kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin. - Kuning: urin yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik: wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin. - Hijau: biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab nonpatologik: preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik. - Biru: tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat: diuretik, nitrofuran. - Coklat Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat: levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa. - Hitam atau hitam kecoklatan: melanin, asam homogentisat, indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat: levodopa, cascara, kompleks besi, fenol. Bau Urine Urine baru, pada umumnya tidak berbau keras. Baunya disebut pesing, disebabkan karena adanya asam-asam yang mudah menguap. Bau urine dapat dipengaruhi oleh makanan/ minuman yanga dikonsumsi. Apabila urine dibiarkan lama, maka akan timbul bau amonia, sebagai hasil pemecahan ureum. Aceton memberikan bau manis dan adanya kuman akan memberikan bau busuk pada urine. Volume Urine Pada orang dewasa, normal produksi urine sekitar 1,5 L dalam 24 jam. Jumlah ini bervariasi tergantung pada : luas permukaan tubuh, konsumsi cairan, dan kelembaban udara/ penguapan. Volume Urine Abnormal - Poliurea: volume urine menigkat, dijumpai pada keadaan seperti : Diabetes, Nefritis kronik, beberapa penyakit syaraf, edema yang mulai pulih. - Oliguria: volume urine berkurang, dapat dijumpai pada keadaan seperti penyakkit ginjal, dehidrasi, sirosis hati. - Anuria: tidak ada produksi urine, dapat terjadi pada keadaan-keadaan seperti circulatory collaps (sistolik < 70 mmHg), acute renal failure, keracunan sublimat, dll. - Residual urine (urine sisa): volume urine yang diperoleh dari kateterisasi setelah sebelumnya pasien disuruh kencing sepuas-puasnya. Buih pada Urine Bila urine dikocok akan timbul buih, bila buih berwarna kuning, dapat disebabkan oleh pigmen empedu (bilirubin), atau phenylazodiamino-pyridine. Adanya buih juga dapat disebabkan karena adanya sejumlah besar protein dalam urin (proteinuria). Kekeruhan pada Urine Urine baru dan normal pada umumnya jernih. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urin asam) atau fosfat (dalam urin basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin. Adanya kekeruhan pada urine umumnya disebabkan karena : - Fosfat Amorf : warna putih, hilang bila diberi asam, terdapat pada urine yang alkalis. - Urat amorf : warna kuning coklat, hilang bila dipanaskan, terdapat pada urine yang asam - Darah : warna merah sampai coklat - Pus : seperti susu, menjadi jernih setelah disaring - Kuman : pada umumnya akan tetap keruh setelah disaring ataupun dipusingkan. Pada Urethritis terlihat benang-benang halus. 2. Berat Jenis Urine A. Tujuan Untuk menentukan berat jenis dari urine B. Metode Penentuan berat jenis urin dilakukan dengan menggunakan urometer. Urometer yang sudah ditera terhadap aquadest dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi ¾ bagian sampel urine (buih yang timbul dihilangkan). Urometer dimasukkan dengan cara memutar sumbu panjangnya sehingga menghindari kontak dengan dinding. Pembacaan skala dilakukan pada meniskusnya di mana satu strip sama dengan 0,001. Kalibrasi terhadap suhu dilakukan pada urometer, dimana kenaikan suhu 3o C hasil pembacaan ditambahkan dengan 0,001 (Oka,1998). C. Prinsip Pemeriksaan Pemeriksaan berat jenis urin berhubungan dengan faal pemekatan ginjal. Semakin pekat urin semakin tinggi berat jenisnya dan begitupula sebaliknya, semakin encer urin maka semakin rendah berat jenisnya. Berat jenis urin normal antara 1,003 - 1,030. Berat jenis urin berhubungan erat dengan diuresa, semakin besar diuresa semakin rendah berat jenisnya dan begitupula sebaliknya, semakin kecil diuresa semakin tinggi berat jenisnya. Berat jenis urin kurang dari 1,003 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal kronik (Wirawan dkk., 1983). Sedangkan urin yang mempunyai berat jenis 1,030 atau lebih, dapat dijumpai pada penderita dengan proteinuria, diabetes mellitus (DM), dan dehidrasi (Oka, 1998). D. Alat dan bahan Urometer Tabung reaksi Gelas ukur Sampel urin Sarung tangan Masker Tissue E. Cara Kerja 1. Tera dahulu urometer terhadap aquadest (BJ 1,000) 2. Apabila pada pembacaan ini tidak sama dengan 1,000, misalnya 1,005 maka hasil pembacaan terakhir harus dikurangi dengan 0,005. 3. Gelas ukur diisi dengan ¾ bagian urin dan diletakkan pada tempat datar 4. Buih dihilangkan agar tidak mengganggu pengukuran 5. Urometer dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan cara memutar pada sumbu panjangnya. Jangan sampai urometer menyentuh atau menempel pada dinding bagian dalam gelas ukur. 6. Diamati strip yang terangkat dipermukaan dan dibaca bagian miniskusnya dimana 1 strip = 0,001 7. Dihitung Bj dari sampel urin Ket. FK = faktor koreksi Tk = temperatur cairan yang diukur Tp = temperatur peneraan (tetera di urometer) Koreksi Terhadap temperatur/suhu Setiap urometer ditera pada suhu tertentu (lihat urometer), dan perhatikan suhu kamar pada saat saudara bekerja dan catat. Setiap kenaikan suhu 3o C maka pembacaan hendaknya di tambah-kan dengan 0,001. Terhadap Pengenceran Apabila dilakukan pengenceran maka dua angka terakhir pada saat pembacaan hendaknya dikalikan dengan angka pengenceran. Pengenceran tidak boleh lebih dari 3 kali. Terhadap Protein dan Glukosa Tiap g% protein maupun glukosa yang dikandung oleh urine maka BJ terbaca harus dikurangi dengan 0,003. F. Nilai normal Berat jenis urin normal antara 1,003 - 1,030. 3. Pemeriksaan Protein Urine Kualitatif A. Tujuan Untuk mengetahui kadar protein dalam urine secara kualitatif B. Metode Untuk menguji secara kualitatif protein dalam urine dilakukan dengan merebus urine dalam suasana asam menggunakan asam asetat 6%, positif jika muncul endapan atau kekeruhan pada larutan uji C. Prinsip Pemeriksaan Protein dalam susunan asam lemah, bila dipanaskan akan mengalami denaturasi D. Alat dan bahan Tabung reaksi Asam asetat 6% Api Bunsen Sampel urine Penjepit kayu Spuite E. Cara Kerja 1. Diambil urine sebanyak 5 cc dengan menggunakan spuite 2. Dimasukkan urine ke dalam tabung reaksi 3. Dipanaskan diatas api Bunsen dengan keadaan tabung reaksi miring (untuk mencegah letupan) hingga mendidih. 4. Diamati perubahan warna yang terjadi 5. Dipanaskan kembali tabung reaksi tersebut setelah ditetesi asam asetat 6%sebanyak 3 tetes hingga mendidih 6. Dibiarkan dingin dan dibaca hasilnya berdasarkan tabel dibawah ini F. Nilai normal dan Interpretasi - Tetap jernih dibandingkan urine kontrol +1 Tampak kekeruhan minimal, dimana huruf cetak pada kertas masih dapat terbaca, menembus kekeruhan ini kuantitatif - 0,059%) +2 Kekeruhan nyata dengan butir-butir halus, garis tebal dibaliknya masih dapat terlihat kuantitatif - 0,209%) +3 Tampak gumpalan -gumpalan nyata kuantitatif - 0,509%) +4 Tampak gumpalan -gumpalan besar dan membeku (kuantitatif > 0,059%) 4. Pemeriksaan Protein Urine Kuantitatif (Esbach) A. Tujuan Untuk menguji kadar protein dalam urin secara kuantitatif B. Metode Uji Esbach merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar protein dalam urine (proteinuria). Pada uji ini, pemeriksaan urine dengan cara mencapurkan larutan asam pikrat 1% dalam air dan larutan asam sitrat 2% dalam air dengan urine. Asam sitat ini hanya digunakan untuk menjaga keasaman cairan. Hasil positif dilihat dengan adanya kekeruhan dan tingkat kekeruhan sesuai dengan jumlah protein (Kurniati,2010) C. Prinsip Pemeriksaan Asam pikrat dapat mengandapkan protein dan endapan ini dapat diukur secara kuantitatif. D. Alat dan bahan Tabung Esbach Sampel Urine 24 jam Reagent esbach : Asam Pikrat 10 Asam Sitrat 10 Aquadest 1 Lt E. Cara Kerja 1. Dilakukan pengukuran pH urine dengan menggunakan kertas lakmus merah pada urine 2. Jika diketahui urine sudah bersifat asam (kertas lakmus merah tidak berubah warna) maka tidak perlu penambahan asam asetat 6%. 3. Diisi tabung Esbach dengan urine sampai tanda U dan reagen esbach sampai tanda R 4. Tutup tabung Esbach dengan gabus penutupnya, bolak balik beberapa kali agar urine dan reagen Esbach tercampur baik, biarkan pada suhu kamar selama 24 jam. 5. Baca tingginya endapan yang terjadi setelah 24 jam dalam satuan g/L, misalnya a g/L. 6. Pada praktikum biasanya ditambahkan serbuk Barium Sulfat (untuk mempercepat pengendapan) ditutup tabung dan kocok kembali. Ditunggu 30 menit hingga terbentuk endapan dan diukur tinggi endapan Perhitungan Protein Loss Volume urine : V L/24 jam Tinggi endapan : a g/L Jadi protein loss = a g/L X V L/24 jam = aV g/24 jam. 5. Pemeriksaan Glukosa Urine Metode Fehling A dan Fehling B A. Tujuan Untuk memeriksa adanya kandungan glukosa dalam sampel urine B. Metode Tes glukosa urine dilakukan dengan menggunakan metode fehling C. Prinsip Pemeriksaan Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Intensitas warna merah dari ini secara kasar menunjukkan kadar glukosa dalam urine yang diperiksa D. Alat dan bahan Tabung reaksi Api bunsen Pipet ukur Ball filler Reagen Fehling A dan Fehling B Sampel urine E. Cara Kerja 1. Diambil 2 mL larutan Fehling A dan 2 mL larutan Fehling B 2. Larutan dihomogenkan 3. Dilakukan uji terhadap masing-masing urin dimana 1 mL campuran Fehling A dan Fehling B dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan sampel urin sebanyak 0,5 mL 4. Larutan dicampur 5. Dipanaskan dengan api bunsen hingga mendidih 6. Perubahan warna yang terjadi diamati F. Nilai normal dan Interpretasi ( - ) : biru / hijau keruh ( + ) : keruh dan warna hijau agak kuning ( ++ ) : kuning kehijauan dengan endapan kuning ( +++ ) : kuning kemerahan dengan endapan kuning merah ( ++++ ) : larutan merah bata / merah jingga 6. Pemeriksaan Glukosa Urine Metode Benedict A. Tujuan Untuk memeriksa adanya kandungan glukosa dalam sampel urine B. Metode Tes glukosa urine dilakukan dengan menggunakan metode benedict C. Prinsip Pemeriksaan Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Intensitas warna merah dari ini secara kasar menunjukkan kadar glukosa dalam urine yang diperiksa D. Alat dan bahan Tabung reaksi Api bunsen Reagen Benedict dengan komposisi: CuSO4 17,3 Na Citrate 173 Na Carbonat 100 Aquadest ad 1.000 ml Sampel urine E. Cara Kerja 1. Masukkan 5 ml reagen Benedict dan 8 tetes urine (2,5 ml reagen Benedict dengan 4 tetes urine) ke dlam tabung reaksi 2. Kocok, kemudian dipanaskan sampai mendidih di atas api Bunsen 3. Atau dapat dimasukkan ke dalam penangas air dengan air yang telah mendidih selama 5 menit 4. Biarkan dingin, amati perubahan warna yang terjadi F. Nilai normal dan Interpretasi ( - ) : Tetap biru atau hijau keruh ( + ) : Keruh, warna hijau agak kuning ( ++ ) : Kuning kehijauan dengan endapan kuning ( +++ ) : Kuning kemerahan, dengan endapan kuning merah ( ++++ ) : Merah jingga sampai merah bata 7. Pemeriksaan Aseton Dalam Urine Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak – rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar. Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Asam asetoasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl. Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada plasma atau serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat. Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris. a. Tujuan Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pemeriksaan aseton urine dengan metode rothera Tujuan Instruksional Khusus Untuk dapat mengetahui kandungan aseton pada sampel urine yang diperiksa b. Metode Metode Rothera c. Prinsip Aseton yang terdapat dalam sampel urine bereaksi dengan Na-Nitroferry cyanide dalam suasana basa menghasilkan cincin berwarna ungu. Makin cepat terjadi warna ungu dan makin tua warnanya menggambarkan makin tinggi konsentrasi keton dalam urine. d. Alat & Bahan Alat : Beaker glass Pipet ukur Pipet tetes Tabung reaksi Rak tabung reaksi Container urine Ball pipet Botol semprot Bahan : Sampel urine Amonia pekat Bubuk ammonium sulfat Na nitropruside 20% e. Cara Kerja 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Dipipet 5 ml urine ke dalam tabung reaksi 3. Bubuk ammonium sulfat ditambahkan untuk mengasamkan, dikocok tabung beberapa kali 4. Ditambahkan 2-3 tetes larutan Na- Nitroferry cyanide 5. Dituangkan Amonia pekat lewat dinding tabung sehingga terbentuk suatu lapisan dengan campuran isi tabung sebelumnya 6. Dibiarkan tabung reaksi tegak selama 5 menit 7. Dibaca hasilnya. f. Interpretasi Hasil Jika urine mengandung aseton, maka antara perbatasan kedua lapisan akan terbentuk cincin berwarna unggu Derajat positivitasnya tergantung kepada kecepatan terbentuknya cincin unggu tadi. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu Obat tertentu Sampel urin yang diperiksa haruslah urine yang segar . Urin disimpan pada temperature ruangan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hasil uji negaif palsu. Kualitas ammonia pekat yang digunakan harus baik, dan saat penambahannya harus melalui dinding tabung. Sesaat setelah penambahan ammonia pekat, sampel tidak boleh dikocok agar lapisan yang terbentuk tidak pecah, selain itu sampel yang telah ditambahkan ammonia pekat dibiarkan tegak selama 5 menit agar terbentuk cincin ungu yang stabil. Adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat Anak penderita diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada penderita dewasa. 8. Pemeriksaan Billirubin Urine Cara Harrison A. Prinsip: Bilirubin dapat mereduksi feri klorida menjadi senyawa yang berwarna hijau. Sebelumnya bilirubin diabsorpsikan pada endapan BaCl2 dalam urine. B. Alat & Bahan : Tabung reaksi Kertas saring Pipet Pasteur BaCl2 10% Reagen Fouchet, dengan komposisi : Trichloro acetic acid (TCA) 25g Aquadest ad 100 ml Larutan feri klorida 10 ml (10 g FeCl3 dalam 100 ml aquadest) C. Cara Kerja : 1. Ambil 3 ml urine dan campur dengan larutan BaCl2 10% dengan volume yang sama banyak 2. Saring 3. Filtratnya disimpan untuk percobaan urobilin 4. Residunya yang berada pada kertas saring kemudian ditetesi dengan reagen Fouchet 1-2 tetes dan perhatikan perubahan warna yang terjadi D. Interpretasi Hasil : Negatif : tidak terjadi perubahan warna atau agak coklat Positif : terbentuk warna hijau yang makin lama makin jelas 9. Pemeriksaan Urobilin Urine Cara Schlezinger A. Prinsip Urobilin + Zinc Acetat dalam alkohol fluoresensi warna hijau B. Alat dan Bahan Tabung reaksi Kertas saring Reagen Schlezinger yang terdiri dari: Suspensi jenuh zinc acetat dalam alkohol (Reagen Schlezinger) Ammonia liquidum Tinctura iodii sipirit 1% C. Cara Kerja 1. Ambil filtrat dari reaksi Harrison sebanyak 3 ml 2. Tambahkan reagen Schlezinger dalam jumlah yang sama 3. Kemudian tetesi dengan 1-2 tetes ammonia 4. Kocok, lalu saring sampai jernih 5. Filtrat yang diperoleh amati dengan sinar tidak langsung dalam kotak urobilin D. Interpretasi Positif (+) : fluoresensi berwarna hijau CATATAN - Urobilin setelah dioksidasi akan menajdi urobilin sehingga juga akan memberikan reaksi positif. Oleh karena itu setelah ditetesi iodium seringkali akan tampak lebih jelas warna hijaunya. - Untuk pemeriksaan urobilinogen tes hendaknya segera dikerjakan, paling tidak 30 menit setelah sampling. - Garam-garam empedu sering akan mengganggu reaksi ini. Dengan penambahan BaCl2 maka akan terjadi endapan yang mengabsorpsi garam ini - Forfobilinogen juga memberikan reaksi positif Tambahkan 2 ml khloroform lalu kocok. Bila warna merah pindah dibagian bawah khloroform berarti urobilinogen. Tetapi bila tetap dibagian atas berarti forfobilinogen. 10. Pemeriksaan Urobilinogen Urine Cara Ehrlich A. Prinsip Urobilinogen + paradimethyl aminobenzaldehyde dalam HCl warna merah B. Alat dan Bahan Tabung reaksi Reagen Ehrlich (paradimethyl aminobenzaldehyde 2% dalam HCL 50%) C. Cara kerja 1. Ambil sebanyak 5 ml urine, masukkan ke dalam sebuah tabung reaksi 2. Tambahkan ke dalamnya 10-12 tetes reagen Ehrlich 3. Kocok, tunggu selama 5 menit D. Interpretasi Positif (+) : terbentuk warna merah 11. Pemeriksaan Sedimen Urine A. Tujuan Menemukan adanya unsur - unsur organik dan anorganik dalam urine secara mikroskopis B. Metode Pemeriksaan secara mikroskopik C. Prinsip Pemeriksaan urine mengandung elemen - elemen sisa hasil metabolisme didalam tubuh, elemen tersebut ada yang secara normal dikeluarkan secara bersama - sama urine tetapi ada pula dikeluarkan pada keadaan tertentu. Elemen - elemen tersebut dapat dipisahkan dari urine dengan jalan dicentrifuge. Elemen akan mengendap dan endapan dilihat dibawah mikroskop D. Alat dan bahan Tabung reaksi Object glass Cover glass Mikroskop Centrifuge (+ tabung centrifuge) Sampel urine E. Cara Kerja 1. Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan ke dalam tabung centrifuge sebanyak 10 ml. 2. Centrifuge dengan kecepatan relatif rendah (sekitar 1500 - 2000 rpm) selama 5 menit. 3. Tabung dibalik dengan cepat (decanting) untuk membuang supernatant sehingga tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml. 4. Endapan diteteskan ke gelas obyek dan ditutup dengan cover glass. 5. Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah menggunakan lensa obyektif 10X, disebut lapang pandang lemah (LPL) atau low power field (LPF) untuk mengidentifikasi benda-benda besar seperti silinder dan kristal. 6. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi menggunakan lensa obyektif 40X, disebut lapang pandang kuat (LPK) atau high power field (HPF) untuk mengidentifikasi sel (eritrosit, lekosit, epitel), ragi, bakteri, Trichomonas, filamen lendir, sel sperma. Jika identifikasi silinder atau kristal belum jelas, pengamatan dengan lapang pandang kuat juga dapat dilakukan. F. Nilai normal dan Interpretasi Dilaporkan Normal + ++ +++ ++++ Eritrosit/LPK 0-3 4-8 8-30 lebih dari 30 penuh Leukosit/LPK 0-4 5-20 20-50 lebih dari 50 penuh Silinder/Kristal/LPL 0-1 1-5 5-10 10-30 lebih dari 30 Keterangan : Khusus untuk kristal Ca-oxallate : + masih dinyatakan normal; ++ dan +++ sudah dinyatakan abnormal. Unsur - unsur organik dan anorganik dalam urine Sel Epitel Tubulus Sel Skuamosa Epitel Silinder Hialin Silinder Eritrosit Silinder Lilin (Waxy Cast) Sel – sel ragi Trichomonas vaginalis Kalsium oksalat Asam urat Ammonium urat Kristal Sulfasalazin Kristal Sulfonamide Pemeriksaan Makroskopis, Kimia dan Mikroskopis Cairan Sendi A. Tujuan 1. Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu mengetahui cara pemeriksaan cairan sendi. 2. Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan cairan sendi 2. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan cairan sendi secara makroskopis dan mikroskopis B. Metode Metode yang digunakan adalah metode makroskopis dan mikroskopis. C. Prinsip Sampel cairan sendi di homogenkan lalu diperiksa secara makroskopis, cairan sendi sebanyak 3 ml disentrifuge dan diambil endapannya dan diteteskan pada objek glas dan ditutup dengan menggunakan cover glass kemudian diamati pada mikroskop dengan pembesaran objektif 40X. D. Alat dan Bahan Alat: Centrifuge Objek glass Cover glass Pipet tetes Mikroskop Tabung centrifuge Bahan: Sampel cairan sendi pH stick Aquadest Giemsa E. Cara Kerja 1. Alat dan bahan disiakan 2. Cairan sendi diperiksa secara mikroskopis meliputi : a. Warna b. pH c. Bekuan d. Viskositas 3. Sampel cairan sendi sebanyak 3 ml dimasukan kedalam tabung sentrifuge. 4. Disentrifuge dengan kecepatan 1600 rpm selama 5 menit. 5. Supernatan dibuang dan diambil bagian pellet (endapan) 6. Diteteskan pada objek glass lalu ditutup dengan cover glass. 7. Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 10X untuk mencari lapang pandang, kemudian diganti keperbesaran objektif 40X. 8. Dibaca hasil. Pewarnaan: 1. Diteteskan pewarna giemsa pada pellet sebanyak 1 tetes. 2. Diteteskan pada objek glass dan ditutup dengan cover glass. 3. Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran objektif 40X. 4. Interpreasikan hasilnya Pemeriksaan Makroskopis, Kimia dan Mikroskopis Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis)/ LCS A. Tujuan 1.1 Tujuan Umum Mahasiswa dapat memahami cara pemeriksaan none-apelt dan pandy serta memahami cara hitung jumlah dan jenis sel pada cairan otak. 1.2 Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan none-apelt dan pandy untuk mengetahui kenaikan kadar globulin dan albumin pada sampel LCS (Liquior Cerebro Spinalis) b. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan cara hitung jumlah dan jenis sel pada sampel cairan otak untuk mengetahui jumlah sel serta dapat membedakan jenis sel mononuklear dan polinuklear dalam cairan otak. B. Metode 2.1 Pemeriksaan None-Apelt dan Pandy a. Metode pemeriksaan None adalah none-apelt b. Metode pemeriksaan Pandy adalah pandy 2.2 Pemeriksaan Hitung Jumlah dan Jenis Sel Pada Cairan Otak Metode yang digunakan dalam menghitung jumlah dan jenis sel pada cairan otak adalah bilik hitung/ kamar hitung Improved Neubaure. C. Prinsip 3.1 Pemeriksaan None-Apelt Reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk kekeruhan yang berupa cincin. Ketebalan cincin berhubungan dengan kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka cincin yang terbentuk makin tebal. 3.2 Pemeriksaan Pandy Reagen pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang ringan seperti kabut. 3.3 Pemeriksaan Hitung Jumlah dan Jenis Sel Pada Cairan Otak Liquor Cerebro Spinalis diencerkan dengan larutan turk pekat akan ada sel leukosit dan sel lainnya akan lisis dan dihitung selnya dalam kamar hitung di bawah mikroskop. D. Alat dan Bahan 1. Test None-Apelt dan Pandy Alat: Tabung kecil diameter 7 mm Pipet ukur 1 ml Ball pipet Pipet tetes Stopwatch Gelas arloji Bahan 1. Reagen nonne : Larutan (NH4)2SO4 jenuh 2. R 1 : 85 g (NH4)2SO4 netral dilarutkan dalam 100 ml aquadest dipanaskan pada suhu 90ºC, dibiarkan beberapa hari 3. Reagen Pandy - Fenol kristal : 10 g - Aquadest : 100 ml - Dikocok, diinkubasi pada suhu 37ºC selama beberapa hari, reagen harus sering dikocok 2. Pemeriksaan Hitung Jumlah dan Jenis Sel Pada Cairan Otak Alat Pipet thoma leukosit Kamar hitung Improved Neubauer Glass beaker Mikroskop Bahan Sampel cairan otak Reagen larutan turk pekat (turk rosental) Aquadest Tissue E. Cara Kerja 1. Pemeriksaan Makroskopis No Parameter Penilaian Normal 1. Warna Tidak berwarna, Kuning muda, Kuning, Kuning tua, Kuning coklat, merah, hitam coklat Tidak berwarna 2. Kejernihan Jernih, agak keruh, keruh, sangat keruh, keruh kemerahan Jernih 3. Bekuan Tidak ada bekuan, ada bekuan Tidak ada bekuan 4. pH 7,3 atau setara dengan pH plasma/serum 5. BJ 1.000 – 1.010 1.003 – 1.008 Hal yang perlu diperhatikan : Warna Normal warna LCS tampak jernih, wujud dan viskositasnya sebanding air. Merah muda → perdarahan trauma akibat pungsi Merah tua atau coklat → perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan akan terlihat jelas sesudah disentrifuge Hijau atau keabu-abuan → pus Coklat → terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural kronik Xanthokromia → (kekuning-kuningan) pelepasan hemoglobin dari eritrosit yang lisis (perdarahan intraserebral/subarachnoid); juga disebabkan oleh kadar protein tinggi (> 200 mg/dl) Kekeruhan Normal → tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang jernih terdapat juga pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis, dan meningitis tuberkulosa. Keruh → ringan seperti kabut mulai tampak jika : – lekosit 200-500/ul3 – eritrosit > 400/ml – mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba) – aspirasi lemak epidural sewaktu dilakukan pungsi – media kontras radiografi. Konsistensi bekuan – Bekuan banyak darah masuk – Normal → tidak terlihat bekuan – Bekuan → banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin. Disebabkan: trauma pungsi, meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa. Jendalan sangat halus à LCS didiamkan di dalam almari es selama 12- 24 jam. 2. Pemeriksaan Mikroskopis Syarat pemeriksaan : Dilakukan dlm waktu < 3 ’ karena bila > 3 ’ jml sel akan berkurang yang disebabkan: Sel mengalami sitolisis Sel akan mengendap, shg sulit mendapat sampel yang homogen Sel terperangkap dalam bekuan Sel cepat mengalami perubahan morfologi Jenis Pemeriksaan: a. Hitung Jumlah Sel b. Hitung Jenis Sel c. Bakterioskopi Cara kerja: 1. Cairan otak yang diperiksa dikocok dahulu agar homogen 2. Larutan turk dihisap sampai angka 1 3. Larutan cairan otak dihisap sampai angka 11 4. Dikocok perlahan selama lebih kurang 3 menit dengan menggerakkan pipet tegak lurus sumbu panjang pipet 5. Lalu dibuang 3 tetes cairan pertama 6. Diteteskan pada bilik hitung Improved Neubauer 7. Dibiarkan selama 5 menit agar sel mengedap 8. Dihitung sel dalam kamar hitung pada semua kotak leukosit di mikroskop lensa objektif 10x/ 40x serta dihitung jenis selnya (hitung dalam 3 kamar hitung, kemudian kalikan 3) Dengan perhitungan : Jumlah sel/ mm3 = 10/9 X N sel/ mm3 3. Pemeriksaan Kimia Pemeriksaan rutin yang dilakukan : penetapan protein secara kualitatif kadar protein kadar glukosa kadar klorida Pemeriksaan None-Apelt - Tabung serologi diisi dengan 1 ml larutan ammonium sulfat jenuh - Dituang 0,5 ml LCS dengan cara pelan-pelan lewat dinding tabung sehingga terbentuk 2 lapisan, di mana lapisan atas adalah LCS - Diamkan selama 3 menit - Kemudian dilihat pada perbatasan kedua lapisan dengan latar belakang gelap Pemeriksaan Pandy Gelas arloji diisi dengan 1 ml reagen Pandy Ditetesi dengan 1 tetes LCS Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan F. Interpretasi hasil dan Nilai Rujukan 1. Pemeriksaan None-Apelt Negatif : tidak terbentuk cincin putih +1 : terbentuk cincin putih sangat tipis, hanya dapat dilihat dengan atar belakang hitam, bila dikocok akan kembali jernih +2 : cincin putih tampak agak jelas, bila dikocok cairan jadi opalescent +3 : cincin putih tampak jelas, bila dikocok jadi keruh +4 : cincin putih sangat jelas, bila dikocok cairan menjadi keruh sekali 2. Pemeriksaan Pandy Negatif : bila tidak terjadi kekeruhan (berkabut/ opalescent) +1 : opalescent (kadar protein 50-100 mg%) +2 : keruh (kadar protein 100-300 mg%) +3 : sangat keruh (kadar protein 300-500 mg%) +4 : Keruh seperti susu (kadar protein > 500 mg%) 3. Pemeriksaan Hitung Jumlah dan Jenis Sel Pada Cairan Otak Hitung Jumlah Sel Normal = 0-5/ mm3 Borderline = 6-10/ mm3 Abnormal = > 10/ mm3 Anak - anak umur < 5 tahun, Normal = < 20/ mm3 Hitung Jenis Sel MN 100% dan PMN 0% Pemeriksaan Makroskopis, Kimia dan Mikroskopis Cairan Lambung A. Tujuan 1.1 Tujuan Umum Mahasiswa dapat memahami cara pemeriksaan cairan lambung. 1.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa dapat menilai motilitas lambung, yaitu kemampuan lambung untuk meneruskan isinya ke arah duodenum. 2. Mahasiswa dapat menilai kemampuan sekresi lambung, yaitu HCl secara kualitatif dan kuantitatif serta enzim-enzimnya. 3. Mahasiswa dapat mendeteksi adanya unsur-unsur abnormal seperti darah, pus, jamur, dan bakteri. 4. Mahasiswa dapat mendeteksi adanya racun-racun untuk pemeriksaan forensik. 5. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan sitologi terhadap sel-sel tumor. B. Metode Metode yang digunakan dalam pemeriksaan cairan lambung yaitu : a. Pemeriksaan Makroskopis b. Pemeriksaan Mikroskopis C. Prinsip Getah lambung merupakan cairan yang disekresi secara aktif oleh sel mukosa lambung yang terdiri atas dua kelenjar yaitu kelenjar peptic fundus dan kelenjar pilorik. Kelenjar peptic mensekresi pepsin, lipase, dan HCl, sedangkan kelenjar pilorik mensekresi bahan untuk proses fermentasi. D. Alat dan Bahan 4.1 Alat Wadah sampel Pipet ukur Tabung sentrifuge Rak tabung Label Pipet tetes Centrifuge Objek glass Cover glass Mikroskop 4.2 Bahan Sampel cairan lambung pH stick E. Cara Kerja 1. Alat pelindung diri digunakan dengan baik, benar dan lengkap. 2. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan 3. Dihomogenkan sampel cairan lambung yang akan diperiksa 4. Dilakukan pemeriksaan makroskopis pada sampel cairan lambung meliputi : volume, bau, pH, warna, lender, sisa makanan, pus, dan potongan jaringan. 5. Diambil 3 ml sampel dan dimasukkan pada tabung sentrifuge 6. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1600 rpm selama 10 menit 7. Dibuang bagian supernatannya dan diambil sedimen pada dasar tabung 8. Diambil 1 tetes sedimen cairan lambung yang terbentuk kemudian diteteskan pada objek glass dan ditutup dengan cover glass 9. Dilakukan pengamatan mikroskopis dibawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 40 x 10.Diamati dibawah mikroskop adanya epitel, leukosit, eritrosit, bakteri dan adanya butiran – butiran albumin. F. Interpretasi Hasil 1. Makroskopis - Volume : ≤ 7 ml - Warna : abu – abu mutiara ( putih kerus) - Bau : agak asam - Lendir : tanpa lendir - pH : Puasa ( 1,2 ± 0,2) ; setelah makan (1,3 – 2,5) - Sisa makanan : tanpa sisa makanan - Pus : tanpa pus - Potongan jaringan: tanpa potongan jaringan 2. Mikroskopis - Epitel : tidak ada ( - ) - Eritrosit : tidak ada ( - ) - Leukosit : tidak ada ( - ) - Yeast/ jamur : tidak ada ( - ) - Bakteri : tidak ada ( - ) Pemeriksaan Makroskopis, Kimia dan Mikroskopis Cairan Semen Pemeriksaan sperma (lebih tepatnya analisis semen) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur jumlah serta kualitas semen dan sperma seorang pria. Pengertian semen berbeda dengan sperma. Secara keseluruhan, cairan putih dan kental yang keluar dari alat kelamin pria saat ejakulasi disebut semen. Sedangkan 'makhluk' kecil yang berenang-renang di dalam semen disebut sperma. Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk memberikan penerangan sejelas- jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut mengenai maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk menjelaskan cara pengeluaran dan penampungan sperma tersebut. Penerangan mengenai cara pengeluaran, penampungan dan pengiriman sperma ke laboratorium. Sebelum pemeriksaan dilakukan sebaiknya pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Melakukan abstinensia selama 3 – 5 hari, paling lama selama 7 hari. Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus dikeluarkan di laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di laboratorium paling lambat 2 jam dari saat dikeluarkan. 2. Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang bersih dan steril ( jangan sampai tumpah ), kemudian botol ditutup rapat-rapat dan diberi nama yang bersangkutan. 3. Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di serahkan pada petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus diperiksa sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak antara waktu 1-2 minggu. Analisis sperma sekali saja tidak cukup karena sering didapati variasi antara produksi sperma dalam satu individu. 4. Sperma dikeluarkan dengan cara rangsangan tangan (onani/masturbasi), bila tidak mungkin dapat dengan cara rangsangan senggama terputus (koitus interuptus) dan jangan ada yang tumpah. 5. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik atau kondom. Pelaksanaan Analisa Sperma Spermiogram memuat data-data tentang: 1. Volume sperma 2. Bau 3. pH 4. Warna 5. Liquefaction 6. Viskositas 7. Aglutinasi 8. Jumlah sperma per - lapangan pandang 9. Pergerakan spermatozoa 10. Leucocyte 11. Fruktosa Analisa sperma Secara Makroskopis Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan ini akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20 menit. Peristiwa ini dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction). Liquefaction terjadi karena daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim. Pemeriksaan makroskopis antara lain meliputi: 1. Pengukuran Volume Dilakukan setelah sperma mencair Cara kerja: Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut lebar untuk sekali ejakulasi Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml. Baca hasil Volume normal sperma, tergantung ras. Bagi orang indonesia volume yang normal 2 – 3 ml. Volume yang lebih dari 8 ml disebut Hyperspermia, sedangkan yang kurang dari 1 ml disebut Hypospermia. Hypospermia disebabkan oleh: Ejakulasi yang berturut-turut Vesica seminalis kecil Penampung sperma tidak sempurna Hyperspermia disebabkan oleh: Kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis terlalu giat Obat perangsang hormon laki – laki 2. PH Sperma yang normal tidak banyak berbeda dengan pH darah, untuk mengukur pH cukup dengan menggunakan kertas pH kecuali dalam satu penelitian dapat digunakan pH meter. Cara kerja: Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang terdapat dalam botol penampung baca hasil Sperma yang normal pH menunjukan sifat yang agak basa yaitu 7,2 – 7,8. Pengukuran sperma harus segera dilakukan segera setelah sperma mencair karena akan mempengaruhi pH sperma. Juga bisa karena sperma terlalu lama disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidak dihasilkan amoniak (terinfeksi oleh kuman gram negatif (-), mungkin juga karena kelenjar prostat kecil, buntu, dan sebagainya. pH yang rendah terjadi karena keradangan yang kronis dari kelenjar prostat, Epididimis, vesika seminalis atau kelenjar vesika seminalis kecil, buntu dan rusak. 3. Bau Sperma Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik, untuk mengenal bau sperma, seseorang harus telah mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Baunya sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat. Cara kerja: Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium baunya Dalam laporan bau dilaporkan: khas/ tidak khas Dalam keadaan infeksi, sperma berbau busuk/ amis. Secara biokimia sperma mempunyai bau seperti klor/ kaporit. 4. Warna sperma Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa kekeruhan. Sperma yang normal biasanya berwarna putih keruh seperti air kanji kadang-kadang agak keabu-abuan. Adanya lekosit yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan warna sperma menjadi putih kekuningan. Adanya perdarahan menyebabkan sperma berwarna kemerahan. Cara kerja: Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar belakang warna putih menggunakan penerangan yang cukup 5. Liquefaction Liquefaction diperiksa 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan). Dapat dilihat dengan jalan melihat coagulumnya.Bila setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat ada gangguan (semininnya jelek). Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin tak mempunyai coagulum oleh karena saluran pada kelenjar vesica seminalis buntu atau memang tak mempunyai vesika seminalis. 6. Viskositas (Kekentalan) Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likuifaksi sperma sempurna. Pemeriksaan viskositas ini dapat dilakukan dengan dua cara: Cara subyektif Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian ditarik maka akan terbentuk benang yang panjangnya 3 – 5 cm. Makin panjang benang yang terjadi makin tinggi viskositasnya. Cara Pipet Elliason Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering. Cara kerja: Pipet cairan sperma sampai angka 0,1 Tutup bagian atas pipet dengan jari Arahkan pipet tegak lurus Jalankan stopwath Jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan hitung waktunya dengan detik Vikositas sperma normal < 2 detik. Semakin kental sperma tersebut semakin besar vikositasnya. Hal ini mungkin disebabkan karena: Spermatozoa terlalu banyak Cairannya sedikit Gangguan liquedaction Perubahan komposisi plasma sperma Pengaruh obat- obatan tertentu 7. Fruktosa Kualitatif Pemeriksaan fruktosa kualitatif ini harus merupakan pemeriksaan rutin pada sperma azoospermia. Fruktosa sperma diproduksi oleh vesica seminalis. Bila tidak didapati fruktosa dalam sperma, hal ini dapat disebabkan karena: Azospermia yang disebabkan oleh agenesis vas deferens Kedua duktus ejakulatorius tersumbat Kelainan pada kelenjar vesika seminalis Cara pemeriksaan fruktosa: 0.05 ml sperma ditambah 2 ml larutan resolsinol (0.5 % dalam alkohol 96% ), campur sampai rata Panaskan dalam air mendidih 5 menit Bila sperma mengandung fruktosa maka campuran diatas menjadi merah coklat atau merah jingga Bila tidak ada fruktosa maka tidak menjadi perubahan warna Analisa Sperma Secara Mikroskopik Sebelum pemeriksaan mikroskopik, sperma tersebut harus diaduk dengan baik. 1. Jumlah Sperma Per-lapang Pandang/ Perkiraan densitas sperma Sebelum menentukan atau menghitung konsentrasi sperma perlu dilakukan perkiraan kasar jumlah sperma agar dapat menentukan prosedur pengenceran yang akan digunakan dan untuk mempersiapkan sediaan apus untuk analisis morfologi. Carakerja: Diaduk sperma hingga homogen Diambil 1 – 3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass lalu ditutup dengan cover glass Lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang pandang Misalnya, dihitung berturut-turut lapang pandang: I= 10 Spermatozoa II = 5 Spermatozoa III = 7 Spermatozoa IV = 8 Spermatozoa Dalam laporan dituliskan terdapat 5 – 10 spermatozoa perlapang pandang. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 5 – 10 juta/ml Jika jumlah spermatozoa banyak dihitung perkwadran (1/4 lapang pandang) Misalnya ¼ Lapang pandang = 50 spermatozoa, jadi perlapang pandang 200 spermatozoa. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah200 juta/ml. Jika perlapang pandang didapatkan nol spermatozoa maka tidak usah dilakukan pemeriksaan konsentrasi disebut Azoospermia. 2. Pergerakan Sperma Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (200 C – 250 C).Dalam memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya diperiksa setelah 20 menit karena dalam waktu 20 menit sperma tidak kental sehingga spermatozoa mudah bergerak akan tetapi jangan lebih dari 60 menit setelah ejakulasi sebab dengan bertambahnya waktu maka spermatozoa akan memburuk pergerakannya serta pH dan bau mungkin akan berubah. Gerak spermatozoa yang baik adalah gerak kedepan dan arahnya lurus, gerak yang kurang baik adalah gerak zig-zag, berputarputar dan lain-lain. Catatan: Jangan sekali-kali menyebut spermatozoa mati, yang benar adalah spermatozoa tidak bergerak Perhitungan: Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian dihitung yang bergerak kurang baik, lalu yang bargerak baik misal: yang tidak bergerak = 25% yang bergerak kurang baik = 50% yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25% Prosentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat (umumnya kelipatan 5 misalnya: 10%,15%, 20%). Jika sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma (banyaknya sperma yang hidup) sebab sprermatozoa yang tidak bergerakpun kemungkinan masih hidup. Sebab menurunnya motilitas spermatozoa: Dilakukan pemeriksaan yang terlalu lama sejak sperma dikeluarkan Cara penyimpanan sampel yang kurang baik 3. Perhitungan Jumlah Sperma Jumlah spermatozoa total ialah jumlah spermatozoa dalam ejakulat.Sedangkan konsentrasi sperma adalah jumlah spermatozoa/ml sperma.Perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan mengunakan metode hemositometer atau ”electronic coulter counter”. Metode hemositometer lebih sering digunakan untuk sperma yang mempunyai perkiraan spermatozoa yang sangat rendah (misalnya 10 juta/ml) atau pemeriksaan sperma yang memerlukan penentuan jumlah dengan segera. Cara kerja: Siapkan pengencer berisi 50 gr NaHCO3, 10 ml 35% formalin, 5 ml cairan gentian violet pekat dan aquadestilita sampai 1000 ml. Sperma yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1:10 atau 1:20 tergantung pada perkiraan jumlah spermatozoa yang telah dilakukan sebelumnya (gunakan pipet thoma untuk leukosit) Segera pindahkan ke hemositometer (kamar hitung Neubauer) yang telah ditutup dengan gelas penutup. Biarkan hemositometer selama 15 menit sampai 20 menit agar semua sel mengendap Hitung dibawah mikroskop pembesaran 40X untuk spermatozoa (sel benih yang matang yang mempunyai ekor yang dihitung). Perhitungan: Hitung jumlah sperma dengan objek 40x pada daerah leukosit pada 4 bidang. Perhitungan: Luas = 1 mm2 Tinggi = 0,1 mm Vol = 0,1 mm3 Jumlah sperma = 1/0.1 X 4 X pengenceran X N 4. Morfologi Pemeriksaan morfologi berdasarkan kepala dari spematozoa dapat dilakukan dengan cara membuat preparat hapusan diatas obyek glass, kemudian dikeringkan selama 5 menit, lalu di fixasi dengan larutan metilalkohol selama 5 menit, kemudian selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan larutan giemsa, wright, atau zat warna yang lain. Bentuk Normal: Bentuk oval Bentuk spermatozoa abnormal: Bentuk Pir (seperti buah pir) Bentuk Terato (tidak beraturan dan berukuran besar) Bentuk Lepto (ceking) Bentuk Mikro (kepala seperti jarum pentul) Bentuk Strongyle (seperti larva stongyloides) Bentuk Lose Hezel (tanpa kepala) Bentuk Immature (spermatozoa belum dewasa, terdapat cytoplasmic) 5. Lekosit Leukosit di laporkan per-lapang pandang seperti halnya dalam sedimen urin, misalnya 3 – 8 perlapang pandang. Jumlah lekosit yang besar erat hubunganya dengan infeksi organ – organ spermiogenesis. Interprestasi Hasil Analisa Sperma Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan nilai acuan untuk analisa sperma yang normal, sebagai berikut: 1. Volume total cairan lebih dari 2 ml 2. Konsentrasi sperma paling sedikit 20 juta sperma/ml 3. Morfologinya paling sedikit 15% berbentuk normal 4. Pergerakan sperma lebih dari 50% bergerak kedepan, atau 25% bergerak secara acak kurang dari 1 jam setelah ejakulasi 5. Adanya sel darah putih kurang dari 1 juta/ml 6. Analisa lebih lanjut (tes reaksi antiglobulin menunjukkan partikel ikutan yang ada kurang dari 10 % dari jumlah sperma) No Istilah Jumlah Spermatozoa (juta/ml) MotilNormal (%) MorfologiNormal (%) 1 Normozoospermia > 20 > 80 > 50 2 Oligozoospermia < 20 > 50 > 50 3 Ekstrim Oligozoospermia < 50 > 50 > 50 4 Asthenozoospermia > 20 < 50 > 50 5 Teratozoospermia > 20 > 50 < 50 6 Oligo Asthenozoospermia < 20 < 50 > 50 7 Oligi Astheno Teratozoospermia < 20 < 50 < 50 8 Oligo Teratozoospermia < 20 > 50 < 50 9 Astheno Teratozoospermia > 20 < 50 < 50 10 Polizoospermia > 250 > 50 > 50 11 Azoospermia Bila tidak ada spermatozoa dalam cairan sperma 12 Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup 13 Aspermia Tidak ada cairan semen yang keluar saat ejakulasi Pemeriksaan Makroskopis, Kimia dan Mikroskopis Batu Ginjal Analisa batu ginjal merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan batu ginjal, yaitu suatu kondisi terdapat satu atau lebih batu di dalam saluran kencing. Batu ginjal dapat terbentuk dari kalsium, fosfat atau kombinasi asam urat yang biasanya larut dalam urin. Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin. 1. Batu Kalsium Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan batu saluran kencing yaitu sekitar 70% - 80% dari seluruh kasus batu saluran kencing. Batu ini kadang - kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batukalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu: Whewellite (monohidrat) yaitu, batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite 2. Batu Asam Urat Lebih kurang 5 - 10% penderita batu saluran kencingdengan komposisi asam urat. Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit batu saluran kencing, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat - obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis. 3. Batu Sistin Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih. 4. Batu Struvit (magnesium-amonium fosfat) Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp,Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15- 20% pada penderita batu saluran kencing. Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat. Analisa Batu Ginjal menggunakan kit Diasis Berbagai komponen dalam batu ginjal dapat dianalisa secara semi kuantitatif menggunakan metode titrimetri untuk kalsium dan metode kolorimetri untuk oksalat, fosfat, magnesium, ammonium, asam urat dan sistin. Preparasi sampel: Bersihkan sampel, kemudian keringkan (jangan dioven) Timbang sampel Haluskan sampel menggunakan mortir, tambahkan ± 10 cc aquadest Cek pH sampel Tambahkan 5 tetes sulfuric acid 95 – 97% Aduk sampai homogen Munculnya gas selama pencampuran menunjukkan adanya karbonat Tambahkan aquadest sampai tanda 50 cc 1. Analisa Kalsium Prinsip: Metode titrimetri menggunakan garam ethylenedinitrilotetracetic acid disodium, dan calconcarboxylic acid sebagai indikator Alat dan Bahan: Sodium hydroxide solution 27% Calconcarboxylic acid Larutan ethylenedinitrilotetracetic acid disodiumsalt Sampel yang sudah dipreparasi Cara Kerja: Siapkan sampel yang sudah dipreparasi Tambahkan 2 tetes Sodium hydroxide solution 27% dan 1 sendok spatula Calconcarboxylic acid. Kocok campuran tersebut Sambil dikocok, tambahkan larutan ethylenedinitrilotetracetic acid disodiumsalt tetes demi tetes sampai campuran berubah warna dari merah menjadi biru Hitung jumah tetes yang diperlukan sampai terjadi perubahan warna Perhitungan Jumlah tetes yang diperlukan dikalikan 5 sehingga diperoleh prosentase kalsium yang terdapat di dalam sampel. 2. Analisa Oksalat Prinsip Kompleks warna terbentuk oleh reaksi antara besi (III) dan asam sulfosalisilic yang dilepaskan oleh oksalat Alat dan Bahan: Larutan buffer borat Larutan FeCl3 Larutan Sulfosalycilic acid Sampel yang sudah dipreparasi Cara Kerja: Ke dalam sampel yang sudah dipreparasi tambahkan 2 tetes larutan buffer borat, 3 tetes larutan FeCl3, dan 3 tetes larutan Sulfosalycilic acid sambil terus dikocok. Diamkan selama 2 menit Bandingkan warna yang terbentuk dengan tabel skala Interpretasi Hasil: 3. Analisa Amonium Prinsip: Dengan penambahan reagen Nessler, sampel yang mengandung ammonium akan berubah warna dari kuning menjadi coklat Alat dan Bahan: Larutan dipotassium tetraiodomercurate Larutan sodium hydroxide 27% Sampel yang sudah dipreparasi Cara Kerja: Ke dalam sampel yang sudah dipreparasi tambahkan 3 tetes larutan dipotassium tetraiodomercurate, 3 tetes larutan sodium hydroxide 27% sambil terus dikocok. Bandingkan warna yang terbentuk dengan tabel skala Estimasi nilai intermediet Baca prosentase kandungan ammonium dari tabel kalkulus Interpretasi Hasil: 4. Analisa Fosfat Prinsip: Penambahan ammonium molybdate pada sampel menyebabkan terbentuknya asam molybdatophosphoric. Dengan penambahan reducing agents, asam molybdatophosphoric berubah menjadi molybdenum blue. Alat dan Bahan: Larutan ammonium molybdate Larutan pereduksi (4-methyl-aminophenol sulfate, sodium disulfide) Sampel yang sudah dipreparasi Cara Kerja: Ke dalam sampel yang sudah dipreparasi tambahkan 5 tetes larutan ammonium molybdate, 5 tetes larutan pereduksisambil terus dikocok. Diamkan 5 menit Bandingkan warna yang terbentuk dengan tabel skala Estimasi nilai intermediet Baca prosentase kandungan fosfat dari tabel kalkulus Interpretasi Hasil: 5. Analisa Magnesium Prinsip: Larutan buffer magnesium bereaksi dengan raegen warna membentuk kompleks berwarna merah Alat dan Bahan: Larutan buffer borate Reagen pembentuk kompleks warna (1-azo-2-hydroxy-392,4- dimethyl-carboxoanilido)-naphtalene- ’-(2-hydroxybenzene-5-sodium sulfonate) Sampel yang sudah dipreparasi Cara Kerja: Pipet 1 ml sampel yang sudah dipreparasi ke dalam tabung yang tealh disiapkan. Tambahkan aquadest sampai garis tanda. Tambahkan 10 tetes larutan buffer borate dan 10 tetes reagen pembentuk kompleks warna sambil terus dikocok. Diamkan 1 menit Bandingkan warna yang terbentuk dengan tabel skala Estimasi nilai intermediet Baca prosentase kandungan magnesium dari tabel kalkulus Interpretasi Hasil: 6. Analisa Asam Urat Prinsip: Kandungan asam urat di dalam sampel mereduksi larutan buffer asam molybdatophosforic membentuk molybdenum blue Alat dan Bahan: Larutanasam asam molybdatophosforic Larutan buffer borate Sampel yang sudah dipreparasi Cara Kerja: Tambahkan 3 tetes larutanasam asam molybdatophosforic ke dalam larutan sampel yang telah dipreparasi, kocok, dan diamkan selama 2 menit Tambahkan 2 tetes larutan buffer borate, kocok Bandingkan warna yang terbentuk dengan tabel skala. Lakukan perbandingan warna dalam 10 detik setelah penambahan larutan buffer borate karena warna yang terbentuk tidak stabil dan cepat berubah menjadi biru Estimasi nilai intermediet Baca prosentase kandungan magnesium dari tabel kalkulus Interpretasi Hasil: 7. Analisa Sistin Prinsip: Sistin direduksi menjadi sistein oleh sodium sulfit. Dalam lingkungan alkali, sistein memberi warna merah dengan penambahan sodium nitroprusside. Alat dan Bahan: Larutan ammonia 9.5% Reagen pereduksi (sodium sulfit) Sodium nitroprusside Sampel yang sudah dipreparasi Cara Kerja: Tambahkan 10 tetes larutanammonia 9.5% ke dalam larutan sampel yang telah dipreparasi Tambahkan 1 sendok reagen pereduksi (sodium sulfit), aduk sampai terlarut Setelah 1 menit, tambahkan 1 sendok sodium nitroprusside, aduk sampai terlarut Bandingkan warna yang terbentuk dengan tabel skala. Lakukan perbandingan warna dalam 30 detik setelah penambahan sodium nitroprusside Estimasi nilai intermediet Baca prosentase kandungan magnesium dari tabel kalkulus Interpretasi Hasil: Pemeriksaan Makroskopis, Kimia dan Mikroskopis Feses Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal produksi 100 – 200 gram/ hari. Feses terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis. Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu. Indikasi dilakukan pemeriksaan feses: Adanya diare dan konstipasi Adanya darah dalam tinja Adanya lendir dalam tinja Adanya ikterus Adanya gangguan pencernaan Kecurigaan penyakit gastrointestinal Pengambilan sampel feses Feses untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal dari defekasi spontan. Jika pemeriksaan sangat diperlukan,boleh juga sampel tinja di ambil dengan jari bersarung dari rectum. Untuk pemeriksaan biasa dipakai tinja sewaktu, jarang diperlukan tinja 24 jam untuk pemeriksaan tertentu. Tinja hendaknya diperiksa dalam keadaan segar, kalau dibiarkan mungkin sekali unsur - unsur dalam tinja itu menjadi rusak. Umumnya pengambilan sampel feses dilakukan di rumah/ laboratorium. Bila sampel feses diambil di rumah, feses sebaiknya dibawa ke laboratorium, kurang dari 1 jam. Syarat dalam pengumpulan sampel untuk pemeriksaan feses: Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urine. Untuk mengirim tinja, wadah yang baik ialah yang terbuat dari kaca atau sari bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastik. Kalau konsistensi tinja keras, dos karton berlapis paraffin juga boleh dipakai. Wadah harus bermulut lebar. Harus diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan jika ada penundaan simpan di almari es Tidak boleh menelan barium, bismuth dan minyak 5 hari sebelum pemeriksaan Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan, misalnya bagian yang bercampur darah atau lendir Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher sebagai pemeriksaan tinja sewaktu. Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object glass Tujuan : mendapatkan spesimen tinja/feses yang memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan feses rutine Waktu : pengambilan dilakukan setiap saat, terutama pada gejala awal dan sebaiknya sebelum pemberian antibiotik Alat-alat : lidi kapas steril pot tinja Cara kerja : 1. Penderita diharuskan buang air kecil terlebih dahulu karena tinja tidak boleh boleh tercemar urine 2. Intruksikan pada penderita untuk buang air besar langsung kedalam pot tinja ( kira kira 5 gram ) 3. Tutup pot dengan rapat 4. Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis spesimen Pemeriksaan Makroskopis Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah, lendir dan parasit. 1. Pemeriksaan Jumlah Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan sayur jumlah tinja meningkat. 2. Pemeriksaan Warna Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinjadipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning juga dapat disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin. Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium. Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis.Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan radiologik. Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau tomat. Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain- lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena. 3. Pemeriksaan Bau Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman.Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam. Konsumsi makanan dengan rempah-rempah dapat mengakibatkan rempah-rempah yang tercerna menambah bau tinja. 4. Pemeriksaan Konsistensi Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas. Konsistensi tinja berbentuk pita ditemukan pada penyakit hisprung. Feses yang sangat besar dan berminyak menunjukkan malabsorpsi usus 5. Pemeriksaan Lendir Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus. Lendir yang terdapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus. Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa tinja. Lendir transparan yang menempel pada luar feces diakibatkan spastik kolitis, mucous colitis pada anxietas Tinja dengan lendir dan bercampur darah terjadi pada keganasan serta peradangan rektal anal Tinja dengan lendir bercampur nanah dan darah dikarenakan adanya ulseratif kolitis, disentri basiler, divertikulitis ulceratif Tinja dengan lendir yang sangat banyak dikarenakan adanya vilous adenoma colon 6. Pemeriksaan Darah Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baurdengan tinja. Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada tukak lambung atau varices dalam oesophagus Pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum. Semakin proksimal sumber perdarahan semakin hitam warnanya 7. Pemeriksaan Nanah Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini terdapat pada pada penyakit Kronik ulseratif kolon, fistula colon sigmoid, lokal abses.Sedangkan pada penyakit disentri basiler tidak didapatkan nanah dalam jumlah yang banyak. 8. Pemeriksaan Parasit Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies cacing lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses. 9. Pemeriksaan adanya sisa makanan Hampir selalu dapat ditemukan sisa makanan yang tidak tercerna, bukan keberadaannya yang mengindikasikan kelainan melainkan jumlahnya yang dalam keadaan tertentu dihubungkan dengan sesuatu hal yang abnormal. Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta otot, serat elastic dan zat-zat lainnya.Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan Lugol maka pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti butir-butir biru atau merah. Penambahan larutan jenuh Sudan III atau Sudan IV dalam alkohol 70% menjadikan lemak netral terlihat sebagai tetes-tetes merah atau jingga. Pemeriksaan Mikroskopis Karena unsur - unsur patologik biasanya tidak dapat merata, maka hasil pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dinilai derajat kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda –(negatif),(+),(++),(+++) saja. Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing, leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi. Dari semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur cacing. 1. Protozoa Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan bentuk trofozoit. 2. Telur cacing Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya. 3. Leukosit Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan. Untuk mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah 1 tetes asam acetat 10% pada 1 tetes emulsi feces pada obyek glass. 4. Eritrosit Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal. 5. Epitel Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitelyaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal. 6. Kristal Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak.Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja, Butir-butir amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran pencernaan mungkin didapatkan kristal hematoidin. 7. Makrofag Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam sitoplasmanya sering dapat dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit .Bentuknya menyerupai amuba tetapi tidak bergerak. 8. Sel ragi Khusus Blastocystis hominis jarang didapat. Pentingnya mengenal strukturnya ialah supaya jangan dianggap kista amoeba 9. Jamur Pemeriksaan KOH Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan tinja dengan menggunakan larutan KOH (kalium hidroksida) untuk mendeteksi adanya jamur, sedangkan pemeriksaan tinja rutin adalah pemeriksaan tinja yang biasa dilakukan dengan menggunakan lugol. Untuk membedakan antara kandida dalam keadaan normal dengan kandidiasis adalah pada kandidiasis, selain gejala kandidiasis, dari hasil pemeriksaan dapat ditemukan bentuk pseudohifa yang merupakan bentuk invasif dari candida pada sediaan tinja. Pemeriksaan Kimia 1. Darah samar Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik.Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pada keadaan normal tubuh kehilangan darah 0,5 – 2 ml / hari. Pada keadaan abnormal dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/ hari. Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar diantara lain adalah preparat Fe, chlorofil, extract daging, senyawa merkuri, Vitamin C dosis tinggi dan anti oxidant dapat menyebabkan hasil negatif (-) palsu, sedangkan Lekosit, formalin, cupri oksida, jodium dan asam nitrat dapat menyebabkan positif (+) palsu. Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah guajac tes, orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan penentuan aktivitas peroksidase/ oksiperoksidase dari eritrosit (Hb) a. Metode benzidine basa Prinsip: Hemoglobin sebagai peroksidase akan menguraikan H2O2 dan mengoksidasi benzidin menjadi warna biru. Alat & Bahan: Tabung reaksi dan rak tabung Alat pemanas Kristal benzidin basa Hidrogen peroksida (H2O2) 3% segar Asam cuka glasial Tinja yang akan diperiksa Cara Kerja: Buat emulsi tinja dengan air atau NaCl 0,9% ( 10 ml).Panasi sampai mendidih. Saring emulsi tinja yang masih panas, biarkan filtratnya sampai dingin. Ke dalam sebuah tabung reaksi lainnya, masukkan kristal benzidin basa seujung pisau ( 1 gram). Tambahkan 3 ml asam cuka glasial, kocok sampai kristal benzidin larut dengan meninggalkan sedikit kristal. Tambahkan 2 ml filtrat tinja, campur. Tambahkan 1 ml H2O2 3% segar, campur. Interpretasi Hasil: Negative ( - ) tidak ada perubahan warna atau samar-samar hijau Positif ( +) hijau Positif (++) biru bercampur hijau Positif (+++) biru Positif (++++) biru tua Pemeriksaan benzidin dikatakan sensitif tapi kurang spesifik karena banyak dipengaruhi oleh diet dan obat – obatan yang diminum penderita. Disamping itu benzidine dikatakan memiliki efek karsinogenik dan mulai ditinggalkan. b. Metode Guaiac Prinsip: Besi organik ditambah guam guaiac membentuk warna biru Alat & Bahan: Kertas saring atau objek glas Asam cuka glasial Larutan gum guaiac jenuh dalam alkohol 95% Hidrogen peroksida (H2O2) 3% Tinja yang akan diperiksa Cara Kerja: Di atas selembar kertas saring yang bersih (bukan kertas WC = paper towels) atau sebuah object glass yang bebas darah, hapuskan sejumlah kecil tinja. Kemudian tambahakaan 2 tetes asam cuka glasial dan campur. Selanjutnya tambahkan 2 tetes larutan gum guaiac jenuh segar dalam alkohol 95% dan 2 tetes hidrogen peroksida 3%. Interpretasi hasil: Negative ( - ) terbentuk warna hijau Positif ( +) terbentuk warna biru Guaiac test masih banyak memberikan hasil positif palsu, dan banyak dipengaruhi oleh diet, obat, dan non human haemoglobin, serta rehidrasi. c. Metode Rapid Chromatographic Immunoassay Merupakan rapid test untuk mendeteksi darah samar dalam feses pada kadar rendah. Rapid test ini menggunakan prinsip double antibody sandwich assay untuk mendeteksi sampai 50 ng/ ml hemoglobin dalam feses atau 6ul hemoglobin/ g feses. Prinsip: Merupakan pemeriksaan kualitatif menngunakan prinsip immunossay untuk mendeteksi darah di dalam feses. Sampel feses akan bereaksi dengan antibodi anti hemoglobin dalam membran kromatografi membentuk garis warna. Persiapan pasien: Sampel feses tidak diambil selama atau dalam 3 selama periode menstruasi, atau bila pasien menderita perdarahan karena wasr atau ada darah di dalam urinnya. Konsumsi alkohol, apirin, atau obat lainnya secara berlebihan dapat menyebabkan iritasi pada lambung sehingga menimbulkan perdarahan. Substansi tersebut di atas harus dihentikan paling tidak 48 jam sebelum dilakukan pemeriksaan Tidak diperlukan pembatasan diet. Cara kerja: Siapkan sampel pemeriksaan Buka tutup spesimen collection tube, kemudiaan ambil sampel feses paling tidak pada 3 tempat yang berbeda menggunakan ujung stick Tutup rapat, kemudian kocok sampel dengan buffer ekstraksi. Sampel pemeriksaan ini dapat disimpan selama 6 bulan pada suhu - 200 C bila tidak dilakukan pemeriksaan dalam 1 jam Buka test strip FOB Melalui ujung ssimen collection tube, teteskan 2 tetes samel (±90µl) ke dalam sumur sampel (S), kemudian jalankan timer. Hindari terbentuknya gelembung udara di dalam sumur sampel (S) Tunggu sampai muncul garis merah. Pembacaan dilakukan pada menit ke 5, dan jangan menginterpretasikan hasil setelah 10 menit. Interpretasi hasil: Positif ( +) Muncul tanda merah pada kedua garis baik pada garis control (C) maupun garis test (T) Intensitas warna merah yang muncul pada garis T bervariasi tergantung pada konsentrasi hemoglobin di dalam spesimen Negatif ( - ) Muncul tanda merah pada 1 garis, yaitu pada garis control (C) Invalid Tidak muncul garis merah pada garis control (C) Gambar. Cara Kerja FOBT Cromatography Immunoassay 2. Urobilin Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang pada ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja dengan warna kelabu disebut akholik. Cara kerja: Taruh beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campur dengan larutan mercurichlorida 10 % dengan volume sama dengan volume tinja. Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap dan biarkan selama 6-24 jam Adanya urobilin dapat dilihat dengan timbulnya warna merah 3. Urobilinogen Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak jumlah urobilinogen yang diekskresilkan per - 24 jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena itu jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urin. 4. Bilirubin Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi menjadi urobilin.Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus yang menyelenggarakan perubahan tadi.Untuk mengetahui adanya bilrubin dapat digunakan metode pemeriksaan Fouchet. Pemeriksaan Makroskopis, Kimia dan Mikroskopis Cairan Transudat dan Eksudat Rongga-rongga serosa dalam badan normal mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan itu terdapat pada rongga pericardium,rongga pleura, rongga perut berfungsi sebagai pelumas agar membran-membran mesotel dapat bergerak tanpa bergeser. Jumlah cairan cairan dalam keadaan normal hamper tidak dapat diukur karena sangat sedikit. Jumlahnya mungkin bertambah pada beberapa keadaan dan berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi terjadi akibat proses bukan radang melainkan karena gangguan keseimbangan cairan badan(tekanan osmotic koloid, statis kapiler atau tekanan hidrostatis, kerusakan endotel), sedangkan eksudat behubungan dengan proses peradangan. Ciri-ciri spesifik transudat adalah cairan jernih, encer, kuning muda, berat jenis< 2,5 g/dl, kadar glukosa kira-kira sama seperti kadar glukosa plasma darah, jumlah sel kecil, steril. Sedangkan ciri-ciri spesifik eksudat adalah cairan keruh (mungkin berkepinkeping, purulen, cyloid), kental, warna bermacam-macam, BJ>1.018, sering ada bekuan, kadar protein lebih dari 4 g/dl, kadar glukosa < kadar glukosa plasma darah, mengandung banyak sel, dan sering ada bakteri. Bahan pemeriksaan diperoleh dari rongga perut, pleura, perikardium, sendi, kista, hidrocycle serta di dapat dengan pungsi. Sebagai tempat gunakan penampung biasa , untuk biakan digunakan penampung steril, dan juga penampung dengan anti koagulan( Citrat 20% atau heparin steril). Pengambilan harus secara steril I. Pemeriksaan Makrokopis a. Jumlah Jumlah semua cairan menentukan luas kelainan b. Warna Warna transudat kekuningan Warna eksudat bermacam-macam, tergantung penyebabnya. Eksudat karena radang ridangan tidak jauh berbeda dengan eksudat c. Kejernihan Transudat murni: Kelihatan jernih Eksudat :Keruh d. Bau Biasanya transudat maupun eksudat tidak memiliki bau bermakna, Timbulnya bau mengarah pada eksudat e. Berat Jenis Harus segera di periksa sebelum terjadi bekuan. Jika sampel mencukupi dapat dilakukan dengan urinometer, jika hanya sedikit sebaiknya digunkan refraktometer. f. Bekuan Perhatikan terjadi bekuan ( Renggang, berkeping, atau sangat halus). Bekuan itu tersusun dari fibrin dan di dapat pada Eksudat II. Pemeriksaan Kimia a. Tes Rivalta Tujuan: Membedakan transudat dan eksudat Prinsip: Seromucin dengan asam asetat akan terbentuk kekeruhan Cara Kerja: 1. 10 ml aquadest + 1tts asetat glacial + 1 tts cairan rongga 2. Amati di sekitar tetesan. Transudat: Negatif (tidak keruh/jernih) Eksudat : Positif(Keruh) b. Pemeriksaan Glukosa (tergantung reagen yang dimiliki) c. Pemeriksaan Protein (tergantung reagen yang dimiliki) Catatan: Jika BJ ≤ sampel harus diencerkan -10 kali, jika berat jenis > 1010 perlu pengenceran 20X(jangan lupa pegenceran masuk perhitungan) III. Pemeriksaan Mikroskopis a. Hitung Jumlah Sel Lekosit Metode: Kamar hitung Improved Neubauer atau Fuchs Rosenthal. Tujuan: Untuk menghitung jumlah sel lekosit dalam cairan dan mengetahui bahwa sampel cairan tubuh tersebut transudat atau eksudat. Prinsip: Jumlah sel lekosit dihitung berdasarkan pengenceran dalam larutan Pengencer dan jumlah sel dalam cairan dalam kamar hitung. Alat: 1. Mikroskop 2. Kamar Hitung Improved Neubauer 3 mm x 3 mm x 0,1 mm atau Kamar Hitung Fuchs Rosenthal 4 mm x 4 mm x 0,2 mm 3. Pipet Lekosit 4. Kaca Penutup Bahan: 1. Larutan pengencer NaCl 0,9 % 2. Antikoagulan Natrium Citrat atau Heparin steril 3. Bahan Pemeriksaan : Berupa Cairan yang berasal dari rongga perut, pleura, pericardium, sendi, kista, hydrocele, dsb yang didapat dengan mengadakan pungsi. Prosedur Kerja: 1. Sampel didapat dengan mengadakan pungsi dan campur dengan antikoagulan. 2. Kocok dahulu sampel yang akan diperiksa supaya homogen. 3. Pipet NaCl 0,9 % dengan pipet lekosit sampai tanda 1 tepat. 4. Pipet sampel sampai tanda 11 tepat. 5. Kocok agar sampel dan larutan tercampur sempurna minimal 3 X selama +3 menit dengan putaran membentuk angka 8. 6. Bila segera dihitung buang beberapa tetes larutan dan teteskan pada kamar hitung. Biarkan mengendap 2-3 menit. Dan hitung didalam kamar hitung di bawah mikroskop. Dengan pembesaran sedang (10 X 45), sebanyak 4 kotak besar. Perhitungan : 1. Dengan Kamar hitung Improved Neubauer Jumlah sel lekosit = PDP X TKP X sel lekosit KBH PDP = Pengenceran dalam pipet TKP = Tinggi Kaca Penutup KBH = Kotak Besar yang dihitung 2. Dengan kamar hitung Fuchs Rosenthal Jumlah sel lekosit dalam 9 kotak = a Luas permukaan : 3 x 3 mm2 = 9 mm2 Dalam : 0,2 mm Isi : 9 x 0,1 mm3 = 0,9 mm Dalam 1 mm3 terdapat : 10/9 x a sel Pengenceran : 10/9 kali Jadi jumlah sel/1 mm3 = 10/9 x 10/9 x a sel = 100/81 x a sel = 5/4 x a sel Catatan : Kamar hitung dari Fuchs Rosenthal lebih teliti karena volumenya lebih besar. Kalau cairan berupa purulen tidak ada gunanya menghitung jumlah lekosit tindakan ini baiknya hanya dilakukan dengan cairan yang jernih atau yang agak keruh saja. Untuk cairan yang agak keruh, pilih pengenceran yang sesuai. Bahan pengencer sebaiknya larutan NaCl 0,9 % jangan menggunakan larutan turk, karena dapat menyebabkan terbentuknya bekuan dalam cairan. Cairan yang berupa transudat biasanya mengandung kurang dari 500 sel/ul. Semakin tinggi angka itu semakin besar kemungkinan cairan tersebut bersifat eksudat. b. Hitung Jenis Sel Lekosit. Metode: Giemsa atau Wright Stain Prinsip: Endapan cairan dibuat hapusan, kemudian diwarnai dengan pewarnaan tertentu (Giemsa/Wright) maka sel lekosit akan mengambil warna zat.Lalu dihitung dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000X dalam 100 % sel lekosit. Tujuan: Untuk mengetahui jenis sel lekosit dalam cairan/sampel, sehingga dapat menentukan jenis cairan tersebut (transudat/eksudat). Alat: 1. Objek glass 2. Pipet tetes 3. Pipet ukur 4. Gelas ukur 5. Rak pewarnaan 6. Mikroskop Bahan: 1. Giemsa, komposisi : 1 gr giemsa 100 ml Metanol absolut 2. Wright, komposisi : 0,1 gr Wright (digerus) 60 ml Methanol absolut 3. Buffer phospat pH 7,2 : KH2PO4 6,63 gr Na2HPO4 3,2 gr Aquades add 1000 ml Persiapan Reagen: 1. Sebanyak 17 tetes stok larutan giemsa ditambah 5 ml aquades Prosedur Kerja : 1. Sediaan apus dibuat dengan cara yang berlain-lainan tergantung sifat cairan itu: - Jika cairan jernih, sehingga diperkirakan tidak mengandung banyak sel, pusinglah 10 Sampai 15 ml sampel 1500 rpm selama 10 menit. - Cairan atas dibuang dan sediment dicampur dengan beberapa tetes serum penderita sendiri. lalu dibuat hapusan. - Kalau cairan keruh sekali atau purulent, dibuat sediaan apus langsung memakai bahan itu. Jika terdapat bekuan dalam cairan, bekuan itulah yang dipakai untuk membuat sediaan tipis. 2. Difiksasi dengan metanol selama 2 menit, buang, cuci dengan aquades 3. Digenangi dengan zat warna Giemsa atau Wright selama 15 menit, buang sisa zat warna dan cuci dengan aquades, keringkan diudara. 4. Dihitung jenis sel atas 100- 300 sel, di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 X Hasil: Transudat: Hanya sel mononuklear (limposit) Eksudat: Ditemukan sel mononukleaar dan polimorfonuklear/ segmen Catatan: Hitung jenis ini hanya untuk membedakan limposit dan segmen. Hasil hitung jenis dapat memberi keterangan tentang jenis radang, yang menyertai proses radang akut hampir semua sel berupa segment. Semakin tenang proses itu semakin bertambah limpositnya, sedangkan radang menahun menghasilkan hanya limposit saja dalam hitung jenis. Perbandingan banyak sel dalam golongan limposit dan sel polimorponuklear atau segment memberi petunjuk kearah jenis radang yang menyebabkan atau menyertai eksudat. IV. Pemeriksaan Bakterioskopi Metode: Gram Prinsip: Bakteri gram (+) akan mengikat warna ungu dari carbol gentian violet dan akan diperkuat oleh lugol sehingga pada saat pelunturan dengan alkohol 96 % warna ungu tidak akan luntur, sedangkan gram (-) akan Luntur oleh alkohol dan mengambil warna merah dari fuksin Tujuan: Untuk mengetahui adanya kuman–kuman dalam sampel sehingga dapat menentukan jenis cairan tersebut apakah transudat atau eksudat Alat: 1. Objek Glass 2. Pipet tetes 3. Bak dan rak pewarnaan 4. Mikroskop Reagensia: 1. Carbol gentian violet 1 % 2. Lugol 1 % 3. Alkohol 96 % 4. Air Fuchsin 1 % Prosedur Kerja: 1. Setetes sampel yang telah disentrifuge dibuat hapusan diatas objekglass, dan dikeringkan. 2. Diwarnai dengan karbol gentian violet selama 3 menit, dicuci 3. Ditambah lugol selama 1 menit, dicuci 4. Ditambah alkohol 96 %selama 30 detik, dicuci 5. Ditambah air fuchsin selama 2 menit, dicuci dan dikeringkan 6. Diperiksa dengan mikroskop dengan pembesaran 1000x Catatan: Transudat: Tidak ditemukan bakteri Eksudat : Ditemukan bakteri Selain dengan pewarnaan gram, juga bisa dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk menemukan adanya