasi objektif
“Ternyata masih banyak kemampuan yang dapat dilakukan ibu.
Baik sekali ya bu. Bisakah ibu menceritakan dan menyebutkan
kembali kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang ibu miliki”.
c. Kontrak
1) Topik
“Kalau begitu nanti kita berbincang-bincang lagi tentang
kegiatan apa saja yang mungkin ibu lakukan disini”
2) Tempat
“Mau dimana ibu kita berbincang-bincangnya? Apakah disini
lagi?”
3) Waktu
“Mau berapa lama bu? Bagaimana kalau 10 menit?” kalau
begitu saya pamit dulu, selamat siang.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kesimpulan Ketidakberdayaan merupakan suatu perasaan penurunan kontrol
tentang kesehatan yang akan mendorong ke arah apatis, menarik diri, mengurangi
interaksi dengan orang lain dan tidak berpartisipasi dalam perawatan atau
pembuatan keputusan (Miller, 1992). Seemen & Evans (1962) dan Pender (1996)
menyatakan bahwa penurunan pemanfaatan pelayanan kesehatan, perubahan
tingkah laku, menarik diri dan penurunan motivasi dapat diasosialisasikan dengan
konsep sosial dari ketidakberdayaan. Keputusasaan adalah suatu keadaan subyektif
ketika seorang individu memandang keterbatasan atau tidak adanya pilihan
alternative serta tidak mampu memobilisasi energy untuk kepentingannya sendiri
(NANDA, 2015).

B. Saran
Saran Pembaca diharapkan banyak membaca referensi lain terkait masalah
psikososial: ketidakberdayaan dan keputusasaan. Hal ini dimaksudkan agar
pembaca lebih memahami terkait masalah klien dengan gangguan psikososial.
Selain itu pembaca juga dapat mencari informasi terkait jurnal penatalaksanaan
terbaru pada klien dengan masalah psikososial.
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik

Klinis Edisi 9 alih bahasa Kusrini Semarwati Kadar. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna & Akemat. 2007. Model Praktik Keperawatan “professional

Jiwa”. Jakarta: EGC.

NANDA International. 2015. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification

2015-2017.

Philadhelpia. Puwati, Susi. 2013. Analisis Praktik Klinik Asuhan Keperawatan

Masalah Kesehatan Masyarakat Perkotaan: Ketidakberdayaan pada Klien


dengan Gangguan Penggunaan Opiat di RSKO Jakarta. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Stuart, G, W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai